BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia (Indonesia Stock Exchange) Gambar 1.1 Logo Perusahaan Sumber: www.idx.co.id Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintahan kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. 1
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. 1.1.2 Visi dan Misi Bursa Efek Indonesia (Indonesia Stock Exchange) Visi Menjadi bursa yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia. Misi Menciptakan daya saing untuk menarik investor dan emiten, melalui pemberdayaan Anggota Bursa dan Partisipan, penciptaan nilai tambah, efisiensi biaya serta penerapan good governance. 1.1.3 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Dewasa ini Indeks Harga Saham dapat dijadikan barometer kesehatan ekonomi suatu negara dan sebagai dasar melakukan analisis statistik atas kondisi pasar terakhir (current market). Bahkan saat ini IHS tidak saja menampung kejadian-kejadian ekonomi, tetapi juga menampung kejadian-kejadian sosial, politik, dan keamanan. Indeks Harga Saham merupakan ringkasan dari pengaruh simultan dan kompleks dari berbagai macam variabel yang berpengaruh, terutama tentang kejadian-kejadian ekonomi (Halim 2003 : 8). Indeks ini merupakan indikator pergerakan harga dari seluruh saham yang diwakilinya. Misalnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mewakili seluruh pergerakan harga saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia atau Jakarta Industrial Classification (JASICA) yang mewakili pergerakan harga dari sektor industri tertentu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham 2
gabungan, sampai tanggal tertentu dan mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek Sunariyah (2003 : 147). Menurut Anoraga dan Pakarti (2001 : 101) IHSG merupakan indeks yang menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek yang menjadi acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG ini bisa digunakan untuk menilai situasi pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penurunan. IHSG juga melibatkan seluruh harga saham yang tercatat di bursa. 1.1.4 Sektor Keuangan Sektor Keuangan merupakan salah satu sektor yang terdapat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saat ini Sektor Keuangan merupakan sektor yang memiliki daya tarik yang cukup potensial dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Menilai tingkat inflasi yang stabil serta BI rates yang dipertahankan di level 6,75%, membuat sektor keuangan cenderung lebih stabil pertumbuhannya. Tercatat laba bersih yang di raih dari jagoan-jagoan perbankan Indonesia seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) memiliki pertumbuhan yang signifikan pada semester pertama 2011. (Sumber: www.vibiznews.com) Dengan tingkat pertumbuhan Indonesia serta kinerja perseroan yang naik, kedepannya sektor Keuangan masih bisa memberikan tingkat pengembalian yang tinggi. Ditambah lagi dengan anjloknya bursa saham Indonesia akibat adanya sentimen negatif bursa global, membuat harga-harga saham unggulan menjadi lebih murah. Selain itu saham-saham lini kedua pada sektor keuangan juga dapat memberikan nilai investasi yang baik kedepannya. Dengan ROE dan 3
