Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH KARAKTERISTIK PETANI TERHADAP TINGKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI DALAM USAHA SAYURAN ORGANIK

BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS

PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH

BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

DAFTAR ISI II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 8

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah

BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. KERAGAAN DAN POLA DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian

IX. HUBUNGAN ANTARA PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN TANAH DI SUMATERA BARAT *

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penguasaan dan Pengusahaan Lahan Pola Penguasaan Tanah dan Reforma Agraria

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan

diketahui masalah fungsional utama yang merupakan proses yang terjadi dalam keluarga nelayan. Pada gilirannya, maka dapat diukur output keluarga

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan

BAB VI KONFLIK PERAN WANITA BEKERJA

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

VIII. ANALISA PENDAPATAN USAHATANI PADI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perlu juga dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, lebih rinci ditunjukkan pada bagian-bagian berikut ini.

TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Petani

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

BAB III PRAKTEK PENGUPAHAN SISTEM ROYONGAN DI DESA KLIRIS KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL. A. Demografi Desa Kliris Kecamatan Boja Kabupaten Kendal

KUESIONER HUBUNGAN ORANGTUA, TELEVISI, DAN TEMAN DENGAN SIKAP PEMUDA TERHADAP PEKERJAAN DI BIDANG PERTANIAN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Karakteristik petani dalam penelitian ini meliputi Umur, Pendidikan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

STRATA PENGUASAAN LAHAN DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH SERTA HUBUNGANNYA DENGAN ALOKASI WAKTU KERJA DI LUAR USAHATANI

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

VIII ANALISIS HUBUNGAN EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

TINGKAT ADOPSI INOVASI SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI KELOMPOK TANI SEDYO MUKTI DESA PENDOWOHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL

POLA PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN DI JAWA TIMUR*

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

Gambar 3 Penetapan Responden menggunakan snowball sampling technique.

Transkripsi:

59 BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 7.1 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian Penguasaan lahan merupakan faktor penentu pendapatan dari kegiatan usahatani bagi masyarakat desa. Penguasaan lahan ini pun terjadi di Kampung Cijengkol, Desa Cigudeg mayoritas penduduknya bergantung pada lahan pertanian (sawah dan kebun). Penguasaan lahan dapat dilihat dari luas lahan yang warga kuasai dari sawah maupun kebun. Tingkat penguasaan lahan Kampung Cijengkol bervariasi mulai dari luas lahan yang luas, sedang, hingga sempit dan status kepemilikan dimulai dari lahan milik sendiri, bagi hasil, menyewa sampai lahan gadai. Penelitian pada kampung ini adalah ingin melihat adanya hubungan mempengaruhi antara luas lahan yang dikuasai dengan tingkat pendapatan yang di dapat oleh warga kampung. Hipotesisnya yaitu jika luas lahan yang dikuasai berkategori luas maka seharusnya tingkat pendapatan dari lahan yang digarappun tinggi. Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 Tingkat Penguasaa n Lahan Tingkat Pendapatan n % R % S % T % Sempit 32 69,57 5 10,87 0 0 37 80,44 Sedang 4 8,70 0 0 1 2,17 5 10,87 Luas 2 4,35 1 2,17 1 2,17 4 8,69 Jumlah 38 82,62 6 13,04 2 4,34 46 100,00 Keterangan: mempengaruhi dengan hasil SPSS rank spearman sebesar 0,927 sangat kuat dan searah dengan nilai p(0,014)<alpha 10 persen, (R=rendah, S=sedang, T=tinggi). Hal ini dibuktikan berdasarkan data olahan yang diperoleh peneliti dalam Tabel 15 tabulasi silang luas lahan dengan tingkat pendapatan. Berdasarkan Tabel 15 mengenai hubungan luas lahan dengan tingkat pendapatan adalah 32 orang atau 69,57 % orang yang memiliki lahan yang sempit memiliki tingkat pendapatan

