BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

STABILISASI HARGA GULA MENUJU SWASEMBADA GULA NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

ANALISIS STRATEGI BERSAING GULA RAFINASI (Studi pada PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) OLEH SITI FAJAR ISNAWATI H

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA. Pada Forum D i s k u s i Publik ke-15

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

BAB IV GAMBARAN UMUM

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

BAB I PENDAHULUAN. impor gula. Kehadiran gula impor ditengah pangsa pasar domestik mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2013)

POINTER ARAH KEBIJAKAN TERKAIT PENYEDIAAN DAN PASOKAN DAGING SAPI. Disampaikan pada: Bincang Bincang Agribisnis

BPS PROVINSI JAWA BARAT

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap Tahun 2012 dan Angka Ramalan I Tahun 2013)

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BPS PROVINSI JAWA BARAT

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

BPS PROVINSI JAWA BARAT

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

BPS PROVINSI JAWA BARAT

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun (Lembaran Negara Repub

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2012)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA RAMALAN II 2015)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN GULA KRISTAL RAFINASI DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

BAB I. PENDAHULUAN A.

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

1 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU, DAN UBI JALAR (ANGKA TETAP TAHUN 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015)

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI GULA DI INDONESIA

USAHA MIKRO GULA MERAH TEBU DI DESA MANGUNREJO KECAMATAN NGADILUWIH DAN DESA CENDONO KECAMATAN KANDAT KABUPATEN KEDIRI

PEMANTAUAN HARGA KEBUTUHAN BAHAN POKOK TAHUN 2017 KABUPATEN TEMANGGUNG

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

... Hubungi Kami : Studi Potensi Bisnis dan Pelaku Utama Industri GULA di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen beberapa komoditi. primer seperti produk pertanian, perkebunan, dan perikanan serta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sektor utama perekonomian dari sebagian besar negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian penduduknya. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan sektorsektor lainnya. Keadaan ini menuntut kebijakan pemerintah pada sektor pertanian disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan yang terjadi di lapangan dalam mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut kesejahteraan bangsa. Sejak awal, pengembangan sektor pertanian dianggap strategis di Indonesia. Hal ini disebabkan karena wilayah daratan Indonesia yang sangat luas dan ditunjang oleh struktur geografis yang beriklim tropis sangat cocok untuk pembudidayaan berbagai komoditi pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukan sebagai lahan pertanian, dan hampir 50 persen dari total angkatan kerja masih menggantungkan kebutuhan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil tabel dari data statistik BPS (Badan Pusat Statistik) yang menggambarkan lapangan pekerjaan penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama dari Agustus 2007 sampai dengan Februari 2009. Dapat dilihat dari tabel di bawah, mayoritas lapangan pekerjaan di Indonesia, yaitu sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya lapangan pekerjaan utama sektor pertanian di Indonesia menjadi peran utama bagi pekonomian nasional. 1 Universitas Indonesia Implementasi kebijakan penurunan..., Endy Jupriansyah, FISIP UI, 2010

