PERTUMBUHAN AYAM-AYAM LOKAL SAMPAI DENGAN UMUR 12 MINGGU PADA PEMELIHARAAN INTENSIF

dokumen-dokumen yang mirip
PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

Bobot Potong, Karkas, dan Income Over Feed Cost... Wahyu Indra

AYAM HASIL PERSILANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN USAHA TERNAK UNGGAS

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN X KAMPUNG BETINA HASIL SELEKSI GENERASI KEDUA (G2)

PENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR

KIAT PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BURAS

KONSUMSI RANSUM, PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN KONVERSI RANSUM AYAM LOKAL DI JIMMY S FARM CIPANAS KABUPATEN CIANJUR

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

DAFTAR PUSTAKA. Abidin, Z Meningkatkan Produktivitas Ayam Kampung Pedaging. AgroMedia Pustaka.

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN DENGAN AYAM BURAS BETINA UNTUK MENINGKATKAN AYAM BURAS PEDAGING

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

SOFIAN ISKANDAR Si/angan Avam Pelting Kampung : Tingkal Protein Ranswn unluk Produksi Daging Umur / 2 aiinggu AYAM KAMPUNG VERSUS AYAM SILANGAN PELUNG

PERSILANGAN PADA AYAM LOKAL (KUB, SENTUL, GAOK) UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAGING UNGGAS NASIONAL

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

Lokakarya Fungsional Non Peneiti 1997 Sistem Perkandangan 1. Dari umur sehari sampai dengan umur 2 mingggu digunakan kandang triplek + kawat ukuran 1

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PREFERENSI DAN NILAI GIZI DAGING AYAM HASIL PERSILANGAN (PEJANTAN BURAS DENGAN BETINA RAS) DENGAN PEMBERIAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA

KARAKTERISTIK UKURAN KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

HASIL-HASIL PENELITIAN DAN SUMBANGAN PEMIKIRAN PENGEMBANGAN AYAM KEDU

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BOBOT AKHIR, BOBOT KARKAS, DAN INCOME OVER FEED AND CHICK COST AYAM SENTUL BAROKAH ABADI FARM CIAMIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

STRATEGI PENGEMBANGAN AYAM LOKAL

KERAGAAN AYAM SILANGAN PELUNG X LOKAL HASIL SELEKSI GENERASI PERTAMA (GI)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH POLA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM KAMPUNG YANG DISELEKSI UNTUK MENGURANGI SIFAT MENGERAM

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

POTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

RESPON PERTUMBUHAN AYAM KAMPUNG DAN AYAM SILANGAN - PELUNG TERHADAP RANSUM BERBEDA KANDUNGAN PROTEIN

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN

KARAKTERISTIK MORFOLOGIS AYAM BURAS BALI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE)

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas]

PENGARUH PENGGANTIAN SEBAGIAN PAKAN KOMERSIAL AYAM BROILER DENGAN BAHAN PAKAN LAIN TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM KAMPUNG DAN PENDAPATAN PETERNAK

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

II KAJIAN KEPUSTAKAN. macam yaitu tipe ringan dengan ciri warna bulu putih bersih, badan ramping serta

PRODUKTIVITAS HASIL PERSILANGAN AYAM KEDU DENGAN AYAM SILANGAN SENTUL KAMPUNG DAN RESIPROKALNYA UMUR 0 SAMPAI 12 MINGGU SALVA FATMA

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

POTENSI BUDIDAYA AYAM KAMPUNG SECARA INTENSIF DAN RAMAH LINGKUNGAN DI PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

PEMBENTUKAN UNIT USAHA PEMBIBITAN PENGHASIL ANAK AYAM BURRS

E

BOBOT POTONG, BOBOT BAGIAN EDIBLE DAN IN EDIBLE AYAM HASIL PERSILANGAN PEJANTAN BANGKOK DENGAN BETINA RAS PETELUR

BOBOT POTONG, BOBOT BAGIAN EDIBLE DAN IN EDIBLE AYAM LOKAL JIMMY S FARM CIPANAS KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

KARAKTER DAN MANFAAT AYAM PELUNG DI INDONESIA

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

BOBOT BADAN BERBAGAI JENIS AYAM SENTUL DI GABUNGAN KELOMPOK TANI TERNAK CIUNG WANARA KECAMATAN CIAMIS KABUPATEN CIAMIS

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK

Karakteristik Kuantitatif dan Kualitatif Hasil Persilangan Beberapa Ayam Lokal

II. TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAN DAN ANALISIS EKONOMI USAHA TERNAK KELINCI DI PEDESAAN

RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN AYAM BURAS DI KABUPATEN BENGKULU UTARA

