Analisis Hayati UJI TOKSISITAS Oleh : Dr. Harmita
Pendahuluan Sebelum percobaan toksisitas dilakukan sebaiknya telah ada data mengenai identifikasi, sifat obat dan rencana penggunaannya
Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : Uji toksisitas akut Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali, atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam. Uji toksisitas jangka pendek (sub kronik) Uji ini dilakukan dengan memberikan bahan tersebut berulang- ulang, biasanya setiap hari, atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan; yaitu 3 bulan untuk tikus dan 1 atau 2 tahun untuk anjing. Tetapi beberapa peneliti menggunakan jangka waktu yang lebih pendek, misalnya pemberian zat kimia selama 14 dan 28 hari. Uji toksisitas jangka panjang (kronik) Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara berulang selama 3 6 bulan atau seumur hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7 10 tahun untuk anjing dan monyet. Memperpanjang percobaan kronik untuk lebih dari 6 bulan tidak akan bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik.
Uji Toksisitas Akut Sebagian besar penelitian semacam ini dirancang untuk menentukan LD50 obat. LD50 obat didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan coba. Percobaan ini juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksis spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama. Bila pemberian suatu zat terjadi melalui inhalasi maka yang harus ditentukan adalah kadar letal median (LC50) untuk masa pemberian tertentu atau waktu letal median (LT50) untuk kadar tertentu di udara
Uji Toksisitas Jangka Pendek. Tubuh manusia sering terkena bahan kimia pada level yang jauh lebih kecil dari dosis yang mematikan dengan segera, hanya mereka terkena lebih lama. Untuk menyelidiki kenyataan akibat keracunan dalam situasi yang lebih realistis, dikerjakan studi toksisitas jangka pendek dan jangka panjang.
Uji Toksisitas Subkronis. Hewan Uji Sekurang-kurangnya digunakan dua jenis hewan, hewan pengerat dan bukan hewan pengerat. Biasanya dapat digunakan tikus dan anjing, dari dua jenis kelamin, sehat, dewasa, umur 5 sampai 6 minggu untuk tikus, dan 4-6 bulan untuk anjing. Jumlah Hewan Uji Masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor hewan pengerat atau empat ekor anjing untuk setiap jenis kelamin. Bila pada percobaan akan dilakukan pengorbanan/pembedahan, maka jumlah hewan uji harus sudah dipertimbangkan sebelumnya.
Con d Dosis Uji Sekurang-kurangnya digunakan tiga kelompok dosis dan satu kelompok kontrol untuk setiap jenis kelamin. Dosis dan jumlah kelompok dosis harus cukup, hingga dapat diperoleh dosis toksik dan dosis tidak berefek. Dosis toksik harus menyebabkan gejala toksik yang nyata pada beberapa hewan uji dan terjadinya kematian tidak boleh lebih dari 10%, sedang dosis tidak berefek tidak boleh menyebabkan gejala toksik. Sebagai dosis toksik biasanya digunakan 10-20% dari harga LD50, dengan mempertimbangkan hasil yang diperoleh pada uji pendahuluan, tingkat dosis lain ditetapkan dengan faktor perkalian tetap 2 sampai 10. Batas Uji Bila pada dosis 1000 mg/kg bobot tubuh tidak dihasilkan efek toksik, dosis tidak perlu dinaikkan lagi, meskipun dosis yang diharapkan untuk manusia belum dicapai. Cara Pemberian Zat Uji Pada dasarnya zat uji harus diberikan sesuai dengan cara pemberian atau pemaparan yang diharapkan pada manusia. Bila diberikan secara oral, dapat diberikan dengan cara pencekokan menggunakan sonde atau secara ad libitum di dalam makanan atau minuman hewan. Bila zat uji akan dicampur dengan makanan atau minuman hewan, jumlah zat uji yang ditambahkan harus diperhitungkan berdasarkan jumlah makanan atau minuman yang dikonsumsi setiap hari. Lama Pemberian Zat Uji Lama pemberian zat uji selama 28 sampai 90 hari atau 10% dari seluruh umur hewan, diberikan tujuh hari dalam satu minggu.
Uji Toksisitas Jangka Panjang Umumnya satu atau lebih jenis binatang yang digunakan. Kecuali tidak ditunjukkan, tikuslah yang digunakan, anjing dan primata merupakan pilihan berikutnya. Karena ukurannya yang kecil, tikus tidak cocok digunakan dalam studi toksisitas jangka panjang, meskipun mereka sering digunakan dalam studi karsinogenesitas. Jantan dan betina dalam jumlah yang sama digunakan. Umumnya 40-100 tikus ditempatkan dalam kelompok masing-masing dosis dan juga dalam kelompok kontrol. Penggunaan anjing dan primata non manusia jauh lebih sedikit.
