Menyelesaikan Darurat. sebagai Prasyarat Pertumbuhan Inklusif

dokumen-dokumen yang mirip
Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Hefrizal Handra

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Moekti P. Soejachmoen

PENANGANAN STUNTING TERPADU TAHUN 2018

Chapter 2 Comparative Economic Development

MEREALISASIKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SECARA EFEKTIF

Membenahi Subsidi. Raymond Atje 1 *

Modal Insani (Human Capital) dan Pembangunan Ekonomi

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

Program Perlindungan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Mengatasi Masalah Malnutrisi

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Yose Rizal Damuri

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

PERAN GIZI DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

Negara Maju??? Negara Berkembang..??

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Efektivitas Program Bantuan Sosial dalam Pengurangan Kemiskinan dan Ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Home ( News ( Kampus ( Rabu, 1 Juli :15 wib

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat

Kajian Pustaka Keterkaitan Infrastruktur Publik dan Ekonomi Oleh : Ir. Putu Rudi Setiawan Msc

Versi ke 3 akan diluncurkan tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya bervariasi antarwilayah, hal ini

BALITA PADA RUMAHTANGGA MISKIN DI KABUPATEN PRIORITAS KERAWANAN PANGAN DI INDONESIA LEBIH RENTAN MENGALAMI GANGGUAN GIZI

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

INDIKATOR KEBERHASILAN PEMBANGUNAN. Minggu 13

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

GAMBARAN KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA DI PUSKESMAS CARINGIN BANDUNG PERIODE SEPTEMBER 2012 SEPTEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. sementara pada waktu yang sama mengalami pertumbuhan penduduk yang cepat.

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

BAB 2 Pembangunan Komparatif: Perbedaan dan Persamaan di Antara Negara Berkembang

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN MARET 2015

MENYUSUN INDIKATOR YANG BERPERSPEKTIF GENDER

BAB I PENDAHULUAN. dan strategi pembangunan yang dilaksanakan masing-masing negara. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. miskin di dunia berjumlah 767 juta jiwa atau 10.70% dari jumlah penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perekonomian suatu negara, semakin kuat sector industri modern

BAB I PENDAHULUAN. signifikan pada sektor tradisional. Sebaliknya distribusi pendapatan semakin

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang menjadi perhatian utama

KONSOLIDASI KELEMBAGAAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN PUSAT DAERAH

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN SEPTEMBER 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014).

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

CATATAN PENGANTAR Hentikan Kematian Ibu Indonesia

PENGARUH PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI DI NEGARA BERKEMBANG. Ghulam Maulana Hilal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

2014 KONTRIBUSI LITERASI SAINS DAN KORELASINYA TERHADAP PERILAKU SEHAT SISWA SEKOLAH LANJUTAN ATAS KELAS X

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. prevalensi balita pendek kurus dan mengatasi kebutuhan gizi remaja perempuan,

Food 1000 HPK. for Kids. Warisan untuk Anak Cucu. Asal... Luar Biasa! 1000 HPK. Kehamilan Usia 1 Tahun Usia 2 Tahun. GEN CERDAS Bisa Diturunkan,

Policy Brief Globalisasi, Pertumbuhan, dan Disadvantaged Labours di Indonesia: Analisa dan Implikasi Kebijakan. Oleh: Deni Friawan & Carlos Mangunsong

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia?

PEMBAHASAN TENTANG KEMISKINAN Menurut Andre Bayo Ala, 1981 kemiskinan itu bersifat multi dimensional. Artinya kebutuhan manusia itu bermacam macam

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

PERTEMUAN I DEVELOPING COUNTRY: KONSEP & KONTROVERSI

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi pada anak pra sekolah akan menimbulkan. perbaikan status gizi (Santoso dan Lies, 2004: 88).

