PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Metode

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL PADA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, PENDAPATAN ASLI DAERAH, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN, DAN LUAS WILAYAH TERHADAP ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

PENGARUH ANGGARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL SKRIPSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

H 2 : Dana Perimbangan berpengaruh positif terhadap Belanja Modal

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Indonesia. Teknik sampling pada penelitian ini adalah menggunakan purposive

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, DANA ALOKASI UMUM, PENDAPATAN ASLI DAERAH, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN, DAN LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menguji hipotesis (hypothesis testing) yang telah dirumuskan

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, PENDAPATAN ASLI DAERAH, SISA LEBIH PEMBAYAAN ANGGARAN DAN LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data kuantitatif, yaitu Data Laporan Realisasi Anggaran APBD pemerintah

DAFTAR PUSTAKA. %02014.pdf

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Bone Bolango. Dinas

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. tertinggi, standar deviasi, varian, modus, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel dalam penelitian ini adalah 35 kabupaten/kota dijawa tengah tahun 2011-

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Jadwal penelitian dilaksanakan mulai Maret 2016

Mia Rachmawati. Abstract. Keyword : General Allocation Fund (DAU), Special Allocation Fund (DAK), Regional Own Revenue (PAD), Capital Expenditure.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

Ida Mentayani Rusmanto. Prodi Akuntansi, STIE Nasional Banjarmasin Jl.Mayjend Soetoyo S No.126 Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH,DANA ALOKASI UMUM,DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAERAH DI KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), DAN SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

ANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun )

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA BAGI HASIL (DBH), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI (PDRB)

I. PENDAHULUAN Belanja daerah merupakan pengalokasian dana yang harus dilakukan secara efektif dan efisien, dimana belanja daerah dapat menjadi tolak

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang berdasarkan pada filsafat positivisme, digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini dilaksanakan dari

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. metode analisis data serta pengujian hipotesis.

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL (Study Empiris Kabupaten/ Kota Jawa Tengah)

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN PERIODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB III METODE PENELITIAN. dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. deskriptif yaitu : N merupakan jumlah data yang akan diolah dalam penelitian

JURNAL PENELITIAN. Disusun Oleh : SANTI SUSIANI NPM : PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

Transkripsi:

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SiLPA) DAN LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL STUDI EMPIRIS PADA KABUPATEN DI KARESIDENAN PATI PERIODE 2009-2013 NASKAH PUBLIKASI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh : RITA DEVI SETIYANI B200100051 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 1

2

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah Untuk menganalisis bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap belanja modal. Untuk menganalisis bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap belanja modal. Untuk menganalisis bahwa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh terhadap belanja modal. Untuk menganalisis bahwa Luas Wilayah berpengaruh terhadap belanja modal. Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten/kota di Karesidenan Pati sedangkan sampel pada penelitian ini sebanyak enam kabupaten/kota di Karesidenan Pati yang terdiri dari Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, Grobogan dan tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik pengambilan sampel jenuh dimana teknik sampel jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Berdasarkan hasil analisis uji t test diketahui variabel DAU mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. Variabel PAD mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap belanja modal. Variabel SiLPA tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap belanja modal. Variabel Luas Wilayah mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap belanja modal. Analisis uji F test diperoleh hasil 7,241 > 2,99 dan nilai signifikansi = 0,001 < = 0,05, maka variabel DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah berpengaruh secara bersama-sama terhadap belanja modal. Sedangkan hasil perhitungan untuk nilai R 2 diperoleh dalam analisis regresi berganda diperoleh angka koefisien determinasi dengan adjusted R 2 sebesar 0,463. Hal ini berarti bahwa 46,3% variabel Belanja Modal dapat dijelaskan oleh variabel DAU, PAD, SILPA dan Luas Wilayah sedangkan sisanya yaitu 53,7% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model yang diteliti Kata Kunci : Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, SiLPA, Belanja Modal A. LATAR BELAKANG Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan diberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, yang kemudian terakhir diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan ekonomi yang hendak dicapai melalui desentralisasi adalah mewujudkan kesejahteraan melalui penyediaan pelayanan publik yang lebih merata dan memperpendek jarak antara penyedia layanan publik dan masyarakat lokal (Kusnandar dan Dodik Siswantoro, 2012). Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Otonomi daerah berimplikasi pada kewenangan pemerintah daerah untuk mengelola dan mengembangkan daerahnya. Setiap daerah berpacu untuk memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penggalian dan pengembangan potensi daerah secara maksimal atas inisiatif dan kekuatan daerah sendiri (Mentayani dan Rusmanto, 2013). Hal tersebut menegaskan bahwa Pemda memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumberdaya yang dimiliki untuk belanja-belanja daerah dengan menganut asas kepatuhan, kebutuhan, dan kemampuan daerah yang tercantum dalam anggaran daerah. 3

