BAB II LANDASAN TEORI 2.1. KONSEP DAN DEFINISI JASA Keanekaragaman makna dalam hal pemakaian istilah service dijumpai dalam literatur manajemen. Namun demikian, secara garis besar konsep service mengacu pada tiga lingkup definisi utama; industri, output atau penawaran, dan proses (Johns, 1999). Dalam konteks industri, istilah jasa digunakan untuk mengambarkan berbagai sub-sektor dalam kategorisasi aktivitas ekonomi, seperti transportasi, finansial, perdagangan ritel, personal services, kesehatan, pendidikan, dan layanan publik. Dalam lingkup penawaran, jasa dipandang sebagai produk intangible yang outputnya lebih berupa aktivitas ketimbang objek fisik, meskipun dalam kenyataannya banyak pula jasa yang melibatkan produk fisik (contohnya, makanan di restoran dan pesawat di jasa penerbangan). Sebagai proses, jasa mencerminkan penyampaian jasa inti, interaksi personal, kinerja (performances) dalam arti luas (termasuk di dalamnya drama dan keterampilan), serta pengalaman layanan. Sementara itu, Lovelock, Patterson & Walker (2004) mengemukakan perspektif service sebagai sebuah sistem. Dalam perspektif ini, setiap bisnis jasa dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua komponen utama: (1) operasi jasa (service operations), di mana masukan (input) diproses dan elemenelemen produk jasa diciptakan; dan (2) penyampaian jasa (service delivery), di mana elemen-elemen produk jasa dirakit, dirampungkan dan disampaikan kepada pelanggan. Sebagian dari sistem ini tampak (visible) atau diketahui pelanggan
(sering disebut pula front office atau front stage), sementara bagian lainnya tidak tampak atau bahkan tidak diketahui keberadaannya oleh pelanggan (back office atau back stage). Gambar 2.1. Contoh Jasa Spesifik Berdasarkan Berbagai Parameter Pembeda 2.1.1. DIMENSI KUALITAS JASA Berikut adalah lima dimensi utama kualitas jasa berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988), antara lain: 1. Reliabilitas (reliability) Merupakan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati. 2. Daya tanggap (responsiveness) Berkaitan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespons permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian membentuk jasa dengan cepat.
3. Jaminan (assurance) Perilaku para karyawan seperti selalu bersikap sopan, menguasai pengetahuan akan produk yang ditawarkan, serta menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani tiap pertanyaan atau masalah pelanggan dapat menumbuhkan kepercayaan serta rasa aman pelanggan terhadap perusahaan. 4. Empati (empathy) Kemampuan perusahaan untuk memahami masalah para karyawan serta memberikan perhatian personal kepada karyawan agar dapat memberikan solusi yang baik. 5. Bukti fisik (tangible) Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan, serta penampilan karyawan. 2.2. DASAR TEORI SERVICE QUALITY Model Servqual didasarkan pada asumsi bahwa konsumen membandingkan kinerja jasa pada atribut-atribut relevan dengan standar ideal/sempurna untuk masing-masing atribut jasa. Bila kinerja sesuai dengan atau melebihi standar, maka persepsi atas kualitas jasa keseluruhan akan positif dan sebaliknya. Dengan kata lain, model ini menganalisis gap antara dua variabel pokok, yakni jasa yan diharapkan (expected service) dan jasa yang dipersepsikan (perceived service).
2.2.1. PENGUKURAN SERVICE QUALITY Pengukuran kualitas jasa dalam model servqual didasarkan pada skala multi-item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan, serta gap di antara keduanya pada lima dimensi utama kualitas jasa (reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik). Evaluasi kualitas jasa menggunakan model servqual mencakup perhitungan perbedaan di antara nilai yang diberikan oleh para pelanggan untuk setiap pasang pernyataan berkaitan dengan harapan dan persepsi. Skor servqual untuk setiap pasang pernyataan, bagi masing-masing pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus berikut: Skor SERVQUAL = Skor Persepsi Skor harapan Setelah skor tersebut diketahui, selanjutnya kita jabarkan dan bagi ke dalam empat bagian pada diagram cartesius sebagai berikut: Y Kuadran 1 Kuadran 2 Harapan Kuadran 3 Kuadran 4 Kinerja X Gambar 2.2 Diagram Cartesius
Keterangan : 1. Kuadran 1 (Attributes to Improve) Merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan namun pada kenyataannya belum sesuai seperti yang diharapkan (kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Atribut-atribut yang masuk dalam kuadran ini harus ditingkatkan. 2. Kuadran 2 (Maintain Performance) Merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan dan sudah sesuai dengan yang dirasakan sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Karenanya atribut-atribut yang masuk dalam kuadran ini harus dipertahankan. 3. Kuadran 3 (Attributes to Maintain) Merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada kenyataannya, kinerjanya tidak terlalu istimewa. 4. Kuadran 4 (Attributes to Do-emphasize) Merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan.
