HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa."

Transkripsi

1 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah Bobot Isi Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap bobot isi tanah adalah seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. Bobot Isi (g/cm 3 ) Tanpa Mulsa (M0) 1.01 a Dosis 1 ton/ha (M1) Dosis 2 ton/ha (M2) Dosis 3 ton/ha (M3) 1.04 a 1.00 a 0.99 a Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap bobot isi tanah (Tabel 2). Hal ini dikarenakan sisa tanaman yang diberikan sebagai bahan organik dalam waktu singkat belum melapuk secara sempurna, sehingga belum dapat menciptakan kondisi lepas dan sarang yang dapat menyebabkan penurunan bobot isi. Selain itu penggunaan mulsa dalam waktu singkat belum dapat menurunkan bobot isi karena mulsa yang diberikan dengan cara disebar di permukaan tanah hanya mempengaruhi ataupun merubah lapisan atas tanah saja. Agar mulsa dapat berpengaruh terhadap bobot isi tanah, perlu pemberian mulsa dua atau tiga musim tanam lagi. Bobot isi yang ada sudah bagus yaitu 1.01 g/cm 3. Menurut Foth (1978) bobot isi 1.0 g/cm 3 atau kurang, bagus untuk perkembangan akar tanaman dalam menembus tanah. Bobot isi tanah merupakan faktor kritis dalam penentuan produktivitas tanah, sebab dapat menggambarkan tingkat kepadatan tanah yang akan mempengaruhi daya tembus akar tanaman, air dalam tanah, dan aerasi tanah (Haridjaja, 1980). Semakin kecil bobot isi tanah maka semakin sarang tanah tersebut sehingga mudah untuk dapat meneruskan air dan ditembus oleh akar.

2 39 15 Sebaliknya semakin besar bobot isi semakin padat tanah tersebut sehingga akan sulit meneruskan air dan sulit ditembus oleh akar (Hardjowigeno, 1985) Porositas Tanah Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap porositas tanah adalah seperti tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Porositas tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa Porosital Total (%) Tanpa Mulsa (M0) Dosis 1 ton/ha (M1) Dosis 2 ton/ha (M2) a a a Dosis 3 ton/ha (M3) a Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap nilai porositas tanah (Tabel 3). Hal ini disebabkan karena sisa tanaman jagung yang diberikan dalam waktu singkat belum terdekomposisi, sehingga belum dapat menciptakan kondisi yang sesuai bagi organisme tanah untuk dapat membentuk rongga-rongga dalam tanah yang dapat meningkatkan porositas. Menurut Kohnke dan Bertrand (1959) penggunaan mulsa mempengaruhi kehidupan fauna secara tidak langsung, yaitu melalui perubahan lingkungan berupa kelembaban, suhu, dan unsur hara. Seperti halnya bobot isi, mulsa yang disebar dipermukaan tanah hanya memperbaiki porositas lapisan atas tanah saja sehingga tidak menyebabkan terjadinya proses agregasi di dalam tanah yang dapat meningkatkan porositas tanah. Untuk dapat terjadi proses agregasi di dalam tanah, maka mulsa harus dicampur dengan tanah. Mulsa yang masih tertinggal setelah satu musim tanam akan tercampur dengan tanah karena adanya pengolahan tanah sebelum penanaman. Mulsa yang telah tercampur dengan lapisan olah tanah dapat merangsang perkembangan organisme tanah yang akan menyebabkan terjadinya proses agregasi yang dapat membentuk pori-pori dalam tanah sehingga dapat

3 40 16 meningkatkan porositas tanah. Oleh karena itu penggunaan mulsa perlu lebih dari satu musim tanam. Porositas tanah penting dalam penyimpanan dan pergerakan udara dan air tanah, serta perkembangan sistem perakaran, sehingga porositas merupakan indikator drainase dan aerasi tanah. Porositas tanah yang baik yaitu apabila terdapat jumlah ruang pori yang cukup dan distribusi ukuran pori yang baik yang dapat menentukan tingkat kesuburan fisik tanaman (Suwardjo, 1981) Pori Air Tersedia Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap pori air tersedia adalah seperti tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Pori air tersedia pada berbagai dosis pemberian mulsa. Tanpa Mulsa (M0) Dosis 1 ton/ha (M1) Dosis 2 ton/ha (M2) Dosis 3 ton/ha (M3) Pori Air Tersedia (% vol) a a 9.59 a a Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap nilai pori air tersedia (Tabel 4). Mulsa yang diberikan dalam waktu singkat belum melapuk secara sempurna sehingga belum dapat menyumbangkan bahan organik tanah yang cukup untuk dapat memperbaiki struktur tanah yang dapat menciptakan pori air tersedia. Mulsa yang diberikan dengan cara disebar di permukaan tanah hanya dapat memperbaiki lapisan atas tanah saja dan sulit untuk memperbaiki lapisan tanah dibawahnya. Akibatnya pemberian mulsa yang hanya berlangsung dalam satu musim belum mampu menciptakan proses agregasi di dalam tanah, sehingga pori air tersedia tidak terbentuk. Menurut Stallings (1957) kondisi agregasi tanah ditentukan oleh jumlah dan kualitas suplai hasil dekomposisi bahan organik yang ada. Jika suplai bahan organik memadai, tanah akan berada pada kondisi agregat baik. Menurut

4 17 41 Komalasari (1992) untuk dapat membentuk pori dalam tanah perlu dua atau tiga musim lagi agar dapat terjadi proses agregasi di dalam tanah yang dapat menciptakan keadaan sarang. Pori air tersedia merupakan selisih dari kadar air pada pf 2.54 (tekanan 0.33 bar) yaitu kadar air kapasitas lapang yang merupakan kondisi di mana air gravitasi sudah tidak menetes lagi, dengan kadar air pada pf 4.2 (tekanan 15 bar) yaitu kadar air titik layu permanen yang merupakan kondisi dimana tanaman sudah tidak dapat menyerap air lagi. Pori air tersedia berukuran μm (Oades, 1986). Pori air tersedia yang ada (Tabel 4) menurut Stallings (1959) berkriteria sedang, sehingga perlu dosis mulsa yang melebihi dari dosis di atas untuk menaikkan kelas pori air tersedia yang ada. Pada hasil penelitian Masnang (1995) pemberian mulsa jerami padi dengan dosis 5.79 ton/ha dapat meningkatkan pori air tersedia dari 9.1% menjadi 15.4% dimana terjadi peningkatan sebesar 6.3%, dan penambahan mulsa jerami jagung dengan dosis ton/ha dapat meningkatkan pori air tersedia dari 9.1% menjadi 14.5% dimana terjadi peningkatan sebesar 5.4% Pori Drainase Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap pori drainase tanah adalah seperti tertera pada Tabel 5. Tabel 5. Pori drainase tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. Pori Drainase Cepat Pori Drainase Lambat (% vol) Tanpa Mulsa (M0) 5.00 a 3.34 a Dosis 1 ton/ha (M1) 3.23 a 3.66 a Dosis 2 ton/ha (M2) 3.20 a 5.27 a Dosis 3 ton/ha (M3) 4.14 a 5.15 a Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap pori drainase (Tabel 5). Hal ini disebabkan karena mulsa belum melapuk secara sempurna sehingga aktivitas organisme tanah belum optimum untuk dapat

5 42 18 membentuk rongga-rongga dalam tanah. Mulsa yang diberikan juga terlalu sedikit sehingga belum dapat menyumbangkan bahan organik ke dalam tanah. Mulsa yang diberikan dengan cara disebar di permukaan tanah hanya memperbaiki lapisan atas tanah saja dan sulit untuk memperbaiki yang ada di lapisan di bawahnya. Akibatnya tidak terjadi proses agregasi di dalam tanah, sehingga pori drainase tidak terbentuk. Perlu lebih dari satu musim tanam agar mulsa dapat melapuk yang dapat meningkatkan pori drainase. Pori drainase tanah memiliki arti yang penting dalam hal kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman, serta penting dalam penyimpanan air dan udara di dalam tanah. Pori drainase cepat merupakan selisih dari kadar air pada pf 1 (tekanan 0.01 bar) dengan kadar air pada pf 2 (tekanan 0.1 bar). Pori drainase cepat berukuran > 100 μm (Oades, 1986). Pori drainase cepat daya pegangnya terhadap air sangat lemah sehingga sulit untuk menahan air. Kondisi ini menyebabkan air mudah keluar dan hanya sedikit air yang tertahan. Sedangkan pori drainase lambat merupakan selisih dari kadar air pada pf 2 (tekanan 0.1 bar) dengan kadar air pada pf 2.54 (tekanan 0.33 bar). Pori drainase lambat berukuran μm (Oades, 1986). Pada pori drainase lambat air mudah diambil oleh tanaman. Pori drainase cepat dan pori drainase lambat yang ada (Tabel 5) menurut Stallings (1959) sangat rendah, sehingga perlu dosis mulsa yang lebih tinggi lagi untuk menaikkan kelas pori drainase yang ada. Pada penelitian Masnang (1995), penambahan mulsa jerami padi dengan dosis 5.79 ton/ha dapat meningkatkan pori drainase cepat dari 9.2% menjadi 13% dimana terjadi peningkatan sebesar 3.8%. Sedangkan untuk pori drainase lambat, penelitian Sumitra (1993) menunjukkan bahwa penambahan mulsa jerami padi dengan dosis 3 ton/ha dapat meningkatkan pori drainase lambat Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Biologi Tanah Jumlah Makrofauna Tanah Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap jumlah makrofauna tanah adalah seperti tertera pada Tabel 6.

6 43 19 Tabel 6. Jumlah makro fauna tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. Semut Cacing Rayap (ekor/100 g tanah) Tanpa Mulsa (M0) 46 b 6 b 8 b Dosis 1 ton/ha (M1) 58 ab 9 ab 10 a Dosis 2 ton/ha (M2) 59 ab 10 ab 15 ab Dosis 3 ton/ha (M3) 68 a 13 a 18 a Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Jenis makrofauna tanah yang dijumpai meliputi cacing, rayap, semut, larva, kaki seribu. Semut, cacing, dan rayap merupakan makrofauna yang paling dominan dibandingkan jenis yang lainnya. Analisis statistik menunjukkan bahwa mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan dengan dosis minimum 3 ton/ha berpengaruh meningkatkan jumlah makrofauna tanah yaitu semut, cacing, dan rayap (Tabel 6). Populasi makrofauna semut, cacing, dan rayap tertinggi terdapat pada perlakuan M3. Dengan demikian semakin tinggi dosis mulsa yang diberikan, maka semakin banyak populasi fauna yang ada. Mulsa yang diberikan merupakan sumber energi bagi fauna tanah sehingga penambahan mulsa dapat menyebabkan jumlah makrofauna tanah meningkat. Mulsa yang disebar di atas permukaan tanah memberi kondisi yang sesuai bagi makrofauna tanah untuk berkembang, karena mulsa dapat mengurangi fluktuasi suhu dan menjaga kelembaban tanah. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Kohnke dan Bertrand (1959), bahwa penggunaan mulsa mempengaruhi kehidupan fauna secara tidak langsung, yaitu melalui perubahan lingkungan yang meliputi aerasi, kelembaban, suhu, dan unsur hara. Ekosistem yang banyak dihuni makrofauna, menyebabkan pembentukkan agregat-agregat tanah sehingga konsistensi tanah menjadi gembur dan porositas tinggi. Mulsa berupa sisa tanaman merupakan bahan makanan cacing yang cocok untuk perkembangannya. Ini berarti aktivitas cacing tanah yang meningkat pada tanah yang diberi mulsa sangat membantu terjadinya perbaikan sifat fisik tanah. Sedangkan lubang yang dibuat didalam tanah oleh rayap dan semut berpengaruh baik terhadap aerasi dan drainase tanah (Suwardjo, 1981).

7 Pengaruh Mulsa Terhadap Tanaman Jagung Tinggi Tanaman Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap tinggi tanaman jagung adalah seperti tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Tinggi tanaman jagung pada berbagai dosis pemberian mulsa. Pengukuran Tinggi Tanaman (cm) 3 MST 6 MST 9 MST 12 MST Tanpa Mulsa (M0) a a a a Dosis 1 ton/ha (M1) a a a a Dosis 2 ton/ha (M2) a a a a Dosis 3 ton/ha (M3) a a a a Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Tinggi tanaman digunakan sebagai parameter uji efektifitas pemberian mulsa pada dosis yang berbeda-beda. Seperti halnya pengaruh mulsa terhadap bobot isi dan distribusi pori tanah, analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman jagung (Tabel 7). Hal ini disebabkan karena mulsa yang diberikan belum melapuk secara sempurna, sehingga tanaman belum mendapatkan unsur hara yang cukup dari pemberian mulsa. Selain itu, karena pemberian mulsa tidak berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik tanah yang ada (Tabel 2, 3, 4, dan 5), maka pemberian mulsa juga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat fisik tanah sangat menentukan dan menunjang pertumbuhan tanaman seperti kemampuan penetrasi akar, pergerakan air dalam tanah, aerasi tanah, dan ketersediaan hara bagi tanaman. Mulsa yang disebar dipermukaan tanah hanya mempengaruhi kondisi lapisan tanah atas saja, sehingga mulsa belum dapat menciptakan kondisi tanah yang lebih baik untuk perkembangan akar tanaman dalam memanfaatkan unsur hara dan air dari tanah. Bahan organik yang diberikan berupa mulsa sisa tanaman mengandung berbagai macam senyawa yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang membantu melekatkan partikel-partikel tanah membentuk agregat, sehingga tanah menjadi berpori-pori, gembur, dapat menyimpan dan mengalirkan udara dan air. Kondisi ini dapat tercapai bila mulsa diberikan lebih

8 45 21 dari satu musim tanam, atau mulsa diberikan dengan cara dicampur dengan tanah. Kondisi tanah seperti itu diperlukan tanaman untuk mengembangkan akarnya dan menyerap air dan unsur hara yang terlarut di dalamnya (Foth, 1978) Jumlah Daun Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap jumlah daun adalah seperti tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah daun pada berbagai dosis pemberian mulsa. Jumlah Daun 3 MST 6 MST 9 MST 12 MST Tanpa Mulsa (M0) 5.2 a 7.2 a 11.2 a 11.9 a Dosis 1 ton/ha (M1) 4.4 a 6.8 a 10.6 a 11.8 a Dosis 2 ton/ha (M2) 4.6 a 6.2 a 10.6 a 11.5 a Dosis 3 ton/ha (M3) 4.5 a 6.7 a 11.1 a 12 a Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Jumlah daun digunakan sebagai parameter uji efektifitas pemberian mulsa pada dosis yang berbeda-beda. Seperti halnya pengaruh mulsa terhadap tinggi tanaman jagung, analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman jagung (Tabel 8). Bahan organik yang diberikan berupa mulsa yang disebar di atas permukaan tanah hanya mempengaruhi lapisan atas tanah saja sehingga belum dapat memberikan sumber energi dan lingkungan yang sesuai bagi organisme tanah yang dapat memberikan kontribusi terhadap perakaran dan pergerakan udara dan air dalam tanah. Pemberian bahan organik juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam hubungannya sebagai penyedia hara. Selain itu, karena pemberian mulsa tidak berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik tanah yang ada (Tabel 2, 3, 4, dan 5), maka pemberian mulsa juga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat fisik tersebut sangat menentukan dan menunjang pertumbuhan tanaman seperti kemampuan penetrasi akar, pergerakan air dalam tanah, aerasi tanah, dan ketersediaan hara bagi tanaman. Perlu lebih dari satu musim tanam agar terlihat pengaruh pemberian mulsa sisa

9 46 22 tanaman untuk dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah pasca panen juga perlu dilakukan agar bahan organik berupa sisa tanaman dapat tercampur dengan lapisan olah tanah. Menurut Foth (1978) bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah mengandung berbagai macam senyawa meliputi lemak, karbohidrat, protein, dan lignin. Penambahan senyawa organik itu merangsang aktivitas organisme tanah dalam proses dekomposisi. Hasil dekomposisi bahan organik tersebut berupa unsur hara yang berguna bagi pertumbuhan tanaman Produksi Produksi tanaman jagung yang diamati adalah bobot jagung dengan klobot, jagung tanpa klobot, dan pipilan. Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap produksi jagung adalah seperti tertera pada Tabel 9. Tabel 9. Bobot jagung pada berbagai dosis pemberian mulsa. Bobot Jagung Dengan Klobot Tanpa Klobot Pipilan (ton/ha) Tanpa Mulsa (M0) a 8.34 a 4.34 a Dosis 1 ton/ha (M1) a 8.66 a 4.61 a Dosis 2 ton/ha (M2) a 8.50 a 4.86 a Dosis 3 ton/ha (M3) a 9.00 a 5.14 a Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap produksi jagung (Tabel 9). Hal ini disebabkan karena mulsa yang diberikan belum melapuk secara sempurna sehingga belum dapat menyumbangkan bahan organik yang cukup untuk dapat meningkatkan produksi tanaman. Perlu lebih dari satu musim tanam dan dosis yang lebih dari perlakuan diatas untuk dapat meningkatkan produksi tanaman. Menurut Sinukaban (1990), jangka waktu satu musim tanam mulsa belum nyata meningkatkan produksi. Sedangkan pada hasil penelitian Suwardjo (1981), pada musim tanam pertama pemberian mulsa padi maupun jagung sebanyak 6 ton/ha belum nyata meningkatkan produksi polong

10 47 23 atau biji kacang tanah. Namun pada musim ketiga, perbedaan produksi sangat nyata pada produksi kacang hijau yaitu dari 0.38 ton/ha menjadi 1.11 ton/ha. Dari hasil data penelitian menunjukan (Tabel 9), untuk produksi jagung tertinggi baik dengan klobot, tanpa klobot, ataupun pipilan dicapai oleh perlakuan M3. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan pemberian dosis mulsa sejalan dengan meningkatnya produksi jagung. Bila dibandingkan dengan potensi produksi jagung hibrida normal yang semua syarat tumbuhnya terpenuhi, jagung varietas Hawai yang digunakan mampu berproduksi sampai 15 ton/ha. Mulsa yang disebar dipermukaan tanah hanya mempengaruhi lapisan atas tanah saja sehingga belum dapat memperbaiki lapisan tanah bagian bawah. Agar mulsa dapat berpengaruh terhadap lapisan tanah di bawah permukaan, maka perlu pengolahan tanah pasca panen untuk mencampur mulsa dengan tanah agar dapat menciptakan kondisi tanah yang baik untuk perkembangan akar tanaman. Untuk mencapai kondisi mulsa melapuk secara sempurna memerlukan waktu yang cukup lama. Perlu dua atau tiga musim tanam lagi untuk dapat melihat keefektifan pengaruh penggunaan mulsa terhadap produksi tanaman. Menurut Suwardjo (1981) sisa tanaman yang diberikan lambat laun akan terdekomposisi (terjadi mineralisasi), yaitu perubahan bentuk organik menjadi anorganik, sehingga unsur hara yang dilepaskan akan menjadi tersedia untuk tanaman.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JAGUNG TERHADAP SIFAT FISIK DAN BIOLOGI TANAH SERTA PRODUKSI JAGUNG PADA TANAH LATOSOL CIMANGGU BOGOR

PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JAGUNG TERHADAP SIFAT FISIK DAN BIOLOGI TANAH SERTA PRODUKSI JAGUNG PADA TANAH LATOSOL CIMANGGU BOGOR PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JAGUNG TERHADAP SIFAT FISIK DAN BIOLOGI TANAH SERTA PRODUKSI JAGUNG PADA TANAH LATOSOL CIMANGGU BOGOR RATU WANODYA CITRAKUSUMAH A14053990 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG Elita Agus Manalu 1), Arsyad 2), dan Suryanto 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi elitamanalu115@gmail.com

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran ternak baik padat maupun cair yang bercampur dengan sisa-sisa makanan. Pupuk kandang tersebut selain dapat menambah unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 19 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Potensi lahan kering di Bali masih cukup luas. Usahatani lahan kering sering kali mendapat berbagai kendala terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi tanaman pangan. Usaha ekstensifikasi dilakukan dengan cara pembukaan lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik Awal Tanah Latosol yang di ambil dari lahan percobaan IPB Cikabayan Darmaga memiliki bobot isi 0,86 gram cm -3, pori air tersedia < 20%, pori drainase

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Mulsa Vertikal terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1 Infiltrasi Kumulatif Hasil analisis sidik ragam menunjukan pemberian mulsa vertikal tidak berbeda nyata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perkecambahan benih kopi A. Hasil Untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap perkecambahan benih kopi, dilakukan pengamatan terhadap dua variabel yaitu daya berkecambah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

Gambar 2. Regresi antara bahan organik eceng gondok (Eichornia crassipes) pada berbagai perlakuan (X) dengan kadar air pada pf 1 (Y)

Gambar 2. Regresi antara bahan organik eceng gondok (Eichornia crassipes) pada berbagai perlakuan (X) dengan kadar air pada pf 1 (Y) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan a. Kadar Air pada Tekanan pf 1 Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat salah satu perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinggi tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tahapan umur pengamatan

Lebih terperinci

IV. SIFAT FISIKA TANAH

IV. SIFAT FISIKA TANAH Company LOGO IV. SIFAT FISIKA TANAH Bagian 2 Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS SIFAT SIFAT FISIKA TANAH A. Tekstur Tanah B. Struktur Tanah C. Konsistensi Tanah D. Porositas Tanah E. Tata Udara Tanah F. Suhu

Lebih terperinci

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi Latar Belakang Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi dan menonjol dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia, kecuali Cina, Jepang, dan Korea. Namun keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L) Merill) adalah salah satu komoditi tanaman pangan yang penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Wibowo, 2009). Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang

BAB I PENDAHULUAN. (Wibowo, 2009). Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan tanaman semusim dan memilik umbi yang berlapis. Tanaman ini mempunyai akar serabut, dengan daun berbentuk silinder berongga, umbi terbentuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan komoditas strategis kacang-kacangan yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan menunjukkan dampak positif terhadap kenaikan produksi padi nasional. Produksi padi nasional yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas Comosus) Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih kurang 1.200 meter diatas permukaan laut (dpl). Di daerah tropis Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, namun dapat juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Mengembangkan dan membudidayakan tanaman tomat membutuhkan faktor yang mendukung seperti pemupukan, pengairan, pembumbunan tanah, dan lain-lain. Pemberian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan April 2017 di Rumah Kaca dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian. Alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Stabilitas Agregat Stabilitas agregat adalah kemampuan tanah untuk menahan tekanan yang dapat menyebabkan terjadinya pemisahan agregat seperti penggemburan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. Pakchoy dan sawi dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup atau makhluk hidup yang telah mati, meliputi kotoran hewan, seresah, sampah, dan berbagai produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Bobot Segar Daun, Akar, dan Daun + Akar Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 8, 9 dan 10), pemberian pupuk Mikro-Biostimulant Cair berpengaruh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dengan cara bercocok tanam. Salah satu proses terpenting dalam bercocok tanam adalah

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI 1 PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI Rina Maharany Program Studi Budidaya Perkebunan, STIPAP Medan. Jalan Willem Iskandar, Pancing Medan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah, mengandung unsur-unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Akan

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah, mengandung unsur-unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Akan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan di Indonesia secara tidak langsung sering digunakan sebagai media penanaman tanam pangan, karena lahan yang sebagian besar adalah tanah, mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

Syekhfani. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Syekhfani. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya 1 KONSEP KESUBURAN TANAH BERKELANJUTAN DAN AKRAB LINGKUNGAN Syekhfani Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Apa tanah subur? 2 DEFINISI MENURUT PETANI Drainase baik dan lembab di musim kering Tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Pemadatan tanah adalah penyusunan partikel-partikel padatan di dalam tanah karena ada gaya tekan pada permukaan tanah sehingga ruang pori tanah menjadi sempit. Pemadatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Tanah Sebelum Pemadatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Tanah Sebelum Pemadatan 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Sebelum Pemadatan Hasil analisis sifat kimia tanah Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan kriteria Balai Penelitian Tanah (2005), tanah Podsolik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P Zubir et al.: Keragaan Pertumbuhan Jagung Dengan. KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P Zubir Marsuni 1), St. Subaedah 1), dan Fauziah Koes 2) 1) Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (±

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 45 hari), termasuk dalam famili Brassicaceae. Umumnya, pakchoy jarang dimakan mentah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai komersial tinggi di Indonesia. Hal ini karena buah melon memiliki kandungan vitamin A dan C

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN TANAH MEMEGANG AIR SEBAGAI RESPON PERLAKUAN BAHAN ORGANIK ENCENG GONDOK

PENINGKATAN KEMAMPUAN TANAH MEMEGANG AIR SEBAGAI RESPON PERLAKUAN BAHAN ORGANIK ENCENG GONDOK PENINGKATAN KEMAMPUAN TANAH MEMEGANG AIR SEBAGAI RESPON PERLAKUAN BAHAN ORGANIK ENCENG GONDOK (Eichornia Crassipes) PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mayz L.) 1 HERMAN UNO 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman pangan. Pengolahan tanah adalah tindakan mekanis untuk menciptakan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kehilangan karbon di sektor pertanian disebabkan oleh cara praktik budidaya yang tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi sebagai akibat dari makin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan masalah Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan ubikayu bagi penduduk dunia, khususnya pada negara tropis setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan sumber protein nabati yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Permintaan kedelai dari tahun ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami proses dan faktor pembentukan tanah. 2. Memahami profil,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mempunyai prospek pasar yang unik dan menarik. Selama ini budidaya cabai dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain

1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam persiapan lahan yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup banyak digemari, karena memiliki kandungan gula yang relatif tinggi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat. Meskipun disadari bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan kondisi

Lebih terperinci