PENGIMBASAN KETAHANAN PISANG TERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM DENGAN ASAM SALISILAT IN VITRO

dokumen-dokumen yang mirip
Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

Dwi Kiswanti, Suryanti*, dan Christanti Sumardiyono

DETEKSI PENGIMBASAN KETAHANAN PISANG TERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM DENGAN ASAM FUSARAT

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 17 (2): ISSN eissn Online

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

UJI PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PISANG (Fusarium oxysporum f.sp. cubense) DENGAN ASAM FOSFIT DAN ALUMINIUM-FOSETIL

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk sayuran buah yang

Teknik Pengujian In Vitro Ketahanan Pisang terhadap Penyakit Layu Fusarium Menggunakan Filtrat Toksin dari Kultur Fusarium oxysporum

IDENTIFIKASI STATUS KETAHANAN TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca Linn) TERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM DI SEKITAR POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

HASIL DAN PEMBAHASAN

disukai masyarakat luas karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dalam kondisi aseptik secara in vitro (Yusnita, 2010). Pengembangan anggrek

V. INDUKSI KETAHANAN SISTEMIK TANAMAN ANGGREK TERHADAP ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS MENGGUNAKAN ASAM SALISILAT

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

BAB IX PEMBAHASAN UMUM

Sigti Fatimah Syahid dan Ika #ariska2) ABSTRACT

PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT LAYU FUSARIUM PISANG (Fusarium oxysporum f.sp. cubense) DENGAN Trichoderma sp.

RESPON KETAHANAN BERBAGAI VARIETAS TOMAT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum)

Efektifitas Solarisasi Tanah Terhadap Penekanan Perkembangan Jamur Fusarium Pada Lahan Tanaman Pisang Yang Terinfeksi

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

RESPON KETAHANAN KULTUR PISANG KEPOK (Musa balbisiana) TERHADAP INOKULASI Fusarium oxysporum f. sp cubense. Oleh : REZKY LASTINOV AMZA ( )

INDUKSI TUNAS PISANG ROTAN [Musa sp. ( AA Group.)] DARI EKSPLAN BONGGOL ANAKAN DAN MERISTEM BUNGA SECARA IN VITRO

SINERGI ANTARA NEMATODA

III. BAHAN DAN METODE A.

Program Studi Agronomi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

METODOLOGI PENELITIAN

AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II. UJI DINI KETAHANAN BEBERAPA KULTIVAR PISANG TERHADAP PENYAKIT LAYU Fusarium oxysporum f.sp. cubense VCG 01213/16 (TR4) 1

HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

Jurnal Biotika Vol. 5 No. 2 Desember 2006 hlm 7-12

PENGENDALIAN KIMIA DAN KETAHANAN Colletotrichum spp. TERHADAP FUNGISIDA SIMOKSANIL PADA CABAI MERAH

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PENINGKATAN KETAHANAN TANAMAN PISANG KEPOK KUNING TERHADAP PENYAKIT DARAH MELALUI VARIASI SOMAKLONAL DAN SIMBIOSIS ENDOFITIK

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Sel. Eksplan Kultur Sel

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. : Capsicum annuum L, Chromoloena odorata L, Lantana camara L. Meloidoyne spp dan Piper betle L.

AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN

Pengaruh Waktu Inokulasi dan Jumlah Inokulum Terhadap Patogenisitas Phytophthora nicotianae pada Bibit Tembakau

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

AKLIMATISASI PLANLET TEBU PS 864 PASCA ENKAPSULASI ABSTRAK

Kontaminasi No Perlakuan U1 U2 U3 U4 U5 U6 Total 1 B B B B B

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

ISSN: AGRINEÇA, VOL. 14 NO. 2 NOVEMBER 2014

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu

Pengaruh Hormon Kinetin Terhadap Pertumbuhan Kalus Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Melalui Kultur In Vitro

ABSTRAK. AKTIVITAS ANTIFUNGI AIR PERASAN LOBAK (Raphanus sativus L.) TERHADAP Candida albicans SECARA In Vitro

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012.