2 Tabel 1.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 (juta orang) Lapangan Pekerjaan Utama 2007 2008 2009 Agustus Februari Agustus Februari (1) (2) (3) (4) (5) Pertanian 41,21 42,69 41,33 43,03 Industri 12,37 12,44 12,55 12,62 Konstruksi 5,25 4,73 5,44 4,61 Perdagangan 20,55 20,68 21,22 21,84 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 5,96 6,01 6,18 5,95 Keuangan 1,40 1,44 1,46 1,48 Jasa Kemasyarkatan 12,02 12,78 13,10 13,61 Lainnya*) 1,17 1,27 1,27 1,35 Total 99,93 102,04 102,55 104,49 *)Lapangan Pekerjaan Utama/Sektor Lainnya terdiri dari:sektor Pertambangan serta Listrik, Gas dan Air Sumber: Badan Pusat Statistik Dari tabel di atas dapat digambarkan bahwa lapangan pekerjaan utama terbesar berada pada sektor pertanian yaitu sebesar 43,03 juta jumlah ini paling besar jika dibandingkan dengan sektor industri, kontruksi dan lain-lain. jumlah lapangan pekerjaan utama yang bekerja pada sektor pertanian ini meningkat dari tahun ke tahun, ini menggambarkan mayoritas masyarakat Indonesia masih tergantung pada sektor pertanian. Salah satu hasil dari sektor pertanian subsektor perkebunan adalah gula. Gula yang dikenal masyarakat adalah gula berbahan baku tebu, yang dikenal dengan gula putih atau gula pasir. Di Indonesia, jenis gula berbahan baku tebu dibagi menjadi tiga jenis, yaitu gula mentah (raw sugar), gula kristal putih (plantation white sugar) dan gula kristal rafinasi (refined sugar). Jenis gula berbahan baku tebu yang diperuntukkan konsumsi langsung oleh masyarakat

3 adalah gula kristal putih (plantation white sugar) atau lebih dikenal dengan gula pasir atau gula putih. Sedangkan raw sugar digunakan sebagai bahan baku utama produksi gula rafinasi dan penggunaan gula rafinasi diperuntukkan sebagai bahan baku industri makanan, minuman dan farmasi. Kebutuhan akan konsumsi gula ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan semakin bertambahnya penduduk, pertumbuhan industri yang baru dan kenaikan kesejahteraan masyarakat. Sebagian besar pengusahaan perkebunan tebu berasal dari perkebunan rakyat, perkebunan pemerintah dan perkebunan swasta. TAHUN / Year Tabel 1.2 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Tebu Seluruh Indonesia PR / Smallho lders LUAS AREAL / Area ( Ha ) PBN / Govern PBS / ment Private Jumlah / Total PR / Smallhold ers PRODUKSI / Production ( Ton) PBN / Govern PBS / ment Private Jumlah / Total 2002 196,509 79,975 74,238 350,722 967,16 297,685 490,509 1,755,354 2003 172,015 87,251 76,459 335,725 839,028 370,476 422,414 1,631,918 2004 184,283 78,205 82,305 344,793 1,028,681 383,892 639,071 2,051,644 2005 211,479 80,383 89,924 381,786 1,193,653 423,421 624,668 2,241,742 2006 213,876 87,227 95,338 396,441 1,226,845 453,234 626,948 2,307,027 2007 249,487 81,655 96,657 427,799 1,514,529 424,692 684,565 2,623,786 2008*) 261,88 83,588 96,683 442,151 1,605,793 503,623 691,53 2,800,946 2009**) 292,564 90,747 96,837 480,148 1,898,979 591,595 845,979 3,336,553 Sumber:Direktorat Jenderal Perkebunan * : estimasi ** : proyeksi PR : perkebunan rakyat PBS : perkebunan besar negara PBS : perkebunan besar swasta Dari keterangan di atas dapat digambarkan estimasi produksi tahun 2009 sebesar 3,336,553 ton ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 2,800,946 ton, jumlah terbanyak tebu dihasilkan oleh perkebunan rakyat. Pada tahun 2005 areal tanaman tebu di Indonesia seluas 381.786ha dengan produktivitas tanaman 6,2 ton hablur/ha dan produksi nasional 2,24 juta ton. Untuk 2008 diperkirakan meningkat menjadi 405.597 ha dengan produktifitas tanaman 6,75 ton hablur/ha dan produksi gula nasional 2,73 juta ton, dan tingkat konsumsi 2,73 ton. Sedangkan 2009 luas areal diperkirakan mencapai 407.810 ha

4 sementara produktivitas tanaman 6,9 ton hablur/ha dan produksi gula 2,85 ton serta tingkat konsumsi mencapai 2,79 juta ton(www.kompas.com, 2009). Jumlah tersebut sudah mencukupi kebutuhan gula dalam negeri. Hal senada juga dikemukakan oleh Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian Pada tahun 2009 gula nasional dengan tingkat konsumsi per kapita 12 Kg/tahun maka secara keseluruhan untuk masyarakat mencapai 2,76 juta ton. sedangkan konsumsi industri 2009 diperkirakan sekitar 0,89 juta ton, sehingga total konsumsi gula nasional mencapai 3,6 juta ton. Dengan tingkat tersebut untuk masyarakat terjadi kelebihan produksi sedangkan bagi industri akan dilakukan impor (www.kompas.com, 2009). Kondisi saat ini untuk gula konsumsi sudah dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri dan stok gula sampai akhir tahun 2009 sudah dapat dipenuhi sampai mei 2010 atau sampai masa giling dimulai. Tapi dengan keadaan stok gula yang cukup tersebut tidak mencerminkan keadaan harga domestik gula saat ini yang mana harga gula domestik cukup tinggi, ini mengakibatkan konsumen merasa dirugikan dengan kondisi saat ini. Agus Pakpahan, Deputi Bidang Usaha Agroindustri, Kelautan, Kertas, Percetakan, dan Penerbitan Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara berkomentar bahwa berdasarkan perhitungan Departemen Perdagangan di awal perencanaan, kebutuhan gula konsumsi bisa dipenuhi dari produksi domestik (www.kompas.com, 2009), katanya lagi, kebutuhan rata-rata gula konsumsi hanya 200.000-250.000 ton. Dengan begitu, produksi gula konsumsi 2,7 juta ton sangat mencukupi(www.kompas.com, 2009). Persediaan gula untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri harus mencapai minimal 1 juta ton, jumlah tersebut harus dipenuhi sampai akhir tahun 2009 dan stok tersebut akan digunakan pada tahun 2010 sampai bulan Mei 2010 atau sampai musim giling dimulai. Keadaan stok gula saat ini yang berjumlah 1,108 juta ton sudah mencukupi sampai musim giling dimulai. Jumlah termasuk untuk gula konsumsi (gula putih) dan gula rafinasi. Ini dapat di lihat dari tabel di bawah ini:

5 Neraca Gula (juta ton) Kebutuhan Tabel 1.3 Neraca Gula Indonesia Konsumsi Langsung (Gula Putih) 2.7 Konsumsi Industri (Gula Rafinasi) 1.5 Jumlah 4.2 Realisasi sampai 15 Agustus Gula Putih Pengadaan (Stok + Produksi) 1,99 Konsumsi 1,542 Stok 0,448 Gula Rafinasi Pengadaan (Stok + Produksi + Eks Impor) 1,47 Konsumsi 1,05 Sisa Stok 0,15 Periode 15 Agustus-31 Desember Gula Putih Tambahan Produksi 1,6 Persediaan 2,048 Konsumsi + Hari Raya 1,05 Stok Akhir 2009 0,998* Gula Rafinasi Tambahan Produksi 0,52 Jumlah 0,67 Konsumsi 0,56 Stok Akhir 2009 0,11 *cukup sampai Mei 2010 Sumber : Asosiasi Gula Indonesia

6 Dari keterangan di atas dapat dilihat jumlah konsumsi gula Indonesia pada tahun 2009 berjumlah 4,2 juta ton. Jumlah tersebut termasuk untuk konsumsi langsung dan konsumsi industri. Kebutuhan akan gula konsumsi (gula putih) dapat dipenuhi dengan produksi dalam negeri. Kebutuhan gula konsumsi yang sudah dipenuhi dari dalam negeri tersebut tidak mencerminkan harga gula konsumsi di pasaran walaupun dengan stok gula yang sudah mencukupi. Hal ini sesuai dengan sumber lain yang mengatakan hal senada: Pasalnya, di awal tahun 2009 harga gula pasir masih dalam kisaran Rp 6.500 hingga 7.000/kg. Dalam hitungan bulan, kenaikannya sudah lebih di atas Rp 3.000/kg. Suliyah (38), pedagang lain di Pasar Bener mengungkapkan, meski terjadi kenaikan harga yang sulit dikendalikan, tapi sejauh ini stok barang di pasaran masih relatif cukup. Terbukti, meskipun harganya mahal pedagang masih memiliki barang yang cukup untuk dijual. "Tidak kebayang kalau sudah mahal stok barangnya tidak ada, pasti harganya semakin tinggi. Kami juga tidak tahu penyebab gejolak harga sekarang ini apa," katanya. Kabid Perdagangan Disperindagkop, Heru Sasongko menduga, meski sulit dibuktikan, tapi ulah spekulan ikut memicu terjadinya gejolak harga. "Kita dapat merasakan hal itu. Begitu ada indikasi harga naik, banyak yang menyimpan stok menunggu harga maksimal," katanya. (www.suaramerdeka.com): Tabel 1.4 Harga Rata-rata Gula Nasional (Rp/kg) Harga Rata-rata Gula Nasional 2008-2009 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sept Okt Nov Des 2008 6.415 6.430 6.437 6.301 6.440 6.502 6.441 6.463 6.446 6.426 6.434 6.481 2009 6.649 7.502 7.902 8.050 8.406 8.563 8.468 8.930 9.440 9.840 9.790 10.120 Sumber : Asosiasi Gula Indonesia Dari keterangan di atas menggambarkan pada tahun 2009 Indonesia terbentuknya harga gula domestik sangat tinggi yang mengakibatkan konsumen merasa dirugikan oleh kondisi gula saat ini. Pada kasus gula domestik yang menjadi persoalan ialah pada tingkat konsumen. Harga gula sejak awal Januari hingga 2 September 2009 terus meningkat. Harga gula mencapai Rp. 9.440 per Kg lebih tinggi Rp. 440 dibandingkan hari-hari sebelumnya (www.suaramerdeka.com, 2009).

7 Kondisi stok gula yang sudah dipenuhi sampai bulan Mei 2010 ini bertolak belakang dengan pernyataan Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krishnamurti mengatakan jumlah produksi gula dalam negeri turun sekitar 200 ribu ton (www.kontan.com, 2009). Hal ini dipertegas dengan hasil wawancara salah satu narasumber sebagai berikut: Masa giling tebu di seluruh pabrik gula, baik milik PTPN/RNI maupun swasta, sudah berakhir. Sementara, produksi GKP nasional tahun 2009 yang semula diperkirakan mencapai 2,9 juta ton, kenyataannya diprediksi hanya 2,6 juta ton atau berkurang 300 ribu ton. Menurunnya produksi gula dalam negeri tahun 2009, khususnya dialami oleh Pabrik Gula milik BUMN. Penurunan kinerja PG BUMN, disebabkan revitalisasi pabrik untuk peningkatan kapasitas dan efisiensi giling belum berjalan sesuai yang diharapkan (Putranto, 2009). Dalam mengatasi kebutuhan stok gula akhir tahun 2009 dan untuk tingginya harga gula konsumsi di tingkat konsumen pemerintah melakukan intervensi dengan kebijakannya. Salah satu kebijakan pemerintah mengenai masalah impor gula adalah dengan dikeluarkannya peraturan tanggal 24 September 2009 Pemerintah memberlakukan tarif baru atas impor melalui PMK No. 150/PMK.011/2009. Tarif bea masuk untuk gula tebu (raw sugar) sebesar Rp. 150 per kilogram yang tarif sebelumnya Rp. 550 per kilogram. Sedangkan bea masuk untuk gula rafinasi sebesar Rp. 400 per kilogram dari yang sebelumnya sebesar Rp. 790. PMK tersebut berlaku dari Oktober 2009 sampai dengan Desember 2009. Diharapkan dengan dikeluarkannya peraturan ini, maka kebutuhan stok gula sampai akhir tahun terpenuhi dan harga gula domestik di tingkat konsumen yang tinggi saat ini dapat ditekan sehingga dengan begitu harga gula domestik dapat stabil. Kebijakan itu tentu haruslah diputuskan dengan sangat bijak dan hati-hati. Jika tidak, kebijakan tersebut justru akan mengguncang kembali suasana pergulaan nasional yang saat ini tengah bergairah menyusul membaiknya harga gula dunia(www.kompas.com, 2009). Intervensi yang dilakukan pemerintah dalam

8 pasar suatu komoditi pada dasarnya merupakan upaya untuk mempengaruhi harga. Intervensi pemerintah banyak dilakukan baik di berkembang maupun di negara maju. Alasan yang sering dikemukakan untuk melakukan intervensi adalah untuk menjaga stabilitas harga, meningkatkan kesejahteraan petani, perlindungan terhadap konsumen, perlindungan terhadap konsumen atau untuk meningkatkan penerimaan pemerintah (www.kompas.com, 2009). Persediaan gula domestik berasal dari produksi dalam negri dan melalui impor, saat ini produksi dalam negri tidak dapat memenuhi kebutuhan permintaan gula dalam negri karena produksi nasional sebagian di produksi oleh pabrik pabrik milik pemerintah yang sudah tua dan tidak efisien yang menyebabkan produksi tinggi dan tidak dapat bersaing dengan gula impor dan produksi gula nasional memang tidak dapat memenuhi kebutuhan gula dalam hal ini persediaan gula domestik. Keterkaitan pasar gula domestik dengan pasar gula dunia menyebabkan adanya interaksi harga diantara kedua pasar, sehingga fluktuasi harga yang terjadi di pasar gula dunia akan segera direspons oleh pasar gula domestik. Terlihat bahwa setelah Indonesia meliberalisasi pasar gulanya sejak tahun 1998, pergerakan harga gula domestik cenderung mengikuti pergerakan harga gula dunia. Hal ini berbeda dengan kondisi pada era monopoli Bulog (sebelum liberalisasi perdagangan gula). Liberalisasi perdagangan ini melalui Keputusan Presiden Nomor 19 tahun 1998 tentang pelaksanaan liberalisasi perdagangan gula, artinya impor gula tidak lagi dimonopoli oleh Bulog. Kebijakan ini sekaligus mengawali terjadinya persaingan antara gula lokal dan gula dunia, serta keterkaitan antara harga gula di pasar domestik dengan harga gula di pasar dunia. Pasar gula dunia saat ini sangat berfluktuasi dan arahnya tidak menentu. Paradigma konvensional yang ada tentang pasar gula dunia yang ditentukan hanya oleh faktor penawaran dan permintaan sudah mulai bergeser. Terjadinya konflik politik dan kuatnya intervensi pemerintah baik di negara maju maupun Negara berkembang menyebabkan terdistorsinya pasar gula dunia. Munculnya hambatan tarif dan non tarif dalam perdagangan dunia berdampak sangat signifikan terhadap kondisi pergulaan Indonesia.

9 1.2. Pokok Permasalahan Permasalahan yang terjadi menyangkut masalah pergulaan saat ini adalah harga gula domestik yang tinggi dan kebutuhan akan (stok) gula pada akhir tahun 2009 menipis. Pemerintah mengeluarkan ketetapan melalui PMK NO.150/PMK.011/2009, dalam jangka waktu tiga bulan yaitu Oktober 2009 sampai Desember 2009 diharapkan dapat memenuhi persediaan gula sampai akhir tahun 2009 dan menstabilkan harga gula domestik di tingkat konsumen dan dapat memenuhi stok gula samapi akhir tahun 2009. Pemerintah melakukan penurunan tarif bea masuk impor gula pada PMK NO.150/PMK.011/2009 untuk kelangsungan industri makanan dan minuman, dan kepentingan konsumen serta menjaga stok gula konsumsi dalam negeri. Dari latar belakang di atas dirumuskan permasalahan pokok sebagai berikut, yaitu: a. Bagaimana implementasi kebijakan penurunan tarif bea masuk impor gula sebagai salah satu instrumen stabilitas persediaan (stok) gula domestik? b. Permasalahan-permasalahan apa saja yang timbul dalam implementasi kebijakan penurunan tarif bea masuk impor gula sebagai salah satu instrumen stabilitas persediaan (stok) gula domestik? 1.3. Tujuan dan Signifikansi Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah : a. Untuk mengetahui implementasi kebijakan penurunan tarif bea masuk impor gula sebagai salah satu instrumen stabilitas persediaan (stok) gula domestik. b. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan apa saja yang timbul dalam implementasi kebijakan penurunan tarif bea masuk impor gula sebagai salah satu instrumen stabilitas persediaan (stok) gula domestik

10 1.3.2. Signifikansi Penelitian Signifikansi dari penelitian ini adalah: a. Signifikansi Akademis Secara akademis penelitian ini dilakukan guna menambah wawasan dan pengetahuan baik bagi penulis pada khususnya, dan umumnya bagi para pembaca mengenai implementasi kebijakan penurunan tarif bea masuk impor gula sebagai salah satu instrumen stabilitas persediaan (stok) gula domestik serta Permasalahan-permasalahan apa saja yang timbul dalam implementasi kebijakan penurunan tarif bea masuk impor gula sebagai salah satu instrumen stabilitas persediaan (stok) gula domestik. b. Signifikansi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan publik mengenai kebijakan penurunan tarif bea masuk impor gula. Agar kebijakan tersebut dapat diterima oleh semua lapisan, tidak hanya menguntungkan satu pihak saja, serta tepat sasaran. 1.3.3. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini terbagi menjadi beberapa sub-bab yang terdiri dari latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian dan signifikansi penelitian, serta sistematika penulisan dalam menyusun skripsi ini. BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN Bab ini terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu Tinjauan Pustaka yang merupakan ulasan dan perbandingan dengan penelitian yang telah lebih dulu ada dan konsep-konsep maupun teori-teori yang akan menjadi panduan dalam menganalisa untuk menjawab pokok permasalahan, Kerangka pemikiran yang merupakan skema alur pikir dari latar belakang dan inti permasalahan yang

11 akan dibahas peneliti. Sub-bab yang terakhir adalah Metode Penelitian, yang terdiri dari pendekatan penelitian yang digunakan, jenis penelitian, metode dan strategi penelitian, hipotesis kerja, narasumber, proses penelitian dan keterbatasan penelitian. BAB III GAMBARAN UMUM IMPOR GULA INDONESIA, PERKEMBANGAN KEBIJAKAN GULA INDONESIA DAN KEBIJAKAN PENGENAAN BEA MASUK ATAS GULA (PMK No.150/PMK.011/2009) Pada Bab ini akan dijabarkan gambaran umum impor gula Indonesia, perkembangan kebijakan gula Indonesia dan kebijakan pengenaan bea masuk atas gula (PMK No.150/PMK.011/2009) BAB IV IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENURUNAN TARIF BEA MASUK GULA SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN STABILISASI PERSEDIAAN (STOK) GULA DOMESTIK PERIODE OKTOBER 2009 S/D DESEMBER 2009 Pembahasan utama dalam Bab ini adalah implementasi kebijakan penurunan tarif bea masuk impor gula dan permasalahanpermasalahan apa saja yang timbul dalam implementasi kebijakan penurunan tarif bea masuk impor gula BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini terdiri dari dua sub-bab yaitu simpulan yang merupakan rangkuman atas seluruh isi skripsi ini, dan rekomendasi yang merupakan masukan dari penulis atas hasil penelitian yang dilakukan.