4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LAKIP Kabupaten Aceh Barat Tahun BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang

Ranub Sigapu. Meulaboh, Agustus 2010 Kepala BPS Kab Aceh Barat. Syarbeni, M.Si

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

Profil Kabupaten Aceh Barat

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Utara (BPS Aceh 2012). penduduk. Areal tanaman kelapa di Provinsi Aceh pada tahun 2004 seluas

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

STRATEGI PENINGKATAN OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN TIPE D (STUDI KASUS PPI MEULABOH): SATU DARSAWARSA BENCANA TSUNAMI ACEH

5. GAMBARAN UMUM KABUPATEN ACEH BARAT

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. peternak sebelumnya dari pembangunan jangka panjang. Pemerintah telah

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Kota Sabang Visi dan misi

PRODUKSI PERIKANAN 1. Produksi Perikanan Tangkap No. Kecamatan Produksi (Ton) Ket. Jumlah 12,154.14

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

STUDI KELEMBAGAAN PANGLIMA LAÔT LHÔK DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN PURSESEINE DI KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN KABUPATENACEH BARAT

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

4. KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kota Banda Aceh Letak topografis dan geografis Banda Aceh

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

METODE KAJIAN. Proses dan Metode Kajian

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Keaslian Penelitian...

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG

ANALISIS KEGIATAN PANGLIMA LAÔT DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

DUKUNGAN REGULASI DALAM PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DI ACEH BESAR REGULATION SUPPORT IN MARITIME AND FISHERY DEVELOPMENT IN ACEH BESAR

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

BAB I PENDAHULUAN. buatan. Diperairan tersebut hidup bermacam-macam jenis ikan. Hal ini merupakan

PROVINSI SUMATERA UTARA

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

EVALUASI KEGIATAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi dan Keadaan Umum Kabupaten Tojo Una-una

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN GLAGAH KAB. KULON PROGO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DAN KELAUTAN DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA WALIKOTA LANGSA,

PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Selain itu,indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang

rovinsi alam ngka 2011

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Aceh Barat secara geografis terletak pada 04 0 06 04 0 47 LU dan 95 0 52 96 0 30 BT. Wilayah Kabupaten Aceh Barat memiliki batas administrasi Kabupaten Aceh Jaya dan Pidie di sebelah utara, dengan Aceh Tengah dan Nagan Raya di sebelah timur, dengan Samudera Indonesia dan Kabupaten Nagan Raya di sebelah barat dan selatan. Luas wilayah daratan Kabupaten Aceh Barat mencapai 2.927,95 km 2 atau seluas 292.795 ha, sedangkan panjang garis pantai diperhitungkan 50,55 km dengan luas laut 12 mil atau 233 km 2 daratan (DKP, 2007). Kabupaten ini memiliki empat kecamatan yang berbatasan lansung dengan Samudera Indonesia dan merupakan Kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Johan Pahlawan, Meureubo, Samatiga dan Kecamatan Arongan Lambalek. Serta 8 kecamatan daratan yaitu Kaway XVI, Sungai Mas, Pantee Ceureumen, Panton Ree, Bubon, Woyla, Woyla Barat dan Woyla Timur. PPI Meulaboh berlokasi di Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan. Luas Wilayah Kecamatan Johan Pahlawan adalah 44,91 Km 2 atau 1,53 % dari luas kabupaten (BPS, 2008). Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran 1. 4.2 Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2007 adalah 153.294 orang, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 78.191 orang dan perempuan sebanyak 75.103 orang. Jika melihat pada periode waktu 2001-2005 Kabupaten Aceh Barat mempunyai rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 1,70 persen per tahun. Setelah musibah gempa dan gelombang tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias tanggal 26 Desember 2004, jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat akhir Desember 2005 tercatat 150.450 jiwa. Penduduk Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2005 di semua Kecamatan terjadi penurunan rata-rata 2,24 persen. Hal ini disebabkan banyaknya penduduk Aceh Barat yang hilang, meninggal dan migrasi saat terjadinya musibah gempa