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

PENDIDIKAN DI INDONESIA DALAM HUMAN DEVELOPMENT INDEX (HDI) YULIANI *) *) Dosen STKIP PGRI Tulungagung

BAB I PENDAHULUAN. ADB (Asian Development Bank) dan ILO (International Labour. Organization) dalam laporan publikasi ASEAN Community 2015: Managing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang

Indonesia Economy : Challenge and Opportunity

BAB I PENDAHULUAN. yakni gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi lebih merupakan akibat dari

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

Tantangan-tantangan yang Muncul dalam Mengukur Kemiskinan dan Kesenjangan di Abad ke-21

Kemiskinan Anak di Asia Timur dan Pasifik: Deprivasi dan Disparitas. Sebuah studi di tujuh negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

Paradigma Kesejahteraan

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

PEMETAAN BAHAYA GENANGAN PASANG AIR LAUT DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR. Dimas Musa Sulistio Aulia El Hadi

BELANJA FUNGSI KESEHATAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Ganda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

Transkripsi:

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Menyelesaikan Darurat Nutrisi Anak sebagai Prasyarat Pertumbuhan Inklusif Arief Anshory Yusuf Publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat ini merupakan hasil dari Aktivitas Kebijakan Ekonomi di Indonesia yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). Kegiatan ini merupakan kontribusi pemikiran dari komunitas penelitian/riset, yang diharapkan dapat membantu meningkatkan efektivitas kebijakan pemerintah. Dalam kegiatan ini, CSIS bersama dengan ERIA mengundang 16 ahli ekonomi dari berbagai institusi penelitian terkemuka yang kompeten pada bidang keahlian yang spesifik, untuk berdiskusi mengenai tujuh permasalahan strategis ekonomi Indonesia (pembangunan infrastruktur, kebijakan daya saing, iklim investasi, kebijakan pangan, kebijakan sektor jasa, kebijakan fiskal, dan kebijakan perlindungan sosial), yang kemudian dikumpulkan dalam rangkaian ikhtisar kebijakan singkat (policy brief) untuk masing-masing topik. Diseminasi hasil temuan dan rekomendasi yang dihasilkan kegiatan ini dilakukan melalui berbagai jalur. Kegiatan ini berusaha untuk melibatkan pejabat pemerintah yang terkait melalui sejumlah Focus Group Discussion (FGD) dan Audiensi dengan pengambil kebijakan strategis, yang terkait dengan masing-masing topik di atas. Sementara itu, diseminasi kepada publik secara luas juga dilakukan melalui sejumlah Seminar Publik mengenai masing-masing topik, serta melalui publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat dan sejumlah multimedia pendukung yang dapat diakses secara online melalui www.paradigmaekonomi.org. 1