Tujuan kewenangan tersebut adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan untuk menciptakan persaingan yang sehat antardaerah, serta mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan mampu menggali sumber -sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Sumarmi, 2013). Dalam era desentralisasi fiskal sekarang ini, diharapkan adanya peningkatan pelayanan di berbagai sektor terutama sektor publik, dengan adanya peningkatan dalam layanan di sektor publik dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk menanamkan investasinya di daerah. Oleh karena itu, pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan Pemda dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik yang dapat dilakukan dengan peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya (Maharani: 2010 dalam Kusnandar dan Dodik Siswantoro(2012)). Dengan meningkatnya pengeluaran modal diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik karena hasil dari pengeluaran belanja modal adalah meningkatnya aset tetap daerah yang merupakan prasyarat dalam memberikan pelayanan publik oleh Pemerintah daerah. Menurut Kusnandar dan Dodik Siswantoro (2012), Penyerahan berbagai kewenangan dari Pemerintah ke Pemda disertai dengan penyerahan dan pengalihan masalah pembiayaan. Sumber pembiayaan yang penting bagi Pemda adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang komponennya adalah penerimaan yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Peningkatan PAD dalam jumlah yang besar diharapkan dapat mendorong akuntabilitas yang lebih, memperbaiki pembiayaan daerah, dan juga dapat memperkecil sumber pembiayaan yang berasal dari transfer Pemerintah pusat yang secara langsung meningkatkan kemandirian daerah. Selain dari PAD dan transfer dari pusat untuk membiayai kegiatannya, Pemda juga dapat memanfaatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. Jumlah SiLPA yang ideal perlu ditentukan sebagai salah satu dasar evaluasi pelaksanaan program/ kegiatan pemda kota/ kabupaten. Pelampauan target SiLPA yang bersumber dari pelampauan target pemda dan efisiensi sangat diharapkan, sedangkan yang bersumber dari ditiadakannya program kegiatan pembangunan apalagi dalam jumlah yang tidak wajar sangat merugikan masyarakat (Mentayani dan Rusmanto, 2013) Faktor utama bagi daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan meningkatkan investasi yang dapat dilakukan diantaranya dengan meningkatkan 4

ketersediaan infrastruktur yang memadai, baik kualitas maupun kuantitas dan menciptakan kepastian hukum. Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah, Pemda dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya adalah memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah (Harianto dan Adi Priyo Hadi, 2007). Anggaran belanja modal didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Dalam penjelasan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004, salah satu variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana adalah luas wilayah. Daerah dengan wilayah yang lebih luas tentulah membutuhkan sarana dan prasarana yang lebih banyak sebagai syarat untuk pelayanan kepada publik bila dibandingkan dengan daerah yang tidak begitu luas. Studi yang dilakukan oleh Kusnandar dan Dodik Siswantoro (2012) menyimpulkan bahwa DAU tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal sedangkan PAD, SiLPA dan Luas Wilayah berpengaruh. Menurut Aprizay, Yudi Satria, Darwanis dan Muhammad Arfan (2014) bahwa PAD dan SiLPA berpengaruh terhadap belanja modal. Menurut Mentayani dan Rusmanto (2013) disimpulkan bahwa DAU dan PAD tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal sedangkan SiLPA berpengaruh. Sementara itu berdasarkan hasil penelitian Sumarni (2013) menunjukkan bahwa DAU dan PAD berpengaruh secara signifikan terhadap anggaran belanja modal. Berdasarkan uraian di atas masih didapatkan perbedaan hasil antara penelitian satu dengan penelitian yang lain. Sehingga peneliti merasa tertarik untuk menguji lebih lanjut mengenai masalah tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah replikasi dari penelitian Kusnandar dan Dodik Siswantoro (2012). Namun ada beberapa hal yang menunjukkan perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu, penelitian ini mengambil sampel pada karesidenan Pati pada periode 2010 sampai 2012, sedangkan pada penelitian Kusnandar dan Dodik Siswantoro (2012) menggunakan sampel pada seluruh kabupaten/kota di Indonesia dengan periode tahun 2011. Maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul: PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, PENDAPATAN ASLI DAERAH, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA KABUPATEN DI KARESIDENAN PATI). Rumusan Masalah dalam penelitian ini 1) Apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap belanja modal?, 2) Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap belanja modal?, 3) Apakah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh terhadap belanja modal?, 4) Apakah Luas Wilayah berpengaruh terhadap belanja modal? Tujuan Penelitian penelitian 1) Untuk menganalisis bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap belanja modal. 2) Untuk menganalisis bahwa Pendapatan Asli Daerah 5