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

PELUANG BUDIDAYA AYAM BURAS DI PEDESAAN SEBAGAI PENYANGGA INDUSTRI BOGA

PROSPEK USAHA AYAM LOKAL MENGISI PANGSA PASAR NASIONAL

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p Online at :

KARKAS DAN POTONGAN BAGIAN KARKAS AYAM F1 SILANGAN PELUNG-KAMPUNG, YANG DIBERI RANSUM BERBEDA PROTEIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).

I PENDAHULUAN. satu jenis ayam lokal di antaranya adalah ayam sentul yang merupakan ayam asli

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama

Performa Awal Produksi Ayam Lokal Jimmy Farm Cipanas Cianjur Jawa Barat...M. Zhafran Ammar

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

KARAKTERISTIK KUALITATIF DAN UKURAN-UKURAN TUBUH AYAM WARENG TANGERANG

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI

Dampak Diseminasi Ayam Kampung Unggul Balitnak di Provinsi Gorontalo

Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB 2016 Hal : ISBN :

Identifikasi sifat-sifat Kualitatif ayam Wareng Tangerang. Andika Mahendra

Transkripsi:

PERTUMBUHAN AYAM-AYAM LOKAL SAMPAI DENGAN UMUR 12 MINGGU PADA PEMELIHARAAN INTENSIF SOFJAN ISKANDAR Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Bertahannya permintaan daging ayam lokal di tanah air membuka peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan usahatani ayam lokal. Namun produktivitas (pertumbuhan juga produksi telur) masih relatif rendah. Oleh karena itu upaya pemeliharaan secara intensif telah dicoba oleh para peneliti untuk melihat sampai sejauhmana kinerja yang diinginkan dapat dicapai. Pemeliharaan ayam lokal secara intensif sampai dengan umur 12 minggu ternyata dapat mendekati (rata-rata 0,85 kg/ekor) permintaan bobot potong pasar (1 1.3 kg/ekor). Persilangan dengan ayam ras ternyata lebih mempercepat pencapaian bobot potong yang diminta konsumen tanpa menurunkan rasa dan penampilan ayam lokal. Kata kunci: Ayam lokal, pertumbuhan, pemeliharaan intensif PENDAHULUAN Perkembangan usahatani ayam lokal sebelum masa krisis, dapat dikatakan biasabiasa saja, pada umumnya dimanfaatkan untuk keperluan tambahan pendapatan dan/atau dikonsumsi keluarga sendiri. Pada tahun 1998 terjadi krisis moneter, yang menenggelamkan banyak perusahaan ayam-ayam ras, ayam kampung sempat menjadi tumpuan para peternak karena harga jual yang relatif tinggi dibandingkan dengan harga satuan ayam ras. Bertahannya industri ayam kampung selama ini ada kemungkinan besar dimotivasi oleh tingkat konsumen domestik yang cukup baik (HERMANTO et al., 1995). SOEDJANA (1996) melaporkan bahwa proyeksi pertumbuhan tertinggi usahatani ayam kampung cukup menarik yang mencapai rata-rata 16,95; 6,45 dan 2,85 untuk konsumen berpendapatan rendah, menengah dan tinggi di perdesaan, sementara untuk konsumen di perkotaan proyeksi pertumbuhan tertinggi dapat mencapai rata-rata 21,28; 17,57 dan 5,11 masing-masing untuk konsumen berpendapatan rendah, menengah dan tinggi. Belum lagi meningkatnya kesadaran masyarakat menengah ke atas untuk mengkonsumsi daging ayam lemak rendah, yang dapat dipenuhi oleh ayam lokal yang hanya mengandung 0,73% lemak perut vs ayam ras pedaging yang mencapai 3,5% lemak perut (ISKANDAR et al., 1999b). Disamping itu pula telah banyak berdiri rumah-rumah makan khusus menyajikan daging ayam kampung. Bahkan akhir-akhir salah satu pengusaha pakan besar di Indonesia mencoba membuat ayamayam silangan Pelung jantan dengan ayam ras betina untuk memproduksi daging ayam dengan rasa ayam kampung (YUNUS, 2003). Bahkan ayam kampung dapat dijadikan komoditas eksotik yang berpeluang menjadi komoditas ekspor ke negara-negara maju seperti Jepang dan negara-negara di Eropa (DIWYANTO, 2001). Umur potong 12 minggu merupakan umur yang cukup untuk berkembangnya perototan, sementara kandungan lemaknya rendah, sehingga tekstur perototan tidak lembek. Bobot potong yang diminta konsumen adalah satu kilogram per ekor, meskipun beberapa restoran khas ayam kampung mematok 1,1-1,3 kg/ekor (TROBOS, 1999). Tujuan dari review ini adalah untuk melihat sampai sejauhmana teknik-teknik penyediaan ayam potong lokal sudah dilakukan dalam rangka mempercepat penyediaan daging dan peningkatan pengembangan usahatani ayam lokal. AYAM DWIGUNA Sampai sekarang ayam lokal masih dikategorikan sebagai ayam dwiguna, yang artinya bisa dimanfaatkan sebagai penghasil daging sekaligus penghasil telur, namun 132

