BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK. secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. bidang telah menyebabkan masyarakat menuntut pelayanan kesehatan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tepat menghasilkan kualitas gambar intraoral yang dapat dijadikan untuk. sebelumnya (Farman & Kolsom, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit silent epidemic, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penemuan sinar X pada tahun 1895 oleh Wilhem Conrad Rontgen memegang

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ilmu radiologi yang berhubungan dengan penggunaan modalitas untuk keperluan

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

APLIKASI TEKNIK PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PADA DOMAIN SPASIAL UNTUK PENINGKATAN KUALITAS CITRA SINAR-X

BAB I PENDAHULUAN. Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 6 Evaluasi pasca perawatan penting untuk mendeteksi penyebab

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. sehingga apabila kehilangan gigi akan memilih menggunakan gigi tiruan

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah penyakit pengeroposan tulang yang banyak diderita

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG UJI KESESUAIAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan khususnya yang lama dan berkelanjutan dengan dosis relatif kecil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keparahannya berbanding lurus dengan dosis dan memiliki ambang batas. Jika

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data.

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan para tenaga kerjanya (Siswanto, 2001). penting. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tenaga kesehatan membutuhkan cara untuk mendukung pekerjaan agar terlaksana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

RONTGEN Rontgen sinar X

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah


I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindakan bedah di kedokteran gigi merupakan suatu prosedur perawatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab 2. Nilai Batas Dosis

PENGUKURAN DOSIS RADIASI RUANGAN RADIOLOGI II RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (RSGM) BAITURRAHMAH PADANG MENGGUNAKAN SURVEYMETER UNFORS-XI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan

Pengantar skills lab INTERPRETASI RADIOGRAFIK DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI. Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN DOSIS DAN KUALITAS GAMBAR RADIOGRAFI PANORAMIK KONVENSIONAL DENGAN RADIOGRAFI PANORAMIK DIGITAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu

Analisa Kualitas Sinar-X Pada Variasi Ketebalan Filter Aluminium Terhadap Dosis Efektif

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia karena terpapari sinar-x dan gamma segera teramati. beberapa saat setelah penemuan kedua jenis radiasi tersebut.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

LEMBAR PENGESAHAN. No. Dok : Tanggal : Revisi : Halaman 1 dari 24

BAB I PENDAHULUAN. prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan

PERKIRAAN DOSIS PASIEN PADA PEMERIKSAAN DENGAN SINAR-X RADIOGRAFI UMUM. RUSMANTO

Pengukuran Dosis Radiasi dan Estimasi Efek Biologis yang Diterima Pasien Radiografi Gigi Anak Menggunakan TLD-100 pada Titik Pengukuran Mata dan Timus

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK KELUARAN ANTARA PESAWAT SINAR-X TOSHIBA MODEL DRX-1824B DAN TOSHIBA MODEL DRX-1603B. Skripsi

Keakuratan pencitraan radiograf CT-Scan sebagai pengukur ketebalan tulang pada pemasangan implan gigi

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tiga jenis bahan pembuat gigi yang bersifat restorative yaitu gigi tiruan berbahan

Perbandingan Otsu Dan Iterative Adaptive Thresholding Dalam Binerisasi Gigi Kaninus Foto Panoramik

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PENGUKURAN DOSIS RADIASI PADA PASIEN PEMERIKSAAN PANORAMIK. Abdul Rahayuddin H INTISARI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pemanfaatan hounsfield unit pada CT-scan dalam menentukan kepadatan tulang rahang untuk pemasangan implan gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lain dan diperkirakan pada dua dekade abad 21 mengalami aged population boom,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara sinar X dengan sel akan terjadi

RADIASI PENGION DAN PENGARUHNYA TERHADAP RONGGA MULUT

I. PENDAHULUAN. A. LatarBelakangPermasalahan. dental. Implan dental merupakan salah satu cara mengganti gigi yang hilang dengan

GAMBARAN HITUNG JENIS LEKOSIT PADA RADIOGRAFER DI PERUSAHAAN X SURABAYA TAHUN 2012 Laily Hidayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

