HASIL. Tabel 1 Rendemen sintesis resasetofenon metode Cooper et al. (1955) Sintesis 1,3-Diketon

dokumen-dokumen yang mirip
4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

HASIL. Sintesis 1,3-Diketon. Sintesis Fenil Asetat. Sintesis o-benzoiloksiasetofenon

SINTESIS PREKURSOR 1,3-DIKETON UNTUK 7-HIDROKSIFLAVON DARI RESORSINOL LILIK ARYANI

BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Artonin E (36)

SINTESIS 3-BENZOIL-7-HIDROKSIFLAVON DARI RESORSINOL DWI ARTHA SOLOVKY

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

4 Hasil dan Pembahasan

5007 Reaksi ftalat anhidrida dengan resorsinol menjadi fluorescein

san dengan tersebut (a) (b) (b) dalam metanol + NaOH

4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris

4 Pembahasan Artokarpin (35)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Senyawa 1 C7H8O2 Spektrum IR senyawa C7H8O2. Spektrum 13 C NMR senyawa C7H8O2

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis C-3,7-dimetil-7-hidroksiheptilkaliks[4]resorsinarena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KIMIA. Sesi. Benzena A. STRUKTUR DAN SIFAT BENZENA. Benzena merupakan senyawa hidrokarbon dengan rumus molekul C 6 H 6

SINTESIS KRISIN DARI FLOROGLUSINOL DWI UTAMI

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

REAKSI PENATAAN ULANG. perpindahan (migrasi) tersebut adalah dari suatu atom ke atom yang lain yang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

5012 Sintesis asetilsalisilat (aspirin) dari asam salisilat dan asetat anhidrida

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penataan Ulang Beckmann

SINTESIS 1-(2-HIDROKSIFENIL)-3-FENILPROPANA- 1,3-DION DARI o-hidroksiasetofenon DAN BENZOIL KLORIDA DIAN SEPTIANI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

Gambar 1.1 Struktur khalkon

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

4. Hasil dan Pembahasan

4002 Sintesis benzil dari benzoin

REAKSI-REAKSI ALKOHOL DAN FENOL

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Chapter 20 ASAM KARBOKSILAT

4010 Sintesis p-metoksiasetofenon dari anisol

REAKSI SUBSTITUSI ALFA KARBONIL

BAB I PENDAHULUAN. tersebar luas di alam. Sekitar 5-10% metabolit sekunder tumbuhan adalah

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK II

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

4 Hasil dan Pembahasan

PATEN NASIONAL Nomor Permohonan Paten :P Warsi dkk Tanggal Permohonan Paten:19 November 2013

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK : Identifikasi Gugus Fungsional Senyawa Organik

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

SINTESIS (E)-3-(4-HIDROKSIFENIL)-1-(NAFTALEN-1-IL)PROP-2-EN-1-ON DARI ASETILNAFTALEN DAN 4-HIDROKSIBENZALDEHID. R. E. Putri 1, A.

4 Pembahasan. 4.1 Senyawa Asam p-hidroksi Benzoat (58)

4 PEMBAHASAN. (-)-epikatekin (5, 7, 3, 4 -tetrahidroksiflavan-3-ol) (73). Penentuan struktur senyawa tersebut

4026 Sintesis 2-kloro-2-metilpropana (tert-butil klorida) dari tert-butanol

4 Hasil dan pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

PERCOBAAN 2 KONDENSASI SENYAWA KARBONIL DAN REAKSI CANNIZARO

Kelompok G : Nicolas oerip ( ) Filia irawati ( ) Ayndri Nico P ( )

4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

ORTO DAN PARA NITROFENOL

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA LAMPIRAN


AROMATISITAS, BENZENA DAN BENZENA TERSUBSTITUSI ACHMAD SYAHRANI ORGANIC CHEMISTRY, FESSENDEN DAN FESSENDEN, THIRD EDITION

SINTESIS SENYAWA METOKSIFLAVON MELALUI SIKLISASI OKSIDATIF HIDROKSIMETOKSIKALKON

MAKALAH PRAKTIKUM KIMIA DASAR REAKSI-REAKSI ALKOHOL DAN FENOL

BAB II SINTESIS ASPIRIN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

SINTESIS 7-HIDROKSIFLAVONOL DAN FISETIN NISFIYAH MAFTUHAH

III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK

4016 Sintesis (±)-2,2'-dihidroksi-1,1'-binaftil (1,1'-bi-2-naftol)

OLIMPIADE SAINS NASIONAL CALON PESERTA INTERNATIONAL CHEMISTRY OLYMPIAD (IChO) Yogyakarta Mei Lembar Jawab.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh :

Sintesis Organik Multitahap: Sintesis Pain-Killer Benzokain

LAPORAN PRAKTIKUM ASPIRIN

3 Percobaan dan Hasil

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

4005 Sintesis metil 9-(5-oksotetrahidrofuran-2-il)nonanoat

BAB I PENDAHULUAN. hidup semua makhluk hidup, ternyata juga memberikan efek yang merugikan,

Jurnal Kimia Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Aseton merupakan keton yang paling sederhana, digunakan sebagai

DR. Harrizul Rivai, M.S. Lektor Kepala Kimia Analitik Fakultas Farmasi Universitas Andalas. 28/03/2013 Harrizul Rivai

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat

Penataan Ulang Beckmann

1. Werthein E, A Laboratory Guide for Organic Chemistry, University of Arkansas, 3 rd edition, London 1953, page 51 52

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan

Transkripsi:

3 Sintesis 1,3-Diketon Kira-kira 1 mmol dibenzoil resasetofenon dilarutkan dengan 4 ml piridina lalu dipanaskan hingga mencapai suhu 50 C. Sementara itu, sekitar 3 mmol KOH 85% digerus dalam mortar yang sebelumnya telah dipanaskan dalam oven 105 C selama sedikitnya 1 jam. KOH segera ditambahkan panas-panas ke dalam larutan, lalu campuran diaduk selama 15 menit. Selama pengadukan, larutan menjadi berwarna jingga dan mengental hingga membentuk bubur. Setelah dibiarkan mendingin ke suhu kamar, larutan diasamkan dengan 20 ml asam asetat 10% tetes demi tetes. Produk 1,3-diketon kasar akan memisah sebagai endapan cokelat, yang kemudian disaring dengan kaca masir G3, dikering-udarakan, dan ditimbang. HASIL diperoleh sebagai endapan merah-cokelat (Lampiran 2a) dengan R f ~ 0.62 pada eluen MTC (Gambar 2). Metode Cooper et al. (1955) menghasilkan rendemen 44.0 56.7% (Tabel 1), lebih tinggi dibandingkan dengan metode Peruchon (2004) yang hanya memberikan rendemen paling tinggi 37.8% dengan asam asetat sebagai pereaksi asetilasi (Tabel 2). Pereaksi anhidrida asetat, yang diharapkan lebih reaktif daripada asam asetat, menghasilkan rendemen sebesar 20.1% saja, sedangkan campuran Ac 2 O/AcOH praktis tidak menghasilkan resasetofenon (hanya 0.8%). Gambar 2 Kromatogram filtrat resasetofenon (kiri), endapan resasetofenon (tengah), dan resorsinol (kanan) (eluen: MTC). Tabel 1 Rendemen sintesis resasetofenon metode Cooper et al. (1955) Resorsinol Rendemen (%) 1 10.28 5.83 56.7 2 10.14 4.46 44.0 3 10.09 5.02 49.8 Tabel 2 Rendemen sintesis resasetofenon metode Peruchon (2004) dengan pereaksi asam asetat Resorsinol Rendemen (%) 1 18.25 5.79 31.7 2 18.17 6.87 37.8 Produk resasetofenon dicirikan dengan spektroskopi UV-Vis dan NMR. Seperti ditunjukkan pada Lampiran 3a, spektrum UV- Vis resasetofenon menunjukkan puncak serapan pada 276 dan 311 nm dengan efek batokromik teramati pada penambahan NaOH dan AlCl 3. 1 H-NMR resasetofenon (Lampiran 3b) menunjukkan 1 sinyal singlet di daerah 2.56 ppm, 1 sinyal singlet di 12.69 ppm, serta 3 sinyal aromatik (6.37, 6.39, dan 7.63 ppm). 13 C-NMR (Lampiran 3c) menunjukkan 1 sinyal karbon-sp 3 (26.4 ppm), 6 sinyal karbon-sp 2 aromatik (103.6, 107.8, 114.5, 133.2, 162.7, dan 165.3 ppm), dan 1 sinyal karbon-sp 2 keton (202.8 ppm). Dibenzoil Hasil sintesis dengan metode Marder et al. (1998) berupa endapan kuning (Lampiran 2b). Pencirian dengan spektroskopi UV-Vis (Lampiran 4a) tidak menunjukkan pergeseran puncak serapan dengan penambahan NaOH. Namun, spektrum NMR (Lampiran 4b dan 4c) tidak menunjukkan sinyal metil singlet dari gugus asetil. Senyawa yang didapat bukan dibenzoil resasetofenon, melainkan resorsinil dibenzoat. Dibenzoil resasetofenon diperoleh dengan menggunakan modifikasi prosedur Tang et al. (2005). Rendemen yang didapatkan adalah 46.1 dan 64.2% untuk 2 ulangan (Tabel 3). Nilai R f - nya 0.75 dengan eluen MTC (Gambar 3). Dibenzoil resasetofenon berupa endapan putih (Lampiran 2c) pada suhu kamar. UV- Vis endapan tersebut (Lampiran 5a) menunjukkan puncak serapan pada 238 nm. Penambahan pereaksi geser NaOH tidak menimbulkan pergesaran batokromik, tetapi