tingkat produktifitasnya sangat rendah. Upaya lain untuk meningkatkan nilai tambah dari ayam kampung ini adalah memusatkan pada produksi daging ayam muda, selain ayam betina afkir. Ayam lokal yang semula disebut sebagai ayam kampung, kemudian pada tahun 80-an berubah menjadi ayam buras, singkatan dari ayam bukan ras untuk membedakan dengan ayam-ayam ras impor pada waktu itu yang cukup marak. Manfaat sosial dan ekonomis ayam lokal ini sampai sekarang masih cukup berarti, terutama bagi masyarakat perdesaan. Keuntungan dari usahatani ayam kampung sebagai penghasil telur dan daging atau usahatani sebagai penghasil telur atau daging saja memperlihatkan suatu variasi. Sebagai ilustrasi ARINTO et al. (1994) menyajikan tingkat keuntungan yang berbeda-beda (Tabel 1) dari tiga pola usahatani ayam kampung di pedesaan, terlihat bahwa ushatani ayam lokal dengan menjual daging atau ayam hidup relatif lebih menguntungkan, namun tentu saja untuk mengusahakan hanya ayam potong saja, petani harus mempunyai pasokan ayam bakalan (doc = day old chick) dari luar lingkup usahanya. Selanjutnya upaya perbaikan manajemen pemeliharaan dan genetik untuk memaksimalkan hasil yang bakal diperoleh. Tabel 1. Kelebihan penerimaan atas biaya ransum tiga pola usahatani ayam kampung Umur panen/menjual A1 100% Kelebihan penerimaan atas biaya ransum (Rp/ekor) Pola usahatani A2 100% B1 50% B2 50% C1 25% C2 25% 16 minggu 1490 1496 1585 24 minggu 2492 2096 2401 Sumber: ARINTO et al., 1994 Salah satu ketentuan yang penting dalam usahatani ayam lokal (pada umumnya disebut ayam kampung) adalah standar bobot jual yang diminta konsumen. Saat ini pasaran cenderung menyukai ayam muda atau ayam yang berukuran satu kilogram per ekor, meskipun beberapa restoran khas ayam kampung mematok 1,1-1,3 kg/ekor (TROBOS, 1999). Sementara itu hasil evaluasi pasar salah satu perusahaan pakan ternak dan pembibitan ayam melaporkan bahwa karakter ayam kampung potong yang disukai konsumen adalah kaki dan paha relatif panjang, warna bulu beragam, warna kulit dan paruh putih atau kuning dengan rasa daging gurih dan manis (YUNUS, 2003). Di Jepang telah dikembangkan berbagai galur ayam lokal potong, karena masyarakat Jepang sudah mulai bosan dengan rasa daging ayam potong ras yang lembek dan kurang berasa (MAEDA, 2005). Potensi genetik pertumbuhan beberapa galur ayam lokal yang dipelihara secara intensif dilaporkan oleh CRESWELL dan GUNAWAN (1982). Secara umum semua ayam lokal tersebut mempunyai bobot hidup kurang dari satu kg per ekor pada umur 12 minggu. Oleh karena itu ukuran ini masih berada di bawah bobot yang diminta pasar, sehingga perlu kiranya dicarikan upaya-upaya untuk meningkatkan bobot potong 1 kg pada umur 12 minggu. Tabel 2. Pertumbuhan berbagai ayam lokal dalam pemeliharaan intensif Peubah Kampung Kedu Hitam Kedu Putih Nunukan Pelung Ras Petelur Ringan Bobot hidup, g/ekor 1 hari 26,2 27,7 25,5 30,2 29,6-4 minggu 164 168 146 160 174 250 8 minggu 553 602 550 482 589 686 12 minggu 872 831 857 754 917 914 Sumber: CRESWELL dan GUNAWAN (1982) 133