29 dan gelombang tsunami. Perkembangan jumlah penduduk menurut kecamatan dalam Kabupaten Aceh Barat dari tahun 2001 sampai tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Perkembangan penduduk di kecamatan pesisir dalam Kabupaten Aceh Barat periode 2001-2007 Kecamatan Penduduk (jiwa) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kecamatan pesisir 1. Johan Pahlawan 52.125 52.757 53.312 52.118 43.804 44.139 45.654 2. Meureubo 23.980 24.310 24.568 24.018 18.417 18.557 19.194 3. Samatiga 14.808 14.977 15.133 14.794 12.492 12.587 13.019 4. Arongan Lambalek 12.294 12.444 12.575 12.293 10.058 10.134 10.481 Jumlah 103.207 104.488 105.588 103.223 84.771 85.417 88.348 Kecamatan daratan 5. Woyla 24.641 24.956 11.802 11.538 11.613 11.701 12.102 6. Woyla Barat - - 7.972 7.793 6.869 6.921 7.158 7. Woyla Timur - - 5.446 5.324 4.009 4.039 4.178 8. Kaway XVI 23.690 23.975 24.227 23.684 25.174 25.365 18.429 9. B u b o n 5.101 5.162 5.215 5.098 5.481 5.523 5.172 10. Pante Ceureumen 11.329 11.456 11.576 11.317 9.125 9.194 9.509 11. Sungai Mas 4.648 4.707 4.760 4.653 3.408 3.434 4.306 12. Panton Reu - - - - - - 3.552 Jumlah 69.409 70.256 70.998 69.407 65.679 66.177 64.406 Jumlah keseluruhan 172.616 174.744 176.586 172.630 150.450 151.594 153.294 Sumber: BPS Kabupaten Aceh Barat 2001-2008. Dari tahun 2001 sampai tahun 2007, Kecamatan Johan Pahlawan menduduki posisi pertama dalam jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Barat. Hal ini dikarenakan Kecamatan Johan Pahlawan merupakan kecamatan yang terletak di pusat Kota Meulaboh, sebagai ibu kota dari Kabupaten Aceh Barat. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Meureubo pada posisi kedua dan Kecamatan Kaway XVI pada posisi ketiga. Pada tahun 2006 penduduk di kecamatan ini (Kaway XVI) mencapai 25.365 jiwa (tertinggi setelah Kecamatan Johan Pahlawan), namun pada tahun 2007 mengalami penurunan 27,35% (18.429 jiwa) yang dikarenakan pembentukan kecamatan baru yaitu Panton Reu di Kabupaten Aceh Barat yang sebelumnya merupakan wilayah Kecamatan Kaway XVI. Selain itu, perpindahan

30 penduduk Kecamatan Kaway XVI ke Kecamatan Johan Pahlawan juga ikut mengurangi jumlah penduduk Kecamatan Kaway XVI pada tahun 2007. Kabupaten Aceh Barat mempunyai kepadatan penduduk seperti yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Perkembangan kepadatan penduduk di kecamatan pesisir dalam Kabupaten Aceh Barat, 2001-2007 Kecamatan Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kecamatan pesisir 1. Johan Pahlawan 1.161 1.175 1.187 1.160 975 983 1.017 2. Meureubo 212 215 218 213 163 164 170 3. Samatiga 105 106 108 105 89 89 93 4. Arongan Lambalek 95 96 97 95 77 78 81 Kecamatan daratan 5. Woyla 99 100 47 46 47 47 49 6. Woyla Barat - - 65 63 56 56 58 7. Woyla Timur - - 41 40 30 30 32 8. Kaway XVI 46 47 47 46 49 50 36 9. B u b o n 39 40 40 39 42 43 44 10. Pante 23 23 24 23 19 19 19 Ceureumen 11. Sungai Mas 5 5 6 5 4 4 6 12. Panton Reu - - - - - - 43 Jumlah keseluruhan Sumber: BPS Kabupaten Aceh Barat,2001-2008 59 60 60 59 51 52 52 Tabel 9 menunjukkan kepadatan penduduk pasca musibah gempa dan tsunami di Kabupaten Aceh Barat tertinggi dicapai oleh Kecamatan Johan Pahlawan yaitu 975 jiwa/km 2. Kemudian diikuti Kecamatan Meureubo 163 jiwa/km 2, disusul Kecamatan Sama Tiga dan Kecamatan Kaway XVI. Kepadatan penduduk di Kecamatan Johan Pahlawan lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan yang lain. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Johan Pahlawan merupakan pusat kota dan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Barat. 4.3 Kelembagaan Perikanan dan Kelautan Kelembagaan perikanan dan kelautan yang terdapat di Kabupaten Aceh Barat meliputi Panglima Laot (lembaga hokum adat laut NAD), HNSI (Himpunan