4 memunculkan puncak serapan baru pada272 nm. 1 H-NMR dibenzoil resasetofenon (Lampiran 5b) menunjukkan 1 sinyal singlet di daerah 2.56 ppm, dan8 sinyal aromatik (7.23, 7.29, 7.51, 7.52, 7.65, 7.97, 8.18, dan 8.21 ppm). 13 C-NMR (Lampiran 5c) menunjukkan 1 sinyal karbon-sp 3 (29.9 ppm), 9 sinyal karbon-sp 2 aromatik (117.8, 119.6, 128.8, 129.0, 130.4, 131.6, 134.1, 150.5, dan 154.4 ppm), 2 sinyal karbon-sp 2 oksiaril (164.3 dan 164.9 ppm), dan 1 sinyal karbon-sp 2 keton (196.4 ppm). Tabel 3 Rendemen sintesis dibenzoil resasetofenon metode Tang et al. (2005) Dibenzoil Rendemen (%) 1 2.56 1.18 46.1 2 2.52 1.61 64.2 108.3, 113.1, 126.8, 128.9, 129.0, 131.0, dan 132.3 ppm),2 sinyal karbon-sp 2 oksiaril (162.7 dan 165.2 ppm), 1 sinyal karbon-sp 2 oksivinil (176.3 ppm), dan 1 sinyal karbon-sp 2 keton terkonjugasi (194.7 ppm). Tabel 4 Rendemen sintesis 1,3-diketon metode Wheeler (1963) Dibenzoil 1,3- Diketon Rendemen (%) 1* 0.96 - - 2 1.61 0.19 11.8 * Tidak terbentuk 1,3-diketon berdasarkan analisis spektroskopi UV-Vis (Lampiran 6b). Gambar 3 Kromatogram dibenzoil resasetofenon (eluen: MTC). 1,3-Diketon Senyawa 1,3-diketon diperoleh dengan menggunakan metode Wheeler (1963). Rendemen yang didapatkan adalah 11.8% (Tabel 4). Nilai R f -nya 0.3 dengan eluen MTC (Gambar 4). Pada suhu kamar, 1,3-diketon berupa padatan berwarna kuning jingga (Lampiran 2d). UV-Vis produk ini (Lampiran 6a) menunjukkan puncak serapan pada daerah tampak (366 nm) dan mengalami pergesaran batokromik pada penambahan NaOH dan AlCl 3. 1 H-NMR 1,3-diketon (Lampiran 6b) menunjukkan 2 sinyal singlet di daerah 12.58 dan 15.34 ppm,8 sinyal aromatik (6.70, 7.48, 7.53, 7.62, 7.68, dan 7.91 ppm), dan 1 sinyal singlet hidrogen vinilik (6.41 ppm). 13 C-NMR (Lampiran 6c) menunjukkan 1 sinyal karbon-sp 2 vinilik (92.1 ppm), 8 sinyal karbon-sp 2 aromatik (104.2, Gambar 4 Kromatogram dibenzoil resasetofenon (kiri), filtrat (tengah) dan endapan (kanan) hasil sintesis 1,3-diketon. Noda produk 1,3- diketon (R f ~ 0.3) ditandai (eluen: MTC). PEMBAHASAN disintesis melalui asetilasi resorsinol pada atom karbon yang berada di posisi orto terhadap salah satu gugus hidroksil fenolik. Asetilasi terjadi di posisi tersebut karena gugus hidroksil merupakan pengarah orto-para. Substitusi tidak terjadi di posisi orto terhadap kedua hidroksil, karena halangan sterik yang lebih besar. Gugus asetil yang masuk akan berikatan hidrogen intramolekul dengan atom hidrogen fenolik tetangga membentuk struktur lingkar-6 sehingga terstabilkan. Terbentuknya ikatan hidrogen ini dibuktikan oleh kemunculan sinyal singlet 12.69 ppm pada spektrum 1 H- NMR. Atom hidrogen fenolik yang menjadi sangat terawalindung (deshielded) oleh tarikan elektron sangat kuat dari atom oksigen karbonil