PENGARUH TEGANGAN TABUNG (KV) TERHADAP KUALITAS CITRA RADIOGRAFI PESAWAT SINAR-X DIGITAL RADIOGRAPHY (DR) PADA PHANTOM ABDOMEN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya jaman kebutuhan hidup manusia. semakin meningkat, manusia tidak akan pernah lepas dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan sinar X telah lama dikenal dalam bidang kedokteran umum maupun kedokteran gigi sebagai suatu alat yang sangat membantu dalam suatu diagnosa penyakit gigi. Penemuan sinar-x oleh Wilhelm Conrad Rontgen merupakan salah satu peristiwa penting dalam dunia kedokteran karena sinar X dapat dipakai untuk aplikasi maupun diagnosa medis. Penggunaan sinar X sebagai radiasi pengion dapat dilihat dari hasil citra yang diperoleh karena sinar X mudah menembus jaringan biologis seperti kulit dan daging tetapi susah menembus tulang atau gigi. Salah satu pemanfaatan sinar X yaitu untuk dental radiography. Mulut adalah jendela kesehatan. Melalui kondisi mulut, seorang dokter tidak hanya bisa mendeteksi penyakit gigi saja, namun dapat juga digunakan untuk mendeteksi risiko berbagai penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan osteoporosis. Osteoporosis merupakan penyakit sistemik yang ditandai dengan karakteristik densitas tulang yang rendah dan perubahan mikroarsitektur tulang yang berdampak pada kerapuhan sehingga tulang rentan terhadap patah (White, 2002). Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Tjandra Yoga Aditama mengatakan bahwa kenaikan insiden patah tulang akibat osteoporosis terus meningkat sejak 2007-2010. Dari sekitar 20 ribu kasus pada 2007 meningkat menjadi sekitar 43 ribu kasus pada 2010. Data tersebut juga diperkuat dengan data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010, angka insiden patah tulang paha atas tercatat sekitar 200/100.000 kasus pada wanita dan pria di atas usia 40 tahun diakibatkan osteoporosis. WHO menunjukkan bahwa 50% patah tulang paha atas osteoporosis ini akan menimbulkan kecacatan seumur hidup dan menyebabkan angka kematian mencapai 30% pada tahun pertama akibat komplikasi imobilisasi (Depkes, 2012). Oleh karena dampak yang cukup significant atas osteoporosis dan penyakit tulang, maka dikembangkan suatu 1

2 pendeteksian penyakit tulang melalui analisis citra dental radiography. Osteoporosis ini juga berhubungan dengan densitas tulang rahang. Tulang yang mengalami osteoporosis kurang dapat menahan beban yang disebabkan berkontaknya gigi dengan antagonisnya. Hal ini akan memicu menyusutnya tulang rahang secara cepat. Kualitas tulang ditunjukkan dengan tingkat densitas tulang (Aminah et al., 2009). Penelitian di University of Manchester oleh Devlin dan Horner (2008) telah mencoba memberikan solusi dengan menganalisis citra radiografi panoramik gigi untuk menangani permasalahan tulang seperti halnya penyakit osteoporosis dengan melihat tanda-tanda awal penyakit dan menggabungkan informasi ini dengan beberapa pertanyaan klinis sederhana. Dalam penelitiannya, mereka merintis serangkaian alat yang dirancang untuk mendeteksi resiko osteoporosis dengan hanya melihat sejarah gigi-geligi selama beberapa tahun. Dalam serangkaian percobaan, Devlin menemukan bahwa kondisi tulang rahang dan gigi-geligi sangat identik dengan kondisi keseluruhan tulang. Gangguan yang muncul di daerah rahang dan gigi menunjukkan adanya masalah dengan kepadatan atau densitas tulang dalam tubuh. Temuan inilah yang kemudian mendorong Devlin untuk mengembangkan metode yang dapat menilai risiko osteoporosis. Pendeteksian penyakit-penyakit tersebut tidak lepas dari peran dental radiography. Menurut Knezovic-Zlataric dan Celebic (2005), pengukuran linier analisis kualitatif pada radiograf panoramik dapat dipergunakan sebagai penentu kualitas tulang, sekaligus untuk mengidentifikasi adanya resobsi dan osteoporosis. Dalam pendeteksian penyakit tulang, resolusi spasial memiliki pengaruh yang cukup penting. Resolusi spasial merupakan ukuran terkecil dari suatu objek pada citra yang masih dapat disajikan, dibedakan dan dikenali. Resolusi spasial mengacu pada jumlah pixel yang digunakan dalam pembangunan citra digital (Parry-Hill et al., 2006). Resolusi spasial dari citra digital berhubungan dengan spatial density dari citra dan resolusi optik yang digunakan untuk menangkap citra. Jumlah pixel yang terdapat dalam citra digital dan jarak antara setiap pixel