60 yang rendah dari kegiatan usahatani. Walaupun ada 5 atau 10,87 % luas lahan sempit memperoleh pendapatan yang sedang dari lahan yang dikuasainya. Luas lahan dengan kategori sedang juga memperoleh 8,70 % atau 4 orang dengan tingkat pendapatan yang rendah dan terdapat 1 orang yang mendapatkan tingkat pendidikan yang tinggi. Kategori luas lahan yaitu luas pun hanya 1 orang yang tingkat pendapatannya tinggi sedangkan 1 orang dengan kategori lahan luas tingkat pendapatan berada pada posisi sedang dan 2 orang pada ketegori luas lahan yang luas berada pada posisi rendah pada tingkat pendapatan. Hasil dari tabulasi silang ini yaitu terdapat hubungan mempengaruhi antara luas lahan dengan tingkat pendapatan pada lahan yang luasnya sempit. Namun, untuk kategori lahan luas dengan tingkat pendapatan rendah pun dapat dijelaskan bahwa tidak semua orang yang menguasai lahan dapat menggarap lahan tersebut dengan baik dan menikmati hasilnya pun dengan baik. Salah seorang warga kampung menyatakan bahwa luas lahan yang dikuasi dengan hasil dari lahan tersebut tidak seimbang karena tidak menggarap lahan tersebut dengan baik. Jarak tanam padi di lahan sawah juga harus diperhitungkan dengan baik sehingga panen yang dihasilkan optimal. Selain itu, hama yang menyerang padi dan cuaca yang tidak bagus menyebabkan hasil panen yang diperoleh tidak optimal. Adanya hubungan mempengaruhi antara luas lahan dengan tingkat pendapatan diperkuat dengan adanya hasil olah data dengan menggunakan rank spearman yang dapat dilihat pada lampiran 9. Hasil dari olah data SPSS ini menunjukkan bahwa ada korelasi antara luas lahan dengan tingkat pendapatan. Korelasi antara Luas Lahan dengan tingkat pendapatan sebesar 0,927 sangat kuat dan searah dengan nilai p(0,014)<alpha 10 persen artinya korelasi signifikan. Artinya Luas lahan memiliki hubungan positif dengan tingkat pendapatan atau semakin tinggi luas lahan maka semakin tinggi pula tingkat pendapatan seseorang. 7.2 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendidikan Luas lahan yang dikuasai dapat mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat desa sehingga pendapatan besar yang diterima dari hasil pertanian dapat memperbaiki tingkat pendidikan keluarga mereka. Hal ini sangat jelas jika pendapatan mereka besar mereka dapat membiayai sekolah anak-anaknya sampai ke jengjang yang lebih tinggi. Masyarakat akan mementingkan pendidikan jika

61 kebutuhan hidup (untuk konsumsi) dirasa cukup dan mereka menginginkan kahidupan yang lebih baik bagi anak-anaknya kelak. Maka dari itu pendidikan sangat perlu diperhatikan agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Tabel 16. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 Tingkat Tingkat Pendidikan Penguasaa KB % B % SB % n % n Lahan Sempit 17 36,96 16 34,78 4 8,70 37 80,44 Sedang 4 8,70 1 2,17 0 0 5 10,87 Luas 1 2,17 2 4,35 1 2,17 4 8,69 Jumlah 22 47,83 19 41,30 5 10,87 46 100,00 Keterangan: mempengaruhi dengan hasil SPSS rank spearman sebesar 0,816 sangat kuat dan terbalik dengan nilai p(0,035)<alpha 10 persen, (KB=kurang berpendidikan, B=berpendidikan, SB=sangat berpendidikan). Berdasarkan hasil dari Tabel 16 hubungan antara luas lahan dengan tingkat pendidikan dapat disimpulkan bahwa luas lahan mempengaruhi tingkat pendidikan keluarga dengan 36,96 % atau 17 KK yang memiliki lahan sempit mempengaruhi kualitas pendidikan mereka sehingga keluarga tersebut kurang berpendidikan. Walaupun demikian ada juga 16 KK yang memiliki luas lahan sempit berada pada tingkat pendidikan yang berpendidikan. Kategori luas lahan sedang yang berada pada posisi kurang berpendidikan pada tingkat pendidikan ini sekitar 4 orang atau 8,70 % dan untuk yang berpendidikan sekitar 2,17 % atau 1 KK. Kategori luas lahan yang berada pada posisi berpendidikan sekitar 4,35 % atau 2 KK sedangkan untuk yang sangat berpendidikan hanya sekitar 1 KK dan kurang berpendidikan hanya 1 KK. Sumberdaya manusia warga Kampung Cijengkol masih belum terbuka terhadap masalah pendidikan. Pendidikan di Kampung ini terbilang cukup rendah karena banyak yang hanya lulus sebagai lulusan SD dan orangtua yang tidak mampu untuk membiayai anak-anaknya sekolah. Namun, ada juga keluarga yang mampu tetapi anaknya yang tidak mau sekolah dan tidak ada dorongan kuat untuk membujuk anaknya untuk sekolah. Berbeda kasus dengan orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya namun terpaksa tidak bisa karena tidak mempunyai biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan warga di kampung ini rendah dan banyak pula warga miskin di kampung tersebut. Maka dari itu, luas lahan