Indonesia: Negara berpendapatan menengah dengan status gizi rendah Membandingkan beberapa indikator kesejahteraan antara Indonesia dan Kamboja memunculkan beberapa anomali yang cukup menganggu (Tabel 1). Indonesia adalah negara yang termasuk kelompok pendapatan menengah berdasarkan standar Bank Dunia (middle-income countries), sementara Kamboja termasuk kelompok negara berpenghasilan rendah (low-income countries). Pendapatan per kapita Indonesia jauh lebih tinggi daripada Kamboja, hampir 3 kali lipat lebih tinggi. Tingkat kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan nasional juga menunjukkan kita relatif lebih sejahtera. Akan tetapi, ketika kita membandingkan indikator kesehatan, dalam hal ini malnutrisi anak balita, ternyata Indonesia tidak lebih baik. Untuk indikator malnutrisi seperti severe wasting (proporsi tinggi-berat badan abnormal), Indonesia bisa sampai 3 kali lipat lebih tinggi daripada Kamboja. Jika Kamboja menjadi pembanding, indikator pendapatan perkapita dan tingkat kemiskinan nasional kita tidak searah dengan indikator malnutrisi. Tabel 1. Perbandingan beberapa indikator kesejahteraan antara Indonesia dan Kamboja INDONESIA 2010 2011 2012 2013 GNI per capita, PPP (constant 2011 international $) GNI per capita, Atlas method (current US$) Poverty headcount ratio at national poverty lines (% of pop.) Poverty headcount ratio at $1.90 a day (2011 PPP) (% of pop.) Poverty headcount ratio at $3.10 a day (2011 PPP) (% of pop.) Prevalence of stunting, height for age (% of children under 5) Prevalence of severe wasting (% of children under 5) Prevalence of wasting (% of children under 5) 8,234 2,530 13.3 15.9 46.3 39.2 5.4 12.3 9,017 3,580 12.0 41.7 9,394 3,740 11.4 36.4 6.7 13.5 9,725 3,630 11.3 CAMBODIA 2010 2012 2013 2014 GNI per capita, PPP (constant 2011 international $) GNI per capita, Atlas method (current US$) Poverty headcount ratio at national poverty lines (% of pop.) Poverty headcount ratio at $1.90 a day (2011 PPP) (% of pop.) Poverty headcount ratio at $3.10 a day (2011 PPP) (% of pop.) Prevalence of stunting, height for age (% of children under 5) Prevalence of severe wasting (% of children under 5) Prevalence of wasting (% of children under 5) 2,397 750 22.1 10.0 42.4 40.9 2.8 10.8 2,647 880 17.7 6.2 37.0 2,777 960 2,924 1,020 32.4 2.3 9.6 Sumber: World Bank s World Development Indicator, retreived 17 Januari 2016 Lain ceritanya, ketika kita membandingkan tingkat kemiskinan berdasarkan standar internasional, bukan berdasarkan garis kemiskinan nasional. Nampak bahwa ternyata kita memang tidak lebih baik daripada Kamboja. Di tahun 2012, misalnya, nampak bahwa tingkat kemiskinan moderat kita lebih tinggi daripada Kamboja. Tingkat kemiskinan moderat adalah proporsi penduduk yang pengeluaran per orang-nya lebih rendah daripada $3.1 (atas dasar Purchasing Power Parity atau PPP). Garis kemiskinan $3.1 (PPP) ini ekuivalen dengan sekitar Rp 13,000 per hari. Pada garis kemiskinan ini, di tahun 2012, 41.7% orang Indonesia tergolong miskin, sementara di Kamboja hanya 37%. Dengan demikian dapat disimpulkan, tidak seperti pendapatan per kapita dan kemiskinan standar nasional, indikator kemiskinan standar internasional Indonesia, searah dengan indikator malnutrisi. Rendahnya status gizi balita secara nasional yang tidak konsisten dengan pencapaian agregat seperti pendapatan per kapita dan relatif rendahnya tingkat kemiskinan resmi pemerintah setidaknya menunjukkan 2

dua hal. Pertama, garis kemiskinan yang digunakan pemerintah terlalu rendah. Hal ini, misalnya dikemukakan baru-baru ini oleh Chris Hoy (2016) yang menunjukkan bahwa garis kemiskinan resmi Indonesia saat ini hanya sedikit lebih tinggi dari garis kemiskinan 15 negara termiskin. Kedua, ketimpangan pendapatan di Indonesia yang cukup tinggi. Selama satu dekade terakhir, Indonesia memang mengalami peningkatan ketimpangan yang sangat tinggi, salah satu peningkatan tercepat yang dialami negara-negara berkembang (Yusuf dkk, 2014). Kualitas Kesehatan Anak dan paradigma keadilan untuk pertumbuhan Jarang yang menyadari sepenuhnya bahwa kualitas kesehatan anak, terutama di kalangan tak mampu, dapat membahayakan kelanjutan pertumbuhan ekonomi. Rendahnya kualitas kesehatan anak adalah sinyal tidak meratanya distribusi modal manusia (human capital) dan ini akan akan searah dengan ketimpangan pendapatan secara umum. Studi-studi terbaru justru menunjukkan bahwa negara-negara yang timpang justu identik dengan negara-negara yang pertumbuhan ekonominya rendah. 1 Ini terjadi karena negara-negara yang pendapatannya timpang cenderung identik dengan difusi human capital yang rendah sehingga berdampak pada rendahnya potensi inovasi, pendorong utama pertumbuhan ekonomi modern. Sebuah konsep yang sudah lama diutarakan dalam teori pertumbuhan ekonomi baru (new growth theory). Dengan demikian, keadilan sosial, justru harus menjadi prasyarat pertumbuhan ekonomi. Indikator keadilan sosial yang paling dapat diterima dalam spektrum politik yang luas adalah pemerataan kesempatan terutama dalam kesempatan peningkatan modal manusia (human capital) dimana akses terhadap kesehatan dan gizi pada masa pertumbuhan adalah yang terpenting 2 (Gambar 1). Disinilah negara mempunyai peran utama karena akses terhadap kedua jasa dasar itu sangat tergantung dari initial condition. Kita tidak bisa memilih dimana kita dilahirkan. Gambar 1. Paradigma keadilan untuk pertumbuhan (Sumber: adaptasi penulis) pendidikan kesehatan/nutrisi modal manusia inovasi produktivitas keadilan pemerataan kesempatan pertumbuhan tinggi perlindungan sosial negara lingkungan pendukung Selain tentunya banyak hal lain yang mesti dilakukan, jelas bahwa salah satu yang mendesak adalah menyelesaikan segera masalah gizi buruk anakanak Indonesia. Di kala pertumbuhan ekonomi kita relatif cukup tinggi, 1 Misalkan Berg dkk (2012), 2 Selain tentunya akses terhadap pendidikan 3