Contoh Perhitungan LD50 Cara Weil. Nilai LD50 ekstrak etanol 40% kulit buah mahoni Di ketahui : r = 0, 3, 4, 5 f = 0,10000 D = 2, 364 d = 0,0752575 Maka : Log m = log 94, 55 + 0,0752572 (0,10000 1) = 2,055661533 m = antilog 2,055661533 = 113,6741022 mg = 0,11g LD50 ekstrak etanol 40% kulit buah mahoni adalah 0,11g/20 g bb.
Brine Shrimp Lethality Test (BST) Selain menggunakan hewan pengerat untuk uji toksisitas, dapat juga digunakan larva udang (Artemia salina leach) untuk mengetahui sifat toksik bahan alam. Metode yang menggunakan larva udang untuk uji toksisitas disebut Brine Shrimp Lethality Test (BST). Brine Shrimp Lethality Test (BST) merupakan salah satu metode uji toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang bersifat toksik dari bahan alam. Metode ini dapat digunakan sebagai bioassay-guided fractionation dari bahan alam, karena mudah, cepat, murah dan cukup reproducible.. Beberapa senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dan dimonitor aktivitasnya dengan BST menunjukkan adanya korelasi terhadap suatu uji spesifik antikanker
Eksperimen Penetasan Telur Udang Artemia salina Leach. Penetasan telur dilakukan pada wadah bening seperti gelas kimia atau stoples yang diberi bahan plastik, negatif film, atau kaca dengan menggunakan media air laut (brine=saline). Wadah penetasan dibagi menjadi dua bagian terang dan gelap oleh suatu sekat berlubang. Bagian gelap digunakan untuk meletakkan telur yang akan ditetaskan. Sekat berlubang menjadi jalan bagi larva yang telah lahir untuk bergerak secara alamiah ke arah terang. Selama penetasan diberi penerangan dengan cahaya lampu pijar/neon 40-60 watt agar suhu penetasan 25-300C tetap terjaga. Sebagai media penetasan telur digunakan air laut buatan dengan kadar garam (NaCl) 15 g/l. Kadar oksigen yang dibutuhkan selama penetasan harus lebih dari 3 mg/l, sehingga media air laut harus diberi udara, baik dengan acrator, kompressor, maupun blower. Dalam waktu 24-36 jam biasanya telur-telur sudah menetas menjadi larva yang disebut nauplii. Nauplii aktif yang telah berumur 48 jam digunakan sebagai hewan uji dalam penelitian.
Pengujian Toksisitas Ekstrak dengan BST Larutan stok (induk) sampel dibuat dengan konsentrasi 50 mg dalam 5 ml metanol atau dengan pelarut lain yang sesuai, lalu dibuat serangkaian konsentrasi sebesar 1, 10, 100, 500, 1000 dan 1500 µg/ml ke dalam vial-vial. Larutan uji dalam vial tersebut diuapkan sampai kering dan tidak mengandung pelarut organik. Untuk kontrol negatif (blanko) diberi perlakuan sama seperti larutan uji tetapi tanpa ekstrak (hanya diberi metanol dalam jumlah yang sama dengan sampel). Setiap dosis dibuat lima replikasi. Ekstrak kering dalam vial dilarutkan dalam air laut secukupnya. Sepuluh ekor larva Artemia dipindahkan ke dalam masing-masing vial yang telah berisi senyawa uji dan ditambahkan air laut sampai volume 5 ml. Ke dalam setiap vial dimasukkan satu tetes suspensi ragi (0,6 mg/ml) sebagai makanannya. Pengamatan dilakukan selama 24 jam dan tingkat toksisitas ditentukan dalam menghitung jumlah larva yang mati. Hasil dibandingkan dengan kontrol negatif. % kematian = jumlah kematian jumlah kematian kontrol x 100 % jumlah larva awal (10)
Con d Tingkat toksisitas dihitung sebagai : Kons.(µg/ml) Jml larva yang mati % kematian Konversi probit Y = a + bx Dengan y = nilai probit X = konsentrasi ekstrak Cari nilai x =. dimana y = 5,00 (kematian 50%) LC50 ditentukan dengan analisis probit pada taraf kepercayaan 95%.