31 Nelayan Seluruh Indonesia), koperasi, GAPI (Gabungan Pedagang Ikan) dan GAPIKA (Gabungan Pengolah Ikan). Panglima Laot merupakan lembaga adat yang berfungsi sebagai ketua adat bagi kehidupan nelayan di pantai/masyarakat pesisir, serta merupakan unsur penghubung antara pemerintah dengan rakyat (nelayan) di tepi pantai guna menyukseskan program pembangunan perikanan dan program pemerintah secara umum. Fungsi dan tugas Panglima Laot diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan perikanan, melestarikan adat istiadat, dan kebiasaankebiasaan dalam masyarakat nelayan (DKP, 2006). Sebagaimana fungsi dan peranan Panglima Laot maka dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat terdapat tiga wilayah administrasi kepengurusan Panglima Laot, yaitu Panglima Laot Lhok, Panglima Laot Kabupaten/Kota, dan Panglima Laot Propinsi. Wilayah-wilayah tersebut secara struktur organisasi terdiri dari penasehat, ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara (DKP, 2006). Panglima Laot berfungsi dan bertugas sebagai pembantu pemerintah dalam membantu pembangunan perikanan, melestarikan adat istiadat dan kebiasaankebiasaan dalam masyarakat nelayan, diantaranya (Panglima Laot, 2005): 1) Panglima Laot Lhok menyelesaikan sengketa antar nelayan di wilayah kerjanya; 2) Panglima Laot Kabupaten/Kota melaksanakan penyelesaian sengketa antara nelayan dari 2 atau lebih, dimana Panglima Laot Lhok yang bersangkutan sebelumnya belum dapat menyelesaikan, serta mengatur jadwal Kenduri Adat Laot sehingga tidak terjadi kenduri yang dilaksanakan pada hari-hari yang sama dalam kabupaten/kota; 3) Panglima Laot Propinsi mengkoordinir pelaksanaan Hukum Adat Laot di Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan menjembatani mengurus kepentingankepentingan nelayan di tingkat propinsi. Dalam melaksanakan fungsinya, Panglima Laot mempunyai tugas antara lain: 1) Memelihara dan mengawasi ketentuan-ketentuan hukum adat dan adat laot; 2) Mengkoordinir dan mengawasi setiap usaha penangkapan ikan di laut;

32 3) Menyelesaikan perselisihan/sengketa yang terjadi di antara sesama anggota nelayan dan kelompoknya; 4) Mengurus dan menyelenggarakan Upacara Adat Laot; 5) Menjaga/mengawasi agar pohon-pohon di tepi pantai tidak ditebang karena ikan akan menjauh ke tengah laut (perlu disesuaikan dengan kondisi dan situasi daerah setempat); 6) Merupakan badan penghubung antara nelayan dengan pemerintah dan Panglima Laot dengan Panglima Laot lainnya; 7) Meningkatkan taraf hidup nelayan pesisir pantai. Pelaku sistem kenelayanan di Kabupaten Aceh Barat terdiri dari Panglima Laot, Toke (Toke Boat, Toke Bangku, dan Toke Penampung), dan Nelayan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Pelaku sistem kenelayanan di Kabupaten Aceh Barat No. Pelaku Fungsi dan Peran 1. Panglima Laot Mengayomi, menjaga, memelihara, membina sistem adat kenelayanan dan kelautan. 2. Toke Boat Pemilik (pihak yang menyediakan) boat/kapal yang dipakai oleh nelayan dalam mencari dan mendapatkan hasil tangkapan di laut. 3. Toke Bangku a. Penyedia modal kerja melaut; b. Menjaga stabilitas harga ikan dari dan ke pasar; c. Menerima dan membeli hasil tangkapan; d. Menjual hasil tangkapan ke Toke Penampung. 4. Toke Penampung Memasarkan, mengolah, mendistribusikan hasil tangkapan baik lokal maupun luar daerah (Medan). 5. Nelayan Melaksanakan aktivitas penangkapan ikan (melaut). Kabupaten Aceh Barat memiliki sistem kelembagaan nelayan yang sama seperti di tingkat propinsi. Adanya kelembagaan adat laut, dalam hal ini Panglima Laot, harapannya semakin memudahkan nelayan/masyarakat pesisir untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah daerah (pemda) atau pemerintah propinsi, sehingga kesejahteraan masyarakat pesisir/nelayan dapat meningkat. Selain itu, kelembagaan adat ini (Panglima Laot) dapat berperan lebih dalam memonitoring pelaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah, terutama yang terkait dengan pembangunan yang menyentuh masyarakat pesisir/nelayan