5 akan memiliki geseran kimia jauh di medanbawah (downfield). Asetilasi resorsinol lazim dilakukan dengan pereaksi asam asetat menggunakan katalis asam seperti ZnCl 2 (Cooper 1955),zirkonium tersulfasi (Yadav dan Joshi 2002), BF 3 (Peruchon 2004), dan FeCl 3 (Naeimi dan Meradi 2007). Cooper (1955) telah melaporkan penggunaan ZnCl 2 sebagai katalis dalam asetilasi resorsinol pada suhu tinggi, dengan rendemen 61 65%. Sementara Peruchon (2004) melaporkan sintesis resasetofenon dengan rendemen mencapai 92% dengan katalis BF 3 - eter. Kedua katalis ini digunakan pada penelitian. Reaksi yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 5.Dugaan mekanisme asilasi resorsiol ditunjukkan pada Lampiran 7. Gambar 5 Skema sintesis resasetofenon. Rendemen tertinggi sintesis dengan metode Cooper (1955) dalam penelitian ini adalah 56.7%. Pada prosedur asli, Cooper (1955) menyintesis resasetofenon dalam skala besar (dari 1 mol resorsinol) dan dimurnikan dengan cara direkristalisasi menggunakan HCl-akuades (1:11). Dalam penelitian ini, reaksi dilakukan dalam skala kecil (10 mmol resorsinol) dan proses rekristalisasi didapati sangat menurunkan rendemen. Produk resasetofenon kasar diperoleh sebesar 63%. Namun, setelah direkristalisasi, rendemen resasetofenon yang diperoleh hanya 20.1%. Pemurnian dengan metode VCC kemudian dicobakan dengan eluen MTC dan etil asetat, namun belum dapat memisahkan resasetofenon dari pengotor. Pemurnian dengan TLC preparatif menggunakan eluen MTC didapati sebagai yang menghasilkan rendemen paling tinggi dengan keterulangan yang cukup baik (Tabel 1). Rendemen yang diperoleh ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Daniel (2008) dan Firmansyah (2009). Keduanya melakukan sintesis dengan metode Cooper (1955) dengan rendemen berturut-turut hanya 38.3 dan 17.6%. Kromatogram lapis tipis resasetofenon kasar sebelum di-tlc preparatif menunjukkan 2 noda selain noda resasetofenon (R f ~ 0.625). Noda pertama diidentifikasi sebagai sisa resorsinol dengan R f sebesar 0.375. Noda kedua dengan R f ~ 0.825 tidak dianalisis lebih lanjut. Produk samping ini lebih nonpolar daripada resasetofenon, maka diduga merupakan produk asetilasi pada atom oksigen resorsinol (esterifikasi). Pencirian noda dengan R f ~ 0.625 sebagai resasetofenon dilakukan dengan analisis spektroskopi UV-Vis serta 1 H- dan 13 C-NMR. UV-Vis (Lampiran 3a) menunjukkan 2 puncak serapan pada panjang gelombang 276 dan 311 nm. Penambahan 3 tetes NaOH menggeser puncak di 276 ke 330 nm. Pergeseran ini menunjukkan keberadaan gugus hidroksil fenolik. Basa kuat mendeprotonasi gugus tersebut sehingga delokalisasi elektron ke dalam cincin aromatik lebih lancar, dan terjadi efek batokromik. Penambahan AlCl 3 juga menggeser puncak serapan di 276 ke 358 nm, dan tidak dapat dikembalikan ke panjang gelombang semula dengan penambahan HCl. Hasil ini mengindikasikan bahwa gugus hidroksil fenolik tadi berposisi orto terhadap gugus asil dan membentuk ikatan hidrogen intramolekul (Markham 1988). Keberadaan gugus hidroksil fenolik dan gugus asil yang saling orto juga dibuktikan oleh kemunculan sinyal 1 H-NMR singlet yang posisinya sangat khas di 12.69 ppm (Lampiran 3b). tersebut lebih lanjut juga menunjukkan sinyal proton asetil di 2.56 ppm serta 3 sinyal proton aromatik di daerah 6.3 7.7 ppm. Sinyal doblet di 6.37 ppm memiliki nilai tetapan kopling (J) 2.1 Hz yang khas untuk kopling proton-proton meta. Sinyal tersebut berasal dari proton yang berposisi orto terhadap kedua hidroksil. Efek resonans doronganelektron dari 2 gugus hidroksil sangat memerisai proton ini sehingga posisi sinyalnya bergeser jauh ke medan bawah dari nilai khas geseran kimia proton aromatik di 7.2 7.4 ppm. Pergeseran serupa terjadi pada sinyal proton di 6.39 ppm. Pola pembelahannya doblet dari doblet, cocok dengan proton yang berposisi orto terhadap salah satu hidroksil, dengan J orto = 9.1 Hz dan J meta = 2.6 Hz. Sinyal proton aromatik ketiga berada di 7.63 ppm. Pergeseran jauh ke medan atas (upfield) terjadi karena efek resonans tarikan elektron dari gugus asetil. Nilai tetapan koplingnya 8.4 Hz, khas untuk kopling proton-proton orto. Proton hidroksil di posisi para terhadap gugus asetil tidak memunculkan sinyal 1 H-NMR.