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

PROSES PENYAKIT TUMBUHAN

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

SKRIPSI OLEH : DESMAN KARIAMAN TUMANGGER Universitas Sumatera Utara

STERILISASI DAN INDUKSI KALUS Aglaonema sp PADA MEDIUM MS DENGAN KOMBINASI 2,4-D DAN KINETIN SECARA IN VITRO SKRIPSI

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pisang adalah tanaman penghasil buah yang paling banyak dikonsumsi dan

Potensi Pemanfaatan Limbah Media Padat Kultur Jaringan Kopi. Fitria Ardiyani 1)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

RUDY LUKMAN. Sambung Mikro Interspesifik Manggis (Gflrci~lin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

PENGARUH TIMBAL DAN KADMIUM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI GLYCINE MAX (L.) MERR. )

II. MATERI DAN METODE

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae,

Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Melalui Kultur Jaringan dan Transformasi Genetik Artemisia Annua L.

SKRIPSI. Oleh : IKA NURFITRIANA NPM :

CAMPURAN BERBAGAI BAHAN ORGANIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGEMBANGAN

Transkripsi:

Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 15, No. 2, 2009: 90 95 PENGIMBASAN KETAHANAN PISANG TERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM DENGAN ASAM SALISILAT IN VITRO INDUCED RESISTANCE TO BANANA FUSARIUM WILT DISEASE WITH SALICYLIC ACID IN VITRO Suryanti*, Yufita Dwi Chinta, dan Christanti Sumardiyono Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta *Penulis untuk korespondensi. E-mail: suryanti@faperta.ugm.ac.id ABSTRACT Salicylic acid (SA) is an important signal in plant defense. It is used as induced resistance agent against Fusarium wilt. An artificial induction was conducted by shaking the shoot groups of banana tissue culture in liquid medium of Murashige-Skoog (MS). MS medium was added with 0 ppm (as control), ⅛ LC50, ¼ LC50, ½ LC50, and LC50 concentration of SA. Alive shoot groups were subcultured for about three months and were acclimated. Resistance test had been conducted in glass house by inoculated six months old banana seedlings with Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc). Leaves symptom were observed based on Leaf Symptom Index (LSI) and corm discoloration based on Rhizome Discoloration Index (RDI). The result of this research showed that induced banana seedlings had higher plant resistance to Fusarium wilt than control. Keywords : banana fusarium wilt, defence, salicylic acid INTISARI Asam salisilat (SA) merupakan signal penting dalam ketahanan tanaman, digunakan sebagai senyawa pengimbas ketahanan tanaman pisang terhadap penyakit layu Fusarium. Pengimbasan dilakukan pada kelompok tunas kultur jaringan pisang dalam medium kultur jaringan MS cair dengan konsentrasi SA 0 ppm (sebagai kontrol), ⅛ LC50, ¼ LC50, ½ LC50 dan LC50. Tunas yang bertahan hidup ditumbuhkan sebagai bibit dan uji ketahanan dilakukan di rumah kaca dengan inokulasi Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc) pada bibit pisang umur enam bulan pasca aklimatisasi. Pengamatan dilakukan terhadap gejala layu pada daun (Leaf Symptom Index = LSI) dan diskolorasi pada bonggol (Rhizome Discoloration Index = RDI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bibit pisang hasil pengimbasan memiliki ketahanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Kata kunci : asam salisilat, ketahanan, layu fusarium pisang PENGANTAR Penyakit Layu Fusarium pisang yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc) merupakan salah satu penyakit penting pada pertanaman pisang. Tanaman yang terinfeksi menunjukkan gejala menguning pada daunnya, kemudian menjadi layu dan akhirnya roboh atau mati. Pada jaringan pengangkut terjadi diskolorisasi berwarna cokelat sampai hitam (Brown & Ogle, 1997). Foc merupakan patogen yang bersifat saprofitik, yang dapat bertahan di dalam tanah dengan klamidospora dan mampu bertahan di dalam tanah dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa adanya inang, sehingga upaya pengendalian sulit untuk dilakukan. Sumber inokulum yang paling penting adalah tanaman yang terinfeksi (Thurston, 1998). Upaya pengendalian yang paling berpotensi adalah penggunaan bibit yang sehat dan tahan, sehingga dirasakan perlu untuk dilakukan upaya pengimbasan ketahanan tanaman. Dalam pengimbasan ketahanan diperlukan inducer yang berfungsi sebagai penstimulir sinyal ketahanan tanaman. Salah satu senyawa yang mampu berperan sebagai inducer adalah asam salisilat. Menurut Hammerschmidt & Becker (1999) Asam salisilat berfungsi sebagai signal ketahanan terhadap infeksi patogen karena di dalam jaringan tanaman, asam salisilat dapat merespon lebih cepat terhadap serangan patogen. Ketika tanaman terserang patogen, biosintesis asam salisilat meningkat, jalur transduksi asam salisilat teraktivasi, yang menyebabkan ketahanan meningkat (Yu et al., 1996). Penggunaan asam salisilat sebagai inducer telah banyak dilakukan antara lain oleh Kalix et al. (1996), pada tanaman tembakau untuk induksi ketahanan terhadap CMV dan pada apel untuk induksi ketahanan terhadap penyakit kudis (Venturia inaequalis). Dalam penggunaan asam salisilat sebagai inducer perlu diketahui konsentrasi yang aman agar