62 tidak mempengaruhi tingkat pendidikan seseorang. Hal ini diperkuat dengan hasil olah data dari SPSS yang dapat dilihat pada lampiran 9. Hasil olah data SPSS menunjukkan bahwa korelasi antara Luas Lahan dengan Tingkat Pendidikan sebesar 0,816 sangat kuat dan terbalik dengan nilai p(0,035)<alpha 10 persen artinya korelasi signifikan. Artinya Luas Lahan dengan Tingkat Pendidikan memiliki hubungan negatif atau luas lahan tidak mempengaruhi tingkat pendidikan seseorang. Kesadaran pentingnya pendidikan demi kehidupan yang lebih baik belum ada di warga Kampung Cijengkol. 7.3 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Kepemilikan Asset dan Modal Luas lahan yang dikuasai oleh warga kebanyakan berasal dari sistem bagi waris sehingga kebanyakan warga memiliki luas lahan dengan kategori sempit. Hal ini mengakibatkan bahwa lahan menurut mereka tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Lahan dapat dijadikan asset dan juga modal tergantung dari si pemilik lahan. Lahan dijadikan asset jika mereka menganggap bahwa memiliki sebidang tanah (baik sawah maupun kebun) untuk investasi masa depan mereka. Namun, jika seseorang memiliki sebidang tanah dan dari tanah itulah mereka hidup berarti tanah tersebut dijadikan sebagai modal untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Kepemilikan asset dan modal di Kampung Cijengkol yang dipengaruhi oleh luas lahan dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini. Tabel 17. Hubungan Luas Lahan dengan Kepemilikan Asset dan Modal Tahun 2011 Tingkat Penguasaan Lahan Kepemilikan Asset dan Modal n % M % A % AM % Sempit 26 56,52 7 15,22 4 8,70 37 80,44 Sedang 2 4,35 1 2,17 2 4,35 5 10,87 Luas 2 4,35 1 2,17 1 2,17 4 8,69 Jumlah 30 65,22 9 19,56 7 15,22 46 100,00 Keterangan: tidak mempengaruhi dengan hasil SPSS rank spearman sebesar,234 lemah dan searah dengan nilai p(0,117)>alpha 10 persen, (M=modal, A=asset, AM=asset dan modal). Berdasarkan Tabel 17 di atas dapat dikatakan bahwa tidak ada kaitannya antara luas lahan dengan kepemilikan asset dan modal. Pada tabel