6 13 C-NMR (Lampiran 3c) menunjukkan 8 sinyal karbon yang mendukung analisis spektrum 1 H-NMR. Satu sinyal di 26.4 ppm berasal dari karbon-sp 3 metil dan 1 sinyal di 202.8 ppm dihasilkan oleh karbon karbonil keton terkonjugasi. Seperti halnya sinyal proton aromatik, sinyal karbon aromatik orto dan para terhadap OH bergeser ke medan atas karena efek resonans pendorong-elektron, berturut-turut ke 103.6 dan 107.8 ppm. Sementara karbon aromatik meta terhadap OH tidak mengalami pergeseran tersebut (114.5 ppm). Sinyal 162.7 dan 165.3 ppm yang sangat ke medan bawah berasal dari karbon-karbon yang mengikat OH dan karena itu, mengalami tarikan-elektron secara langsung dan kuat. Namun, untuk memastikan posisi masing-masing sinyal karbon oksiaril ini, diperlukan analisis spektrum 2- dimensi yang tidak dilakukan dalam penelitian. Tarikan-elektron gugus asil tidak sekuat gugus hidroksil, maka karbon yang mengikat gugus asil memunculkan sinyal di 132 ppm, lebih ke medan atas daripada sinyal karbon oksiaril. NMR telah membuktikan terbentuknya produk resasetofenon. Tabel 5 meringkaskan analisis spektrum yang dilakukan. Namun, masih terdapat beberapa puncak pengotor pada spektrum 1 H-NMR (Lampiran 3b) yang menunjukkan bahwa produk tersebut belum betul-betul murni. Pemurnian lebih lanjut tidak dilakukan dalam penelitian ini. asetat sebagai pereaksi asetilasi, mengikuti prosedur Peruchon (2004). Menurut Peruchon (2004), BF 3 sebagai kompleks dalam dietil eter merupakan katalis terbaik untuk reaksi Friedel- Crafts senyawaan fenolik. Sistem anhidrida karboksilat dan/atau asam asetat glasial dipilih karena membentuk sistem asilasi Friedel-Crafts yang lembut dengan BF 3. Anhidrida asetat lebih reaktif daripada asam asetat, maka diharapkan akan lebih aktif mengasetilasi resorsinol. Daya polarisasi BF 3 juga lebih kuat dibandingkan dengan ZnCl 2 (Sykes 1986) sehingga lebih memudahkan pembentukan kation asilium. Baik ZnCl 2 maupun BF 3 merupakan asam Lewis yang dapat membentuk kompleks dengan atom oksigen karbonil dari asam asetat atau turunannya. Tarikan-elektron yang ditimbulkan akan meningkatkan polarisasi muatan positif parsial pada atom karbon karbonil sehingga lebih mudah diserang oleh tapak nukleofilik dari resorsinol. Bekassy (2000) melaporkan mekanisme asilasi yang dapat dilalui oleh suatu difenol. Ada 2 mekanisme yang dapat dijalani, yakni mekanisme langsung (asilasi Friedel- Crafts) atau melalui penataan ulang Fries (Gambar 6). Mekanisme asilasi Friedel-Crafts diduga terjadi pada metode Cooper et al. (1955) (Lampiran 7). Tabel 5 Posisi sinyal-sinyalnmr resasetofenon dalam pelarut CDCl 3 δ H 500 MHz (ppm) (multiplisitas, J dalam Hz, jumlah H) δ C 125 MHz (ppm) 1 202.8 2 2.56 (s, 3H) 26.4 1 133.2 2 /4 165.3 3 6.37 (d, 2.1, 1H) 103.6 2 /4 162.7 5 6.39 (dd, 9.1, 2.6, 1H) 107.8 6 7.63 (d, 8.4, 1H) 114.5 OH 12.69 (s, 1H) - Untuk menaikkan rendemen resasetofenon, diujikan penggunaan katalis BF 3 dan anhidrida Gambar 6 Skema mekanisme reaksi asetilasi resorsinol. Peruchon (2004) melaporkan bahwa reaksi fenol, resorsinol, hidrokuinon, pirogalol, floroglusinol, dan sesamol dalam asam asetat dan/atau anhidrida asetat, yang dijenuhkan dengan BF 3, memberikan produk asetofenon yang berhubungan dengan rendemen 85 92%. Tidak ada kesulitan berarti yang dilaporkan dalam reaksi ini, khususnya dalam work-up, karena kompleks BF 3 -asetofenon umumnya