33 agar pembangunan tersebut dapat terlaksana dengan baik, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efisien). Sebagai mitra kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat yang secara fungsional organisasi himpunan nelayan seluruh Indonesia (HNSI), memiliki peran dan fungsi yang sangat penting untuk menampung berbagai asprirasi masyarakat nelayan. Berbagai program pembangunan perikanan perlu disinergiskan dengan program-program yang dianggarkan oleh organisasi terkait. Dengan demikian organisasi HNSI Kabupaten Aceh Barat menjadi salah satu organisasi yang dapat dimanfaatkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan untuk menjaring berbagai informasi dalam rangka pembangunan dan mengembangkan kegiatan perikanan. Keadaan organisasi HNSI pasca tsunami di Kabupaten Aceh Barat memiliki aktivitas yang lebih rendah akibat hancur dan rusak berbagai fasilitas yang ada (DKP, 2006). Koperasi sebagai lembaga ekonomi yang bergerak di bidang kelautan dan perikanan di Kabupaten Aceh Barat diharapkan bisa eksis dalam menopang perekonomian masyarakat perikanan. Jumlah koperasi perikanan di Kabupaten Aceh Barat masih sangat terbatas dan belum mampu memfasilitasi kegiatan nelayan secara keseluruhan. Keadaan tersebut disebabkan selain sangat minimnya koperasi yang bergerak di bidang perikanan juga keterbatasan modal menjadi kendala dalam menggerakkan nelayan dan pembudidaya serta masyarakat pengolah hasil perikanan (DKP, 2006). Untuk lebih jelasnya keadaan koperasi perikanan di Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Nama dan kedudukan koperasi perikanan dalam Kabupaten Aceh Barat tahun 2006 No. Nama Alamat Desa Kecamatan 1 Koppal Hareukat Laot Ujong Baroh Johan Pahlawan 2 Koperasi Perikanan Bina Nelayan Panggong Johan Pahlawan 3 Koperasi Perikanan Karya Usaha Suak Timah Sama Tiga 4 Koperasi Perikanan PNTII Bunga Laut Ujong Baroh Johan Pahlawan Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat, 2006.

34 4.4 Keadaan Perikanan Tangkap 4.4.1 Armada penangkapan ikan Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Kabupaten Aceh Barat terdiri dari sampan (perahu tanpa motor) dan perahu motor (PM). Perahu tanpa motor (PTM) terbagi dalam perahu tanpa motor (PTM) kecil, sedang dan besar. Sedangkan perahu motor tempel terbagi dalam perahu motor tempel dan kapal motor (KM). Jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Barat periode tahun 2001-2007 dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Barat periode tahun 2001-2007 Jenis Armada Tahun (Unit) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kecil 22 105 54 138 110 39 39 PTM Sedang 126 145 78 45 83 21 21 Besar 43 30 21 34 64 10 2 Jumlah PTM 191 280 153 217 257 70 62 PM MT 37 27 6 65 60 85 85 KM 384 416 398 649 440 544 655 Jumlah PM 421 443 404 714 500 629 740 Total 612 723 557 931 757 699 802 Sumber : BPS 2001-2006 dan DKP Kabupaten Aceh Barat 2007; diolah kembali. Keterangan: PTM = perahu tanpa motor; PM = perahu motor; MT = motor tempel; KM = kapal motor. Pada periode 2001-2004 yang merupakan tahun sebelum peristiwa gempa dan gelombang tsunami, perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Barat secara keseluruhan berfluktuasi dengan kecendrungan menurun pada tahun 2003, untuk kemudian meningkat kembali pada tahun 2004. Dari Tabel 12 dan Gambar 3 dapat dilihat perbandingan jumlah armada kapal pada periode 2005-2007 yang merupakan tahun pasca peristiwa gempa dan gelombang tsunami. Pada tahun 2005 jumlah armada kapal 757 unit atau mengalami penurunan sebesar 18,69 %, kemudian pada tahun 2006 mengalami penurunan kembali menjadi 699 unit (-7,66 %) dan mulai mengalami peningkatan pada tahun 2007 dengan tingkat pertumbuhan 14,74 %.