selama kurun waktu 2007 ke 2013 stunting justru mengalami peningkatan. 3 Indikator rendah gizi seperti stunting dan wasting tentunya sangat berkorelasi dengan asupan gizi termasuk protein yang vital dalam pertumbuhan otak anak. Dengan konsekuensinya terhadap kualitas intelegensi di usia dewasa, maka mobilitas sosial akan menjadi terhambat. Kemiskinan akan diwariskan secara turun-temurun. James Heckman, ekonom pemegang hadiah Nobel dari Universitas Chicago, menjelaskan dengan gamblang sedemikian pentingnya melakukan investasi modal manusia pada usia dini (0-3 tahun). Return on investment-nya lebih tinggi dibandingkan investasi-investasi yang menargetkan anak di usia yang lebih tua atau dewasa (Lihat Gambar 2). Gambar 2. Pentingnya investasi SDM di usia dini (Sumber heckmanequation.org) Alasan utamanya sederhana, usia 0-3 tahun adalah usia yang sangat sensitif dalam perkembangan otak anak (Gambar 2), baik itu terkait dengan hal-hal kognitif seperti pemahaman angka, simbol, maupun social skills. Tanpa asupan gizi yang baik, anak-anak Indonesia yang orang tuanya miskin tidak akan punya kesempatan dalam memperbaiki status ekonominya ketika dewasa. Data SUSENAS bulan Maret 2015 menunjukkan bahwa masih terdapat 29.9% penduduk Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan internasional (PPP$3.1 per hari) sebesar Rp 450 ribu per bulan per orang. 4 Artinya kira-kira setidaknya ada sekitar 20an juta keluarga yang anak-anaknya rentan terhadap kekurangan gizi. Anak-anak ini diselamatkan masa depannya. Rendahnya cakupan gizi anak Indonesia ini sangat mungkin juga berkontribusi terhadap rendahnya kualitas kognitif siswa-siswa sekolah di Indonesia. Dalam evaluasi PISA score (dalam bidang matematika, sains dan membaca) yang dilakukan oleh OECD terhadap banyak negara, anak-anak Indonesia selalu menjadi hampir juru kunci (Tahun 2012 kedua terendah dari 64 negara yang dievaluasi). Tanpa intervensi negara segera, kesempatan kita mempunyai generasi yang akan datang yang inovatif, penyumbang pertumbuhan ekonomi, hilang sudah. Urgensi penguatan intervensi gizi anak-anak tak mampu Hal-hal diatas cukup gamblang menunjukkan bahwa kita sangat tertinggal dalam kualitas nutrisi secara nasional, apalagi dikalangan keluarga tak mampu. Masalahnya mungkin lebih serius dari statistik semata mengingat sepertiga dari penduduk Indonesia masih miskin. Parahnya kondisi ini bukan hanya 3 Rencana Strategis Kemenkes 2014-2019 4 Sumber: kalkulasi penulis dengan menggunakan data SUSENAS Maret 2015 4