ROA yang tinggi serta nilai PER yang masih rendah, saham-saham seperti ADMF, BJBR, BVIC, APIC, PANS dan SMMA akan menjadi incaran para investor dikala saham-saham unggulan sudah terlalu mahal. Sektor Keuangan terdiri dari 5 sub sektor, yaitu: sub sektor Bank sebanyak 31 perusahaan, sub sektor Lembaga Pembiayaan sebanyak 13 perusahaan, sub sektor Perusahaan Efek sebanyak 9 perusahaan, sub sektor Asuransi sebanyak 11 perusahaan dan sub sektor Lainnya sebanyak 8 perusahaan. Dan hampir semua perusahaan yang ada di Sektor Keuangan tersebut listing di pasar modal Indonesia. (Sumber: Data Saham Bursa Efek Indonesia, www.idx.co.id). Sub Sektor Bank Tabel 1.1 Sektor Keuangan Sektor Keuangan No. Kode Nama Perusahaan 1 AGRO Bank Argoniaga Tbk. 2 BABP Bank ICB Bumiputera Tbk. 3 BACA Bank Capital Indonesia Tbk. 4 BAEK Bank Ekonomi Raharja Tbk. 5 BBCA Bank Central Asia Tbk. 6 BBKP Bank Bukopin Tbk. 7 BBNI Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 8 BBNP Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 9 BBRI Bank Rakyat Indonesia Tbk. 10 BBTN Bank Tabungan Negara Tbk. Bersambung 4
11 BCIC Bank Mutiara Tbk. 12 BDMN Bank Danamon Indonesia Tbk. 13 BEKS Bank Pundi Indonesia Tbk. 14 BJBR Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk. 15 BKSW Bank Kesawan Tbk. 16 BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk. 17 BNBA Bank Bumi Arta Tbk. 18 BNGA Bank CIMB Niaga Tbk. 19 BNII Bank Internasional Indonesia Tbk. 20 BNLI Bank Permata Tbk. 21 BSIM Bank Sinarmas Tbk. 22 BSWD Bank Swadesi Tbk. 23 BTPN Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. 24 BVIC Bank Victoria International Tbk. 25 INPC Bank Artha Graha Internasional Tbk. 26 MAYA Bank Mayapada Internasional Tbk. 27 MCOR Bank Windu Kentjana International Tbk. 28 MEGA Bank Mega Tbk. 29 NISP Bank OCBC NISP Tbk. 30 PNBN Bank Pan Indonesia Tbk. 31 SDRA Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk. Sub Sektor Lembaga Pembiayaan 32 ADMF Adira Dinamika Multi Finance Tbk. 33 BBLD Buana Finance Tbk. 34 BFIN BFI Finance Indonesia Tbk. 35 BPFI Batavia Prosperindo Finance Tbk. 36 CFIN Clipan Finance Indonesia Tbk. 37 DEFI Danasupra Erapasific Tbk. 38 HDFA HD Finance Tbk. 39 INCF Indocitra Finance Tbk. Bersambung 5
40 MFIN Mandala Multifinance Tbk. 41 TIFA TIFA Finance Tbk. 42 TRUS Trust Finance Indonesia Tbk. 43 VRNA Verena Multi Finance Tbk. 44 WOMF Wahana Ottomitra Multiartha Tbk. Sub Sektor Perusahaan Efek 45 AKSI Majapahit Securities Tbk. 46 HADE HD Capital Tbk. 47 KREN Kresna Graha Sekurindo Tbk. 48 OCAP Onix Capital Tbk. 49 PANS Panin Sekuritas Tbk. 50 PEGE Panca Global Securities Tbk. 51 RELI Reliance Securities Tbk. 52 TRIM Trimegah Securities Tbk. 53 YULE Yulie Sekurindo Tbk. Sub Sektor Asuransi 54 ABDA Asuransi Bina Dana Arta Tbk. 55 AHAP Asuransi Harta Aman Pratama Tbk. 56 AMAG Asuransi Multi Artha Guna Tbk. 57 ASBI Asuransi Bintang Tbk. 58 ASDM Asuransi Dayin Mitra Tbk. 59 ASJT Asuransi Jasa Tania Tbk. 60 ASRM Asuransi Ramayana Tbk. 61 LPGI Lippo General Insurance Tbk. 62 MREI Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk. 63 PNIN Panin Insurance Tbk. 64 PNLF Panin Financial Tbk. Sub Sektor Lainnya 65 APIC Pasific Strategic Financial Tbk. 66 ARTA Arthavest Tbk. Bersambung 6
67 BCAP Bhakti Capital Indonesia Tbk. 68 GSMF Equity Development Investment Tbk. 69 LPPS Lippo Securities Tbk. 70 MTFN Capitalinc Investment Tbk. 71 RODA Royal Oak Development Asia Tbk. 72 SMMA Sinarmas Multiartha Tbk. Sumber: www.idx.co.id 1.2 Latar Belakang Penelitian Krisis moneter yang terjadi pada tahun 2008 di Amerika Serikat menimbulkan dampak yang luar biasa secara global. Krisis finansial global mulai muncul sejak bulan Agustus 2007, yaitu pada saat salah satu bank terbesar Perancis BNP Paribas mengumumkan pembekuan beberapa sekuritas yang terkait dengan kredit perumahan berisiko tinggi AS (subprime mortgage). Pembekuan ini lantas mulai memicu gejolak di pasar finansial dan akhirnya merambat ke seluruh dunia. Sejak awal 2008, bursa saham China anjlok 57%, India 