IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

III. METODE PENELITIAN

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification)

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

RINGKASAN. I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman (cm) ciherang pada minggu ke-10 menunjukkan bahwa umur kelapa sawit memberikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

J u r n a l A g r o h i t a V o l u m e 1 N o m o r 2 T a h u n

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

I. TINJAUAN PUSTAKA A. Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGAIRAN PADI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

III. TATA CARA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Efektivitas Aplikasi Beauveria bassiana sebagai Upaya

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

BAHAN DAN METODE. ketinggian tempat 41 m di atas permukaan laut pada titik koordinat LU

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

III. PERANAN ORGANISME TANAH FUNGSIONAL UNTUK KESUBURAN TANAH

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase Berat Sisa Jerami Padi (%) dengan Ukuran Litterbag yang Berbeda pada Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Jarak Pematang Ukuran Mesh Waktu Eksposisi (hari) (m) (mm) 30 60 90 4 10 14.74 aab 11.74 aab 6.09 aa 0.25 29.22 abb 14.45 aa 10.93 aba 0.038 42.22 bb 21.24 aab 18.42 bca 8 10 15.45 aab 17.89 ab 11.02 abab 0.25 34.54 bb 17.38 aa 14.13 abca 0.038 40.45 bb 26.60 aab 21.47 cab Keterangan: Pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dan baris yang diikuti oleh huruf besar yang sama, tidak berbeda nyata menurut Uji Lanjut Duncan 5% berdasarkan waktu eksposisi (hari) dan ukuran litterbag pada setiap jarak pematang. Berdasarkan Tabel 3, pada plot sawah dengan jarak pematang 4 m laju dekomposisinya lebih cepat daripada jarak pematang 8 m. Hal ini terlihat dari persentase berat sisa jerami padi yang lebih tinggi pada jarak pematang 8 m dibandingkan dengan jarak pematang 4 m, kecuali pada litterbag halus di hari ke- 30. Lebih cepatnya laju dekomposisi pada plot dengan jarak pematang 4 m, diduga karena pada plot dengan jarak pematang yang sempit, jumlah populasi fauna tanahnya lebih banyak dibandingkan dengan plot berjarak pematang 8 m. Menurut hasil penelitian Damayanti (Unpublish), plot dengan jarak pematang 4 m memiliki total jumlah populasi fauna tanah lebih banyak (26239 individu/m 2 ), dibanding dengan jarak pematang 8 m (8403 individu/m 2 ). Lahan padi S.R.I. tidak dibiarkan tergenang, namun air irigasi akan memasuki lahan sebagai pengairan. Ketika lahan digenangi, fauna tanah yang tidak menyukai kondisi berair, tidak akan menyukai lahan dan mencari tempat yang lembab, seperti pematang. Dengan jarak pematang yang sempit, seperti jarak pematang 4 m, akan menjadi lokasi efektif bagi fauna tanah untuk tinggal, karena fauna tanah akan lebih mudah berimigrasi ke pematang. Jarak pematang lebar (8

23 m) terlalu jauh untuk fauna tanah berpindah tempat. Diperkirakan fauna tanah sudah mati sebelum mereka sampai ke pematang. Oleh karena itu, jumlah fauna tanah pada plot sawah dengan jarak pematang 4 m lebih banyak daripada jarak pematang 8 m (Damayanti, Unpublish) dan mengakibatkan laju dekomposisi pada jarak pematang sempit lebih cepat dari jarak pematang lebar. Lamanya waktu (hari) eksposisi jerami padi akan mempengaruhi proses dekomposisi. Semakin lama waktu dalam proses dekomposisi, maka bahan-bahan yang dirombak atau dihancurkan akan menjadi lebih sederhana dan berkurang. Dapat dilihat pada Tabel 3, persentase berat sisa jerami padi semakin berkurang pada hari ke-30, 60 dan 90. Sebagaimana dijelaskan oleh Barnes et al. (1997) bahwa fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam proses dekomposisi bahan organik, yaitu dengan cara: menghancurkan jaringan bahan organik secara fisik, melakukan pembusukan pada bahan seperti gula, selulosa dan lignin, merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus, menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas serta membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah. Laju dekomposisi jerami padi pada perlakuan pematang 4 m dan 8 m berdasarkan ukuran litterbag kasar, sedang dan halus ditampilkan pada Gambar 3. Sisa Serasah (%) 100 80 60 40 20 0 0 30 60 90 Waktu (hari) (a) Sisa Serasah (%) 100 80 60 40 20 Gambar 3. Persentase Penurunan Jumlah Jerami Padi yang Menunjukkan Laju Dekomposisi (a. Pematang 4 meter, b. Pematang 8 meter) Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa pada 30 hari pertama, terjadi penurunan persentase berat jerami padi yang tinggi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m. Untuk jarak pematang 4 m, penurunan berat jerami yang terjadi sebesar 85.26%; 70.78% dan 57.78% (berturut-turut pada litterbag 0 0 30 60 90 Waktu (hari) (b) 10 mm 0.25 mm 0.038 mm