7 mengendap dalam campuran reaksi. Rekristalisasi dalam metanol terhadap kompleks tersebut akan memutus ikatan antara oksigen dan boron sehingga meregenerasi senyawa fenolik yang terkait. Dalam penelitian ini, keberhasilan sintesis dengan metode Peruchon (2004) tersebut tidak terulang. Rendemen tertinggi yang diperoleh hanya 37.8% dengan pereaksi asam asetat (Tabel 2). Pereaksi anhidrida asetat justru menghasilkan rendemen yang lebih rendah, yaitu 20.1%. Sistem anhidrida asetat/asam asetat bahkan hampir tidak menghasilkan produk resasetofenon (rendemen hanya sekitar 0.8%). Karena itu, penelitian ini menunjukkan bahwa metode Cooper (1955) lebih efektif untuk digunakan dalam sintesis resasetofenon daripada metode Peruchon (2004). Dibenzoil Prosedur sintesis dibenzoil resasetofenon diadaptasi dari Marder et al. (1998) dan Tang et al. (2005). Metode Marder et al. (1998) menghasilkan endapan kuning muda dengan titik leleh 85 89 C. UV-Vis senyawa ini (Lampiran 4a) menunjukkan puncak serapan di 233 nm. Tidak terjadi pergeseran pada penambahan basa maupun asam. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa yang dihasilkan tidak mengandung atom hidroksil fenolik, maka diduga merupakan dibenzoil resasetofenon. Namun, spektrum NMR (Lampiran 4b) tidak memperlihatkan keberadaan sinyal CH 3 dari gugus asetil. Analisis menunjukkan bahwa endapan kuning tersebut merupakan resorsinil dibenzoat. Hilangnya gugus asil ini belum dapat dipahami dengan baik. Metode kedua yang diujikan adalah adaptasi dari Tang et al. (2005), yang melaporkan sintesis satu-wadah 3-aroil-7-hidroksi-6-nitroflavon dari 2,4 -dihidroksi-5 -nitroasetofenon dan benzoil klorida, dengan katalis K 2 CO 3 dalam aseton. Daniel (2008) pernah melaporkan penggunaan metode ini pada resasetofenon dan menghasilkan produk 1,3-diketon terbenzoilasi dari 7-hidroksiflavon.Lampiran 8 menggambarkan dugaan mekanisme reaksi benzoilasi resasetofenon yang terjadi. Pada penelitian ini, produk yang diperoleh dengan metode tersebut adalah dibenzoil resasetofenon (R f ~ 0.75; eluen: MTC), sebagaimana dibuktikan oleh spektrum UV-Vis dan NMR pada Lampiran 4. Noda lemah di bawahnya (R f ~ 0.08) kemungkinan berasal dari monobenzoil resasetofenon, yang lebih polar. UV- Vis dibenzoil resasetofenon (Lampiran 5a) menunjukkan puncak serapan pada 238 nm. Penambahan NaOH tidak menyebabkan pergeseran batokromik yang signifikan, tetapi memunculkan puncak serapan baru pada panjang gelombang 322 nm. Hal tersebut membuktikan tidak adanya gugus hidroksil pada senyawa ini. Pemunculan puncak baru dapat terjadi karena adanya penambahan sistem konjugasi dari 2 cincin aromatik gugus benzoil. Hasil ini memunculkan dugaan bahwa senyawa yang didapat merupakan dibenzoil resasetofenon.karena itu, selanjutnya dilakukan analisis spektrum NMR. 1 H-NMR dibenzoil resasetofenon (Lampiran 5b) menghasilkan 9 sinyal yang terbedakan, sementara spektrum 13 C-NMR (Lampiran 5c) menghasilkan 13 sinyal. Analisis sinyal-sinyal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Keberadaan gugus asetil ditunjukkan olehsinyal proton singlet di 2.56 ppm dari proton metil, dan sinyal karbon di 196.4 ppm dari gugus keton terkonjugasi. Dua sinyal karbon di 164.3 dan 164.9 ppm berasal dari gugus ester. Untuk memastikan kedua sinyal ini, diperlukan analisis spektrum 2-dimensi yang tidak dilakukan dalam penelitian ini. Tabel 6 Posisi sinyal-sinyal NMR dibenzoil resasetofenon dalam pelarut CDCl 3 δ H 500 MHz (ppm) (multiplisitas, J dalam Hz, jumlah H) δ C 125 MHz (ppm) 1 196.4 2 2.56 (s, 1H) 29.9 3 164.3/164.9 1 129.0 2 154.4 3 7.23 (d, J = 1.9, 1H) 117.8 4 150.5 5 7.29 (dd, J = 8.8, 2.6, 1H) 119.6 6 7.97 (d, J = 8.4, 1H) 131.6 1 129.0 2 8.21 (d, J = 7.1, 2H ); 130.4 8.18 (d, J = 8.4, 2H) 3 7.51 (t, J = 7.8, 2H); 128.8 7.52 (t, J = 7.7, 2H) 4 7.65 (t, J = 6.5, 2H) 134.1