mengganggu aspek keadilan tetapi juga membahayakan pemerataan kesempatan dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Intervensi negara yang sudah ada selama ini perlu dievaluasi kembali efektivitasnya karena terbukti tidak memberikan perbaikan yang berarti. Internvensi peningkatan nutrisi anak pra-sekolah di kalangan masyarakat tak mampu, misalnya, harus segera dioptimalkan. Anggaran yang dikeluarkan jika diperlukan harus diperbesar mengingat anggaran kesehatan kita relatif rendah dibandingkan dengan pengeluaran lain, seperti pendidikan dan infrastruktur. Efektivitas program seperti ini tidak perlu diragukan efektivitasnya. Literatur menunjukkan bahwa secara ilmiah, program intervensi gizi untuk anak-anak miskin (dan hampir miskin) ini sudah terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Salah satu studi yang meyakinkan (karena sifat studinya yang longitudinal selama hampir 30 tahun) di Guatamala menunjukkan bahwa intervensi asupan protein terhadap anak-anak miskin terbukti meningkatkan penghasilan mereka ketika dewasa sebanyak 46% (Alderman dkk, 2006). 5 Dengan demikian intervensi perbaikan nutrisi untuk anak-anak miskin dan hampir miskin akan membantu mereka dalam meningkatkan peluang dalam memperoleh manfaat dari mobilitas sosial. Ketimpangan ekonomi akan berkurang demikian juga pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inklusif akan tercapai. Bukan berarti program-program seperti itu tidak ada di Indonesia, yang menjadi masalah adalah seberapa besar cakupan dan efektivitasnya. Di Indonesia, misalnya, salah satu program yang bertujuan mengurangi prevalensi stunting adalah Program Keluarga Harapan (PKH). PKH adalah program yang ditargetkan kepada 3.2 juta keluarga sangat miskin. Program ini mentransfer sejumlah uang kepada keluarga penerima tetapi mensyaratkan ibu hamil untuk datang ke Puskesmas dan anak pra-sekolah untuk dimonitor dan diberikan suplemen nutrisi. Studi menunjukkan bahwa sebagai dampak program ini, severe stunting berkurang sebesar 2.7%. Akan tetapi mengingat jumlah orang miskin dan hampir miskin kita cukup besar (lebih dari 70an juta orang), maka supaya berdampak positif, scaling-up untuk program seperti ini perlu segera dipikirkan, demikian juga evaluasi program-program yang sudah ada dan inovasi-inovasi program baru harus direncanakan dan diimplementasikan. Tidak ada kata menunggu. Semakin lama kita menunggu, kesejahteraan anakanak kita di usia dewasanya menjadi taruhannya. Respon kita terhadap kondisi darurat nutrisi anak ini akan menjadi bagian pertanggunjawaban kita untuk generasi yang akan datang. 5 Studi mengambil subjek 1424 individu di Guatamala (berumur antara 25 42 tahun) antara 2002 and 2004 dimana 60% of the 2392 anak (berumur 0 7 tahun) diberi asupan nutrisi kaya proten pada intervensi yang dilakukan pada tahun 1969 77. 5

Referensi Alderman, Harold, John Hoddinott, and Bill Kinsey. Long term consequences of early childhood malnutrition. Oxford economic papers 58.3 (2006): 450-474. Hoy, C. (2016) Projecting national poverty to 2030. London: ODI Yusuf, A.A., Sumner, A. and Rum, I.A. (2014). Twenty years of expenditure inequality in Indonesia, 1993 2013. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 50(2), pp.243-254. Berg, Andrew, Jonathan D. Ostry, and Jeromin Zettelmeyer. What makes growth sustained?. Journal of Development Economics 98.2 (2012): 149-166. 6