berpengaruh terhadap belanja modal. 3) Untuk menganalisis bahwa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh terhadap belanja modal. 4) Untuk menganalisis bahwa Luas Wilayah berpengaruh terhadap belanja modal. B. METODE PENELITIAN 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan, (Sugiono, 2007:115). Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten/kota di Karesidenan Pati. 2. Sampel dan teknik pengambilan sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono,2007:116). Sampel pada penlitian ini sebanyak enam kabupaten/kota di Karesidenan Pati yang terdiri dari Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, Grobogan. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik pengambilan sampel jenuh. Teknik pengambilan sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Istilah sampel jenuh adalah sensus dimana semua anggota populasi dijadikan sampel (Sugiono,2007:122). C. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya Pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel yang variasinya dipengaruhi oleh variasi variabel independen. Variabel ini sering disebut dengan variabel kriteria. Variasi perubahan variabel dependen ditentukan oleh variasi perubahan variabel independen (Suliyanto, 2011:8). Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu belanja modal. Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap atau aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Belanja Modal dapat di kategorikan dalam 5 (lima) kategori utama (Syaiful, 2006) : 1. Belanja Modal Tanah 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan 5. Belanja Modal Fisik Lainnya dengan : Variabel belanja modal dapat diukur Belanja Modal = Belanja Tanah + Belanja Peralatan dan Mesin + Belanja Gedung dan Bangunan + Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan + Belanja Aset Lainnya 2. Variabel Independen Variabel Independen adalah variabel yang memengaruhi atau 6

menjadi penyebab besar kecilnya nilai variabel yang lain. Variabel ini sering disebut dengan variabel predikator. Variasi perubahan variabel independen akan berakibat terhadap variasi perubahan variabel dependen (Suliyanto, 2011:7). Variabel independen dalam penelitian ini adalah : a. Dana alokasi umum Menurut UU no 3 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dana alokasi umum merupakan salah satu transfer dana pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana alokasi umum dihitung dengan menggunakan pendekatan celah fiskal (fiscal gap) yaitu selisih antara kebutuhan fiskal (fiskal needs) dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah dan alokasi dasar berupa gaji PNS. Rumus dana alokasi umum dapat dituliskan sebagai berikut : DAU= AD + CF b. Pendapatan asli daerah Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah dan lain-lain PAD yang sah (Halim, 2002:64). c. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) menurut Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lainlain pendapatan asli daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan. d. Luas wilayah Menurut penelitian Ardhini (2011) Luas wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur 7

terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. D. Analisis Data 1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah nilai residual yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual dikatakan normal jika nilai residual terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Untuk menguji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil pengujian normalitas menggunakan Kolmogorov Smirnov menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,624 lebih besar dari 0,05 dan nilai kolmogorov-smirnov yang dihasilkan sebesar 0,832. Hal ini menunjukkan bahwa persamaan regresi untuk model dalam penelitian ini memiliki sebaran data yang normal. b. Uji Multikolinearitas. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel bebas atau tidak. Jika dalam model regresi yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel maka model regresi tersebut dinyatakan mengandung gejala multikolinier. Uji multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat nilai Tolerance dan VIF dari masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Jika nilai VIF tidak lebih dari 10, maka dinyatakan tidak terdapat gejala multikolinier. Berdasarkan pada tabel 4.4 Hasil uji Multikolinearitas dapat ditunjukan dengan nilai varian inflation factor (VIF) dan tolerance value dari tiap-tiap variabel independen. Pada tiap variabel diatas (DAU,PAD,SiLPA dan Luas Wilayah) masing-masing menunjukkan nilai VIF di atas 10 sedangkan tolerance value di bawah 0,10. Dengan demikian dapat dinyatakan juga model regresi ini tidak terdapat multikolinearitas. c. Uji Heterokedastisitas Uji ini bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap. Model regresi yang baik adalah varian residualnya bersifat homoskedastisitas. Pengujian ini menggunakan Uji Glejser dengan meregresikan semua variabel bebas terhadap nilai mutlak residualnya. Hasil uji heteroskedastisitas dengan uji Glejser dapat ditunjukan hasil 8

yang ditunjukan dalam tabel 3 nampak bahwa variabel DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah masingmasing memperoleh nilai signifikansi sebesar 0,062, 0,172, 0,151 dan 0,461 dengan ditunjukkannya nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 tersebut, maka dapat di simpulkan bahwa semua variabel bebas dari masalah heteroskedastisitas. d. Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara anggota serangkaian data observasi yang diuraikan menurut waktu atau ruang. Teknik pengujian autokorelasi yang dipakai adalah Durbin Watson (Suliyanto: 2011). Jika angka DW dibawah -2 yang berarti ada autokorelasi positif, angka DW diantara -2 sampai 2 yang berarti tidak ada autokorelasi dan angka DW diatas 2 yang berarti ada autokorelasi negatif. Dari tabel 4 tersebut diketahui bahwa hasil uji autokorelasi pada bagian model summary diperoleh angka Durbin- Watson sebesar 1,681 yang terletak diantara 2 sampai 2, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat autokorelasi. 2. Uji Hipotesis a. Hasil analisis regresi linear berganda Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda dengan teknik estimasi yang digunakan untuk mencari persamaan regresi menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Squares OLS) untuk menganalisis pengaruh DAU, PAD, SiLPA, dan luas wilayah dalam hubungannya dengan alokasi belanja modal. Adapun hubungan antar variabel dalam penelitian ini dapat diformulakan sebagai berikut: BM = 58003,983 + 0,696DAU - 2,391PAD + 0,129SiLPA - 98,602LW Interpretasi hasil dari analisis tersebu adalah, sebagai berikut : 1) Konstanta sebesar 58003,983 yang artinya apabila variabel DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah naik sebesar satusatuan maka variabel belanja modal dimungkinkan akan meningkat sebesar 58003,983 (dalam jutaan rupiah). 2) Koefisien variabel DAU menunjukkan koefisien positif sebesar 0,696 dengan demikian dapat diketahui bahwa variabel DAU dapat meningkatkan belanja modal sebesar 0,696. 3) Koefisien variabel PAD menunjukan koefisien yang negatif sebesar -2,391 dengan 9

demikian dapat diketahui bahwa variabel PAD dapat menurunkan belanja modal sebesar 2,391. 4) Koefisien variabel SiLPA menunjukkan koefisien yang positif sebesar 0,129 dengan demikian dapat diketahui bahwa variabel SiLPA dapat meningkatkan belanja modal sebesar 0,129. 5) Koefisien variabel Luas Wilayah menunjukkan koefisien yang negatif sebesar -98,602 dengan demikian dapat diketahui bahwa variabel Luas Wilayah dapat menurunkan belanja modal sebesar 98,602. b. Uji t Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui hasil uji t test ditunjukkan variabel DAU diketahui nilai t hitung (3,965) lebih besar daripada t tabel (2,048) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,001 < = 0,05. Oleh karena itu, H 0 ditolak, artinya DAU mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. Variabel PAD diketahui nilai t hitung (-2,376) lebih besar daripada t tabel (-2,048) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,025 < = 0,05. Oleh karena itu, H 0 ditolak, artinya variabel PAD mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap belanja modal. Variabel SiLPA diketahui nilai t hitung (0,585) lebih kecil daripada t tabel (2,048) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,564 > = 0,05. Oleh karena itu, H 0 diterima, artinya variabel SILPA tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap belanja modal. Variabel Luas Wilayah diketahui nilai t hitung (-2,417) lebih besar daripada t tabel (2,048) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,023 < = 0,05. Oleh karena itu, H 0 ditolak, artinya variabel Luas Wilayah mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap belanja modal. c. Uji F Pengujian ini dimaksudkan untuk menguji apakah model regresi dengan variabel dependen dan variabel independen mempunyai pengaruh secara statistik. Hasil uji F diketahui bahwa F hitung > F tabel yaitu 7,241 > 2,99 dan nilai signifikansi = 0,001 < = 0,05. Hal ini berarti Ho ditolak, sehingga variabel DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah berpengaruh secara bersama-sama terhadap belanja modal. d. Uji R 2 Analisis uji R 2 diketahui bahwa untuk mengetahui seberapa besar variasi variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen, hasil perhitungan untuk nilai R 2 diperoleh dalam analisis 10