63 terlihat bahwa luas lahan yang sempit mempengaruhi seseorang dalam hal menganggap lahan sebagai modal saja 26 KK atau 56,52 %. Beberapa warga yang memiliki luas lahan yang sempit mengatakan bahwa lahan hanya sebagai asset ada 7 KK dan yang menganggap lahan sebagai asset dan modal 4 KK. Kategori luas lahan sedang yang mengganggap lahan sebagai asset dan modal dan lahan hanya sebagai modal sekitar 2 KK sedangkan untuk lahan yang dianggap sebagai asset hanya 1 KK. Berbeda dengan luas lahan pada kategori luas hanya 2 KK yang menganggap bahwa lahan hanya sebagai modal untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sedangkan untuk lahan yang dianggap sebagai asset dan lahan yang dianggap sebagai asset dan modal sekitar 1KK saja. Kesimpulan dari hasil olah data yaitu bahwa luas lahan tidak mempengaruhi kepemilikan asset dan modal karena warga tidak hanya menggantungkan pendapatan dari lahan yang mereka kuasai atau mereka milik. Seseorang yang menganggap lahan yang dijadikan asset dan modal memiliki arti bahwa selain memiliki lahan untuk digarap demi mencukupi kebutuhan sehari-hari juga memiliki lahan yang bisa dijadikan investasi masa depan karena lahan dianggap sangat penting terkait dengan peran lahan yang dikaitkan dengan kesejahteraan lahan dan status sosial. Adapun beberapa warga kampung yang memiliki atau menguasai lahan yang sempit menganggap lahan sebagai asset dikarenakan warga tidak bergantung terhadap lahan yang digarapnya. Warga kampung memillih untuk mencari pendapatan lain di luar sektor pertanian. Oleh karena itu, luas lahan tidak mempengaruhi kepemilikan asset dan modal yang diperkuat dengan adanya hasil dari olah data SPSS yang dapat dilihat pada lampiran 9. Hasil dari olah data SPSS ini menunjukkan bahwa Korelasi antara Luas Lahan dengan Kepemilikan Asset dan modal sebesar 0,234 lemah dan searah dengan nilai p(0,117)>alpha 10 persen artinya korelasi tidak significant. Artinya tidak ada hubungan antara luas lahan dengan kepemilikan asset dan modal seseorang.

64 7.4 Implikasi Pengaruh Penguasaan Lahan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Rumahtangga Petani Pengaruh penguasaan lahan terhadap kondisi sosial ekonomi tidaklah menjadi tolak ukur bagi masyarakat untuk merasa cukup dalam mencukupi kebutuhan hidup. Banyak dari warga mencari tambahan pendapatan untuk menutupi kekurangan yang dirasakannya. Maka dari itu, warga memilih untuk melakukan strategi nafkah ganda untuk mencukupi kebutuhan yang dirasa kurang tersebut. Pekerjaan yang mereka pilih merupakan pekerjaan yang berada di luar sektor pertanian seperti pedagang, guru, buruh bangunan, ojek dan buruh serabutan. Pendapatan yang dihasilkan di luar sektor pertanian pun tidak bisa dibilang melebihi pendapatan yang dihasilkan dari sektor pertanian. Akses warga terhadap lahan pertanian di Kampung Cijengkol terbilang terbatas dengan adanya sistem bagi waris yang masih melekat pada warga. Mereka akan bisa mengakses lahan lebih besar jika memiliki modal yang kuat untuk membeli lahan, menyewa ataupun gadai lahan. Namun, kanyataannya banyak warga yang menjual tanahnya (sawah maupun kebun) demi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya karena dirasa dari lahan tidaklah cukup maka lebih baik mereka menjual lahan yang mereka miliki. Kebanyakan dari lahan yang dijual adalah lahan yang didapat dari sistem bagi waris, padahal lahan yang dihasilkan dari bagi waris tidaklah boleh dijual. Namun, mereka terpaksa menjualnya karena kebutuhan yang mendesak. Dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini bagaimana hasil pendapatan dari sektor pertanian yaitu sebagai berikut. Tabel 18. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden di Sektor Pertanian Tahun 2011 Kategori Interval pendapatan (x Rp.1000) Jumlah Persentase (%) Rendah 1000 38 82,61 Sedang 1000 < x 2000 6 13,04 Tinggi > 2000 2 4,35 Total 46 100,00 Berdasarkan Tabel 18 di atas bahwa pendapatan yang dihasilkan dari sektor pertanian adalah rendah. Terdapat 38 KK atau 82,61 % pendapatan yang dihasilkan terolong pada kategori rendah, dan 6 KK atau 13,04 % pendapatan