24 berukuran kasar, sedang dan halus). Pada jarak pematang 8 m, penurunan yang terjadi sebesar 84.55%; 65.46% dan 59.55% (berturut-turut pada litterbag berukuran kasar, sedang dan halus). Hal ini menunjukkan adanya laju dekomposisi yang cepat di 30 hari pertama karena fauna tanah yang terdapat pada plot sawah mendekomposisikan bahan-bahan yang mudah didekomposisi terlebih dahulu. Menurut Nandi (2000), bahan-bahan serasah yang mudah didekomposisi meliputi gula, zat pati dan protein. Bahan yang agak sulit didekomposisi adalah hemiselulosa dan selulosa, sedangkan bahan yang resisten untuk didekomposisi adalah lignin dan lipid. Laju dekomposisi pada hari ke-60 dan 90 berjalan lambat, dikarenakan fauna tanah mendekomposisikan bahan-bahan tersisa dari jerami padi yang sudah sulit untuk didekomposisikan, seperti lignin. Soepardi (1983) menyebutkan bahwa lignin merupakan senyawa-senyawa yang sulit dilapuk dan ditemukan dalam jaringan tumbuhan tua, seperti batang dan kayu. Persentase berat jerami padi yang hilang pada masing-masing ukuran litterbag kasar, sedang dan halus untuk jarak pematang 4 m pada hari ke-60 adalah sebesar 88.26%; 85.55% dan 78.76%; pada hari ke-90 sebesar 93.91%; 89.07% dan 81.58%. Untuk jarak pematang 8 m, persentase berat jerami padi yang hilang pada hari ke-60 sebesar 82.12%; 82.62% dan 73.40%; pada hari ke-90 sebesar 88.98%; 85.87%; dan 78.53% (berturut-turut pada litterbag ukuran kasar, sedang dan halus). Perbedaan persentase berat sisa jerami padi pada jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan oleh Tabel 4. Tabel 4. Persentase Berat Sisa Jerami padi (%) pada Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Jarak Pematang (m) Waktu Eksposisi (hari) 30 60 90 4 28.72 ab 15.81 aa 11.82 aa 8 30.15 ab 20.62 aab 15.54 aa Keterangan: Pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama dan baris yang diikuti oleh huruf besar yang sama, tidak berbeda nyata menurut Uji Lanjut Duncan 5% berdasarkan waktu eksposisi (hari) dan jarak pematang. Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan jumlah sisa jerami padi antara waktu eksposisi. Antara hari ke-30 dengan hari ke-60 pada jarak

