VII. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

dokumen-dokumen yang mirip
VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

IV. METODE PENELITIAN. pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari, yang terletak di daerah Desa

VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. GAMBARAN UMUM CV JUMBO BINTANG LESTARI Lokasi Perusahaan dan Sejarah Perkembangan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

BAB III BAHAN DAN METODE

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas benih sebar

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Lele (Clarias) merupakan salah satu dari berbagai jenis ikan yang sudah banyak

BAB III METODE PENELITIAN

Sebagai acuan / pedoman pelaku percontohan budidaya lele dengan menggunakan pakan (pellet) jenis tenggelam.

VII. ANALISIS PENDAPATAN

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

III. METODOLOGIPENELITIAN Metode Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu

Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan. Lele Sangkuriang. (Lingkungan Bisnis)

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH

BUDIDAYA IKAN LELE DI KOLAM TERPAL

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2014 di Laboratarium Budidaya. Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO

IV. METODE PENELITIAN

IMPLEMENTASI MESIN PRODUKSI PAKAN LELE DUMBO PADA PETERNAK DI DESA ARJOWINANGUN KOTA MALANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTARISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTARTABEL DAFTARGAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

II. BAHAN DAN METODE

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

PENYULUHAN PEMANFAATAN KOTORAN HEWAN SEBAGAI PAKAN LELE

(SOP-2) Penyempurnaan SOP-1

Gambar 3. Kolam yang diperguanak untuk Percontohan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juli 2014, di Laboratorium Budidaya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen.

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

MANAJEMEN BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DI KAMPUNG LELE, KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

Efektivitas Suplemen Herbal Terhadap Pertumbuhan dan Kululushidupan Benih Ikan Lele (Clarias sp.)

II. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori. Prodviksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata rata Pertambahan Jumlah Moina sp. (Ind/200ml) Rata rata pertambahan jumlah populasi Moina sp.

BAB I PENDAHULUAN. komoditas unggulan, serta mempunyai prospek pasar yang baik. Beberapa kelebihan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan air tawar yang

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3. Grafik Biomassa cacing sutra oligochaeta selama percobaan.

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) Bagian 3 : Produksi induk

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

I. PENDAHULUAN. patin (Pangasius hypophthalmus). Peningkatan produksi patin dapat dilakukan

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS

ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM.

VII ANALISIS PENDAPATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

II. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh petani lainnya. Bahkan seorang

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO (Studi Kasus : CV Jumbo Bintang Lestari) IRA TRIA FINANDA

BAB I PENDAHULUAN. Lele dumbo yang bernama ilmiah Clarias geriepinus, masuk di Indonesia

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

METODE PENELITIAN. dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya

BAB III METODE PENELITIAN. faktor produksi yang kurang tepat dan efisien. Penggunaan faktor produksi

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PEMBUATAN TANGGUL KOLAM PEMBIBITAN LELE DI DAERAH RAWA

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem

METODOLOGI. = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. sayur yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Harga tanaman

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

KAJIAN LAPANG BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG IKAN NILA MANDIRI DI WADUK CIRATA DAN JATILUHUR

BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA LAHAN MARJINAL DI KABUPATEN PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

Transkripsi:

VII. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI Tingkat efisiensi ekonomi dari faktor-faktor produksi dapat dilihat dari besarnya rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) per periode pembesaran. Faktor-faktor produksi yang dapat dianalisis adalah faktor-faktor produksi yang bersifat fisik dan yang dapat dinilai dengan rupiah. Penggunaan faktor produksi yang optimal dan telah mencapai keuntungan yang maksimum yaitu ketika rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Pada kondisi tersebut usaha pembesaran lele dumbo dapat dikatakan telah efisien secara ekonomi. Rasio NPM dan BKM usaha pembesaran lele dumbo untuk masingmasing faktor produksi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) Usaha Pembesaran Lele Dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari Variabel Pengunaan Rata-rata Aktual Koefisien Regresi NPM BKM NPM/ BKM Pengunaan Input Optimal Padat Penebaran (ekor/m 2 243 ) 272 0,210769 206,456 0,850 231 Pakan Pelet (kg/m 2 6.400 ) 20,398 0,116729 1.524,925 0,238 4,860 Pakan Tambahan (kg/m 2 1.625 ) 5,952 0,031643 1.416,720 0,872 5,189 Pupuk (ltr/m 2 ) 0,002 0,104888 12.406.325,493 120.000 103,386 0,233 Probiotik (kg/m 2 ) 0,002 0,099862 12.948.334,098 151.000 85,751 0,176 Kapur (kg/m 2 ) 0,132 0,100986 203.926,477 400 509,816 67,276 Produksi Rata-rata (kg/m 2 ) 24,007 Harga Output (kg) 11.100 Sumber: Data Primer, diolah (2010) Tabel 7 menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi aktual dan rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) pada usaha pembesaran lele dumbo yang menunjukkan bahwa penggunaan faktorfaktor produksi dalam usaha pembesaran lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari tidak efisien secara ekonomi. Hal ini dikarenakan nilai-nilai rasio NPM terhadap BKM tidak ada yang sama dengan satu. Rasio ini juga berarti bahwa

penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha pembesaran lele dumbo belum optimal pada suatu hasil produksi. Padat penebaran mempunyai nilai produk marjinal sebesar Rp 206,456/ekor. Biaya korbanan marjinal padat penebaran adalah Rp 243/ekor. Nilai NPM tersebut memiliki arti bahwa setiap penambahan padat penebaran sebanyak 1 ekor/m 2 akan meningkatkan penerimaan sebanyak Rp 206,456. Adapun rasio antara NPM dan BKM dari padat penebaran adalah 0,850 (< 1), berarti bahwa padat penebaran belum efisien dalam penggunaannya. Dengan demikian, untuk mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi padat penebaran harus dikurangi hingga mencapai 231 ekor/m 2. Hal ini didukung oleh pernyataan Mahyuddin (2008) yang mengatakan bahwa padat penebaran tidak boleh terlalu tinggi untuk mengurangi tingkat kematian lele. Apabila populasi atau padat penebaran terlalu padat, lele akan rentan terserang berbagai macam penyakit. Selain itu, padat penebaran yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan terjadinya persaingan dalam memperebutkan makanan dan melemahkan kondisi tubuh lele. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara diketahui bahwa penggunaan yang berlebihan dikarenakan pembudidaya kurang mengontrol perhitungan padat penebaran tiap kolam sehingga padat penebaran tiap kolam menjadi berbeda-beda yaitu antara 174-433 ekor/m 2. Nilai produk marjinal untuk pakan pelet adalah Rp 1.524,925/kg dan biaya korbanan marjinalnya sebesar Rp 6.400/kg. Nilai NPM tersebut berarti bahwa setiap penambahan pakan pelet sebanyak satu kilogram akan meningkatkan penerimaan pembudidaya sebesar Rp 1.524,925. Rasio NPM dan BKM pakan pelet adalah 0,238 (< 1), berarti bahwa penggunaan pakan pelet belum efisien. 79

Untuk mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi maka penggunaan aktual pakan pelet perlu dikurangi hingga mencapai 4,860 kg/m 2. Menurut Mahyuddin (2008) penentuan jumlah pakan pelet per hari untuk lele dumbo dapat dihitung berdasarkan bobot total benih dan umur tebar. Misalkan bobot total benih lele yang memiliki padat tebar 5.250 ekor adalah 157,5 kg (30 gr/ekor). Kebutuhan pakan per hari pada tahap awal 5% x 157,5 kg = 7,9 kg. Setelah 10 hari masa pemeliharaan, dimisalkan lele mengalami kenaikan ratarata 15 gr/ekor (dicari dengan metode sampling), maka bobot total lele menjadi (45 gr/ekor x 5.250)/1000 = 236 kg. Sehingga diperoleh kebutuhan pakan per hari menjadi 5% x 236 kg = 11,8 kg dengan asumsi persentase pakan 5%. Begitu seterusnya, setiap periode 10 hari sekali dilakukan penimbangan ulang bobot lele secara sampling. Namun menjelang panen (2 minggu sebelum panen), persentase pakan diturunkan menjadi 2-3%. Berdasarkan metode tersebut diperoleh hasil bahwa rata-rata penggunaan pakan pelet pada satu periode pembesaran adalah 32,601 kg/m 2. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode perhitungan bobot total benih dan umur tebar, penggunaan pakan pelet di CV Jumbo Bintang Lestari sebaiknya perlu ditambah dari 20,398 kg/m 2 menjadi 32,601 kg/m 2. Namun Mahyuddin (2008) menambahkan bahwa penggunaan pakan pelet dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai nafsu makan lele. Pakan tambahan mempunyai nilai produk marjinal sebesar Rp 1.416,720/kg dan biaya korbanan marjinalnya adalah Rp 1.625/kg. Nilai NPM ini berarti bahwa penambahan satu kilogram pakan tambahan akan meningkatkan penerimaan pembudidaya sebesar Rp 1.416,720. Rasio NPM dan BKM pakan 80