Ayam Pelung terlihat pertumbuhannya relatif lebih cepat dibandingkan dengan ayam-ayam lokal lainnya. Ayam Pelung yang dipelihara intensif dan diberi ransum ayam ras pedaging (3000 kkal ME/kg, 21% protein kasar) sampai umur 8 minggu diteruskan dengan pemberian ransum petelur ras (2850 kkal ME/kg, 17% protein kasar) mencapai bobot hidup 1,34 kg/ekor yang jantan dan 1,1 kg/ekor yang betina (NATAAMIJAYA, 1985). Khusus dengan ayam Pelung, SARTIKA et al.(2004) melaporkan hubungan kekerabatan yang agak jauh dengan ayam kampung, sehingga secara teori hasil silang antara ayam pelung dengan ayam kampung dapat menghasilkan silangan yang pertumbuhannya lebih tinggi dari tetuanya. Sayangnya penyediaan bibit ayam Pelung untuk tujuan ayam potong kurang ditunjang dengan tingkat prolifikasi yang tinggi. Produksi telur pada kondisi pemeliharaan intensif hanya mencapai 28,4% (CRESWELL dan GUNAWAN, 1982) dan pada kondisi pemeliharaan tradisional atau semi intensif produksi telur akan lebih rendah. Sementara ini belum ada upaya seleksi perbaikan pertumbuhan ayam lokal, sehingga jalan pintas untuk mendapatkan ayam lokal yang mempunyai bobot potong sesuai dengan permintaan pasar, tetapi tidak merubah rasa daging dan tampilan, adalah dengan melakukan kawin silang diantara ayam-ayam lokal dan/ atau dengan ayam ras. Pada Tabel 3 disajikan kinerja ayam kampung dan hasil silangannya dengan ayam Pelung, yang menunjukkan bahwa ada perbaikan (100 300 g/ekor) bobot hidup dari ayam kampung yang disilangkan dengan ayam pelung. Tidak puas dengan persilangan dengan ayam Pelung, beberapa peneliti mencoba menyilangkan dengan ayam kedu atau ayam ras untuk mendapatkan bobot potong ayam silangannya memenuhi permintaan pasar. Kinerja pertumbuhan ayam silangan kampung dengan ayam Kedu atau ayam ras disajikan pada Tabel 4. Tabel 3. Kinerja ayam hasil persilangan antara ayam Pelung jantan dengan ayam Kampung betina (Pl x Kp) dan Kampung x Kampung (Kp x Kp) yang dipelihara intensif sampai dengan umur 12 minggu Peubah Bobot hidup (BH), g/ekor Konsumsi Ransum, g/ekor Konversi ransum Karkas, g/kgbh Dada, g/kgbh Paha atas dan bawah, g/kgbh Sumber informasi I II III IV V VI Pl x Kp Pl x Kp Pl x Kp Pl x Kp Pl x Kp Pl x Kp Kp x Kp seleksi Pl x Kp Kp x Kp seleksi 844 740 1116 986 1090 1044 900 870 860 3348 3245 3198 3168-3519 3275 2998 2848 4,20 4,79 2,95 3,31-3,31 3,22 3,46 3,31 - - 649 629 546 718-611 659 - - - 129 173-138 134 - - - - 184 225 181 162 - - Keterangan: I = ISKANDAR et al., 1998a; II = ISKANDAR et al., 1998b; III = ISKANDAR et al., 1999a; IV = ISKANDAR et al., 1999b; V = GUNAWAN et al., 1998; VI = ISKANDAR et al., 2000 134

