BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang menjadi perhatian utama

Transkripsi

1 BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang menjadi perhatian utama para ekonom penentu kebijakan. Beberapa tahun terakhir, tingkat kemiskinan khususnya di Indonesia mengalami penurunan. Akan tetapi, ketimpangan yang ditimbulkan dari pengurangan kemiskinan ternyata juga semakin bertambah. Artinya, orang yang menikmati kekayaan semakin bertambah dan orang yang menikmati kemiskinan juga semakin bertambah, atau dapat pula disimpulkan dengan yang kaya makin kaya dan yang miskin semakin miskin (Kuncoro, 2009). Pengurangan tingkat kemiskinan terjadi karena semakin berkembangnya pertumbuhan ekonomi. Berkembangnya pertumbuhan ekonomi salah satunya disebabkan oleh semakin berkembangnya institusi keuangan dan semakin terbukanya perdagangan serta kegiatan ekonomi lainnya. Menurut King dan Levine (1993) ada dua pendapat mengenai pembangunan sektor keuangan, pendapat pertama mengatakan bahwa pembangunan sektor keuangan memiliki peran penting dalam kegiatan ekonomi. Dan pendapat kedua mengatakan bahwa pembangunan sektor keuangan hanya memiliki pengaruh kecil terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Tiwari (2001) menyatakan bahwa pembangunan sektor keuangan akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi ketika struktur dari institusi keuangan tersebut kuat. Negara-negara yang 1

2 termasuk dalam kawasan ASEAN, sebagian besar merupakan negara yang sedang berkembang. Struktur institusi keuangan di negara berkembang masih kurang kuat sehingga pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan masih dipertanyakan. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berada di kawasan Asia Tenggara. Peneliti menggunakan kasus Negara Indonesia untuk mengetahui hubungan antara pembangunan sektor keuangan, GDP per kapita, inflasi, keterbukaan perdagangan dan ketimpangan pendapatan rural-urban terhadap tingkat kemiskinan di negara tersebut. Latar belakang dipilihnya topik ini adalah karena semakin berkembangnya sektor keuangan di Indonesia sehingga penulis ingin menghubungkan pembangunan sektor keuangan dengan tingkat kemiskinan di Indonesia. Beck et.al (2004) berpendapat bahwa peningkatan pembangunan sektor keuangan tidak akan berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di suatu negara. Hal ini terjadi karena kebanyakan perkembangan pembangunan sektor keuangan terjadi di daerah perkotaan sehingga penduduk miskin di daerah pedesaan tidak mendapat dampak apapun. Oleh karena itu, penulis menambahkan variable ketimpangan pendapatan daerah rural dan urban dengan melihat nilai tambah dari sektor pertanian dan sektor industri. Selain itu, peneliti juga menggunakan variabel keterbukaan perdagangan karena di jaman globalisasi seperti sekarang ini, institusi keuangan antar negara sangat berkaitan dengan perdagangan. 2

3 Berdasarkan pelaporan dari World Bank, sejak tahun 2006 hingga sekarang, tingkat kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan, pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan, akan tetapi ketimpangan atau distribusi pendapatan semakin timpang. Berikut ini gambar grafik persen perubahan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang dilaporkan oleh World Bank dalam Indonesian Economic Quarterly pada Juli Gambar 1 1. Perubahan Tingkat Kemiskinan dan PDB (dalam persen) Sumber: Indonesian Economic Quarterly, Juli 2014, World Bank Fakta lain yang juga dilaporkan oleh World Bank adalah bahwa 20 persen dari penduduk paling mampu, kini mengkonsumsi hampir setengah dari seluruh konsumsi. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Susenas tahun 2012, lebih dari 90 persen responden dari survei persepsi tentang ketimpangan (Inequality Perceptions Survey ) menyatakan bahwa 3

4 Indonesia timpang, dan 40 persen bahkan menyatakan sangat timpang. Mereka memperkirakan bahwa 20 persen penduduk paling mampu menerima 38 persen dari seluruh jumlah pendapatan nasional, hampir empat kali dari jumlah yang mereka perkirakan diterima oleh 20 persen penduduk paling miskin (7 persen dari pendapatan nasional). Sementara penduduk miskin memiliki proporsi konsumsi yang serupa dengan yang diperkirakan oleh para responden survei, 20 persen penduduk Indonesia yang paling mampu mengkonsumsi hampir 48 persen dari jumlah pendapatan nasional. Angka ini 10 poin persentase lebih tinggi dari yang diperkirakan oleh para responden. Dan berikut ini adalah kenyataan, Table 1.1. Pembagian dari Seluruh Konsumsi (dalam persen) Kuintil termiskin 10,8 10,2 9,3 8,9 Kuintil 2 13,7 13,2 12,5 11,8 Kuintil 3 16,5 16,0 16,1 15 Kuintil 4 20,4 21,4 21,6 20,6 Kuintil terkaya 38,5 39,1 40,6 43,7 Desil terkaya 25,2 24,6 26,0 28,7 Sumber: Susenas dan Perhitungan staf Bank Dunia dalam Indonesian Economic Quarterly Sebagian besar ketimpangan yang terjadi di Indonesia, didorong oleh peningkatan ketimpangan upah dan non-upah. Berdasarkan data Susenas dan perhitungan staf Bank Dunia pada tahun 2007, pendapatan pekerja membentuk sekitar setengah dari seluruh pendapatan rumah tangga, dengan sekitar seperempat lainnya berasal dari usaha pertanian dan 4