52%, Indonesia 41% (sebelum kegiatannya dihentikan untuk sementara), dan zona Eropa 37%. Sementara pasar surat utang terpuruk, mata uang negara berkembang melemah dan harga komoditas anjlok, apalagi setelah para spekulator komoditas minyak menilai bahwa resesi ekonomi akan mengurangi konsumsi energi dunia. (Sumber: Outlook Ekonomi Indonesia 2009 2014, www.bi.go.id) Pada saat terjadiya krisis global, negara adidaya Amerika Serikat mengalami resesi yang serius, sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya menggerus daya beli masyarakat Amerika. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena Amerika Serikat merupakan pangsa pasar yang besar bagi negara-negara lain termasuk Indonesia. Penurunan daya beli masyarakat di Amerika menyebabkan penurunan permintaan impor dari Indonesia. Dengan demikian ekspor 7
Indonesia pun menurun. Inilah yang menyebabkan terjadinya defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Bank Indonesia memperkirakan secara keseluruhan NPI mencatatkan defisit sebesar US$ 2,2 miliar pada tahun 2008. Penyebab lain terjadinya defisit NPI adalah derasnya aliran keluar modal asing dari Indonesia khususunya pada pasar SUN (Surat Utang Negara) dan SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Derasnya aliran modal keluar tersebut menyebabkan investasi portofolio mencatat defisit sejak kuartal III-2008 dan terus meningkat pada kuartal IV-2008. Selain itu, adanya sentimen negatif terhadap pasar keuangan global juga membuat terjadinya pelepasan aset finansial oleh investor asing dan membuat neraca finansial dan modal ikut menjadi defisit. (Sumber: Perekonomian Indonesia Tahun 2008, www.setneg.go.id). Secara umum, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil sampai pertengahan September 2008. Hal ini terutama disebabkan oleh kinerja transaksi berjalan yang masih mencatat surplus serta kebijakan makroekonomi yang berhati-hati. Namun sejak pertengahan September 2008, krisis global yang semakin dalam telah memberi efek depresiasi terhadap mata uang. Kurs Rupiah melemah menjadi Rp 11.711,- per USD pada bulan November 2008 yang merupakan depresiasi yang cukup tajam, karena pada bulan sebelumnya Rupiah berada di posisi Rp 10.048,- per USD. Pergerakan Kurs Rupiah selama tahun 2008 dan awal 2009 dapat dilihat dari grafik berikut ini: 8
Grafik 1.1 Nilai Tukar Rupiah terhadap USD diolah dari: www.bi.go.id Dari Grafik 1.1 tersebut terlihat bahwa terjadi tekanan inflasi yang tinggi hingga triwulan III-2008 yakni hingga bulan September 2008. Hal ini dipicu oleh kenaikan harga komoditi dunia terutama minyak dan pangan. Lonjakan harga tersebut berdampak pada kenaikan harga barang yang ditentukan pemerintah (administered prices) seiring dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Setelah bulan September 2008, tingkat inflasi mulai turun karena turunnya harga komoditi internasional, pangan dan energi dunia. Penyebab lain dari terus menurunnya tingkat inflasi adalah kebijakan Pemerintah menurunkan harga BBM jenis solar dan premium pada Desember 2008, dan produksi pangan dalam negeri yang relatif bagus. Bahkan awal Desember 2008 terjadi deflasi sebesar 0,04%. Deflasi tersebut terjadi karena menurunnya harga pada sektor transportasi, konsumsi, dan jasa keuangan. Keberhasilan menurunkan inflasi secara berangsur-angsur tak lepas dari keberhasilan instansi terkait dalam memitigasi akselerasi ekspektasi inflasi yang sempat meningkat tajam pasca kenaikan harga BBM. Secara 9