Tabel 4. Kinerja ayam hasil silangan ayam Kampung dengan ayam Kedu dan dengan ras impor Sumber Peubah I II III IV umur 12 minggu umur 12 minggu umur 10 minggu umur 8 minggu Kd x Kp Kp x Kp Kd x Kp Kp x Kp St x AK Kd x AK Pl x AK Kp x Pd Kp x Pd Bobot hidup, g/ek 805 713 966 870 1120 996 1115 1096 590 Konsumsi ransum, 2754 2574 3420 2848 2874 2761 1096 2281 1545 g/ek Konversi ransum 3,67 3,86 3,53 3,31 2,69 2,82 2,85 2,15 2,62 Keterangan: I = HARDJOSUBROTO dan ATMODJO, 1977; II = ISKANDAR et al., 2000; III = DHARSANA et al., 1997; IV = ASNAWI et al., 1997; St = Sentul, AK = Ayam ras AKAS; Kd = Kedu; Pl = Pelung; Kp = Kampung; Pd = ayam ras pedaging Persilangan ayam kampung dengan ayam Kedu terlihat adanya perbaikan sedikit, namun masih kurang dari satu kg, sementara persilangan dengan ayam ras mencapaian bobot potong satu kg dicapai pada umur sebelum 12 minggu. Bukan hanya pertumbuhan saja yang diharapkan akan tetapi, tekstur dan rasa ayam lokal pada hasil silangan ini juga diharapkan dapat dipertahankan. JARMANI et al. (1998) melaporkan bahwa ayam silangan (F1) jantan lokal (kampung, Sentul, Kedu, atau Pelung) dengan ayam petelur ras AKAS mempunyai rasa dan tampilan yang diterima konsumen. Informasi mengenai perkembangan teknologi pemanfaatan ayam lokal sebagai ayam potong dengan rasa khas ayam lokal berikut permintaan pasar kelihatannya masih terhambat karena terbatasnya ketersediaan bibit, sehingga sebagian besar permintaan daging ayam lokal masih dipenuhi oleh peternakan tradisional. Adanya instansi pembibitan ayam lokal pemerintah seperti Balai Pembibitan Ternak Unggas Milik Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat di Jatiwangi, Jawa Barat (ISKANDAR et al., 2001), kemudian Balai Pembibitan Ayam Unggul dan Sapi Dwiguna milik Direktorat Jenderal Peternakan di Sembawa, Sumatera Selatan (SUNARTO, 2003), masih dirasakan belum mencukupi permintaan. Oleh karena itu upaya-upaya usahatani pembibitan untuk penyediaan ayam bakalan perlu digalakkan. Keuntungan penyediaan bibit dengan menyilangkan ayam lokal dengan ayam ras petelur adalah prolifikasi yang tinggi, sehingga dalam waktu relatif singkat jumlah doc yang diproduksi lebih banyak, dibandingkan apabila silangan hanya dilakukan dengan ayam lokal lainnya. Seleksi ayam kampung untuk mendapatkan galur dengan produksi telur tinggi (GUNAWAN et al., 2004) dapat membantu mempercepat penyediaan ayam lokal potong dengan rasa khas ayam kampung. KESIMPULAN Pertumbuhan ayam lokal sampai umur 12 minggu dengan pemeliharaan intensif secara biologis dapat mempercepat pencapaian bobot potong (1,0 1,3 kg/ekor) yang diminta konsumen, namun penyediaan doc menjadi hambatan mengingat tingkat produksi telur yang relatif rendah. Oleh karena itu persilangan dengan ayam lokal tipe berat (ayam Pelung) atau dengan ayam ras petelur dapat mengatasi kekurangan bibit, disamping mempercepat pertumbuhan secara genetis. DAFTAR PUSTAKA ARINTO, KOESNO dan WINARNO, 1994. Pola produksi dan pemasaran ayam buras di lahan kering. Prosiding Hasil Kerjasama Penelitian dengan Perguruan Tinggi. T.A. 1992/1993. Proyek ARM-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal. 182-190. 135