Suryanti et al.: Pengimbasan Ketahanan Pisang terhadap Penyakit Layu Fusarium 91 tidak terjadi fitoksisitas, sehingga perlu diketahui nilai LC50-nya. BAHAN DAN METODE Penentuan LC50. Tunas diimbas dengan cara dimasukkan ke dalam 25 ml medium kultur jaringan MS cair yang diperkaya dengan vitamin dan hormon (P2) yang dicampur dengan asam salisilat pada konsentrasi 0 ppm (sebagai kontrol), 1 ppm, 2 ppm, 4 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm. Digojog selama dua hari (SH 1) kemudian ditumbuhkan ke medium MS padat (SK 1) selama 5 7 hari, lalu subkultur kembali ke medium MS padat (SK 2) selama 5 7 hari. Perlakuan pengimbasan tersebut dilakukan dua kali. Pengamatan dilakukan terhadap kelompok tunas yang hidup setiap kali subkultur dan penentuan nilai LC50 dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier. Pengimbasan kultur. Pengimbasan dilakukan dengan variasi perlakuan: LC50, ½ LC50, ¼ LC50, ⅛ LC50, dan 0 ppm. Setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 3 kelompok tunas. Pengimbasan dilakukan pada medium P2 cair dengan metode seperti pada penentuan LC50. Regenerasi tunas hasil pengimbasan. Tunas hasil pengimbasan yang bertahan hidup dipelihara selama ± 3 bulan sehingga siap untuk diaklimatisasi Aklimatisasi. Planlet hasil pengimbasan ditanam pada medium campuran pasir steril dengan pupuk kandang (2:1) dan dipelihara selama 6 bulan Inokulasi bibit dengan spora Foc. Bibit pisang yang sudah diaklimatisasi dicabut dan akarnya dibersihkan dari tanah kemudian akar dilukai dengan cara dipotong. Bibit direndam dalam suspensi spora dengan kerapatan 10 6 spora/ml selama 30 menit, kemudian ditanam dalam medium aklimatisasi. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti metode Mak et al. (2004) yang dimodifikasi. Pengamatan daun layu (Leaf Symptom Index = LSI) dilakukan setiap satu minggu sekali selama 4 minggu. Pengamatan gejala dalam (Rhizome Discoloration Index = RDI) dilakukan pada minggu terakhir dengan melakukan pembelahan bonggol. Penentuan ketahanan bibit. Ketahanan bibit ditentukan berdasarkan Disease Severity Index (DSI). DSI = Σ (skor x bibit pada skor tersebut ) Σ bibit yang diperlakukan (diuji) Tingkat gejala pada daun atau leaf symptom index (LSI) terdiri dari 5 skor gejala, sedangkan tingkat diskolorasi perakaran atau rhizome discoloration index (RDI) terdiri dari 8 skor gejala. Berdasarkan hasil perhitungan dan skala DSI, maka diperoleh kriteria ketahanan bibit sebagai berikut: Skala DSI untuk LSI Skala DSI untuk RDI Kriteria ketahanan 0 0 Tahan 0.1 1 0.1 2 Moderat 1.1 2 2.1 4 Rentan 2.1 3 4.1 7 Sangat rentan Bibit termasuk tahan, jika sesuai skala DSI baik kriteria ketahanan untuk LSI maupun RDI adalah tahan. Apabila salah satu bersifat moderat, maka bibit termasuk kriteria moderat, sebagai contoh jika bibit tahan pada LSI dan moderat pada RDI, bibit termasuk dalam kriteria ketahanan moderat. Akan tetapi jika RDI bibit termasuk moderat dan LSI termasuk rentan, maka bibit termasuk dalam kriteria ketahanan rentan (Mak et al., 2004). HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan LC50. Penentuan nilai LC50 diperlukan untuk mengetahui daya meracun asam salisilat yang menyebabkan kematian 50% kelompok tunas. Pengaruh konsentrasi asam salisilat terhadap tunas mati memiliki hubungan yang mendekati linier dengan persamaan y = 4,9825 x + 1,0825 dengan nilai R 2 = 0,9722. Berdasarkan persamaan tersebut diketahui bahwa nilai LC50 adalah 9,8 ppm (Gambar 1). Pengimbasan kultur jaringan pisang dengan asam salisilat. Pengimbasan dilakukan pada medium cair dan dilakukan penggojogan sehingga medium homogen dan menyebabkan pertumbuhan sel yang lebih cepat (Hendaryono & Wijayani, 1994). Hasil pertumbuhan kelompok tunas pisang pada medium kultur jaringan yang diimbas dengan asam salisilat dapat dilihat pada Tabel 1. Kelompok tunas yang mati merupakan reaksi sel dan jaringan kultur terhadap toksisitas asam salisilat. Kematian kelompok tunas mulai terjadi pada subkultur 2 setelah pengimbasan 1. Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan dan kontrol, meskipun persentase