35 Jumlah Armada (Unit) 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Gambar 3 612 723 557 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun 931 Kecenderungan perkembangan jumlah armada penangkapan ikan Kabupaten Aceh Barat periode tahun 2001 2007. 757 699 802 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan secara keseluruhan pada periode 2001-2007 adalah berfluktuasi, dengan awal penurunan terjadi pada tahun 2003 (-22,96 %), kemudian tahun 2005 (-18,69 %), tahun 2006 (- 7,66 %) dan mengalami peningkatan pada tahun 2007 (14,74 %). Pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2003 dengan nilai negatif 22,96 %. Dan pertumbuhan tertinggi dengan nilai pertumbuhan positif 67,15 pada tahun 2004. Pertumbuhan rata-rata per tahun (tahun 2001-2007) armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Barat adalah 5,65 %. Peristiwa gempa dan tsunami telah menyebabkan penurunan jumlah armada kapal walaupun pada tahun 2003 sebelum musibah gempa dan tsunami juga telah terjadi penurunan jumlah armada penangkapan ikan. Namun penurunan jumlah armada penangkapan tersebut pasca gempa dan tsunami memiliki dampak yang besar dan telah menyebabkan penurunan jumlah armada penangkapan ikan pada dua tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2005 dan 2006. Penurunan jumlah armada pada tahun 2005 lebih menggambarkan tingkat kerusakan dan kehilangan armada penangkapan ikan yang disebabkan gempa dan tsunami. Namun pada tahun 2006, penurunan jumlah armada penangkapan ikan ini merupakan dampak dari musibah gempa dan tsunami dimana hancurnya sarana dan prasarana pelabuhan perikanan yang di antaranya adalah PPI Meulaboh, kerusakan prasarana jalan raya, hancur totalnya pasar ikan bina usaha, pasar ikan

36 lama (pasar Ujong Baroh), pasar ikan baru (pasar Padang Seuraheut) yang selama ini menjadi tempat aktivitas penjualan hasil tangkapan. Hal tersebut menjadi pertimbangan bagi sebagian nelayan untuk lebih memilih pindah ke daerah yang lebih baik dari segi fasilitas dan tingkat penjualan hasil tangkapan. Selain itu, pertimbangan psikologis, dimana sebagian nelayan yang mengalami traumatis atas kejadian gempa dan tsunami sehingga nelayan memilih untuk pindah dan memulai kembali aktivitas melautnya di Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Selatan atau daerah lainnya yang merupakan daerah yang tidak terjadi tsunami. DKP (2006), menyatakan bahwa kepemilikan armada penangkapan dalam Kabupaten Aceh Barat terjadi penurunan akibat terjadinya musibah gempa bumi dan tsunami. Perubahan jumlah armada yang dimiliki para nelayan selain kuantitas juga kualitas yang bersumber dari berbagai bantuan juga relatif menurun/kualitasnya rendah. 4.4.2 Alat tangkap Jenis-jenis alat tangkap yang terdapat di Kabupaten Aceh Barat adalah beragam yaitu payang, pukat pantai, jaring hanyut, jaring insang, trammel net, rawai, pancing tonda dan pancing lainnya (lihat Tabel 13). Pada tahun 2007 alat tangkap pancing memiliki jumlah terbanyak dibandingkan alat tangkap lainnya yaitu 258 unit. Peristiwa tsunami telah mengakibat penurunannya jumlah alat tangkap di Kabupaten Aceh Barat. Ini terlihat dari penurunan jumlah alat tangkap sebelum tsunami (tahun 2004) sebanyak 785 unit dan sesudah tsunami menjadi 612 unit atau menyebabkan pertumbuhan menjadi minus 22,04%. Namun seiring dengan pembangunan yang dilakukan pemerintah untuk rehabilitasi NAD pasca tsunami, yang salah satunya dengan pengadaan alat tangkap maka dapat dilihat pada tahun 2006, pertumbuhan alat tangkap menjadi positif 35,62%. Adapun pertumbuhan rata-rata pertahun alat tangkap di Kabupaten Aceh Barat dari tahun 2001-2007 adalah 10,25%.