tambahan adalah 0,872 (< 1) yang artinya penggunaan pakan tambahan belum efisien. Untuk menjadi efisien maka penggunaan aktual pakan tambahan harus dikurangi hingga mencapai 5,189 kg/m 2. Penggunaan pakan tambahan dapat dikurangi jika penggunaan pakan pelet sudah efisien. Sebab, pakan tambahan merupakan pakan sampingan yang digunakan oleh CV Jumbo Bintang Lestari. Pakan tambahan tersebut adalah limbah dari peternakan (bangkai ayam dan telur) dan limbah dari pabrik makanan (sisa sosis). Jumlah pakan tambahan yang digunakan tidak teratur sebab pakan tambahan hanya digunakan jika ada limbah peternakan atau limbah pabrik makanan yang dijual kepada CV Jumbo Bintang Lestari. Akan tetapi, karena penggunaan pakan pelet sebagai pakan utama pun masih kurang, maka pakan tambahan sebaiknya perlu ditambahkan. Nilai produk marjinal untuk pupuk adalah Rp 12.406.325,493/liter dan biaya korbanan marjinalnya sebesar Rp 120.000/liter. Nilai NPM ini berarti bahwa setiap penambahan pupuk sebanyak satu liter akan meningkatkan penerimaan pembudidaya sebesar Rp 12.406.325,493. Rasio NPM dan BKM pupuk adalah 103,386 (> 1), berarti bahwa penggunaan pupuk belum efisien. Untuk mencapai kondisi efisien maka penggunaan aktual pupuk perlu ditambah hingga mencapai 0,233 liter/m 2. Namun, berdasarkan dosis pupuk yang boleh digunakan, maka secara aktual untuk mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi, penggunaan pupuk sebaiknya adalah 0,002 liter/m 2. Menurut Darseno (2010) penggunaan pupuk pabrikan (urea dan TSP) tidak boleh berlebihan, sebab kandungan utama yang dimiliki oleh pupuk urea adalah nitrogen. Sedangkan air kolam yang kotor sudah mengandung nitrogen. Kadar nitrogen yang berlebihan justru akan menambah tingkat keasaman air. 81

Probiotik mempunyai nilai produk marjinal sebesar Rp 12.948.334,098/kg dan biaya korbanan marjinalnya adalah Rp 151.000/kg. Nilai NPM ini berarti bahwa penambahan satu kilogram probiotik akan meningkatkan penerimaan pembudidaya sebesar Rp 12.948.334,098. Rasio NPM dan BKM probiotik adalah 85,751 (> 1) yang artinya penggunaan probiotik belum efisien. Untuk menjadi efisien maka penggunaan aktual probiotik harus ditambah hingga mencapai 0,176 kg/m 2. Namun, sama halnya dengan penggunaan pupuk, berdasarkan dosis probiotik yang boleh digunakan, maka secara aktual untuk mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi, penggunaan probiotik sebaiknya adalah 0,002 kg/m 2. Kapur mempunyai nilai produk marjinal sebesar Rp 203.926,477/kg dan biaya korbanan marjinalnya adalah Rp 400/kg. Nilai NPM ini berarti bahwa penambahan satu kilogram kapur akan meningkatkan penerimaan pembudidaya sebesar Rp 203.926,477. Rasio NPM dan BKM kapur adalah 509,816 (> 1) yang artinya penggunaan kapur belum efisien. Untuk menjadi efisien maka penggunaan aktual kapur harus ditambah hingga mencapai 67,276 kg/m 2. Sama halnya dengan penggunaan pupuk dan probiotik, berdasarkan dosis kapur yang boleh digunakan, maka secara aktual untuk mencapai kondisi efisiensi secara ekonomi, penggunaan probiotik sebaiknya adalah 0,132 kg/m 2. Akan tetapi dilihat dari kondisi di CV Jumbo Bintang Lestari, penggunaan rata-rata aktual kapur tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan dosis yang sebaiknya digunakan. Menurut Darseno (2010), penggunaan kapur sebaiknya adalah 0,006 kg/m 2 atau disesuaikan dengan kadar keasaman (ph) tanah. Penggunaan rata-rata aktual kapur yang tinggi di CV Jumbo Bintang Lestari disebabkan oleh tidak terkontrolnya penebaran kapur saat persiapan kolam dilakukan. 82