92 Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 15 No. 2 kelompok tunas yang hidup cenderung menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi asam salisilat. Aklimatisasi bibit pisang hasil pengimbasan. Aklimatisasi bertujuan untuk menyesuaikan bibit hasil hasil kultur jaringan dengan kondisi lingkungan. Persentase bibit hasil aklimatisasi yang hidup pada 6 bulan pasca aklimatisasi ditampilkan pada Tabel 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pengimbasan kultur jaringan dengan asam salisilat pada konsentrasi ¼ LC50 memberikan persentase bibit hidup yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Perlakuan dengan konsentrasi asam salisilat ¼ LC50 diduga mempunyai pengaruh yang lebih baik terhadap daya adaptasi bibit dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Akumulasi asam salisilat pada jaringan akan menyebabkan terjadinya lignifikasi pada dinding sel xilem sehingga pengangkutan air dan mineral juga menjadi lebih baik. Inokulasi bibit dengan spora Foc. Hasil pengamatan gejala luar (Leaf Symptom Index) ditunjukkan pada Gambar 2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa perkembangan gejala daun menguning mulai terlihat pada minggu ke dua dan perlakuan pengimbasan dengan asam salisilat pada Gambar 1. Penentuan nilai LC50 asam salisilat dengan analisis regresi linier Tabel 1. Pengaruh pengimbasan ketahanan dengan asam salisilat terhadap persentase kelompok tunas yang hidup Rerata Kelompok tunas hidup (%) Perlakuan SH 1 SK 1 SK2 SH 2 SK 1 SK 2 Kontrol 100 100 100,00 100,00 100,00 100,00 a ⅛ LC50 100 100 77,78 55,56 55,56 44,44 a ¼ LC50 100 100 77,78 77,78 77,78 77,78 a ½ LC50 100 100 66,67 66,67 66,67 66,67 a LC50 100 100 66,67 66,67 55,56 55,56 a Keterangan: SH 1 = Pengimbasan 1; SH 2 = Pengimbasan 2; SK1 = Sub Kultur 1; SK 2 = Sub Kultur 2 Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT pada taraf 0.05 dan untuk keperluan analisis statistik dilakukan transformasi data ke arc sin x. Tabel 2. Hasil aklimatisasi bibit pisang (6 bulan setelah tanam) Perlakuan Persentase bibit yang hidup (%) Kontrol 52,38 ⅛ LC50 14,29 ¼ LC50 57,14 ½ LC50 44,44 LC50 0,00

