BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena masih tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Sejak tahun 1962 di Indonesia sudah mulai ditemukan penyakit yang menyerupai DBD yang terjadi di Filipina (1953), Muangthai (1958). Baru pada tahun 1968 dibuktikan dengan pemeriksaan serologis untuk pertama kalinya. Sejak saat itu, tampak jelas kecenderungan peningkatan jumlah penderita yang tersangka, demikian juga makin meluasnya penyakit tersebut, dimana terlihat bahwa penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar saja, kemudian menyebar ke hampir semua kota besar di Indonesia bahkan sampai ke pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dalam waktu yang relatif singkat. 1 Data dari Word Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa kasus DBD di Indonesia antara tahun kasus DBD tertinggi pada tahun 2007 mencapai kasus, sedangkan kasus terendah pada tahun 2008 yaitu kasus DBD. Dapat dilihat juga angka kematian tertinggi terjadi pada tahun 2007 mencapai 1599 kematian. Angka kesakitan tertinggi di Jawa Tengah terjadi pada tahun 2007 sebesar 6,35/ penduduk dan angka kematian / Case Fatality Rate (CFR) di Jawa Tengah pada tahun 2008 sebesar 1,19% mengalami penurunan dibandingkan dengan CFR tahun 2007 sebesar 1,6%. Di Jawa Tengah yang memiliki angka kesakitan/ Insidence Rate (IR) tertinggi adalah kota Semarang di mana angka kesakitannya mencapai 34,73/ penduduk. 2,3,4 Penyakit DBD mempunyai kecenderungan selalu meningkat setiap tahunnya maka harus ada pengendalian vektor penyakit DBD terutama nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utamanya. Sampai saat ini belum ditemukan, maka

2 pencegahan penularan dilakukan dengan pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti. 5 Upaya untuk mengendalikan vektor tersebut bisa dilakukan secara kimia, biologi dan pengendalian genetika. Pengendalian vektor dengan cara kimia misalnya pengasapan atau fogging untuk membunuh nyamuk dewasa sedangkan untuk pemberantasan larva dapat digunakan abate. Cara ini biasanya dengan menaburkan abate ke dalam bejana tempat penampungan air. Pemberantasan secara kimiawi dapat dilakukan dengan cara pemberantasan sarang nyamuk yang ada pada dasarnya adalah memberantas jentik atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi tempat-tempat perindukannya. 5 Penggunaan insektisida yang berlebihan dan berulang-ulang dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan seperti pencemaran lingkungan, maka salah satu cara untuk mendapatkan bahan kimia yang ramah lingkungan adalah memanfaatkan potensi alam yaitu tanaman yang mengandung bioinsektisida. 6 Pemberantasan secara fisika dapat dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk yang pada dasarnya adalah memberantas jentik atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi tempat-tempat perindukan. 6 Di dalam usaha pengembangan bahan-bahan dari alam dapat digunakan sebagai insektisida nabati, salah satunya yaitu dengan memanfaatkan tanaman duku (Lansium Domesticum Corr). Tanaman duku mempunyai kelebihan yaitu buahnya dikonsumsi karena segar, manis rasanya,dan kandungan gizi yang cukup tinggi terutama kandungan vitamin C. Biji buah duku (Lansium Domesticum Corr) mengandung alkaloid berkhasiat sebagai obat cacing, obat demam, dan obat diare. Kulit kayunya digunakan untuk mengobati disentri dan malaria. Kulit buah duku yang kering dibakar dengan sedikit gula jawa menyebabkan bau harum yang