8 Posisi sinyal-sinyal proton dan karbon aromatik pada kerangka resasetofenon (1 6 ) dapat dijelaskan seperti pada senyawa asalnya (Tabel 5). Namun, efek resonans pendorongelektron dari pasangan elektron bebas atom oksigen menurun, karena benzoilasi menyebabkan kompetisi resonans dengan atom karbon karbonil ester. Akibatnya, efek geseran ke medan atas yang ditimbulkan lebih kecil. Gugus asetil menyebabkan lingkungan kimia dari kedua gugus benzoil tidak betul-betul ekuivalen. Proton 2 dan 3 di masing-masing cincin memunculkan 2 buah sinyal proton yang hampir berimpit walaupun sinyal karbonnya tunggal. Sementara proton 4 menghasilkan 1 sinyal proton maupun karbon. Tarikan-elektron dari gugus karbonil ester membuat geseran kimia proton 2 dan 4 (terutama 2 ) berada lebih ke medan bawah daripada proton 3. Tinggi integrasi dan tetapan kopling yang didapat sesuai dengan posisi proton orto, meta, dan para. bentuk enol ini sangat kuat sehingga proton enolik lebih terawaperisai daripada proton pertama. Tidak tampak sinyal CH 2 keto dalam spektrum tersebut, yang apabila ada letaknya di 3.0 4.0 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kesetimbangan 1,3-diketon sangat mengarah ke bentuk enol. Dua cincin fenil pada struktur 1,3- diketon membuat bentuk enol ini sangat terkonjugasi dan terstabilkan. Posisi sinyalsinyal NMR selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7 Posisi sinyal-sinyal NMR tautomer enol dari senyawa 1,3-diketon dalam pelarut CDCl 3 1,3-diketon Dibenzoil resasetofenon selanjutnya diubah menjadi prekursor 1,3-diketon dari 7- hidroksiflavon melalui penataan-ulang BV dengan KOH dalam piridina. Reaksi diduga berlangsung melalui mekanisme reaksi seperti ditunjukkan pada Lampiran 9. Produk sintesis memperlihatkan 2 noda dengan R f ~ 0.15 dan 0.3 dengan eluen MTC seperti ditunjukkan pada Gambar 4. UV-Vis dari noda utama (R f ~ 0.3) (Lampiran 6a) menunjukkan puncak pada 366 nm yang mengalami pergeseran batokromik sebanyak 24 nm dengan penambahan NaOH. Selanjutnya penambahan AlCl 3 menggeser puncak tersebut sejauh 19 nm dan pergeseran ini tidak dapat dikembalikan dengan penambahan HCl. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa senyawa ini memiliki hidroksil dengan posisi orto terhadap asil sehingga dapat mengalami ikatan hidrogen kuat secara intramolekul. 1 H-NMR 1,3-diketon (Lampiran 6b) menunjukkan 2 sinyal proton yang sangat ke medan bawah, yakni di 12.58 dan 15.34 ppm. Sinyal di 12.58 ppm berasal dari proton fenolik yang berikatan hidrogen dengan atom oksigen karbonil di posisi orto. Sinyal kedua khas untuk proton enolik dalam bentuk enol dari 1,3- diketon. Ikatan hidrogen intramolekul dalam Posisi δh 500 MHz (ppm) (multiplisitas, J dalam Hz, Jumlah H) δc 125 MHz (ppm) 1-194.7 2 6.41 (s, 1H) 92.1 3-176.3 1-113.1 2-165.2 3 6.70 (s, 1H) 104.2 4-162.7 5 7.53 (d, J = 7.1, 1H) 108.3 6 7.62 (d, J = 7.8, 1H) 129.0 1-132.3 2 7.91 (d, J = 7.8, 2H) 128.9 3 7.48 (t, J = 7.5, 2H) 126.8 4 7.68 (t, J = 7.8, 1H) 131.0 Fenolik 12.58 (s, 1H) - Enolik 15.34 (s, 1H) - Sinyal di 6.41 ppm merupakan sinyal proton vinilik dari 1,3-diketon yang lebih ke medan bawah dibandingkan dengan kelaziman sinyal proton ini di 5.0 6.0 ppm. Hal ini diakibatkan tarikanelektron yang sangat kuat dari gugusgugus di sekitarnya. Sinyal dengan tinggi integrasi 3.12 di 7.46 7.54 ppm diidentifikasi sebagai tumpang tindih 2 sinyal proton aromatik dari 2 cincin fenil yang berbeda. Begitu juga sinyal di 7.62 7.69 ppm dengan tinggi integrasi 2.1. Sinyal di 7.68 ppm dihasilkan oleh 1 proton