5 seperempat sisanya dari usaha non-pertanian. Laporan Survei Kehidupan Keluarga Indonesia tahun 2007 menyatakan bahwa pendapatan yang berasal dari sektor permodalan sangatlah minim. Namun banyak penduduk mampu yang tidak disertakan di dalam data survei, sehingga hanya sedikit catatan tentang pendapatan dalam bentuk pengembalian modal dari saham dan properti. Hanya penduduk Indonesia yang lebih mampu yang memiliki akses ke aset-aset tersebut, dan pendapatan dari sektor ini cukup besar. Tidak hanya sebagian besar penduduk Indonesia tidak turut serta di dalam lonjakan pasar modal dan aset-aset, namun upah dan gaji yang menjadi sumber nafkah mereka mencatat penurunan persentase dalam pendapatan nasional. Sebagai contoh, bagian pendapatan tenaga kerja industri mencatat penurunan sebesar 3-4 poin persentase antara awal tahun 2000an dan pertengahan tahun 2000an di Indonesia, yang mencerminkan pola yang lebih umum di Asia (Zhuang, Kanbur dan Maligalig, 2014, Asia s income inequalities: recent trends, pada Kanbur, Rhee dan Zhuang (eds.), Inequality in Asia and the Pacific ). Karena penduduk miskin tidak memiliki modal, semakin banyak persentase pendapatan modal yang dinikmati oleh rumah tangga yang lebih mampu, sehingga semakin memperbesar ketimpangan. Dalam laporan Indonesian Economic Quarterly 2014 yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, faktor lain yang juga mempengaruhi ketimpangan adalah akses terhadap kesempatan. Kesempatan dalam mendapatkan air bersih, akses terhadap pendidikan, maupun akses terhadap institusi keuangan. Sejumlah ketimpangan disebabkan oleh 5

6 keadaan yang berada di luar kendali individu, seperti gender, etnis, tempat lahir, maupun latar belakang keluarga. Karenanya kesetaraan kesempatan berupaya untuk memberi peluang yang lebih adil sehingga keadaankeadaan tersebut tidak merintangi peluang keberhasilan seseorang. Bahkan dengan tiga faktor yaitu gender kepala rumah tangga, tingkat pendidikan kepala rumah tangga, dan tempat tinggal (perdesaan atau perkotaan, dan wilayah di Indonesia) sudah memiliki kaitan dengan 33 persen dari ketimpangan jumlah konsumsi pada tahun Menurut Hadiwidjaja,Paladines,dan Wai-Poi (2013), Child Multidimensional Poverty in Indonesia, dalam sejumlah segi, kesenjangan antara anak-anak dari keluarga mampu dan tidak mampu mengalami penurunan antara tahun 2002 dan Termasuk sebagian besar untuk hasil dan kesempatan segi kesehatan, pendidikan, dan perumahan. Sebagai contoh, pada tahun 2002 kelahiran 63 persen anakanak pada desil konsumsi yang paling rendah dibantu oleh tenaga yang tidak terlatih, dibanding hanya 11 persen pada desil yang paling mampu, suatu kesenjangan sebesar 52 poin persentase Gambar 1 2. Diagram akses kesempatan antara Anak Pedesaan dan Anak Perkotaan 6

7 Sumber: Hadiwidjaja, Paladines dan Wai-Poi (2013) dari Susenas 2012, Podes 2011 dalam Indonesian Economic Quarterly, Juli Di Indonesia, pengurangan tingkat kemiskinan diikuti oleh peningkatan pembangunan sektor keuangan. Hal ini dibuktikan oleh data rasio kredit oleh sektor pribadi terhadap besarnya GDP di Indonesia. Berikut ini data mengenai rasio kredit oleh sektor pribadi terhadap GDP pada tahun 1980 hingga tahun Grafik 1 1. Perkembangan Pembangunan Sektor Keuangan Indonesia Tahun Sumber : World Bank, diolah. 7

8 Semakin tinggi persen kredit terhadap GDP, berarti perkembangan sektor keuangan semakin meningkat. Itu berarti bahwa akses masyarakat ke sektor keuangan semakin mudah. Melihat grafik di atas, rasio kredit pribadi terhadap GDP mengalami fluktuasi dari tahun 1980 hingga Sejak tahun 2000, rasio kredit pribadi terhadap GDP mengalami peningkatan walaupun sempat mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan pada tahun 2004 ke Menurut beberapa teori, peningkatan akses masyarakat ke sektor keuangan, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu negara, sehingga dengan demikian, tingkat kemiskinan juga bisa dikurangi. Harapannya, masyarakat miskin juga memiliki kesempatan yang sama untuk dapat mengakses sektor keuangan, sehingga sektor keuangan digunakan sebagai alat untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain dapat digunakan sebagai program pengurangan kemiskinan, pembangunan sektor keuangan juga dapat merangsang peningkatan ekspor Indonesia ke negara lain. Semakin terbukanya sistem perdagangan, semakin peran sektor keuangan menjadi bertambah. Berikut ini grafik persen ekspor dan impor Indonesia terhadap GDP pada tahun 1980 hingga 2013, Grafik 1 2. Persen Ekspor dan Impor terhadap GDP Indonesia Tahun