3 merupakan fungsi dari akurasi dari perangkat digitalisasi (Parry-Hill et al., 2006). Pengukuran linier seperti pengukuran indeks radiomorfometri pada radiograf panoramik dapat dipergunakan untuk menilai densitas atau kualitas tulang rahang bawah (Widyaningrum, 2012). Pada dental radiography dari tulang gigi, terdapat perbedaan spasial density pada citra yang dikarenakan proses penekanan saat pengunyahan sehingga menimbulkan perbedaan densitas tulang yang akan mempengaruhi hasil citra digital dan dapat menimbulkan distorsi citra. Hal inilah yang menjadikan kalibrasi spasial menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Salah satu bentuk dental radiography yaitu pengambilan citra rontgen panoramik gigi-geligi pasien. Pencitraan panoramik digunakan untuk melihat gigi -geligi secara keseluruhan beserta jaringan tulang penyangganya sehingga dapat digunakan oleh seorang dokter gigi untuk mendiagnosa penyakit atau kelainan gigi pasien. Radiografi panoramik mencitrakan seluruh gigi-geligi dalam satu film (White dan Pharoah, 2009). Pencitraan panoramik merupakan pencitraan ekstraoral dengan menggunakan film atau detektor yang diletakkan di luar mulut. Citra yang dihasilkan oleh sinar X panoramik gigi dari seorang pasien sangat penting bagi seorang dokter gigi terutama untuk melihat adanya kelainan pada tulang dan gigi-geligi. Penerapan dental radiography juga terdapat pada teknik penanaman dental implant. Teknik ini sangat memerlukan akurasi dan ketepatan yang sangat tinggi, karena letak dental implant pada daerah yang sangat minimal, begitu juga dengan interpretasi pasca pemasangannya. Dalam proses ini dibutuhkan lebih dari satu citra radiography sebagai penunjang diagnosa, minimal foto panoramik, foto lateral dan foto periapikal. Sebelum pemasangan gigi implan, seorang dokter biasanya melakukan panoramic radiography untuk menilai kualitas tulang, kuantitas, dan anatomi gigi. Panoramic radiography mencitrakan tulang rahang atas dan rahang bawah sehingga dapat digunakan untuk mengukur densitas tulang secara radiografis (White dan Pharoah, 2009). Tingkat densitas pada area tulang yang akan dirawat dengan dental implant berpengaruh pada stabilitas primer implant yang lebih lanjut akan menentukan keberhasilan tingkat perawatan dental implant (Turkyilmaz dan McGlumphy, 2008). Dalam banyak kasus studi

4 pencitraan panoramik sinar X sekarang sudah berbentuk digital dan sejumlah studi menunjukkan bahwa dalam menilai citra rahang atas dan rahang bawah terdapat keterbatasan dalam hal distorsi dan struktur superimposisi yang membatasi penggunaannya (Burgess, 2011). Distorsi ini terjadi karena adanya perbedaan densitas tulang karena proses tekanan gigi saat mengunyah makanan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu koreksi untuk meminimalisir distorsi pada citra yang didapat dan salah satunya dengan melakukan kalibrasi spasial. Menurut Knezovic-Zlataric dan Celebic (2005), kondisi gigi-geligi dan pemakaian gigi tiruan akan mempengaruhi densitas tulang rahang. Hal tersebut berkaitan erat dengan tekanan dan pembebanan mekanis yang diterima oleh tulang rahang selama proses pengunyahan. Gruber et al.. (2008) menyatakan bahwa pembebanan yang berimbang akan memicu proses modeling tulang, namun pembebanan yang berlebihan akan memicu aktivitas osteoklas untuk meresorpsi tulang. Hal-hal inilah yang akan menyebabkan terjadinya distorsi pada citra panoramik yang diambil. Kualitas dan ketelitian citra yang baik akan membuat ketepatan diagnosa dari seorang dokter sehingga tidak terjadi kesalahan dalam mendiagnosa penyakit gigi pasien. Oleh karena itu diperlukan suatu proses yang dapat memperbaiki ketelitian citra. Hal ini dapat dilakukan dengan kalibrasi spasial citra. Beberapa pengambilan citra gigi-geligi dan rahang di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Prof. Soedomo UGM dari mesin panoramik gigi dihasilkan dalam bentuk citra digital. Namun sebagian masih konvensional dengan menggunakan detektor analog yang berupa pelat film. Citra digital didapatkan dengan pengambilan citra menggunakan suatu alat digitizer dan dihubungkan dengan monitor atau komputer yang telah dilengkapi software penganalisis dan pengolahan citra digital (Foley, 2011). Dengan bantuan sofware ini maka citra digital akan mudah dianalis dan diproses. Pengambilan citra panoramik secara digital akan mempermudah dan mempercepat seorang dokter melakukan diagnosa terhadap penyakit pasien. Radiograf panoramik memiliki sejumlah keterbatasan karena citra yang dihasilkan mengalami perbesaran dan distorsi jika dibandingkan dengan ukuran