65 pada kategori sedang dan 4,35 % atau 2 orang yang pendapatannya tergolong tinggi. Pendapatan tersebut didapat setiap kali panen dan biasanya dalam 1 tahun mereka harus menunggu 4 bulan untuk mendapatkan hasil dari yang mereka tanam karena dalan setahun mereka panen tiga kali. Hal ini menjelaskan bahwa lahan yang mereka miliki tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga mereka memilih melakukan pekerjaan lain di luar sektor pertanian untuk mendapatkan tambahan pendapatan. Pekerjaan di luar sektor lebih menjanjikan dibandingkan bekerja pada sektor pertanian. Dapat dilihat pada Tabel 19 tentang sebaran tingkat pendapatan yang berasal dari luar sektor pertanian. Tabel 19 Sebaran Tingkat Pendapatan Responden di Luar Sektor Pertanian Tahun 2011 Kategori Interval Pendapatan (x Rp.1000) Jumlah Persentase (%) Rendah 1000 41 89,13 Sedang 1000 < x 2000 4 8,70 Tinggi > 2000 1 2,17 Total 46 100,00 Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa hampir semua responden melakukan strategi nafkah ganda. Pendapatan yang dihasilkan per bulan dirasa cukup untuk menutupi kekurangan dari hasil pertanian yang didapat. Pendapatan pada kategori rendah dengan jumlah 41 KK atau 89,13 % lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan pada kategori sedang dengan jumlah 4 KK atau 8,70 % dan pendapatan pada kategori tinggi dengan jumlah 1 KK atau 2,17 %. Data menunjukan walaupun pendapatan yang dihasilkan tidak banyak tetapi dirasa cukup untuk menutupi kekurangan yang dirasakan oleh warga Kampung Cijengkol. 7.5 Ikhtisar Tingkat penguasaan lahan yang akan diukur dengan variabel kondisi sosial ekonomi yaitu luas lahan. Luas lahan akan diukur dengan variabel tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan kepemilikan asset dan modal. Tingkat penguasaan lahan yang dilihat dari luas lahan seseorang mempengaruhi tingkat pendapatannya. Kampung Cijengkol merupakan kampung yang tingkat

66 penguasaan lahannya beragam. Luas lahan yang dikuasai warga kampung adalah berstatus milik sendiri (warisan), menyewa, gadai, dan bagi hasil. Luas lahan yang warga kuasai akan mempengaruhi tingkat pendapatannya yang dihasilkan dari lahan tersebut (yang digarap). Berdasarkan hasil SPSS rank spearman menyatakan bahwa Korelasi antara Luas Lahan dengan tingkat pendapatan sebesar 0,927 sangat kuat dan searah dengan nilai p(0,014)<alpha 10 persen artinya korelasi signifikan. Artinya Luas lahan memiliki hubungan positif dengan tingkat pendapatan atau semakin tinggi luas lahan maka semakin tinggi pula tingkat pendapatan seseorang. Luas lahan jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan di Kampung Cijengkol adalah tidak memiliki hubungan mempengaruhi. Berdasarkan hasil SPSS menggunakan rank spearman menyatakan bahwa korelasi antara Luas Lahan dengan Tingkat Pendidikan sebesar 0,816 sangat kuat dan terbalik dengan nilai p(0,035)<alpha 10 persen artinya korelasi signifikan. Artinya Luas Lahan dengan Tingkat Pendidikan memiliki hubungan negatif atau luas lahan tidak mempengaruhi tingkat pendidikan seseorang karena tidak adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan sehingga banyak dari warga kampung hanya lulusan SD dan tidak tamat SD. Luas lahan yang dikaitkan dengan kepemilikan asset dan modal juga tidak ada hubungan mempengaruhi. Berdasarkan hasil SPSS menggunakan rank spearman menyatakan bahwa Korelasi antara Luas Lahan dengan Kepemilikan Aset dan modal sebesar 0,234 lemah dan searah dengan nilai p(0,117)>alpha 10 persen artinya korelasi tidak signifikan. Artinya tidak ada hubungan antara luas lahan dengan kepemilikan asset dan modal seseorang. Pendapatan yang diterima warga dari hasil kegiatan usahatani tidaklah mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga warga mencari tambahan pendapatan dari kegiatan lainnya. Sebagian besar dari responden melakukan strategi nafkah ganda untuk memenuhi kebutuhan yang tidak mencukupi dari hasil pertanian. Mereka melakukan kegiatan lain yang dapat dijadikan tambahan pendapatan di luar pertanian karena lahan yang mereka miliki tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan, dan lahannya pun kebanyakan diperoleh dari sistem bagi waris. Sistem ini mengakibatkan akses warga terhadap lahan pertanian

67 menjadi kecil kecuali warga memiliki modal yang kuat untuk dapat membeli atau menyewa lahan dan memperluas penguasaan lahan agar mereka dapat mengakses lahan tersebut dan mengelola, memanfaatkan dan menikmati hasil dari lahan yang digarapnya.