37 Tabel 13 Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Barat menurut jenis pada tahun 2001-2007 Jenis Alat Tangkap Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Payang 36 31 25 19 27 19 24 Pukat Pukat Kantong Pantai 44 23 27 21 43 2 2 Jaring Hanyut 50 10 12 45 51 0 16 Jaring Insang Jaring Klitik 135 121 152 121 31 168 215 Trammel Net 87 35 27 57 18 129 143 Pancing Rawai 111 56 24 108 212 198 258 Pancing Tonda 127 71 39 66 136 140 144 Pancing Lainnya 99 91 59 276 94 174 216 Lain- Lain 95 0 160 72 0 0 0 Total (Unit) 784 438 525 785 612 830 1.018 Sumber : BPS 2001-2007; diolah kembali Namun dari data yang bersumber dari profil kelautan dan perikanan Kabupaten Aceh Barat tahun 2006 diketahui bahwa alat tangkap Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2006 terdiri dari pukat payang, pukat cincin, pancing tonda, pancing ramit, rawai hiu, rawai kakap, jaring kelitik, pukat tarik, dan gill net. Jumlah dan daerah penyebaran alat tangkap tersebut dapat dilihat pada Tabel 14. Untuk tahun-tahun sebelumnya, periode 2001-2005 data tersebut tidak diperoleh. Dari hasil wawancara dengan bidang kelautan DKP Kabupaten Aceh Barat menyebutkan profil kelautan dan perikanan Kabupaten Aceh Barat baru mulai disusun pada tahun 2006. Tabel 14 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa pada tahun 2006 jenis alat tangkap yang dominan di Kabupaten Aceh Barat adalah pukat tarik sebanyak 184 unit (33,33%), jaring kelitik sebanyak 128 unit (23,19%), pancing ramit sebanyak 81 unit (14,67%). Pada tahun yang sama, jumlah alat tangkap yang beroperasi di Kabupaten Aceh Barat terbanyak ditemukan di Kecamatan Johan Pahlawan yang merupakan daerah PPI Meulaboh yaitu sebanyak 357 unit (64,67% dari total unit alat tangkap yang terdapat di Kabupaten ini).

38 Tabel 14 Jumlah alat tangkap menurut kecamatan di Kabupaten Aceh Barat tahun 2006 Kecamatan Jenis Johan Alat Tangkap Samatiga Meureubo Arongan L. Pahlawan Jumlah (Unit) Pukat Payang - 19 - - 19 Pukat Cincin - 13 - - 13 Pancing Tonda - 47 6 7 60 Pancing Ramit - 73 5 3 81 Rawai Hiu - 27 - - 27 Rawai Kakap - 28 - - 28 Jaring Keliitik 19 37 72-128 Pukat Tarik 69 108 7-184 Gill Net 4 5 2 1 12 Sumber : DKP Kabupaten Aceh Barat 2006; diolah kembali Pukat Tarik 34% Gill Net 2% Pukat Payang 3% Jaring Keliitik 23% Pukat Cincin 2% Rawai Kakap 5% Pancing Tonda 11% Pancing Ramit 15% Rawai Hiu 5% Gambar 4 Sebaran alat tangkap menurut jenis yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Barat 2006. 4.4.3 Nelayan Nelayan adalah orang yang secara aktif dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2007 berjumlah sebanyak 2970 jiwa yang terdiri dari nelayan tetap sebanyak 2.607 jiwa, sambilan utama sebanyak 330 jiwa dan sambilan tambahan sebanyak 33 jiwa dan tersebar di empat kecamatan dalam Kabupaten Aceh Barat. Kecamatan Johan Pahlawan adalah kecamatan yang memiliki jumlah nelayan tertinggi yaitu 1.881 jiwa kemudian disusul oleh kecamatan Sama Tiga sebanyak 456 jiwa (lihat Tabel 15).

