HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

0,00% 0,25% 0,50% 0,75% 1,00% Perlakuan Daun Kayu Manis

Fermentasi daun mata lele Azolla sp. dan pemanfaatannya sebagai bahan baku pakan ikan nila Oreochromis sp.

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. seluas seluas hektar dan perairan kolam seluas hektar (Cahyono,

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I.

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

Fermentasi Lemna sp. Sebagai Bahan Pakan Ikan Untuk Meningkatkan Penyediaan Sumber Protein Hewani Bagi Masyarakat

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan populasi ternak unggas di Indonesia semakin hari semakin

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

II. BAHAN DAN METODE

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng

I. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006).

I. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

JENIS PAKAN. 1) Hijauan Segar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

Tingkat Kelangsungan Hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

BAB I PENDAHULUAN. Clarias sp (ikan lele) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

I. PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler merupakan salah satu usaha yang potensial untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

PENGANTAR. Latar Belakang. Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

Alumni Prodi.Pend.Biologi FKIP Unigal, 2) Dosen Prodi.Pend.Biologi FKIP Unigal,

Transkripsi:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah difermentasi dengan Trichoderma harzianum dengan lama inkubasi 2, 6, 8, dan 10 hari (Keterangan : ASF = azolla sebelum difermentasi, AF2 = azolla fermentasi 2 hari, AF6 = azolla fermentasi 6 hari, AF8 = azolla fermentasi 8 hari, AF10 = azolla fermentasi 10 hari) Gambar 1 menunjukkan bahwa penurunan nilai serat kasar tertinggi terdapat pada perlakuan AF2 yaitu dengan persentase penurunan sebesar 37,19 %. Kemudian diikuti berturut-turut oleh perlakua AF10 sebesar 10,02 %, AF6 sebesar 7,36 %, dan kemudian perlakuan AF8 sebesar 3,29 %. Peningkatan kadar protein tepung daun mata lele yang difermentasi tertinggi juga dihasilkan pada perlakuan AF2 yakni dengan persentasi peningkatan protein sebesar 38,65 %. Sedangkan pada perlakuan AF6 dan AF10 kandungan protein bahan justru menurun dengan persentase penurunan masing-masing sebesar 3,54 % dan 21,11 %.

Data rata-rata parameter uji hasil penelitian berupa jumlah konsumsi pakan, palatabilitas, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, dan kecernaan protein disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Data parameter kinerja pertumbuhan ikan nila Oreochromis sp. yang diberi perlakuan pemberian pakan dengan penambahan fermentasi tepung daun mata lele Azolla sp. pada tingkat yang berbeda (0, 30, 60, dan 90 %) Parameter A (0 %) B (30 %) C (60 %) D (90 %) JKP (g) 140,16 ± 7,65 133,28± 11,57 87,57 ± 8,70 46,16 ± 1,86 Palatabilitas (%) 58,40 ± 6,71 55,53 ± 6,86 36,49 ± 4,83 19,23 ± 1,03 LPH (%) 2,17 ± 0,23 1,91 ± 0,20 1,42 ± 0,47-0,20 ± 0,03 EP (%) 63,40 ± 5,41 49,91 ± 11,74 18,94 ± 11,77-10,07 ± 1,45 Kecernaan Protein 89,00 86,57 60,85 45,21 Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa perlakuan A (0 %) tidak menyebabkan pengaruh yang jauh berbeda dengan perlakuan B (30 %) pada parameter jumlah konsumsi pakan, palatabilitas, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, dan kecernaan protein. Sedangkan perlakuan A (0 %) berbeda dengan perlakuan C (60 %) dan D (90 %) pada pada parameter jumlah konsumsi pakan, palatabilitas, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, dan kecernaan protein. 3.2. Pembahasan Penelitian ini melakukan rekayasa bahan baku dengan teknologi sederhana fermentasi yang menggunakan kapang Trichoderma harzianum sebagai fermentornya dengan bahan baku yang digunakan adalah daun mata lele Azolla sp. Daun mata lele merupakan tumbuhan air yang tumbuh dengan baik di daerah tropis maupun sub-tropis yang dapat tumbuh dengan di kolam, saluran air, maupun di areal pertanaman padi. Pemanfaatan daun mata lele ini tidak hanya sebagai pupuk organik namun dapat juga dimanfaatkan sebagai campuran bahan baku pakan ternak, unggas, dan ikan karena mengandung protein dan mineral yang cukup tinggi (Arifin, 2003). Gambar tanaman tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil fermentasi daun mata lele menggunakan kapang jenis Trichoderma harzianum menunjukkan penurunan serat kasar dan peningkatan protein yang signifikan (Gambar 1). Tepung daun mata lele yang difermentasi selama dua hari