ASNAWI, P.S. HARDJOSWORO, I.K. AMRULLAH dan S. ISKANDAR. 1997. Kinerja pertumbuhan dan fisiologis ayam kampung dan hasil persilangannya dengan ayam ras tipe pedaging. (Research Notes, unpublished). DHARSANA, R., S.N. JARMANI, ABUBAKAR, W.K. SEJATI, B, WIBOWO, E. BASUNO, A.G. NATAATMIJAYA, R.H. MATONDANG dan P. SETIADI. 1996. Perbanyakan ayam lokal melalui persilangan. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. DIWYANTO, K. 2001. Agribisnis peternakan ayam kampung menghadapi era kesejagadan. Poultry Indonesia, Februari 2001: 33 35. GUNAWAN, B., D. ZAINUDDIN, S. ISKANDAR, H. RESNAWATI dan E. JUARINI. 2004. Pembentukan ayam lokal petelur unggul. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2003. Buku II Non Ruminansia. Balai Penelitian Ternak Ciwi, Bogor. GUNAWAN, B., D. ZAINUDDIN, T. SARTIKA dan ABUBAKAR. 1998. Persilangan ayam Pelung jantan dengan ayam buras betina untuk meningkatkan ayam buras pedaging. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. HARDJOSUBROTO, W. dan S.P. ATMODJO. 1977. Performance dari pada ayam kampung dan ayam Kedu. Prosiding Seminar Pertama tentang Ilmu dan Industri Perunggasan. Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. C-14: 1-24. HERMANTO, T. SUDARYANTO dan A.PURWOTO. 1995. Pola konsumsi dan pendugaan elastis produk peternakan. Proceeding Seminar Penelitian Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. ISKANDAR, S., D. ZAINUDDIN, S. SASTRODIHARDJO, T. SARTIKA, P. SETIADI dan T. SUSANTI. 1998a. Respon pertumbuhan ayam kampung dan ayam silangan Pelung terhadap ransum berbeda kandungan protein. JITV, 3 (1): 8-14. ISKANDAR, S., H. RESNAWATI dan D. ZAINUDDIN. 1999b. Karkas dan potongan bagian karkas ayam F1 silangan pelung-kampung, yang diberi ransum berbeda protein. JITV, Vol.4(1): 28-34. ISKANDAR, S., H. RESNAWATI dan D. ZAINUDDIN. 1999b. Karkas dan potongan bagian karkas ayam F1 silangan pelung-kampung, yang diberi ransum berbeda protein. JITV, Vol.4(1): 28-34. ISKANDAR, S., H. RESNAWATI dan T. PASARIBU. 2000. Growth and carcass responses of three lines of local chickens and its crossing to detary lysine and methionine in the Proc. of the 3 rd International Seminar on Tropical Animal Production: Animal Production and Total Management of Local Resources. Faculty of Animal Science-Gadjah Mada University. ISKANDAR, S., H. RESNAWATI, D. ZAINUDDIN dan B. GUNAWAN. 1999a. Pengaruh periode starter dan protein ransum yang berbeda pada pertumbuhan ayam silangan (Pelung x kampung). Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. ISKANDAR, S., L.H. PRASETYO, A.R. SETIOKO, T. SARTIKA, R. SETIADI, I.P. ALAM dan U. SAEPULLAH. 2001. Perbaikan manajemen breeding untuk meningkatkan konsistensi produksi galur-galur ayam lokal. Laporan Kegiatan Kerjasama Penelitian dengan Pihak Mitra. Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Pusat/PAATP. ISKANDAR, S., H. RESNAWATI, D. ZAINUDDIN, B. GUNAWAN dan Y.C. RAHARJO, 1998b. Performance Pelung x Kampung crossbred (Pelung cross) meat type of chicken as influenced by dietary protein. Bulletin of Animal Science, Supplement Edition: 539-546. JARMANI, S.N., R. DHARSANA, W.K. SEJATI, E. BASUNO and B. WIBOWO. 1998. Crossbred of ayam kampung as an effort to meet the consumers need of ayam kampung in the future. Bulletin of Animal Science, Supplement Edition: 427 431. NATAAMIJAYA, A.G. 1985. Ayam Pelung: Performans dan permasalahannya. Proceedings Seminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. SARTIKA, T., S. ISKANDAR, L.H. PRASETYO, H. TAKAHASHI dan M. MITSURU. 2004. Kekerabatan genetik ayam kampung, pelung, Sentul dan Kedu hitam dengan menggunakan penanda DNA mikrosatelit: I. Grup pemetaan pada makro kromosom. JITV, 9 (2): 81-86. SOEDJANA, T.D., 1996. Perkembangan konsumsi daging dan telur ayam di Indonesia. Media Kominikasi dan Informasi Pangan Vol VIII (29): 35-44. 136

SUNARTO, 2003. BPTU Sembawa Palembang mencetak ayam kampung masa depan. Poultry Indonesia Maret 2003, No. 275. Hal. 26-27. TROBOS. 1999. Ayam kampung incar pasar mancanegara. Trobos, November 1999: 20-21. YUNUS, F.H. 2003. Strategi pengembangan backyard farm ayam kampung super. Seminar Pengembangan Ayam Lokal. Fakultas Peternakan UNPAD, Jatinangor. 137