25 pematang 4 m, terdapat perbedaan yang nyata, namun antara hari ke-60 dengan hari ke-90, perbedaannya tidak nyata meskipun hari ke-90 menunjukkan sisa jerami padi yang lebih sedikit dari hari ke-60. Terjadi penurunan berat jerami padi yang drastis pada 30 hari pertama. Kemudian penurunan berat jerami padi berjalan lambat pada hari ke-60 dan 90. Perbandingan laju dekomposisi jerami padi antara jarak pematang 4 m dan 8 m ditampilkan pada Gambar 4. Sisa Serasah (%) 120 100 80 60 40 20 0 0 30 60 90 Waktu (hari) 4 m 8 m Gambar 4. Persentase Penurunan Berat Jerami Padi pada Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Dapat dilihat pada Gambar 4, bahwa plot sawah dengan jarak pematang 4 m memiliki laju dekomposisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jarak pematang 8 m. Hal ini dilihat dari penurunan berat jerami padi pada jarak pematang 4 m yang lebih tinggi dari jarak pematang 8 m. Hasil ini memperkuat dugaan bahwa populasi fauna tanah dan semua organisme tanah yang terlibat dalam proses dekomposisi jerami padi jumlahnya lebih banyak pada jarak pematang 4 m dibandingkan dengan jarak pematang 8 m (Damayanti, Unpublish). Hal ini dikarenakan jarak pematang sempit lebih efektif sebagai hunian fauna tanah yang bermigrasi dari plot sawah ke pematang ketika lahan sedang digenangi air. Dengan jarak pematang yang efektif, akan semakin banyak fauna tanah yang mendiami lahan, yang kemudian akan mempengaruhi kesuburan tanah. Keberadaan fauna tanah pada lahan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki struktur tanah, distribusi unsur hara di dalam tanah, dekomposisi bahan organik tanah serta aktivitas metabolismenya dapat menghasilkan feses yang mengandung unsur hara tersedia bagi tanah dan tanaman.

26 4.2. Laju Dekomposisi Jerami padi Berdasarkan Perbedaan Ukuran Litterbag pada Litterbag Kasar, Sedang dan Halus Laju dekomposisi jerami padi juga dipengaruhi oleh perbedaan ukuran litterbag. Mengacu pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa persentase berat sisa jerami padi paling banyak di hari ke-90 adalah pada litterbag ukuran mesh 0.038 mm (halus), yaitu 18.42 % dan 21.47 % (untuk jarak pematang 4 m dan 8 m). Kemudian litterbag ukuran mesh 0.25 mm (sedang) memiliki persentase berat sisa jerami padi sebesar 10.93 % dan 14.13 % (untuk jarak pematang 4 m dan 8 m). Persentase berat sisa jerami padi yang paling sedikit adalah pada litterbag ukuran mesh 10 mm (kasar), yaitu 6.09 % dan 11.02 % (untuk jarak pematang 4 m dan 8 m). Hal ini disebabkan karena litterbag halus hanya dapat dimasuki oleh mikroorganisme, sehingga hanya mikrofauna atau mikroorganisme saja yang berperan dalam proses dekomposisi. Litterbag sedang dapat dimasuki oleh mesofauna dan mikrofauna, sehingga berat jerami padi yang tersisa lebih sedikit dari litterbag halus, sedangkan pada litterbag kasar, yang terlibat dalam proses dekomposisi adalah semua ukuran fauna tanah, baik makro, meso maupun mikro. Terdapat perbedaan yang nyata pada berat sisa jerami padi antara ukuran litterbag kasar dengan litterbag halus pada hari ke-30 dan 90, sedangkan pada hari ke-60, tidak terdapat perbedaan nyata antara ketiga ukuran litterbag (lihat Tabel 3). Hal ini mungkin disebabkan oleh waktu eksposisi hari ke-60 merupakan waktu peralihan laju dekomposisi dari cepat ke lambat, sehingga aktivitas fauna tanah merata pada saat itu. Selain itu, keberadaan fauna tanah yang terlibat dalam proses dekomposisi juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Laju dekomposisi jerami padi pada pematang 4 m dan 8 m berdasarkan ukuran litterbag ditampilkan pada Gambar 5.