regresi berganda diperoleh angka koefisien determinasi dengan adjusted R 2 sebesar 0,463. Hal ini berarti bahwa 46,3% variabel Belanja Modal dapat dijelaskan oleh variabel DAU, PAD, SILPA dan Luas Wilayah sedangkan sisanya yaitu 53,7% dijelaskan oleh faktorfaktor lain diluar model yang diteliti. E. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap anggaran belanja modal Variabel DAU diketahui nilai t hitung (3,965) lebih besar daripada t tabel (2,048) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,001 < = 0,05. Oleh karena itu, H 0 ditolak artinya DAU mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. Variabel DAU berpengaruh terhadap anggaran belanja modal hal ini disebabkan karena adanya transfer DAU dari Pemerintah pusat maka Pemerintah daerah bisa mengalokasikan pendapatannya untuk membiayai Belanja Modal. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harianto dan Adi (2007), Darwanto dan Yustikasari (2007), menunjukkan bahwa DAU sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal. 2. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap anggaran belanja modal Variabel PAD diketahui nilai (-2,048) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,025 < = 0,05. Oleh karena itu, H 0 ditolak artinya variabel PAD mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap belanja modal. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengharapkan pemerintah daerah memiliki kemandirian yang lebih besar dalam keuangan daerah. Oleh karena itu, peranan PAD sangat menentukan kinerja keuangan daerah. Dengan potensi yang dimiliki oleh masingmasing daerah diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan daerah. Penerimaan daerah tersebut dapat digunakan untuk membiayai segala kewajibannya dalam menjalankan pemerintahannya, yang digunakan dalam meningkatkan infrastruktur daerah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harianto dan Adi (2007) Darwanto dan Yustikasari (2007) memberikan bukti empiris bahwa PAD mempengaruhi Pemda dalam pengalokasian belanja modal tahun berikutnya. 3. Pengaruh Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran terhadap anggaran belanja modal Variabel SILPA diketahui nilai t hitung (0,585) lebih kecil daripada t tabel (2,048) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,564 > = 0,05. Oleh karena itu, H 0 diterima artinya variabel t hitung (-2,376) lebih besar daripada t tabel 11

SiLPA tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap belanja modal. SiLPA tahun sebelumnya yang merupakan penerimaan pembiayaan digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung (belanja barang dan jasa, belanja modal, dan belanja pegawai) dan mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ardhini (2011) menguatkan hal tersebut dimana SiLPA berpengaruh positif terhadap anggaran Belanja Modal. 4. Pengaruh Luas Wilayah terhadap anggaran belanja modal Variabel Luas Wilayah diketahui nilai t hitung (-2,417) lebih besar daripada t tabel (2,048) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,023 < = 0,05. Oleh karena itu, H 0 ditolak artinya variabel Luas Wilayah mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap belanja modal. Anggaran belanja modal didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Daerah dengan wilayah yang lebih luas membutuhkan sarana dan prasarana yang lebih banyak sebagai syarat untuk pelayanan kepada publik 12 bila dibandingkan dengan daerah dengan wilayah yang tidak begitu luas. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ardhini dan Handayani (2011) menguatkan bahwa semakin besar luas wilayah akan berpengaruh terhadap anggaran belanja modal. F. Simpulan Berdasarkan hasil analisis diatas penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Variabel DAU diketahui nilai t hitung (3,965) lebih besar daripada t tabel (2,048) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,001 < = 0,05. Oleh karena itu, H 0 ditolak artinya DAU mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. 2. Variabel PAD diketahui nilai t hitung (- 2,376) lebih besar daripada t tabel (-2,048) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,025 < = 0,05. Oleh karena itu, H 0 ditolak artinya variabel PAD mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap belanja modal. 3. Variabel SiLPA diketahui nilai t hitung (0,585) lebih kecil daripada t tabel (2,048) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,564 > = 0,05. Oleh karena itu, H 0 diterima artinya variabel SILPA tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap belanja modal. 4. Variabel Luas Wilayah diketahui nilai t hitung (-2,417) lebih besar daripada t tabel (2,048) atau dapat dilihat dari nilai signifikansi 0,023 < = 0,05. Oleh