2.3. SKALA LIKERT Skala Likert adalah skala pengukuran menerapkan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang-pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut biasanya digunakan akan menghasilkan data kuantitatif. Dengan skala pengukuran, maka nilai variabel yang diukur dengan intrumen tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka sehingga akan lebih akurat, efisien, dan komunikatif. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya Sdisebut sebagai variabel penelitian. Dengan Skala Likert, maka variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai nilai dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata sebagai berikut; Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Netral, Setuju, Sangat Setuju. Untuk kepentingan analisis kuantitatif, maka jawaban ini dapat diberi skor yaitu; Sangat Tidak Setuju (1), Tidak Setuju (2), Netral (3), Setuju (4), Sangat Setuju (5). Instrumen penelitian yang menggunakan Skala Likert dapat dibuat dalam bentuk checklist maupun pilihan ganda. 2.4. TEORI KUESIONER Penulis menggunakan kuesioner dalam penelitian ini untuk mengumpulkan dan mengolah data. Adapun tujuan kuesioner tersebut untuk mengetahui informasi
yang relevan berkaitan dengan penelitian ini dan memperoleh informasi dengan tingkat kehandalan dan keakuratan yang tinggi. Kuesioner dapat dibedakan menjadi 3 jenis antara lain: a. Kuesioner terstruktur merupakan kuesioner yang kemungkinan jawabannya sudah ditentukan terlebih dulu sehingga responden tidak mempunyai kesempatan memberikan jawaban yang lain. b. Kuesioner terbuka yaitu kuesioner yang memungkinkan jawabannya tidak ditentukan terlebih dulu sehingga responden bebas dalam memberikan jawaban. c. Kuesioner kombinasi antara terstruktur dan terbuka adalah kuesioner yang jawabannya sudah ditentukan terlebih dulu dan juga terdapat pertanyaan terbuka yang memberikan kebebasan dalam menjawab. Dalam menyusun kuesioner harus diperhatikan petunjuk dalam membuat dan mengerjakannya sehingga responden mudah untuk menjawabnya. Petunjukpetunjuk penting yang harus diperhatikan antara lain: a. Pertanyaan disusun dengan jelas dan spesifik. b. Pertanyaan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. c. Pertanyaan harus berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian. d. Pertanyaan tidak boleh membingungkan responden. e. Pertanyaan tidak boleh berhubungan dengan hal-hal pribadi responden. f. Pertanyaan tidak boleh menghendaki analisis pemikiran yang tajam.
2.5. PENENTUAN JUMLAH SAMPEL Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2006:131). Sementara, sampel adalah contoh, yaitu sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian (Mardalis, 2009:55). Walaupun yang diteliti adalah sampel, tetapi hasil penelitian atau kesimpulan penelitian berlaku untuk populasi. Jumlah sampel dapat ditentukan dengan teknik convenience atau opportunity sampling (Sarwono, 2010:81), yaitu memilih unit-unit analisis yang dianggap sesuai oleh peneliti. Dalam pemilihan poin-poin sampel dari kerangka sampling dilakukan secara tidak terstruktur dan arbiter. Teknik ini sering digunakan pada situasi-situasi praktis tertentu. Pemilihan sampel didasarkan pada kemudahan akses, misalnya teman, teman kerja, para pengunjung mall pada saat belanja, dan sebagainya. 2.6. UJI VALIDITAS DATA Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu alat ukur/instrumen. Sebuah alat instrumen dikatakan valid, apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Atau dapat dikatakan bahwa alat ukur dapat memperoleh data yang tepat dari variabel-variabel yang diteliti (Simamora, 2002). Pengujian dilakukan dengan mengkorelasikan butir-butir pertanyaan dengan nilai-nilai total didapatkan dengan menggunakan rumus: { } { } Di mana: n X = banyaknya responden = jumlah pengamatan variabel X
Y = jumlah pengamatan variabel Y ( X 2 ) = jumlah kuadrat pengamatan variabel X ( Y 2 ) = jumlah kuadrat pengamatan variabel Y ( X) 2 ( Y) 2 = kuadrat jumlah pengamatan variabel X = kuadrat jumlah pengamatan variabel Y Semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total telah diperoleh. Nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai tabel pearson product moment. Jika nilai koefisien korelasi produk momen dari suatu pertanyaan berada di atas nilai r tabel kritik (r > r, df ), maka pertanyaan tersebut signifikan dan dikatakan valid atau dapat mengukur aspek yang sama. 2.7. UJI RELIABILITAS DATA Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur/instrumen dalam mengukur aspek yang sama (Umar, 2003) dan dapat dipercaya atau diandalkan (Singarimbun, 1989). Bila sebuah alat ukur digunakan dua kali atau lebih untuk mengukur aspek yang sama dan hasil pengukuran bersifat konsisten, maka alat ukur tersebut dikatakan reliabel. Jadi, jika validitas menunjukkan kebenaran alat ukur, maka reliabilitas menunjukkan keandalan alat ukur tersebut. Rumus statistik yang digunakan adalah teknik reliability analysis Alpha Cornbach dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 1991): ( ) ( )
Di mana: r k = nilai reliabilitas = banyaknya butir angket = jumlah varian item = varians total Menurut Budi (2006), tingkat reliabilitas yang diperoleh melalui Cronbach Alpha dapat diukur melalui skala alpha 0 sampai 1. Skala dikelompokkan dalam lima kelas dengan range yang sama, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha ALPHA TINGKAT RELIABILITAS 0.00 s.d 0.20 Kurang Reliabel > 0.20 s.d 0.40 Agak Reliabel > 0.40 s.d 0.60 Cukup Reliabel > 0.60 s.d 0.80 Reliabel > 0.80 s.d 1.00 Sangat Reliabel