Suryanti et al.: Pengimbasan Ketahanan Pisang terhadap Penyakit Layu Fusarium 93 Gambar 2. Perkembangan gejala luar (Leaf Symptom Index) penyakit layu fusarium pada bibit pisang yang telah diimbas dengan asam salisilat Kontrol (-) 1/4 LC50 Kontrol (+) 1/2 LC50 Gambar 3. Gejala luar penyakit layu fusarium pada bibit pisang yang telah diimbas dengan asam salisilat konsentrasi ¼ LC50 menunjukkan perkembangan gejala yang lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Kenampakan gejala luar pada bibit pisang yang diimbas dengan asam salisilat ditunjukkan pada Gambar 3. Pengamatan gejala dalam (Rhizome Discoloration Index = RDI) dilakukan pada akhir pengamatan (4 minggu setelah inokulasi). Hasil pengamatan rata-rata persentase diskolorasi pada bonggol ditunjukkan pada Tabel 3. Dari gambar tersebut terlihat bahwa perlakuan pengimbasan bibit pisang dengan asam salisilat menyebabkan timbulnya gejala diskolorasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Gambar 4 menunjukkan bahwa gejala diskolorasi bonggol pada perlakuan kontrol lebih luas dibandingkan dengan pada bibit yang diimbas dengan asam salisilat. Menurut Thurston (1998) luka mekanik pada akar akan menghasilkan asam amino yang menjadi stimulus bagi perkecambahan dan perkembangan spora. Luka menjadi jalan masuk patogen, kemudian akan menuju ke jaringan pengangkutan sehingga menimbulkan gejala nekrotik pada bonggol.

94 Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 15 No. 2 Tabel 3. Persentase diskolorisasi bonggol pada bibit pisang yang telah diimbas dengan asam salisilat Perlakuan % diskolorasi bonggol RDI Kontrol - 0,00 0 Kontrol + 36,64 4 ¼ LC50 7,96 3 ½ LC50 6,23 3 Kontrol (-) 1/4 LC50 Kontrol (+) 1/2 LC50 Gambar 4. Gejala diskolorisasi bonggol bibit pisang yang telah diimbas dengan asam salisilat Tabel 4. Pengaruh pengimbasan bibit dengan asam salisilat terhadap ketahanan bibit pisang DSI Perlakuan Status ketahanan bibit LSI RDI Kontrol - 0,00 0,00 - Kontrol + 2,75 4,25 Sangat rentan ¼ LC50 1,50 3,00 Rentan ½ LC50 1,50 2,25 Rentan Penentuan ketahanan bibit. Hasil uji ketahanan bibit hasil pengimbasan terhadap penyakit layu Fusarium ditunjukkan pada Tabel 4. Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa bibit pisang hasil pengimbasan memiliki ketahanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pengimbasan bibit kultur jaringan dengan menggunakan asam salisilat memiliki potensi untuk digunakan dalam produksi bibit yang sehat dan tahan terhadap penyakit layu fusarium KESIMPULAN DAN SARAN 1. Asam salisilat mampu mengimbas ketahanan bibit pisang terhadap penyakit layu fusarium. 2. Perlu dilakukan uji pengimbasan dengan asam salisilat lebih dari dua kali pengimbasan. DAFTAR PUSTAKA Brown, J.F. & H.J. Ogle. 1997. Fungal Diseases and their Control, p. 443 467. In J.F. Brown & H.J. Ogle (eds.), Plant Pathogens and Plant Diseases. APPS, Australia.

Suryanti et al.: Pengimbasan Ketahanan Pisang terhadap Penyakit Layu Fusarium 95 Hammerschmidt, R. & Becker A.S. 1999. The Role of Salicylic Acid in Disease Resistance, p. 37 54. In Agrawal, A.A., S. Tuzun, & E. Bent (eds.), Induced Plant Defences against Pathogens and Herbivores. APS Press, Minnesota. Hendaryono, D.P.S. & A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius, Yogyakarta. 139 p. Kalix, S., G. Anfoka, Y. Li, M. Stadnik, & H. Buchenauer. 1996. Induce Resistance in Some Selected Crops-prospects and Limitations, p. 451 460. In Lyr, H., P.E. Russell, & H.D. Sisler (eds.), Modern Fungicides and Antifungal Compounds. 11 th International Symposium. Thuringia, German, 14 20 Mei 1995. Mak, C., A.A. Mohamed, K.W. Liew, & Y.W. Ho. 2004. Early Screening Technique for Fusarium Wilt Resistance in Banana Micropropagated Plants, p. 219 227. In S. M. Jain & R. Swennen (eds.), Banana Improvement: Cellular, Molecular, Biology, and Induced Mutations. Science Publishers, Inc., USA. Thurston, H.D. 1998. Tropical Plant Diseases, 2 nd edition. APS Press. Minnesota. 200 p. Yu, D., Y. Liu, B. Fan, D.F. Klessig, & Z. Chen. 1997. Is the High Basal Level of Salicylic Acid Important for Disease Resistance in Potato? Plant Physiology 115: 343 349.