39 Tabel 15 Jumlah nelayan menurut kecamatan di Kabupaten Aceh Barat tahun 2007 Nelayan No. Kecamatan Sambilan Sambilan Tetap Utama Tambahan Jumlah 1 Johan Pahlawan 1.728 76 7 1.811 2 Meureubo 320 108 13 441 3 Sama Tiga 364 84 8 456 4 Arongan Lambalek 195 62 5 262 Jumlah 2607 330 33 2970 Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat, 2007 Perkembangan jumlah nelayan yang berada di Kabupaten Aceh Barat selama periode 2001-2007 cenderung mengalami penurunan walaupun tetap terjadi peningkatan pada tahun tertentu (lihat Gambar 5 dan Tabel 16). Adapun kisaran pertumbuhan jumlah nelayan di kabupaten ini adalah -44,09% sampai dengan 28,46% per tahun. Penurunan jumlah nelayan terjadi pada tahun 2003, kemudian mengalami peningkatan dengan tingkat pertumbuhan 21,10% (penambahan jumlah nelayan sebanyak 551 jiwa) pada tahun 2004. Peristiwa gempa dan tsunami, 26 Desember 2004 menyebabkan penurunan kembali jumlah nelayan pada tahun 2005 sebesar -26,88% (penurunan jumlah nelayan sebesar 850 jiwa). Jumlah Nelayan (Jiwa) 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 4597 4670 2611 3162 2970 2970 2312 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 5 Kecenderungan perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Aceh Barat periode tahun 2001-2007.

40 Tabel 16 Jumlah nelayan di Kabupaten Aceh Barat periode tahun 2001-2007 Tahun Jumlah Nelayan (Jiwa) Pertumbuhan (%) 2001 4597-2002 4670 1.59 2003 2611-44.09 2004 3162 21.10 2005 2312-26.88 2006 2970 28.46 2007 2970 0.00 Sumber: BPS Kabupaten Aceh Barat,2001-2006 dan DKP Kabupaten Aceh Barat, 2007; diolah kembali 4.4.4 Volume dan Nilai Produksi Musibah gempa dan gelombang tsunami memperlihatkan dampak yang begitu besar baik dalam volume produksi maupun nilai produksi hasil tangkapan. Volume produksi pada tahun 2005 mengalami penurunan 55 % (negatif), dimana pada tahun 2005 kemampuan produksi Kabupaten Aceh Barat tercatat hanya 13.976,61 ton dan nilai produksi sebesar Rp. 143.007.725 atau mengalami penurunan sebesar 54,94 %. Seiring pembangunan kembali sektor perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Barat yang ditandai dengan pembangunan kembali PPI Meulaboh, bertambahnya armada penangkapan ikan serta alat tangkap, maka pada tahun berikutnya (tahun 2006) volume produksi telah mengalami pertumbuhan positif sebesar 2,20 % (13.976,61 ton) dan pertumbuhan nilai produksi sebesar 1.98% (Rp. 145.846.230). Pertumbuhan volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten ini terus terjadi dimana pada tahun 2007 volume produksi ikan laut yang didaratkan di Kabupaten Aceh Barat adalah 16.060,30 ton dan mengalami pertumbuhan positif sebesar 12,44 % dari tahun sebelumnya. Pada tahun yang sama, nilai produksinya mencapai Rp. 198.471.700 atau mengalami pertumbuhan sebesar 36,08 % dibanding dengan tahun sebelumnya. Perkembangan volume produksi hasil tangkapan Kabupaten Aceh Barat selama periode 2001-2007 sangat berfluktuasi (lihat gambar 6), dengan kisaran produksi 11.574 31.059,08 ton per tahun dan kisaran pertumbuhan -54,94% sampai dengan 212,47% per tahun (lihat tabel 17).