9 yang berposisi para terhadap substituen enol. Proton tersebut mengalami tarikan dari substituen enol sehingga cenderung ke medan bawah. Sinyal di 7.48 ppm dengan multiplisitas triplet berasal dari 2H ekuivalen yang berposisi meta terhadap substituen enol. Sinyal 2H ekuivalen lainnya dengan posisi orto terhadap substituen enol, bergeser ke medan bawah (7.91 ppm) akibat adanya tarikan elektron dari substituen tersebut. Cincin yang tertrisubstitusi oleh 2 gugus hidroksil dan karbonil menghasilkan 3 sinyal proton yang berbeda. Proton dengan posisi orto terhadap kedua gugus hidroksil terstabilkan efek resonans dari substituen tersebut sehingga bergeser ke medan atas di 6.70 ppm. Begitu juga sinyal di 7.53 ppm yang mengalami efek resonans karena adanya substituen hidroksil pada posisi orto dan para. Sementara gugus karbonil menyumbang tarikan elektron pada proton dengan posisi orto sehingga proton tersebut bergeser ke medan bawah (7.62 ppm). 13 C-NMR 1,3-diketon (Lampiran 6c) juga memperlihatkan ciri-ciri tautomer enol. Puncak di 194.7 ppm berasal dari karbon keton terkonjugasi (180 200 ppm). Karbon enol menghasilkan sinyal yang lebih ke medan bawah (176.3 ppm) dibandingkan dengan karbon oksiaril akibat tarikan elektron yang lebih kuat dari ikatan hidrogen intramolekul. Dua karbon oksiaril pada diketon diperlihatkan oleh sinyal di 162.7 dan 165.2 ppm. Muatan negatif akibat resonans pada karbon-α dari sistem keton takjenuh-α,β menggeser sinyal karbon tersebut jauh ke medan atas (92.1 ppm). Atom-atom karbon-sp 2 cincin benzena ditunjukkan oleh 8 sinyal lainnya. Dua karbon kuaterner diperlihatkan oleh sinyal berintensitas rendah di 113.1 dan 132.3 ppm. Sinyal di 113.1 ppm berasal dari C- kuaterner yang berposisi orto terhadap substituen hidroksil, karena letaknya lebih ke medan atas. Dengan demikian, sinyal di 132.3 ppm berasal dari C-kuaterner cincin benzena monosubstitusi. Sinyal di 126.8 dan 128.9 ppm memiliki intensitas 2 kali lebih tinggi karena masing-masing berasal dari 2 C metina yang ekuivalen. Pemerisaian elektron valensi akan semakin besar seiring dengan semakin jauhnya posisi suatu atom dari gugus penarik elektron. Berdasarkan fakta tersebut, sinyal di 128.9 ppm berasal dari karbon orto dan sinyal di 126.8 ppm dari karbon meta. Kedua substituen hidroksil menyumbang efek resonans pada karbon dengan posisi orto dan para. Oleh karena itu, sinyal karbon-karbon tersebut bergeser ke medan atas. Sinyal di 104.2 ppm merupakan sinyal karbon berposisi orto terhadap kedua hidroksil, sedangkan sinyal di 108.3 ppm merupakan sinyal karbon dengan posisi orto dan para terhadap kedua substiuen hidroksil. Sebaliknya, gugus asil menyumbang tarikan elektron terhadap karbon dengan posisi orto dan para. Oleh sebab itu, karbon-karbon tersebut bergeser ke medan bawah. Sinyal di 129.0 ppm diduga merupakan sinyal karbon dengan posisi orto terhadap gugus asil dan meta terhadap hidroksil. Sementara sinyal di 131.0 ppm diduga adalah sinyal dengan posisi para terhadap substituen enol. Untuk memastikan posisi kedua sinyal terakhir ini, diperlukan analisis spektrum 2-dimensi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Senyawa 1,3-diketon telah dapat disintesis sebagai zat antara untuk menyintesis flavon. Reaksi dilakukan dalam 3-tahap dari bahan awal resorsinol dengan rendemen asetilasi resorsinol 56.7%, benzoilasi resasetofenon 64.2%, dan penataan ulang Baker-Venkataraman 11.8%. Secara keseluruhan, rendemen 3-tahap reaksi ini ialah 4.3%. Saran Produk 1,3-diketon dapat disiklisasi menjadi flavon dengan berbagai katalis asam. Selain itu, gugus baru seperti prenil dapat ditambahkan untuk mendapatkan turunan flavon dengan aktivitas yang lebih beragam. Flavon sintetik yang dapat dihasilkan dari zat antara ini diharapkan memiliki aktivitas yang sama atau lebih baik dari flavon alam. Analisis spektroskopi massa diperlukan untuk memastikan bobot molekul senyawa yang dihasilkan. Namun, sebaiknya senyawa yang diperoleh dimurnikan terlebih dahulu dengan TLC preparatif dua dimensi atau kromatografi cair tingkat tinggi.