9 Sumber: World Bank, diolah Berdasarkan perbandingan hasil penelitian Beck et.al (2004), King dan Levine (1993) dan Tiwari (2001), pengaruh pembangunan sektor keuangan tidak secara mutlak dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan di suatu negara. Untuk negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Perancis dan Jerman, pembangunan sektor keuangan berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan karena struktur lembaga keuangan di negara tersebut cukup baik. Akan tetapi untuk negara seperti India, Bangladesh dan Sudan, apabila hanya dilihat pengaruh dari tiap negara, pembangunan sector keuangan tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat kemiskinan namun masih berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian King dan Levine (1993) meneliti pengaruh pembangunan sektor keuangan dari 70 negara berkembang, dan apabila dilihat secara keseluruhan, pembangunan sektor keuangan berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi, akan tetapi apabila dilihat per 9

10 negara, hasilnya berbeda-beda tergantung pada struktur lembaga keuangan di negara tersebut Rumusan Masalah Peningkatan kemiskinan di Indonesia salah satunya disebabkan oleh kurang berkembangnya sektor keuangan yang pro terhadap masyarakat miskin. Berdasarkan data dari World Bank (2014), hanya setengah dari penduduk Indonesia yang sudah mengakses sektor keuangan formal. Bahkan sepertiga dari penduduk Indonesia tidak memiliki tabungan. Padahal, pembangunan sektor keuangan dapat dijadikan solusi untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia, mengingat pembangunan sektor keuangan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan sektor keuangan terkadang tidak memberikan dampak secara langsung dengan memberikan servis keuangan. Pembangunan sektor keuangan dapat meningkatkan aktifitas ekonomi yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan jumlah permintaan tenaga kerja sehingga akan mengurangi ketimpangan pendapatan dan akan dapat mengurangi tingkat kemiskinan (Beck et al., 2009; Gine and Townsend, 2004; and Townsend and Ueda, 2006). Kuznet (1995) berpendapat bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan akan membentuk huruf U terbalik. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan yang dinyatakan dalam GDP per kapita, maka akan semakin tinggi ketimpangan pendapatannya. Tetapi 10

11 setelah mencapai titik maksimumnya kemudian jatuh pada tahap pembangunan ekonomi selanjutnya. Ketika pertumbuhan tinggi, tetapi ketimpangan juga tinggi, maka tingkat kemiskinan juga akan meningkat karena distribusi pendapatan yang kurang merata. Distribusi pendapatan inilah yang menjadi masalah. Sehingga peran pembangunan sector keuangan dipertanyakan, apakah pembangunan sektor keuangan dapat dijadikan solusi untuk mengurangi ketimpangan pendapatan sehingga bisa mengurangi tingkat kemiskinan, ataukah sebaliknya. Pada lingkup study empiris, penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat variasi pada hasil dan kesimpulan mengenai pengaruh pembangunan sektor keuangan terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut pengaruh pembangunan sektor keuangan terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia Pertanyaan Penelitian Dari uraian latar belakang di atas, memberikan landasan bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian yaitu: 1. Bagaimanakah hubungan pembangunan sektor keuangan terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia? 2. Apakah pembangunan sektor keuangan bisa menjadi solusi untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia? 3. Apakah variabel-variabel keterbukaan perdagangan, GDP per kapita, ketimpangan pendapatan dan inflasi memiliki pengaruh jangka panjang terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia? 11

12 1.4. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis hubungan kausalitas antara variabel pembangunan sektor keuangan, keterbukaan perdagangan, GDP per kapita, inflasi dan ketimpangan pendapatan pada tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun Menganalisis hubungan jangka panjang antara variabel pembangunan sektor keuangan, keterbukaan perdagangan, GDP per kapita, inflasi dan ketimpangan pendapatan pada tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini, maka hasilnya diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Pengembangan Keilmuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi pihak universitas khususnya Universitas Gadjah Mada sekaligus sebagai koleksi perbendaharaan referensi dan tambahan wacana pengetahuan untuk perpustakaan Universitas Gadjah Mada, khususnya lagi bagi perpustakaan Fakultas Ekonomika dan Bisnis. 2. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau masukan terhadap pengembangan sektor keuangan di Indonesia serta sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan perkembangan 12

13 perekonomian dan pengentasan kemiskinan serta berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 3. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengalaman dan pengetahuan tentang cara penulisan karya ilmiah yang baik khususnya peneliti dan dapat dipakai sebagai bekal jika nantinya terjun ke masyarakat. Serta dapat mengantarkan peneliti untuk bisa mendapatkan gelar Sarjana. 13