41 Tabel 17 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Aceh Barat periode tahun 2001-2007 Tahun Volume Produksi Pertumbuhan Nilai Produksi Pertumbuhan (ton) (%) (Rp. ) (%) 2001 11.574,00-196.700.000-2002 11.574,21 0,00 196.701.000 0,00 2003 11.692,00 1,02 101.559.120-48,37 2004 31.059,08 165,64 317.346.150 212,47 2005 13.976,61-55,00 143.007.725-54,94 2006 14.284,07 2,20 145.846.230 1,98 2007 16.060,30 12,44 198.471.700 36,08 Sumber : BPS Kabupaten Aceh Barat, 2001-2007; diolah kembali Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan kabupaten ini juga menunjukkan nilai yang sangat berfluktuasi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7, yang menunjukkan kecenderungan untuk meningkat sejak tahun 2004 setelah mengalami penurunan pada tahun 2003, walaupun kembali mengalami penurunan pada tahun 2005 karena peristiwa gempa dan gelombang tsunami. Namun pada dua tahun berikutnya (tahun 2006 dan 2007) terus memperlihatkan peningkatan. Adapun kisaran pertumbuhan nilai produksi hasil tangkapan pada periode 2001 2007 ini adalah berkisar dari negatif 54,94% hingga positif 212,47%. 35.00 Volume Produksi (ton) (x 1000) 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 6 Kecenderungan perkembangan volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Aceh Barat periode tahun 2001-2007.

42 350 Nilai Produksi (Rp.) (x 1 juta) 300 250 200 150 100 50 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Gambar 7 Kecenderungan perkembangan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Aceh Barat periode tahun 2001 2007. 4.4.5 Daerah dan Musim Penangkapan Daerah penangkapan ikan (DPI) nelayan Kabupaten Aceh Barat adalah di sekitar perairan laut Simeulue (Sinabang), perairan Kabupaten Aceh Barat yang meliputi daerah Bubon (Sama Tiga) dan Arongan Lambalek, yang perairan atau daerah tersebut merupakan bagian dari Samudera Hindia. Penangkapan ikan di suatu DPI yang dilakukan oleh nelayan-nelayan kabupaten ini sangat dipengaruhi oleh cuaca dan musim. Para nelayan tersebut akan melakukan operasi penangkapan ikan di saat perairan tenang dan pada saat gelap bulan (bulan mati) terutama nelayan yang mengoperasikan alat tangkap pukat cincin. Jika cuaca tidak mendukung seperti adanya musim penghujan yang disertai badai (terutama musim barat), maka nelayan memilih untuk tidak melaut. Pada kondisi yang lain, adat istiadat dan hukom laot (hukum laut) yang telah dianut turun-menurun oleh nelayan dan masyarakat adat di Kabupaten Aceh Barat memiliki hari atau tanggal tertentu yang tidak melaut atau pantang melaut (pantang laot) : 1) Kenduri adat laot, kenduri adat dilaksanakan selambat-lambatnya tiga tahun sekali atau tergantung kesepakatan dan kesanggupan nelayan setempat, dinyatakan tiga hari pantangan melaut pada acara kenduri tersebut dihitung

43 sejak matahari terbit pada hari kenduri hingga matahari terbenam pada hari Jum at; 2) Hari Jum at, yang dihitung sejak tenggelam matahari pada hari kamis hingga terbenam matahari pada hari jum at; 3) Hari Raya Idul Fitri, dilarang melaut selama dua hari dihitung sejak tenggelam matahari pada hari megang hingga terbenam matahari pada hari raya (syawal) kedua; 4) Hari Raya Idul Adha, dilarang melaut selama dua hari dihitung sejak tenggelam matahari pada hari megang hingga terbenam matahari pada hari raya (dzulhijjah) kedua; 5) Hari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus, dilarang melaut selama satu hari dihitung sejak tenggelam matahari pada tanggal 16 Agustus hingga terbenam matahari tanggal 17 Agustus. Apabila nelayan melanggar hari-hari yang telah ditentukan untuk tidak melaut, maka nelayan yang melakukan pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi hukum: 1) Seluruh hasil tangkapan disita; 2) Dilarang melaut sekurang-kurangnya tiga hari dan paling lamanya tujuh hari.