27 Gambar 5. Laju Dekomposisi Jerami Padi dalam Tiga Ukuran Litterbag (a. Litterbag Kasar, b. Litterbag Sedang, c. Litterbag Halus) Berdasarkan Gambar 5, dapat dilihat bahwa laju dekomposisi jerami padi pada kedua level jarak pematang berdasarkan ukuran litterbag, yang paling tinggi adalah laju dekomposisi pada litterbag ukuran kasar. Laju dekomposisi litterbag kasar pada jarak pematang 4 m cenderung lebih tinggi daripada jarak pematang 8 m. Pada litterbag ukuran kasar, makrofauna seperti semut dan kumbang adalah yang paling berperan dalam proses dekomposisi. Hal ini mengacu pada penelitian Damayanti (Unpublish) yang menyebutkan bahwa Hymenoptera (semut) dan Coleoptera (kumbang) adalah makrofauna yang keberadaannya paling dominan pada plot sawah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Seperti disebutkan oleh Arief (2001), makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah dan penyediaan unsur hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati, kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Dapat dilihat juga bahwa litterbag ukuran sedang memiliki laju dekomposisi jerami padi yang tinggi setelah ukuran kasar. Fauna tanah yang dapat memasuki litterbag sedang dan berperan dalam proses dekomposisi adalah mesofauna dan mikrofauna, tanpa bantuan dari makrofauna. Hal ini dikarenakan ukuran mesh litterbag sedang (0.25 mm) tidak dapat dimasuki oleh makrofauna

28 yang ukurannya lebih dari 2 mm. Pada litterbag ukuran sedang ini, laju dekomposisi jerami padi pada jarak pematang 4 m cenderung lebih tinggi daripada jarak pematang 8 m. Mesofauna yang keberadaanya paling dominan di dalam tanah adalah tungau/acari dan Collembola, yang ditemukan pada sebagian besar jenis tanah (Coleman et al., 2004). Damayanti (Unpublish) menyebutkan bahwa Collembola adalah mesofauna yang paling dominan dengan populasi mencapai 9957 individu/m 2 (pada plot dengan jarak pematang 4 m) dan 3101 individu/m 2 (pada plot dengan jarak pematang 8 m). Keberadaan mesofauna dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah (Arief, 2001). Semakin banyaknya fauna tanah yang terdapat pada lahan, maka semakin kompleks rantai makanan yang terjadi di dalam sub-sistem tanah tersebut. Hal ini mengakibatkan semakin efisiennya proses dekomposisi dan immobilisasi unsur hara hasil mineralisasi (Sugiyarto, 2000). Dari kedua jarak pematang, litterbag halus memiliki laju dekomposisi yang paling rendah. Hal ini dikarenakan ukuran mesh yang sangat kecil (0.038 mm), hanya memungkinkan mikroorganisme yang dapat masuk ke dalam litterbag, tanpa adanya bantuan dari meso dan makrofauna. Laju dekomposisi jerami padi litterbag halus pada jarak pematang 4 m cenderung lebih cepat daripada jarak pematang 8 m, seperti pada litterbag kasar dan sedang. Hal ini dipengaruhi oleh jarak pematang 4 m yang lebih pendek dari 8 m merupakan jarak pematang yang lebih efektif bagi fauna tanah di lahan sawah untuk tinggal. Pada ketiga ukuran litterbag (kasar, sedang dan halus), mikroorganisme memiliki peran yang sangat besar dalam mendekomposisikan jerami padi. Karena mikroorganisme dapat memasuki ketiga ukuran litterbag tersebut.

29 4.3. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Pengamatan perkembangan vegetatif tanaman padi dilakukan setiap 2 minggu sekali, yaitu pada 2, 4, 6 dan 8 MST (Minggu Setelah Tanam). Pengamatan dilakukan pada 10 contoh tanaman yang dipilih secara acak pada masing-masing plot ulangan. Komponen pertumbuhan tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah batang per rumpun (jumlah anakan). Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi pada saat fase vegetatif, sedangkan jumlah batang yang dihitung adalah jumlah batang yang masih aktif (tidak mati). Perbandingan tinggi tanaman padi antara jarak pematang 4 m dengan jarak pematang 8 m dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Tinggi Tanaman Padi pada Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Berdasarkan Gambar 6, dapat ditunjukkan bahwa hasil rata-rata tinggi tanaman padi pada jarak pematang 4 m memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dari jarak pematang 8 m. Suratno (1997) menyebutkan bahwa selama masa pertumbuhannya, sejak berkecambah sampai panen, tanaman padi terdiri dari stadia pertumbuhan vegetatif dan reproduktif. Fase vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman dari mulai berkecambah sampai dengan inisiasi promodia malai (hari ke 0 60 setelah berkecambah). Fase pertumbuhan vegetatif merupakan fase yang menyebabkan terjadinya perbedaan umur panen. Selama fase pertumbuhan vegetatif, jumlah batang bertambah dengan cepat, tanaman bertambah tinggi dan daun tumbuh secara reguler. Oleh karena itu, pada fase ini banyak dibutuhkan hara guna menunjang pertumbuhannya.