3 menyenangkan, dapat juga untuk mengusir nyamuk dan dapat dimanfaatkan sebagai obat diare serta digunakan sebagai panah insektisida. 7 Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Diah Oktavianti (2009), Kadar Bunuh Minimum (KBM) ekstrak etanol, kulit buah duku tersebut terhadap Staphylococcusaureus adalah sebesar 10,5%b/v dan terhadap Escherichia coli adalah sebesar 12%b/v. Konsentrasi ekstrak etanol kulit buah duku yang digunakan untuk penelitian ini adalah 11%; 10,5%; 10%; 9,5%; 9% dan 8,5%b/v untuk Staphylococcus aureus, dan 12,5%; 12%; 11,5%; 11%; 10,5% dan 10% untuk Escherichia coli. Hasil uji kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah duku mengandung flavonoid dan saponin. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah duku mempunyai aktivitas antibakteri. 8 Dalam penelitian yang serupa dilakukan dengan isolasi dan karakterisasi senyawa antibakteri dari fraksi etil asetat kulit batang Lansium Domesticum Corr dan Biji Kokosan, diperoleh hasil memiliki aktivitas antibakteri secara in vitro terhadap bakteri E. Coli pada konsentrasi 1000 ppm dengan diameter hambat 8,00mm. 9 Penelitian lain yang dilakukan dengan menggunakan ekstrak daun kemangi pada konsentrasi 1000µg/ml (1%) menyebabkan kematian larva Artemia salina Leach tertinggi yaitu rata-rata kematian 8,8 dan presentase kematian 88%. Sedangkan pada konsentrasi 1200µg/ml (0.12%) menyebabkan kematian dengan rata-rata kematian larva Artemia salina Leach terendah yaitu 1 dan presentase kematian 10%. 10 Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti mencoba melakukan uji Daya Bunuh Kulit Buah Duku Terhadap Kematian larva Aedes aegypti dengan konsentrasi bahan aktif tinggi. Diharapkan hasil dari penelitian tersebut dapat diaplikasikan sebagai upaya pemberantasan nyamuk Aedes aegypti penyebab penyakit DBD dan aman bagi manusia dan lingkungan.

4 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Berapa Besar Daya Bunuh Ekstrak Kulit Duku (Lansium Domesticum Corr) terhadap Kematian Larva Aedes aegypti. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui daya bunuh ekstrak kulit duku (Lansium domesticum Corr) sebagai larvasida Aedes aegypti. 2. Tujuan Khusus a. Menghitung jumlah larva Aedes aegypti yang mati dalam berbagai dosis ekstrak kulit duku. b. Menganalisis efektifitas ekstrak kulit duku (Lansium Domesticum Corr) sebagai larvasida Aedes aegypti. D. Manfaat Penelitian 1. Memberi informasi kepada masyarakat mengenai pengendalian larva menggunakan kulit duku sehingga masyarakat terlindungi dari penyebaran DBD. 2. Memberikan informasi mengenai manfaat kulit duku terhadap kematian larva Aedes aegypti. E. Bidang Ilmu Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya bidang Epid P2M dan pengendalian vektor penyakit.

5 F. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Peneliti (Thn) 1 Diah Oktaviani (2009) 2 Tri Mayanti (2009) 3 Anindita Rosenda Eka Hendrawa ti (2009) Judul Desain Studi VariabelBebas& Variabel Terikat Uji Aktivitas Eksperimen uji aktivitas Antibakteri antibakteri Ekstrak Etanol etanol kulit kulit Buah Duku buah duku kematian (lansium Stophylococc domesticum us aurens Corr) terhadap dan Stophyloccus Escherichia aurens ATCC coli dan Escherichia coli ATCC beserta profil kromatografinya Isolasi dan Eksperimen isolasi dan Karakterisasi karakterisasi Senyawa senyawa Antibakteri dari antibakteri fraksi etil Fraksi etil Asetat Kulit Btang Lansium domesticum Corr dan Biji Kokosan Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Kewangi (Ocinium sanctum Linn) terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) Post test only control group design asetat kulit batang Lansium Domesticum Corr dan Biji Kokosan. Ekstrak etanol daun kewangi Kematian larva Artemia salina Leach. Hasil hasil kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah duku mengandung flavonoid dan saponin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah duku mempunyai aktivitas antibakteri diperoleh aktivitas antibakteri secara in vitro terhadap bakteri E. Coli pada konsentrasi 1000 ppm dengan diameter hambat 8,0 mm. Konsentrasi 10000µg/ml (1%) menyebabkan kematian larva tertinggi yaitu rata-rata kematian 8,8 dan presentase kematian 88%. Sedangkan pada konsentrasi 1200µg/ml (0.12%) menyebabkan kematian dengan rata-rata kematian larva terendah yaitu 1 dan presentase kematian larva 10%.

6 Terdapat perbedaan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini membedakan jumlah larva Aedes aegypti yang mati karena sifat toksik yang ada pada ekstrak kulit duku.