karena itu, H 0 ditolak artinya variabel Luas Wilayah mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap belanja modal. G. Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini terbatas pada wilayah/daerah penelitian yaitu hanya karesidenan Pati. 2. Penelitian ini terbatas pada variabel H. Saran yang diteliti yaitu DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah. 1. Bagi penelitian yang akan datang sebaiknya memperluas wilayah/daerah penelitian. 2. Bagi peneliti mendatang sebaiknya menambah variabel yang diteliti yaitu tidak hanya DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah saja. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Syukriy & Halim, Abdul. 2006. Studi atas belanja modal pada anggaran pemerintah daerah dalam hubungannya dengan belanja pemeliharaan dan sumber pendapatan, Jurnal Akuntansi Pemerintah, 2, 17-32. Aprizay, Yudi Satria, Darwanis dan Muhammad Arfan. 2014. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Terhadap Pengalokasian Belanja Modal Pada Kabupaten/ Kota di Provinsi Aceh.Vol.3 No. 1, Februari. Pages 140-149 13 Ardhini. 2011. Pengaruh Rasio Keuangan daerah terhadap belanja modal untuk pelayanan public dalam prespektif teori keagenan (studi pada kabupaten dan kota di jawa tengah). Skripsi, Univeritas Diponegoo, Semarang. Balitbang Provinsi NTT. 2008. Analisis tentang tingkat efisiensi dan efektifitas pengeluaran pemerintah terhadap pmbangunan daerah di provinsi nusa tenggara timur. Jurnal Litbang NTT, IV-03 Darwanto & Yustikasari, Yulia. 2007. Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dan dana alokasi umum terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar. Harianto, David & Adi Priyo Hadi, 2007. Hubungan antara dana alokasi umum, belanja modal, pendapatan asli daerah dan pendapatan per-kapita. Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar. Kusnandar dan Dodik Siswantoro. 2012. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi XV, Banjarmasin. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Andi, Yogyakarta. Mawarni, Darwanis, Abdullah Syukriy. 2013. Pengaruh Pendapatan Ali Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Modal Serta Dampaknya Twehadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Pada Kabupaten Dan Kota di Aceh. Vol.2 No.2, Mei. Pages 80-90 Mentayani, Ida dan Rusmanto. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daeerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran terhadap Belanja Modal pada Kota dan Kabupaten di Pulau Kalimantan. Jurnal Infestasi. Vol. 9 No. 2, Desember. Pages 91-102 Putro, Nugroho Suratmo & Pamudji, Sugeng. 2011. Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap

pengalokasian anggaran belanja Modal. Sumarmi, Saptaningsih. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Alokasi Belanja Modal Daerah Kabupaten/ Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. Jurnal Ekonomi dan Bisnis UPY (online). Syaiful (2006). Pengertian dan Perlakuan Akuntansi Belanja Barang dan Belanja Modal dalam Kaidah Akuntansi Pemerintahan. Artikel. Undang-Undang Republik Indonesia. 2004. Nomer 32 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Republik Indonesia. 2004. Nomer 33 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri, Nomor 13 Tahun 2006, tentang Pedoman Penelolaan Keuangan Daerah., 2006 Republik Indonesia, Undang-Undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Peraturan Pemerintah Republika Indonesia No. 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah Republika Indonesia Perimbangan keuangan pusat dan daerah secara (Online) 31 Juni 2014 http://pustakabakul.blogspot.com/2012/03/peri mbangan-keuangan-pusat-dan-daerah.html 14