keseluruhan, inflasi IHK pada tahun 2008 mencapai 11,06%, sementara inflasi inti mencapai 8,29%. Di tengah besarnya dampak yang ditimbulkan krisis terhadap perekonomian dunia, timbul pertanyaan penting, apa sebenarnya yang menjadi latar belakang terjadinya krisis. Krisis keuangan dunia tersebut telah berimbas ke perekonomian Indonesia sebagaimana tercermin dari gejolak di pasar modal dan pasar uang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada bulan Desember 2008 ditutup pada level 1.355,4, terpangkas hampir separuhnya dari level pada awal tahun 2008 sebesar 2.627,3, bersamaan dengan jatuhnya nilai kapitalisasi pasar dan penurunan tajam volume perdagangan saham. Arus keluar kepemilikan asing di saham, surat utang negara (SUN), maupun SBI masih terus berlangsung. Hingga akhir Desember 2008, posisi asing di SUN tercatat Rp.87,4 triliun, menurun dibandingkan posisi September 2008 yang sempat mencapai Rp104,3 triliun. Sementara posisi asing di SBI tercatat Rp.8,4 triliun, menurun tajam dibandingkan posisi Agustus 2008 sebesar Rp.68,4 triliun. Bersamaan dengan itu, nilai tukar Rupiah ikut terkoreksi tajam hingga mencapai level Rp10.900/USD pada akhir Desember 2008. Kondisi ini sejalan dengan kinerja neraca pembayaran yang menunjukkan penurunan sejak Triwulan III-2008, sebagaimana tercermin dari peningkatan defisit transaksi berjalan (current account) dan mulai defisitnya neraca transaksi modal dan finansial (financial account). Peningkatan defisit transaksi berjalan terutama bersumber dari anjloknya kinerja ekspor sejalan dengan kontraksi perekonomian global yang diiringi dengan merosotnya harga berbagai komoditas ekspor. Sementara, kesulitan likuiditas keuangan global dan meningkatnya perilaku risk aversion dari pemodal asing memicu terjadinya realokasi ke aset yang lebih aman (flight to quality) juga berdampak pada menurunnya kinerja neraca transaksi modal dan finansial. Menyusul tertekannya 10
kinerja ekspor secara signifikan, dunia usaha pun mulai terkena imbas dan gelombang pemutusan hubungan kerja mulai terjadi, khususnya di industri-industri berorientasi ekspor seperti industri kayu, tekstil, dan pengalengan ikan. Lembaga keuangan Lehmans Brothers yang telah bangkrut akibat krisis subprime mortgage tahun 2008. Kebangkrutan Lehman Brothers ini segera meningkatkan intensitas dampak krisis ke seluruh dunia. Hilangnya kepercayaan terhadap investor dan kreditur pada kemampuan pelaku bisnis untuk memenuhi kewajibannya, menyebabkan akses Kondisi ini memicu kejatuhan harga saham yang lebih dalam di bursa saham seluruh dunia (Grafik 1.2). Selain itu, ketatnya likuiditas dan perilaku risk aversion mendorong terjadinya realokasi dan rekomposisi struktur aset para pemodal, dari aset yang dipandang berisiko ke aset yang dianggap lebih aman (flight to quality), yang segera memicu outflows dari negara-negara emerging markets. Sebagai akibatnya, yield bond negara-negara berkembang terus meningkat bersamaan dengan melemahnya nilai tukar di negara-negara tersebut (Grafik 1.3). (Sumber : Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2014, Edisi Januari 2009). Grafik 1.2 Perkembangan Bursa Saham Sumber: www.bloomberg.com 11
Grafik 1.3 Perkembangan Nilai Tukar Regional Sumber: www.bloomberg.com Krisis Ekonomi Global ini juga berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Secara tidak langsung sektor-sektor industri yang ada di bursa efek Indonesia terkena dampak krisis global ini. Salah satunya Sektor Keuangan. Perkembangan sektor Keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil via akumulasi kapital dan inovasi teknologi. Lebih tepatnya, sektor keuangan mampu memobilisasi tabungan. Mereka menyediakan para peminjam berbagai instrumen keuangan dengan kualitas tinggi dan risiko rendah. Hal ini akan menambah investasi dan akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi. Di lain pihak, terjadinya asymmetric information, yang dimanifestasikan dalam bentuk tingginya biaya-biaya transaksi dan biaya-biaya informasi dalam pasar keuangan dapat diminimalisasi, jika sektor keuangan berfungsi secara efisien (Levine, 1997; Fritzer, 2005 dan Kularatne 2002). 12