5 obyek sesungguhnya, sehingga diperlukan pengetahuan serta keahlian khusus untuk menghindarkan kesalahan informasi saat menginterpretasikan citra radiograf panoramik (Watanabe et al., 2008). Kalibrasi spasial berkaitan dengan proses menghubungkan pixel dari suatu citra dengan fitur nyata obyek. Proses ini dapat digunakan untuk menghasilkan suatu pengukuran yang lebih akurat pada satuan obyek sebenarnya (Wu Qiang et al., 2008). Kalibrasi spasial ini dapat digunakan untuk melihat bagaimana distorsi atau perubahan bentuk dan ukuran pada citra radiografi yang terdapat pada citra dan cara menganalisisnya. Distorsi dihasilkan dari variasi magnifikasi obyek yang berlainan tempat dan arah dari obyek tersebut terhadap berkas sinar X. Hal ini yang akan menyebabkan terjadinya distorsi pada citra yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan kalibrasi spasial. Mesin panoramik sinar X yang digunakan dalam pencitraan digital tidak terlepas dari bahaya paparan dosis radiasi yang akan diterima pasien dan lingkungan. Kalibrasi dosis dibutuhkan untuk melihat bangaimana pengaruh dosis yang dipancarkan mesin panoramik dengan dosis yang diterima oleh lingkungan di sekitar mesin panoramik pada ruang radiografi. Hal ini dilakukan sebagai upaya proteksi radiasi sehingga dapat diketahui keamanan paparan dosis sinar X dalam jangkauan aman dengan melakukan pemetaan laju dosis yang terdistribusi pada ruang radiografi. Dengan melakukan hal ini maka akan dapat mengantisipasi bahaya radiasi. Salah satu cara untuk mengetahui paparan radiasi sinar X ketika penyinaran pada daerah sekitar ruang radiografi adalah mengukur laju dosis menggunakan dosimeter digital yang diletakkan dengan variasi jarak yang berbeda, sedangkan sumber sinar X tetap. Nilai laju dosis ini akan dibandingkan dengan Nilai Batas Dosis (NBD) radiasi sesuai dengan Surat Keputusan Kepala BAPETEN No.07 Tahun 2009 tentang ketentuan keselamatan kerja dengan radiasi, yang memuat Nilai Batas Dosis (NBD) efektif pekerja radiasi sebesar 20 msv/tahun rata-rata selama 5 tahun berturut-turut, dosis efektif sebesar 50 msv dalam tahun tertentu, dan masyarakat umum sebesar 1 msv dalam satu tahun (Bapeten, 2009)

6 Dari uraian sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa kalibrasi spasial sangatlah penting dan berkaitan dengan ketelitian pengukuran citra digital panoramik gigi untuk mendiagnosa penyakit pasien. Kalibrasi dosis juga sangat penting dengan pengukuran dan pemetaan distribusi laju dosis pada ruang radiografi sebagai salah satu upaya menjaga keamanan pasien dari bahaya radiasi selama proses paparan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan citra panoramik yang memiliki tingkat ketelitian yang baik dan mengurangi kesalahan pembacaan citra yang dikarenakan peristiwa distorsi. Citra yang terkalibrasi dapat memberikan informasi yang signifikan kepada para dokter gigi untuk membantu diagnosa sehingga dapat menentukan tindakan perawatan berikutnya dengan mempertimbangkan paparan radiasi yang diterima obyek dan lingkungan radiografi. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu 1. Bagaimana hubungan antara ukuran spasial obyek sebenarnya dengan hasil citra radiograf panoramik? 2. Bagaimana persamaan kalibrasi spasial pada masing-masing posisi kawat pada citra radiograf panormaik dan berapa besar faktor kalibrasinya? 3. Bagaimana hubungan antara besarnya radiasi yang dipancarkan mesin sinar X dan radiasi yang diterima lingkungan pada ruang radiografi? 4. Bagaimana pemetaan distribusi laju paparan radiasi yang diterima dosimeter dalam ruang radiografi? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui hubungan dan ukuran spasial antara obyek sebenarnya dengan citra digital yang terdiri dari banyak pixel yang didapat dari pencitraan mesin sinar X panoramik gigi.

7 2. Mendapatkan persamaan kalibrasi spasial pada masaing-pasing posisi kawat pada citra radiograf panormaik dan berapa besar faktor kalibrasinya. 3. Mendapatkan hubungan besarnya radiasi yang dipancarkan mesin sinar X dan radiasi yang diterima lingkungan pada ruang radiografi. 4. Mendapatkan hasil pemetaan distribusi laju paparan radiasi yang diterima dosimeter dalam ruang radiografi. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi mengenai akurasi pengukuran dari kalibrasi spasial pada citra panoramik gigi yang selanjutnya diharapkan dapat diaplikasikan untuk memprediksi ukuran obyek sebenarnya. 2. Memberikan informasi mengenai distribusi laju dosis pada ruang radiografi yang selanjutnya diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui jangkauan aman dari radiasi dosis yang dipancarkan mesin panoramik gigi.