(AF2) memiliki hasil yang paling baik di antara perlakuan lainnya yakni dengan penurunan serat kasar sebesar 37,19 % dan peningkatan protein sebesar 38,65 %. Hal inilah yang mendasari penggunaan AF2 dalam pakan. Penurunan serat kasar disebabkan oleh perombakan zat-zat kompleks dalam daun menjadi senyawa yang lebih sederhana yang dilakukan oleh kapang T. harzianum. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Alexander (1977), T. harzianum merupakan kapang selulolitik karena mampu menghasilkan senyawa selulase yang dapat menghidrolisis selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana. Sedangkan kenaikan protein bersumber dari biomassa kapang yang semakin bertambah merupakan single cell protein (SCP). Menurut Winarno et al. (1980) dalam Suhenda et al. (2010), fermentasi merupakan proses yang relatif murah dan proses ini dengan cara dan dosis yang sesuai, mampu menyederhanakan karbohidrat kompleks, membentuk protein sehingga nilai gizi bahan pakan yang difermentasi lebih tinggi dari bahan asalnya. Gambar 1 juga menunjukkan bahwa setelah dua hari difermentasi, semakin lama masa inkubasi, semakin rendah persentase penurunan kandungan serat kasar. Menurut Indariyanti et al. (2011), penurunan persentase serat kasar yang rendah disebabkan oleh kapang juga dapat menghasilkan serat kasar dengan berkembangnya miselium kapang. Hal inilah yang diduga menyebabkan perlakuan AF6, AF8, dan AF10 mengalami persentase penurunan kandungan serat kasar daun mata lele yang rendah. Hasil pemeliharaan ikan uji selama 40 hari menunjukkan bahwa jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan antara perlakuan A (kontrol) dengan perlakuan B (30 %) tidak jauh berbeda. Begitu pula dengan palatabilitas pakan perlakuan yang diberikan juga menunjukkan tren yang sama. Kedua parameter tersebut saling berhubungan satu sama lain. Pakan perlakuan A yang terdiri dari pakan komersil, bahan perekat dan penanda krom merupakan pakan yang sudah terbukti kualitasnya karena sudah beredar di pasaran dan banyak dipakai oleh pembudidaya. Pakan perlakuan B dengan penambahan fermentasi daun mata lele sebanyak 30 %, ternyata menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan pakan A. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerimaan ikan terhadap pakan B cukup baik sehingga tidak mempengaruhi nafsu makan ikan dan jumlah pakan

yang dikonsumsi. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa palatabilitas merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan tingkat konsumsi pakan. Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal berbeda terjadi pada pakan perlakuan C (60 %) dan D (90 %). Kedua perlakuan tersebut memiliki jumlah konsumsi pakan dan palatabilitas yang rendah dibandingkan dengan pakan kontrol. Hal tersebut dapat ditandai dengan bau pakan yang kurang sedap sehingga ikan tidak begitu menyukai pakan tersebut. Laju pertumbuhan harian (LPH) ikan perlakuan A dengan perlakuan B juga tidak jauh berbeda. Hal tersebut berhubungan dengan penerimaan ikan terhadap pakan (palatabilitas) baik seperti yang telah dikemukakan sebelumnya serta jumlah pakan yang dikonsumsi sepadan dengan pertumbuhannya. Sehingga terjadi pemanfaatan pakan yang optimal untuk pertumbuhan ikan uji. Selain itu, energi pakan juga mempengaruhi pertumbuhan ikan. Tabel 3 menunjukkan bahwa energi pakan yang dikandung oleh pakan perlakuan B tidak berbeda jauh dengan perlakuan A (kontrol) yakni 406.40 kkal/100 g pakan (B) dan 436.78 kkal/100 g pakan (A). Huolian, et al. (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan cenderung dipengaruhi oleh jumlah energi pakan yang diberikan, sehingga energi pakan digunakan sebagai alat untuk memacu pertumbuhan ikan. Selain itu, kandungan nutrisi dalam pakan pun mempengaruhi pertumbuhan ikan. Hasil analisa komposisi proksimat pakan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa protein (% bobot kering) pakan A sebesar 33,11 %, pakan B sebesar 29,50 %, pakan C sebesar 22.55 %, dan pakan D sebesar 17.04 %. Perbedaan nilai protein tersebut disebabkan adanya penambahan fermentasi daun mata lele yang berbeda pada tiap perlakuan. Menurut El-Sayed dan Fattah (2006), tanaman air seperti daun mata lele dapat digunakan sebagai pengganti sebagian protein standar untuk ikan nila. Dilihat dari laju pertumbuhannya, maka perlakuan A dan B memiliki kandungan protein yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan ikan nila. NRC

(1993) dan El-Sayed dan Fattah (2006), mengemukakan bahwa kadar protein pakan yang sesuai untuk kinerja pertumbuhan optimum pada ikan nila antara 28-40 %. Sehingga, pakan perlakuan B masih termasuk ke dalam kisaran protein pakan yang dibutuhkan ikan nila dengan nilai protein yakni 29,50 %. Selain itu, semakin tinggi kandungan protein yang terdapat dalam pakan akan mempercepat pertumbuhan ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tacon dan Cowey (1985) dalam Tytler dan Calow (1985), terdapat hubungan yang berbanding lurus antara protein dengan laju pertumbuhan harian ikan. Sehingga, terjadi perbedaan laju pertumbuhan yang siginifikan antara perlakuan A dan B dengan C dan D. Selain palatabilitas dan kandungan nutrisi pakan, rendahnya laju pertumbuhan ikan perlakuan C dan D juga dapat disebabkan kandungan serat kasar dalam pakan yang cukup tinggi. Serat kasar merupakan komponen dari karbohidrat. Tabel 2 memperlihatkan bahwa kandungan serat kasar pakan C dan D berturut-turut yakni 10,73 % dan 17,23 %. Sedangkan pakan A dan B memiliki kandungan serat kasar yang lebih rendah yakni 4,11 % dan 8,31 %. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kandungan serat kasar dalam pakan, maka pakan ikan semakin sulit dicerna ikan. Serat kasar berfungsi membantu lancarnya pencernaan di usus dengan jumlah yang optimal. Apabila kandungannya berlebihan, maka akan mempercepat gerakan peristaltik di usus sehingga penyerapan nutrien yang penting untuk pertumbuhan berkurang (Guillame, et al., 1999). Hal tersebut mengakibatkan nutrien yang seharusnya diserap untuk metabolisme tubuh tidak dapat dimanfaatkan. Sehingga, pertumbuhan ikan menjadi lambat bahkan menurun seperti yang terlihat pada perlakuan D dengan nilai LPH yang negatif. Menurut NRC (1993) dan Anonim 2 (2006), kadar serat kasar yang dapat ditoleransi oleh ikan nila dalam pakan adalah 8 %. Efisiensi pakan merupakan gambaran mengenai pemanfaatan pakan yang diberikan sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ikan (Nugroho, 2010). Efisiensi pakan erat hubungannya dengan jumlah pakan yang dihabiskan dan laju pertumbuhan. Tabel 3 menunjukkan bahwa efisiensi pakan pada perlakuan A dan B tidak jauh berbeda. Semakin besar nilai efisiensi pakan, maka pemanfaatan pakan dalam tubuh ikan semakin efisien. Selain itu, hasil tersebut juga memperlihatkan bahwa kualitas pakan perlakuan B baik digunakan untuk

pertumbuhan ikan nila. Tingginya efisiensi pakan juga berarti semakin efisien pakan tersebut diubah menjadi daging sehingga semakin murah biaya produksi (biaya pakan) yang dibutuhkan untuk memproduksi daging ikan tersebut (Efendi, 2004). Kecernaan protein merupakan jumlah protein yang diserap dan dicerna oleh tubuh ikan (Devendra, 1989 dalam De Silva, 1989). Data kecernaan protein menunjukkan bahwa kecernaan protein ikan nila pada perlakuan A dan B sebesar 89,00 % dan 86,57 %. Sedangkan kecernaan protein ikan nila pada perlakuan C sebesar 60,85 %, dan D sebesar 45,21%. Hal tersebut menunjukkan bahwa protein pada pakan perlakuan B dapat diserap dan dicerna dengan baik oleh ikan nila karena nilainya hampir mendekati perlakuan A sebagai pakan kontrol. Nilai kecernaan tersebut termasuk ke dalam nilai kecernaan protein yang optimal bagi ikan nila. Kecernaan protein ikan pada umumnya berada pada kisaran 75-95 % (NRC, 1993). Kecernaan protein untuk daun mata lele yang optimal bagi ikan nila adalah 75 % (El-Sayed dan Fattah, 2006). Sedangkan pada ikan perlakuan C dan D, nilai kecernaannya dibawah kisaran kecernaan yang optimal. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah serat kasar yang meningkat dalam pakan diduga akan menurunkan kecernaan protein (NRC, 1993).