Dengan keadaan global seperti sekarang ini investor akan cenderung untuk memilih sektor saham yang tidak memiliki eksposure yang terlalu tinggi ke luar negeri seperti Sektor Keuangan. Sehingga dengan tidak adanya eksposure risiko menjadi sedikit berkurang. Hal ini seringkali luput dari perhatian investor. Indeks harga saham mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek. Indeks harga saham dapat memberi manfaat berupa informasi kepada investor untuk menilai suatu saham guna menentukan sahamsaham atau portofolio yang dapat memberikan return paling optimal. Hal ini terkait dengan adanya nilai perkiraan suatu saham dan harga pasar yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atas pembelian dan penjualan sahamnya. Dari informasi tersebut diharapkan perkiraan harga saham yang wajar dapat teridentifikasi, sehingga investor tidak akan mengalami kerugian. Karena dalam berinvestasi apapun risiko yang bisa mempengaruhi tingkat keuntungan atau mengalami kerugian selalu akan menjadi pertimbangan bagi investor. Sebanyak mungkin faktor risiko yang mungkin akan mempengaruhi tingkat keuntungan dalam investasi saham harus selalu dideteksi agar seluruh gerak pasar dapat diantisipasi. Salah satu upaya yang diterapkan dalam meminimalkan risiko tersebut adalah pengukuran risiko. Penerapan manajemen risiko ini akan memberikan manfaat berupa gambaran kepada para pihak mengenai kemungkinan adanya kerugian di masa yang akan datang. Tingginya kebutuhan untuk mengukur risiko secara lebih tepat menyebabkan banyaknya metode-metode pengukuran yang diusulkan baik dari peneliti maupun dari praktisi. Dari sekian banyak metode pengukuran risiko yang ada, hanya Value at Risk (VaR) yang paling banyak digunakan dalam pengukuran risiko. VaR menjadi populer karena metode ini 13
menggabungkan keunggulan dari pengukuran-pengukuran risiko sebelumnya. Aspek terpenting dalam perhitungan VaR adalah menentukan jenis metodologi dan asumsi yang sesuai dengan distribusi return sekuritas. Hal ini dikarenakan perhitungan VaR berdasarkan pada distribusi return sekuritas. Penerapan metode utama untuk menghitung VaR yaitu metode parametrik (disebut juga metode varian-kovarian), metode Simulasi Monte Carlo dan Simulasi Historis. Ketiga metode mempunyai karakteristik dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Metode Parametrik mengasumsikan bahwa return berdistribusi normal dan return portofolio bersifat linier terhadap return aset tunggalnya. Kedua faktor ini menyebabkan estimasi yang lebih rendah terhadap potensi volatilitas aset atau portofolio di masa depan. VaR dengan metode Simulasi Monte Carlo mengasumsikan bahwa return berdistribusi normal yang disimulasikan dengan menggunakan parameter yang sesuai dan tidak mengasumsikan bahwa return portofolio bersifat linier terhadap return aset tunggalnya. VaR dengan Simulasi Historis adalah metode yang mengesampingkan asumsi return yang berdistribusi normal maupun sifat linier antara return portofolio terhadap return aset tunggalnya. Dalam pengujian dari model VaR ini yang paling umum digunakan berdasarkan tingkat kegagalan adalah dengan menggunakan Metode Kupiec. Metode Kupiec ini digunakan untuk menentukan apakah frekuensi yang diamati pengecualian konsisten dengan frekuensi pengecualian diharapkan sesuai dengan model VaR dan dipilih interval kepercayaannya. Berdasarkan null hypothesis bahwa model adalah "benar", yang jumlah pengecualian mengikuti distribusi binomial (Nieppola 2009:25). 14
Berdasarkan uraian tersebut penulis mencoba menganalisis Sektor Keuangan dengan menggunakan model Value at Risk (VaR). Untuk membahas lebih lanjut permasalahan ini penulis mengambil judul PENGUJIAN VALUE AT RISK DENGAN METODE KUPIEC PADA SUBSEKTOR BANK DAN SUBSEKTOR LAINNYA DALAM SEKTOR KEUANGAN SEBELUM, SAAT, DAN SETELAH KRISIS KEUANGAN TAHUN 2008 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan sebelumnya, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat efektifitas Model Value at Risk dengan Metode Kupiec pada sektor Keuangan sebelum krisis tahun 2008? 2. Bagaimana tingkat efektifitas Model Value at Risk dengan Metode Kupiec pada sektor Keuangan saat krisis tahun 2008? 3. Bagaimana tingkat efektifitas Model Value at Risk dengan Metode Kupiec pada sektor Keuangan setelah krisis tahun 2008 (Periode 2009-2010)? 1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat efektifitas Model Value at Risk dengan Metode Kupiec pada sektor Keuangan sebelum krisis tahun 2008. 2. Untuk mengetahui tingkat efektifitas Model Value at Risk dengan Metode Kupiec pada sektor Keuangan saat krisis tahun 2008. 15
3. Untuk mengetahui tingkat efektifitas Model Value at Risk dengan Metode Kupiec pada sektor Keuangan setelah krisis tahun 2008 (Periode 2009-2010). 1.5 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat berguna : 1). Kegunaan Akademis Secara ilmiah, penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan positif terhadap ilmu manajemen keuangan khususnya yang berkaitan mengenai Value at Risk. Selain itu juga sebagai tambahan referensi dan wawasan kepada peneliti lain yang tertarik mengkaji lebih dalam lagi tentang Value at Risk. 2). Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan berguna agar memahami secara praktis risiko yang mungkin terjadi baik bagi investor maupun perusahaan jika ingin melakukan investasi dalam saham seperti pengukuran potensi kerugian dengan menggunakan model Value at Risk. 1.6 Sistematika Penelitian BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian tetntang Latar Belakang Masalah yang mendasari pentingnya diadakan penelitian, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian yang diharapkan, serta Sistematika Penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi KAjian Pustaka yang mendeskripsikan teori Manajemen Risiko, Teori Value at Risk dan pentingnya pengujian pada saat kondisi pasar berada dalam kondisi di luar kewajaran, atau saat krisis. Pada bab ini juga ditangkan Kerangka Pemikiran dan Hipotesis. 16
BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi uraian tentang Desain Penelitian yang digunakan, lokasi dan waktu penelitian, prosuder pengumpulan data serta teknik analisis. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi pembahasan dari penelitian yang berupa analisis pengolahan data yang telah dilakukan dikaitkan dengan teori yang mendasarinya seperti yang telah diuraikan dalam Bab II dan asumsi yang telah ditetapkan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi rangkuman seluruh penulisan skripsi ini yang telah didapatkan dari pembahasan dan kemungkinan saran perbaikan ataupun pendapatan yang dikemukakan terkait dengan hasil pengolahan data yang dikaitkan dengan teori-teori yang mendasarinya. 17