30 Tabel 5. Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan Tanaman Padi pada Umur 8 MST Jarak Pematang Tinggi Jumlah Anakan Tanaman (cm) (batang per rumpun) 4 m 89.60 a 52.50 a 8 m 85.70 b 43.03 b Keterangan: Pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut Uji Lanjut Duncan 5% Berdasarkan pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa tinggi tanaman pada umur 8 MST antara jarak pematang 4 m dengan 8 m berbeda nyata menurut Uji Lanjut Duncan. Jarak pematang 4 m memiliki pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan jarak pematang 8 m. Salah satu faktor yang mendukung pertumbuhan tanaman pada jarak pematang 4 m adalah populasi fauna tanah yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan jarak pematang 8 m (Damayanti, Unpublish). Keberadaan organisme tanah pada lahan sawah dapat membantu dalam merangsang pertumbuhan tanaman karena salah satu fungsinya sebagai penyedia hara bagi tanaman dan membantu tanaman dalam penyerapan hara tersebut. Berbagai organisme tanah yang mampu memfiksasi N dan melarutkan P dapat menyediakan unsur hara essensial bagi pertumbuhan tanaman. Perbandingan jumlah anakan (batang per rumpun) tanaman padi antara jarak pematang 4 m dengan jarak pematang 8 m dapat dilihat pada Gambar 7. 60 Jumlah Anakan (batang/rumpun) 50 40 30 20 10 4 m 8 m 0 2 4 6 8 Minggu Setelah Tanam (MST) Gambar 7. Jumlah Anakan Padi pada Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Pada budidaya S.R.I., penanaman bibit dilakukan satu batang per lubang tanam, tanam dangkal, dan penentuan jarak tanam yang lebar. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi patah akar, mengoptimalkan proses fotosintesis sehingga hasil fotosintesis digunakan tanaman untuk pertumbuhan anakan bukan

31 untuk pertumbuhan pucuk akibat kerusakan dan dipersiapkan untuk perakaran dan anakan padi yang baru (Ardi, 2009). Berdasarkan Gambar 7, dapat ditunjukkan bahwa hasil rata-rata jumlah anakan tanaman padi pada jarak pematang 4 m memiliki perkembangan yang lebih baik dari jarak pematang 8 m. Pada awal pengukuran (2 MST) terlihat bahwa jumlah anakan yang berkembang masih sedikit. Jumlah tersebut makin meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman. Mengacu pada Tabel 5, jumlah anakan tanaman padi pada umur 8 MST dapat dilihat bahwa jarak pematang 4 m memiliki perbedaan yang nyata dengan jarak pematang 8 m. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor jumlah fauna tanah yang semakin berkembang dari hari ke hari, dimana semakin banyak bahan organik, maka akan semakin banyak fauna tanah yang tumbuh pada lahan akibat aktivitas organisme tanah tersebut. Semakin banyaknya fauna tanah yang terdapat pada lahan dapat mempercepat laju dekomposisi bahan organik. Seperti pada Gambar 4, yang menunjukkan penurunan sisa jerami padi seiring dengan lamanya waktu eksposisi. Semakin lamanya waktu eksposisi ini, populasi fauna tanah semakin bertambah. Pertumbuhan dan perkembangan organisme tanah inilah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan jumlah anakan tanaman. Menurut Suprihatno et al. (2007), pertumbuhan tinggi tanaman padi varietas Ciherang pada budidaya konvensional memiliki kisaran antara 107 115 cm. Berbeda dengan rata-rata tinggi tanaman padi pada penelitian ini yang memiliki kisaran tinggi antara 85 89 cm. Hal ini disebabkan karena pada budidaya konvensional, bibit ditanam pada usia lebih dari 21 hari (bibit sudah tinggi), sedangkan pada budidaya S.R.I., bibit ditanam muda, yaitu pada usia 8 hari (masih kecil). Menyebabkan pertumbuhan tinggi yang maksimal dicapai oleh budidaya konvensional. Untuk anakan produktif tanaman padi varietas Ciherang, Suprihatno et al. (2007) menyebutkan kisaran jumlah anakan antara 14-17 batang pada pola tanam konvensional. Pada penelitian ini, diperoleh kisaran jumlah anakan padi sebanyak 43 52 batang/rumpun. Perbedaan yang mencolok ini dipengaruhi oleh pola tanam yang diterapkan pada S.R.I., yaitu penanaman bibit muda, tanam satu bibit per lubang dengan jarak tanam yang lebar serta pengairan secara macak-macak dapat menyebabkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang meningkat.

32 Perakaran yang masih muda, dapat mencapai perkembangan anakan secara maksimal. Persaingan antar tanaman untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah akan berkurang dengan penanaman satu bibit per lubang dan jarak tanam lebar, sehingga perakaran memiliki banyak ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran (Berkelaar, 2001). Pemberian air secara macak-macak dan intermitten menjamin ketersediaan O 2 di zona perakaran dan secara konsisten memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan yang digenangi secara terus-menerus (Gani et al., 2002). 4.4. Hama Tanaman Padi Terdapat berbagai hama tanaman padi yang menggangu selama masa tanam. Hama-hama tersebut, yaitu keong mas, belalang, penggerek batang dan walang sangit. Keong mas adalah hama yang pertama menyerang tanaman padi pada saat tanaman baru dipindahkan dari persemaian ke plot percobaan sampai dengan umur tanaman 3 MST, saat batang padi masih sangat muda. Setelah itu serangan keong mas mulai menurun. Keong mas bersifat aktif pada air yang menggenang. Hama ini memakan pangkal batang padi dengan cara memotongnya, sehingga menyebabkan tanaman rusak dan hilangnya bibit yang sudah ditanam. Pengendalian yang dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan mengambil keong mas dan menghancurkan telur-telurnya. Telur keong mas ini berwarna merah muda dan suka menempel pada batang tanaman. Belalang merusak tanaman padi bagian daun. Saat umur tanaman padi relatif masih muda, tanaman sangat rentan akan keberadaan belalang. Daun tanaman menjadi rusak dan batang tanaman banyak yang mati. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi sangat terhambat dan menyebabkan banyak anakan produktif menjadi mati. Pengendalian yang dilakukan untuk mengendalikan hama ini dengan cara manual mengambilnya satu per satu dan dengan aplikasi pestisida nabati. Setelah dilakukan aplikasi pestisida nabati secara berkala, jumlah hama belalang yang menyerang semakin berkurang. Hama penggerek batang adalah hama yang ulatnya hidup di dalam batang padi. Hama ini memutuskan organ batang padi dari dalam. Sehingga aliran hara dari tanah tidak samapai ke pucuk daun dan menyebabkan batang padi yang

33 terinfeksi tersebut menjadi mati. Penggerek batang merusak pertanaman padi pada semua fase. Serangan yang terjadi pada fase vegetatif mengakibatkan anakan menjadi berwarna coklat dan kemudian mati. Sedangkan serangan yang terjadi pada fase generatif mengakibatkan malai menjadi kosong dan berwarna putih. Kondisi lahan pada padi budidaya S.R.I. yang tidak tergenang air menyebabkan hama dapat hidup dengan baik di batang padi yang dekat dengan tanah. Pengendalian dilakukan dengan penggenangan lahan selama beberapa saat untuk mematikan ulat. Namun serangan hama ini cukup sedikit. Walang sangit menyerang tanaman padi dengan cara menghisap cairan bulir padi yang masih masak susu. Hal ini berakibat bulir padi menjadi hampa dan berwarna coklat. Pengendalian dilakukan dengan cara mengambilnya satu per satu dan penyemprotan pestisida nabati. Berbagai serangan hama yang terjadi pada penelitian ini merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi.