ANALISIS USAHATANI IKAN LELE BAPUKAN (Clarias gariepinus) DI KECAMATAN LOSARANG KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

KARYA ILMIAH BUDIDAYA IKAN LELE. NAMA : Mey Dwi Prasetya NIM : KELAS : D3TI-2B

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dari Afrika. Tahun 1969, ikan nila pertama kali didatangkan dari Taiwan ke Balai

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

IV. METODE PENELITIAN

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaan Usahatani Pembedengan Bibit

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia yakni sektor pertanian. Sektor pertanian. merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia karena

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bisnis Budidaya Ikan Bawal

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

IV. METODE PENELITIAN

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

Transkripsi:

ANALISIS USAHATANI IKAN LELE BAPUKAN (Clarias gariepinus) DI KECAMATAN LOSARANG KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI BRIAN GUNTUR H34086017 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 vi

RINGKASAN BRIAN GUNTUR. Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan (Clarias gariepinus) di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HENY K. S. DARYANTO). Indonesia memiliki potensi hasil perikanan yang berlimpah, diantaranya terdapat komoditas perikanan unggulan yang potensial untuk dikembangkan baik di laut maupun di darat. Adapun kegiatan yang dilakukan untuk memaksimalkan potensi perikanan adalah penangkapan, budidaya, dan pengolahan. Kegiatan budidaya air tawar merupakan kegiatan yang dilakukan di daratan dan ikan yang biasa dibudidayakan adalah ikan lele, patin, nila bawal, dan gurami. Komoditi air tawar yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan sebagai ikan konsumsi adalah ikan lele (Clarias sp.). Salah satu daerah yang diharapkan mampu berkontribusi dalam peningkatan budidaya ikan lele adalah Kabupaten Indramayu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pengembangan kawasan budidaya lele di Kabupaten Indramayu pada tahun 2009 seluas 404,99 ha dengan jumlah petakan 9.085 unit serta banyaknya petani pembenihan dan pembesaran ikan lele. Satu dari beberapa kawasan di Indramayu yang menjadi sentra budidaya ikan lele adalah Kecamatan Losarang. Program yang sedang digalakkan di Kecamatan Losarang adalah budidaya ikan lele Bapukan (Clarias gariepinus). Ikan lele Bapukan adalah varietas ikan lele Dumbo(Clarias gariepinus), yang ukurannya lebih besar dan dagingnya tebal. Ikan lele Bapukan ini merupakan nama lokal untuk ikan lele Dumbo. Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu melakukan program Filleting, yaitu suatu proses mengolah ikan lele dengan cara mengiris seluruh bagian tubuh ikan dan hanya menyisakan tulang, kemudian di ambil dagingnya dan di packing agar kesegaran ikan tetap terjaga. Filleting bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dengan cara mengolah ikan lele Bapukan menjadi produk olahan berupa Fillet yang di harapkan dapat meminimumkan risiko tidak terserapnya ikan lele Bapukan oleh pasar, sehingga harga ikan lele Bapukan menjadi lebih tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur penerimaan dan biaya dari usahatani ikan Lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, menganalisis tingkat pendapatan usahatani komoditas ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Metode penentuan responden dilakukan secara sengaja (Purposive). Hal tersebut terkait dengan karakteristik petani lele Bapukan yang homogen dilihat dari skala usaha, produk yang dihasilkan, dan penerapan teknologi budidaya. Adapun waktu dalam proses pengambilan dan pengumpulan data serta informasi dilakukan selama bulan Juli hingga Agustus 2010. Pemilihan responden dilakukan secara sengaja yaitu petani yang memproduksi ikan lele Bapukan pada saat penelitian sedang dilakukan, dimana responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 25 orang responden petani pembesaran ikan lele Bapukan. Data terdiri dari data primer dan sekunder. vii

Data primer diperoleh melalui pembagian daftar pertanyaan yang telah disiapkan dengan tehnik wawancara langsung kepada petani lele Bapukan. Data sekunder lain diperoleh dari beberapa lembaga atau instansi pemerintah, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan dan Perikanan Pusat (DKP) Indramayu. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu kalkulator dan software komputer Microsoft Excel 2007. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dalam penelitian ini meliputi analisis keragaan usahatani ikan lele Bapukan. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini meliputi analisis biaya ikan lele Bapukan, penerimaan, R/C rasio. Input yang digunakan pada usahatani ikan lele Bapukan adalah benih, pupuk pestisida, tenaga kerja dan pakan. Semua petani menggunakan benih lele Dumbo Thailand, karena benih tersebut sudah terbukti kulitas dan kecocokannya terhadap kondisi perairan dan lingkungan budidaya di Kecamatan Losarang tepatnya di Desa Krimun. Adapun teknik budidaya dari lele Bapukan terdiri dari persiapan lahan, pengapuran, pemupukan, pengelolaan air, penebaran benih, pemberian pakan, pencegahan hama dan penyakit dan pemanenan. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ikan lele Bapukan sebelum program Filleting adalah negatif Rp 1,337,000 artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya yang diperhitungkan merugi sebesar Rp 1,337,000 per hektar per musim tanam. Pendapatan atas biaya total sebesar negatif Rp 3,090,991. artinya pendapatan petani dengan memperhitungkan biaya yang diperhitungkan merugi sebesar Rp 3,090,991. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ikan lele Bapukan setelah program Filleting adalah Rp 3,709,600 artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 3,709,600 per hektar per musim tanam. Pendapatan atas biaya total sebesar Rp 1,955,609 artinya pendapatan petani dengan memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 1,955,609. Perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C rasio) atas biaya tunai dan biaya total dapat disimpulkan bahwa usahatani ikan lele Bapukan tidak untung sebelum program Filleting jika dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai yaitu bernilai 0,88. Artinya setiap biaya yang dikeluarkan secara tunai sebanyak satu satuan hanya menghasilkan keuntungan sebesar 0,88 satuan. R/C rasio atas biaya total juga tidak menguntungkan untuk diusahakan terbukti dengan nilai R/C rasio terhadap biaya total sebesar 0,77, artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total hanya akan menghasilkan penerimaan sebesar 0,77 satuan penerimaan. Selisih R/C rasio atas biaya tunai dengan R/C rasio atas biaya total usahatani lele Bapukan saat ini 0,11 atau 11 persen, sedangkan setelah program Filleting sebesar 0,17 atau 17 persen. Hal ini menunjukan bahwa biaya yang diperhitungkan pada usahatani tersebut relatif kecil. Salah satu komponen biaya diperhitungkan yang memiliki nilai paling besar adalah sewa lahan. Pada sisi pemasaran petani yang menjual produknya pada lembaga pemasaran yang melakukan pengolahan berupa Filleting lebih efisien dibandingkan dengan lembaga pemasaran yang tidak melakukan pengolahan berupa Filleting, karena lele Bapukan yang dijual ke lembaga yang melakukan program Filleting menyerap seluruh produk yang dijual petani dan juga dapat meningkatkan added value ikan lele Bapukan, sehingga harga lele Bapukan lebih tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. viii

ANALISIS USAHATANI IKAN LELE BAPUKAN (Clarias gariepinus) DI KECAMATAN LOSARANG KABUPATEN INDRAMAYU, PROVINSI JAWA BARAT BRIAN GUNTUR H34086017 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ix

Judul Skripsi Nama NRP : Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan(Clarias gariepinus) Di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. : Brian Guntur : H34086017 Disetujui, Pembimbing Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec NIP. 19610 91619 8601 2 001 Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemn Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580 90819 8403 1 002 Tanggal Lulus : x

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan (Clarias gariepinus) Di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat. adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2011 Brian Guntur H34086017 xi

RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Indramayu, Jawa Barat pada tanggal 28 Agustus 1987. Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak PELDA(Pembantu Letnan Dua) Supandi dan Ibu Eti Suhaeti. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Fatahillah Lohbener, di SDN 1 Lohbener dan lulus pada tahun 1999, di SLTPN 1 Lohbener dan lulus pada tahun 2002, setelah itu melanjutkan di SMAN 2 Indramayu dan lulus pada tahun 2005. Selanjutnya, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan Diploma 3 dengan Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selepas menempuh program Diploma 3, penulis melanjutkan studi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2008 hingga 2011. xii

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan anugrah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan (Clarias gariepinus) di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Ekstensi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur penerimaan dan biaya dari usahatani ikan Lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, menganalisis tingkat pendapatan usahatani komoditas ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Pendapatan petani merupakan hal yang dapat menjadikan ukuran untuk mengetahui bagaimana dengan usaha yang petani jalankan selama ini menguntungkan atau tidak, sehingga ketika pendapatan petani makin tinggi maka dipastikan usahatani ikan lele Bapukan bisa menjadi sumber pendapatan utama bahkan menjadi mata pencaharian yang bisa di andalkan di masa depan. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Januari 2011 Brian Guntur xiii

UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini ini tidak terlepas dari kontribusi semua pihak. Sebagai bentuk rasa syukur dan terimakasih, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada. 1. Ayah dan Ibu atas segala doa, kasih sayang, serta pengorbanan yang tidak terbatas baik moril maupun materil. 2. Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah membantu, mengarahkan, dan memberikan semangat untuk menyelesaikan proses skripsi ini. 3. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS sebagai dosen evaluator dan dosen penguji pada saat seminar proposal (kolokium) dan sidang yang telah memberikan masukan, serta perbaikan dalam penelitian. 4. Arif Karyadi, SP selaku dosen komdik pada saat sidang, serta semua dosen ekstensi yang yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas formulasi, aplikasi, hingga evaluasi baik dalam perkuliahan hingga proses penelitian berlangsung. 5. Bapak/Ibu Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu serta Bapak Sudirman dan keluarga besar kelompok tani Ulam Jaya Desa Krimun, Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu yang telah memberikan pengarahan pada saat di lapang dan membantu dalam pengumpulan data. 6. Seluruh staf Ekstensi AGB yang telah membantu penulis 7. Teman-teman kosan, bayu, anggun, Zeffri dan rekan-rekan AGB serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya. 8. Rekan-rekan Ekstensi AGB angkatan 5 (lima), terima kasih atas semua perasaan dan hubungan yang terjalin selama ini hingga perkuliahan dan proses penelitian berakhir. 9. Sekretariat ekstensi AGB (Mba Ami, Mba Dewi, Mba Lus, Kak Maya, Teh Nung, Mas Rio, Mas Aji, Mas Agus) terima kasih atas pelayanan dan kesabarannya hingga akhir studi. Bogor, Januari 2011 Brian Guntur xiv

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Kegunaan Penelitian... 5 1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA... 7 2.1 Sejarah Umum Ikan Lele... 7 2.2 Syarat Pemeliharaan... 8 2.3 Budidaya Ikan Lele... 8 2.4 Studi Empiris Mengenai Ikan Lele... 11 2.5 Studi Empiris Mengenai Analaisis Pendapatan Usahatani... 12 2.2 Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu... 16 III. KERANGKA PEMIKIRAN... 17 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis... 17 3.1.1 Konsep Usahatani... 17 3.1.2 Konsep Pendapatan Usahatani... 19 3.1.3 Biaya Usahatani... 21 3.1.4 Penerimaan Usahatani... 21 3.1.5 Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)... 22 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 22 IV. METODE PENELITIAN... 24 4.1 Lokasi dan Waktu Peneltian... 24 4.2 Teknik Penentuan Responden... 24 4.3 Metode Pengumpulan Data... 24 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 26 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani... 27 4.5 Definisi Operasional... 29 V. KEADAAN UMUM KECAMATAN LOSARANG... 31 5.1 Wilayah, Topografi dan Demografi Kecamatan Losarang... 31 5.2 Gambaran Umum Demografis... 32 xv

5.3 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat... 34 5.4 Profil Kelompok Tani Ulam Jaya... 34 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 36 6.1 Karaktersitik Responden... 36 6.1.1 Usia... 36 6.1.2 Status Usaha... 37 6.1.3 Pendidikan... 37 6.1.4 Luas Areal Usahatani Lele Bapukan... 38 6.1.5 Pengalaman dalam Usahatani Ikan Lele... 39 6.1.6 Status Kepemilikan Lahan... 39 6.2 Keragaan Usahatani Lele Bapukan... 40 6.2.1 Penggunaan Input...40 6.2.2 Teknik Budidaya... 46 6.3 Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan... 49 6.3.1 Saluran Pemasaran Sebelum Program Filleting... 49 6.3.2 Saluran Pemasaran Setelah Program Filletting... 50 6.4 Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan... 51 6.4.1 Penerimaan Usahatani... 51 6.4.2 Biaya Usahatani... 56 6.4.3 Pendapatan Usahatani... 57 VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 59 7.1 Kesimpulan... 59 7.2 Saran... 60 DAFTAR PUSTAKA... 61 LAMPIRAN... 63 xvi

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar (Ton) di Indonesia tahun 2005-2008... 2 2. Perkembangan target dan realisasi produksi ikan lele di Kabupaten Indramayu... 4 3. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu16 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian... 26 5. Contoh Perhitungan Pendapatan Usaha... 29 6. Jumlah Golongan Penduduk Berdasarkan Usia... 32 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok...... 33 8. Persentase umur Petani lele Bapukan di Desa Krimun... 37 9. Sebaran Jumlah Responden Petambak Lele Bapukan Anggota kelompok Tani Lele Ulam Jaya... 37 10. Persentase Tingkat Pendidikan Responden Petani lele Bapukan Anggota Kelompok Tani Ulam Jaya di Desa Krimun... 38 11. Sebaran Jumlah Responden Petani Lele Bapukan Anggota Kelompok Tani Ulam Jaya Menurut Luas lahan... 38 12. Sebaran Jumlah Responden Petani Lele Bapukan Anggota Kelompok Tani Ulam Jaya Menurut Pengalaman Usahatani... 39 13. Sebaran Jumlah Responden Petani Lele Bapukan Anggota Kelompok Tani Ulam Jaya Menurut Pengalaman Kepemilikan lahan... 40 14. Rata-rata Penggunaan Input Usahatani ikan Lele Bapukan per Hektar per Musim Tanam... 41 15. Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja dalam Proses Budidaya Ikan Lele Bapukan... 44 16 Rata-rata Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Ikan Lele Bapukan Sebelum Program Filleting per Hektar Musim Tanam... 53 xvii

17. Rata-rata Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Ikan Lele Bapukan Setelah Program Filleting per Hektar Musim Tanam... 55 xviii

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran Operasional... 24 2. Skema Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan Sebelum Program Filleting... 50 3. Skema Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan Setelah Program Filleting... 51 xix

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Luas Kolam dan Jumlah Petakan Kabupaten Indramayu... 64 2. Daftar Nama Petani Ulam Jaya Nama Petani Ijen (gelondongan)... 65 3. Nama Responden Pembesaran Lele Bapukan... 66 4. Data penggunaan Input Usahatani Ikan lele Bapukan... 67 5. Data Produksi dan biaya usahatani Ikan lele Bapukan... 68 6. Nama responden dan Lama Bertani... 69 7. Gambar Kecamatan Losarang... 71 8. Kuisioner Ikan Lele Bapukan... 72 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi hasil perikanan yang berlimpah, di antaranya terdapat komoditas perikanan unggulan yang potensial untuk dikembangkan baik di laut maupun di darat. Adapun kegiatan yang dilakukan untuk memaksimalkan potensi perikanan adalah penangkapan, budidaya, dan pengolahan. Penangkapan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh nelayan, dimana para nelayan menangkap ikan di laut lalu menjualnya di pasar guna memenuhi kehidupan sehari-hari mereka. Kegiatan budidaya (akuakultur) merupakan kegiatan usaha dan teknologi memproduksi biota akuatik (ikan dalam arti luas) secara terkontrol (Irzal, 2004). Pengolahan merupakan suatu kegiatan pasca panen dimana ikan diproses kembali untuk menjadi Fillet, sarden, dan ikan asin yang dilakukan di pabrik sehingga bisa langsung dijual ke konsumen. Kegiatan budidaya terdiri dari budidaya air laut, air tawar, dan air payau. Kegiatan budidaya air tawar merupakan kegiatan yang dilakukan di daratan dan ikan yang biasa dibudidayakan adalah ikan lele, patin, nila, bawal, dan gurami. Salah satu komoditi air tawar yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan sebagai ikan konsumsi adalah ikan lele (Clarias sp.). Budidaya ikan lele pada umumnya banyak dilakukan oleh masyarakat karena dapat dilakukan pada lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi dan teknologi yang relatif mudah dimengerti. Selain sebagai komoditas unggulan budidaya air tawar, lele mempunyai keunggulan dibandingkan komoditas lainnya, seperti rasa dagingnya yang khas dan enak, juga kandungan gizi pada setiap ekornya cukup tinggi, yaitu protein (17-37 %), lemak (4,8 %), mineral (1,2 %) yang terdiri dari garam fosfat, kalsium, besi, tembaga, yodium dan vitamin (1,2 %) yaitu vitamin B kompleks yang larut dalam air, vitamin A, D, dan E yang larut dalam lemak (Khairuman dan Amri, 2006).. 21

Keunggulan tersebut membuat Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan ikan lele sebagai salah satu dari sepuluh komoditas perikanan budidaya unggulan yang dikembangkan. Peningkatan yang cukup signifikan dalam perkembangan produksi ikan lele terlihat pada tahun 2008, di mana ikan lele berada pada peringkat ke tiga setelah ikan mas dan ikan nila. Produksi ikan lele tahun 2008 sebesar 162.000 ton meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2007, yaitu sebesar 88.970 ton. Peningkatan tersebut diprediksi akan terus meningkat hingga tahun 2011, oleh karena itu pada tahun ini KKP menjadikan ikan lele sebagai salah satu komoditas air tawar yang menjadi andalan dalam rangka program peningkatan produksi perikanan sebesar 343% pada tahun 2014 yang diluncurkan Kementrian Kelautan dan Perikanan (Tabel 1). Tabel 1. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar (Ton) di Indonesia tahun 2005-2008. No Komoditas 2005 2006 2007 2008 1 Ikan Mas 216.920 247.633 285.100 375.000 2 Nila 148.249 169.390 195.000 233.000 3 Lele 69.386 77.272 88.970 162.000 4 Gurame 25.442 28.710 31.600 52.000 5 Patin 32.575 31.490 36.260 51.000 Total 492.572 554.495 636.930 873.000 Sumber : DKP 2009 (diolah ) Salah satu daerah yang diharapkan mampu berkontribusi dalam peningkatan budidaya ikan lele adalah Kabupaten Indramayu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pengembangan kawasan budidaya lele di Kabupaten Indramayu pada tahun 2009 seluas 404,99 Ha dengan jumlah petakan 9.085 unit serta banyaknya petani pembenihan dan pembesaran ikan lele. Data luas kolam dan jumlah petakan di Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Lampiran 1. Satu dari beberapa kawasan di Indramayu yang menjadi sentra budidaya ikan lele adalah Kecamatan Losarang. Program yang sedang digalakkan di Kecamatan Losarang adalah budidaya ikan lele Bapukan (Clarias gariepinus). Ikan lele Bapukan adalah varietas ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus), yang ukurannya lebih besar dan dagingnya tebal. Ikan lele Bapukan ini merupakan nama lokal untuk ikan lele Dumbo. Pertumbuhan ikan lele Bapukan lebih cepat di karenakan ukuran tebar benih yang lebih besar, hal ini membuat 22

daya tahan ikan lele Bapukan lebih kuat terhadap penyakit. Hanya dalam waktu dua bulan, setiap ekornya bisa mencapai berat 700 gram. Kondisi ini membuat petani di Kecamatan Losarang mau membudidayakan ikan lele Bapukan. Kondisi di atas berbeda dengan kemampuan pasar yang dapat menyerap ikan lele Bapukan, dimana pasar tidak dapat menyerap seluruh produksi ikan lele Bapukan hanya 20 persen dari total produksi yang terserap, itupun dengan harga rendah yaitu sebesar Rp 5000 per kilogramnya. Hal ini, membuat Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu membuat suatu program untuk membantu para petani dengan program Filleting. Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu sebagai lembaga yang bertugas untuk memajukan perikanan khususnya pengembangan kawasan budidaya ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang ke arah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan usaha untuk mendorong berkembangnya budidaya ikan lele Bapukan tersebut. Salah satu program yang sedang dijalankan adalah program Filleting. Filleting yaitu suatu proses mengolah ikan lele dengan cara mengiris seluruh bagian tubuh ikan dan hanya menyisakan tulang, kemudian di ambil dagingnya untuk kemudian di kemas agar kesegaran ikan tetap terjaga. Filleting bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dengan cara mengolah ikan lele Bapukan menjadi produk olahan berupa Fillet yang di harapkan dapat meminimumkan risiko tidak terserapnya ikan lele Bapukan oleh pasar, sehingga harga ikan lele Bapukan menjadi lebih tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. 1. 2. Perumusan Masalah Salah satu kabupaten yang diharapkan mampu menyumbang produksi ikan lele nasional adalah Kabupaten Indramayu. Kecamatan Losarang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Indramayu yang memberikan kontribusi dalam produksi ikan lele. Menurut DKP Indramayu, tahun 2009 luas kolam produksi budidaya ikan lele di Kabupaten Indramayu seluas 404.99 Ha. Kecamatan Losarang berada di atas rata-rata dalam perkembangan target dan realisasi produksi ikan lele dibandingkan kecamatan lainnya (Tabel 2). 23

Tabel 2. Perkembangan Target dan Realisasi Produksi Ikan Lele (Ton) di Kabupaten Indramayu Tahun 2007-2010 (Juni) Kecamatan 2007 2008 2009 2010 (Juni) Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Losarang 4891 5217 7230 7395,76 8169 8345,66 23564 11201 Kandanghaur 980 1165,64 1150 1284,62 1302 2780 7145 3124 Krangkeng 185 255,4 750 762,51 856 696,4 1963 434 Sindang 1725 164,93 1050 1246,23 1495 1773 4706 2807,18 Juntinyuat 324 47,6 23 21,4 23 41,3 105 34,79 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu 2010 Perkembangan target dan realisasi produksi ikan lele meningkat setiap tahunnya, maka secara tidak langsung produksi ikan lele Bapukan juga ikut meningkat. Permasalahan yang terjadi adalah ketika produksi ikan lele Bapukan meningkat, tetapi belum cukup menjadi jaminan bahwa petani lele Bapukan akan meningkat pendapatannya. Penyebabnya adalah adanya disparitas harga pada saat over supply mengakibatkan harga ikan lele Bapukan akan turun yang berpengaruh terhadap penerimaan petani. Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu berusaha untuk menangani over supply ikan lele Bapukan melalui berbagai program kerja, salah satunya adalah melalui program Filleting yang di mulai sejak tahun 2008. Filleting bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan meminimumkan risiko ikan lele Bapukan sehingga tidak terjadi over supply, selain itu program ini bertujuan untuk membantu para petani lele Bapukan dalam hal pemasaran, media informasi mengenai harga dan pola tanam yang baik, serta permintaan konsumen. Melalui program Filleting ini, produksi lele Bapukan petani pada saat panen diharapkan tidak melebihi permintaan yang ada di pasar. Hal ini untuk menghindari kerugian yang dapat ditimbulkan dari adanya kemungkinan tidak terjualnya semua hasil panen. Program Filleting ini dapat membantu petani dalam perencanaan produksi terkait potensi permintaan ikan lele Bapukan sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Pekembangan dari program Filleting sampai dengan pertengahan tahun 2010 berjalan dengan baik, akan tetapi di awal 2011 perkembangan program tersebut mulai menurun yang diakibatkan kondisi cuaca yang tidak 24

mendukung seperti musim kemarau yang berpengaruh terhadap kondisi perairan sehingga banyak petani tidak berproduksi karena kekurangan air dan juga rawan dengan serangan berbagai penyakit. Membudidayakan ikan lele Bapukan tentu akan menimbulkan penggunaan input baru, seperti ukuran tebar benih yang lebih besar dan pakan tambahan, sehingga akan meningkatkan pengeluaran petani. Sedangkan petani sebagai produsen akan berusaha menekan pemakaian input untuk mendapat keuntungan, ditambah lagi semua petani biasanya menerima pinjaman modal baik dari pihak bank maupun pihak non bank yang digunakan untuk membeli pakan ikan tambahan dan input lainnya. Peningkatan biaya produksi yang dikeluarkan akan menimbulkan pertanyaan bagi petani, apakah dengan biaya yang semakin besar usaha yang mereka jalankan dapat memberi keuntungan. Ketersediaan informasi mengenai harga dan permintaan konsumen sangat penting bagi petani. Hal tersebut disebabkan karena petani lele Bapukan umumnya tidak mengetahui informasi pasar sehingga hanya berperan sebagai penerima harga. Harga yang diterima petani yang produknya di jual pada lembaga yang melakukan Filleting (DKP Indramayu) adalah Rp 7.000 - Rp 8.000 per kilogram, sedangkan harga yang diterima petani yang produknya di jual pada lembaga yang tidak melakukan Filleting (pedagang pengumpul) adalah Rp 5.000 per kilogram. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui seberapa besar pendapatan usahatani ikan lele Bapukan sebelum dan setelah program Filleting. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana struktur penerimaan dan biaya dari usahatani ikan Lele Bapukan sebelum dan setelah program Filleting? 2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani ikan lele Bapukan sebelum dan setelah program Filleting? 25

1. 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pemaparan dari latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai oleh penelitian ini antara lain adalah : 1. Menganalisis struktur penerimaan dan biaya dari usahatani ikan Lele Bapukan sebelum dan setelah program Filleting. 2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani komoditas ikan lele Bapukan sebelum dan setelah program Filleting 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dilakukannya penelitian adalah : 1. Bagi pelaku pasar : Sebagai bahan masukan dan pembelajaran bagi perkembangan usahatani Lele Bapukan tepatnya di Kecamatan Losarang, Indramayu. 2. Bagi pemerintah : Sebagai bahan tinjauan untuk penerapan kebijakan atas petambak skala kecil demi keberlanjutan dan kesejahteraan perekonomian pedesaan. 3. Bagi peneliti : Sebagai bahan pembelajaran dan pembuktian dalam mengidentifikasi permasalahan melalui konsep usahatani. 4. Bagi pembaca : Sebagai bahan rujukan dan penelitian selanjutnya terutama yang terkait dengan usahatani. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya membahas ikan lele Bapukan yang merupakan varietas dari ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus). Objek penelitian adalah petani lele Bapukan yang berusahatani dan tergabung dalam Poktan Ulam Jaya. 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Umum Ikan Lele Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya yang sangat potensial untuk dikembangkan. Ikan lele merupakan ikan yang sangat gampang dibudidayakan di tambak. Jika dilihat secara ilmiah dengan taksonomi hewan atau sistematika hewan, klasifikasi ikan lele menurut Hasanuddin Saanin dalam Djatmika et al (1986) adalah: Kingdom : Animalia Sub-kingdom : Metazoa Phyllum : Chordata Sub-phyllum : Vertebrata Klas : Pisces Sub-klas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub-ordo : Siluroidea Familia : Clariidae Genus : Clarias Nama latin dari ikan lele adalah Clarias sp. Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan. Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika dan Asia. Ikan lele juga banyak dibudidayakan di Thailand, India, Philipina dan Indonesia. Di Thailand produksi ikan lele ± 970 kg/100m2/tahun. Di India (daerah Asam) produksinya rata-rata tiap 7 bulan mencapai 1200 kg/ha. 2.2. Syarat Pemeliharaan Ikan lele termasuk golongan ikan omnivora, yaitu bangsa ikan yang mengkonsumsi tumbuhan yang hidup di air maupun hewan hewan air lainnya. Teknis pemeliharaan ikan lele tidak sulit. Secara tradisional, ikan lele hanya dilepas begitu saja ditambak tanpa perlu perawatan maupun pemberian pakan, 27

tetapi pemeliharaan dengan pemberian pakan yang cukup banyak dapat mengakibatkan ikan lele tumbuh dengan cepat dan hasil yang didapat lebih baik. 2.3. Budidaya Ikan lele Kegiatan budidaya ikan lele dapat dilakukan pada kolam tanah dan kolam terpal. Akan tetapi, wadah yang paling aman untuk budidaya ikan lele adalah kolam terpal. Menurut Khairuman dan Amri, 2006 teknik pembesaran ikan lele di kolam tanah meliputi beberapa hal berikut: 1. Persiapan lahan Tahapan ini dilakukan sebelum pemasukan air. Kegiatan yang dilakukan selama persiapan lahan adalah pencangkulan dan pembalikan tanah. Tujuan pembalikan tanah adalah membebaskan senyawa dan gas beracun sisa pemeliharaan sebelumnya, serta hasil dekomposisi bahan organik baik dari kotoran maupun sisa pakan. Selain itu, karena tanah menjadi gembur, aerasi akan berjalan dengan baik sehingga kesuburan lahan akan meningkat. 2. Pengapuran Selama pemeliharaan ikan memerlukan kondisi keasaman yang stabil, yaitu pada ph 7-8. Untuk mengembalikan keasaman tanah pada kondisi tersebut, perlu dilakukan pengapuran. Tujuan pengapuran adalah menghilangkan penimbunan dan pembusukan bahan organik selama pemeliharaan awal maupun mencegah kemungkinan penurunan ph tanah. Pengapuran menyebabkan bakteri dan jamur pembawa penyakit mati karena bakteri dan jamur pembawa penyakit mati karena bakteri atau jamur sulit dapat hidup pada ph tersebut. Pengapuran dengan menggunakan kapur tohor, dolomit, atau zeolit dengan dosis 1 ton/ha atau 10 kg/100 m 2. Memberikan kapur ke dalam kolam yang bertujuan untuk memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman kolam. Untuk kolam dengan ph rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga sebaliknya apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan sekedar untuk memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam. 28

3. Pemupukan Fungsi utama pemupukan tambak adalah memberikan unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan pakan alami. Memperbaiki struktur tanah dan menghambat peresapan air pada tanah yang tidak kedap air. Penggunaan pupuk untuk pemupukan tanah dasar tambak sangat tepat karena pupuk mengandung unsur-unsur mineral penting, dan asam asam organik utama memberikan bahanbahan yang diperlukan untuk peningkatan kesuburan lahan dan pertumbuhan plankton. Pemupukan dengan kotoran ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2; urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2; NH4N03 15 gram/m2. Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air dipasang penyaring. 4. Pengelolaan air Setelah dilakukan pemupukan sesuai aturannya, air dimasukkan hingga setinggi 10 20 cm, kemudian air dalam tambak dibiarkan beberapa hari, untuk menumbuhkan plankton, baik itu phytoplankton maupun zooplankton air dimasukkan hingga mencapai kedalaman 1 meter. Di dalam tambak, antar pintu pemasukan air dan pintu pengeluaran air dibuat kamalir atau saluran tengah yang lebarnya sekitar 50cm dan kedalaman antara 20 sampai 30cm. Apabila perlu, disepanjang tebing pematang dibuat salauran keliling yang memudahkan proses pemanenan. Kemudian dilakukan pengisian air kolam. Kolam dibiarkan selama ± 7 (tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami. 5. PenebaranBenih Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu) dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan 29

yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 35-50 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm. 6. PemberianPakan Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% per hari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet. 7. Pemanenan Ikan lele akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 60 hari, dengan bobot antara 500-700 gram per ekor. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring atau lambit. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan. Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit. Kegiatan budidaya lele bapukan di tingkat pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan. Organisme predator yang biasanya menyerang antara lain ular dan belut. Sedangkan organisme pathogen yang sering menyerang adalah Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp. 30

2.4. Studi Empiris Mengenai Ikan Lele Puspitasari (2010) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi tataniaga lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Saluran pemasaran lele Sangkuriang berjumlah empat saluran. Saluran pemasaran ini melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang meliputi pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer dan pedagang pecel lele. Setiap lembaga pemasaran umumnya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani dan pedagang pengumpul mendekati oligopsopni, sedangkan pedagang pengecer dan pedagang pecel lele menghadapi struktur pasar yang mengarah ke bentuk pasar oligopoli. Farmer s share, rasio keuntungan dan biaya total saluran yang paling efisien adalah saluran 1 dengan nilai masing-masing 58,84%, 383,35% dan Rp 7.000,00 per Kg. R/C dan total penerimaan pembudidaya dalam satu tahun adalah 1,97 dan Rp. 206.701.380,-. Penelitian mengenai analisis efisiensi pemasaran ikan lele di Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon dilakukan oleh Fauzi (2008). Hasil penelitiannya menunjukkan saluran pemasaran ikan lele yang terdapat di Kecamatan Kapetakan terdiri atas empat saluran. Saluran 1 terdiri dari pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pecel dan konsumen. Saluran 2 terdiri dari pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pecel lele dan konsumen. Saluran 3 terdiri dari pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengencer dan konsumen. Saluran 4 terdiri dari pembudidaya, pedagang pengumpul, pemilik kolam pancingan dan konsumen. Analisis marjin pemasaran total menunjukkan nilai margin pemasaran total masing-masing saluran antara lain saluran 1 sebesar Rp 20.450,00 per kg saluran 2 sebesar Rp 20.700,00 per kg, saluran 3 sebesar Rp 4.700,00 per kg dan saluran 4 sebesar Rp 8.200,00 per kg. Margin pemasaran total terbesar terdapat pada saluran 2 (pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pecel lele dan konsumen) sebesar Rp 20.700,00 per kg. Farmer s share dan rasio keuntungan biaya (total) pada saluran 1 sebesar 25,64 31

persen dan 76,05 persen, saluran 2 sebesar 24,73 persen dan 97,79 persen dan saluran 3 sebesar 59,13 persen dan 389,26 persen. Farmer s share dan rasio keuntungan biaya (total) terbesar terdapat pada saluran 3 (pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengencer dan konsumen) sebesar 59,13 dan 389,26 persen, sehingga pemasaran yang dilakukan oleh saluran 3 relatif efisien. 2.5. Studi Empiris Mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Hanifah (2008) melakukan penelitian mengenai pendapatan usahatani integrasi pola sayuran-ternak-ikan di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bogor. Alat analisisnya menggunakan analisis pendapatan dan imbangan pendapatan dan biaya (R/C rasio) diperoleh hasil bahwa nilai pendapatan atas biaya total pada kedua kondisi menunjukan hasil yang negatif. Nilai rasio R/C rasio atas biaya total pada kedua kondisi bernilai kurang dari satu. Hal ini berarti usahatani ikan yang dilakukan pada kondisi yang diintegrasikan maupun tidak belum terbukti efisien. Total pendapatan pada usahatani integrasi lebih besar daripada usahatani yang tidak terintegrasi. Total pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total, menunjukan usahatani yang terintegrasi lebih besar daripada usahatani tidak terintegrasi. Dapat diketahui bahwa usahatani sayuran, ternak dan ikan yang selama ini terintegrasi terbukti lebih menguntungkan dibandingkan jika cabangcabang usahatani tersebut berdiri sendiri. Penelitian yang dilakukan Nurliah (2002) mengenai analisis pendapatan usahatani dan pemasaran cabe merah keriting di Desa Sindangmekar, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Saluran pemasaran cabe merah keriting berjumlah empat saluran. Saluran pemasaran ini melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang meliputi pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Setiap lembaga pemasaran umumnya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani dan pedagang pengumpul mendekati oligopsopni, sedangkan pedagang grosir menghadapi struktur pasar yang mengarah kebentuk pasar yang oligopoli dan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar 32

persaingan monopolistik. Dari tinjauan diatas bisa di jelaskan bahwa petani harus memilih lembaga pemasaran yang tidak menekan harga untuk mendapatkan margin lebih besar atau dengan kata lain memilih saluran pemasaran yang efisien. Kelemahan tidak menjelaskan margin yang diterima petani,pedagang dan berap yang harus dibayar konsumen. Penelitian yang dilakukan oleh Sitompul (2007), mengenai analisis usahatani dan tataniaga ikan hias Mas Koki Oranda di Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani, pedagang pengumpul, supplier, dan konsumen akhir/hobbies. Harga jual anakan Ikan Mas Koki Oranda di tingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar antara Rp 130 sampai dengan Rp 150/ekor. Harga jual Ikan Mas Koki Oranda ditingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800 sampai dengan Rp 900 per ekor. Harga yang berlaku ditingkat supplier ke pedagang pengecer berkisar antara Rp 1400 sampai dengan Rp 1500 per ekor, sedangkan ditingkat pedagang pengecer ke konsumen akhir berkisar antara Rp 2000 sampai dengan Rp 2500 per ekor. Farmer s share yang diterima petani pada pola 1 dan pola 2 yaitu masing-masing sebesar 39,5 %. Pada pola 3, rata-rata harga jual petani adalah sebesar Rp. 1.116,7 per ekor, sedangkan rata-rata harga yang dibayar oleh konsumen akhir adalah sebesar Rp. 1.250 per ekor. Farmer s share yang diterima oleh petani pada pola 3 adalah sebesar 89,3%, merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani, karena saluran tataniaga ikan hias Mas Koki yang paling pendek dan efisien. Farmer s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan saluran tataniaga dan meningkatkan kualitas produknya. Penelitian Widayanti (2008) yaitu mengenai analisis pendapatan usahatani dan pemasaran ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Penelitian ini memiliki dua tujuan utama, yaitu pertama untuk menganalisis keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari tingkat pendapatan petani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon, dan tujuan kedua adalah menganalisis sistem pemasaran, saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, sebaran marjin pemasaran ubi jalar dari petani sampai konsumen akhir dari Farmer s share. 33

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian tersebut maka disimpulkan bahwa penerimaan petani responden dalam melakukan usahatani ubi jalar adalah Rp 11.406.061, sedangkan biaya total untuk usahatani ubi jalar adalah Rp 8.256.764, sehingga pendapatan petani atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154 dan pendapatan petani atas biaya total adalah Rp 3.149.297. Nilai R/C atas biaya tunai adalah sebesar 2,17 dan nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan kenyataan tersebut, usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini bisa menjadi bahan kajian yang bermanfaat bagi petani ubi jalar di daerah lainnya. Isnurdiansyah (2010) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur. Tujuan penelitiannya yaitu menganalisis keragaan dan pendapatan usahatani gandum lokal, serta menganalisis keterkaitan usahatani gandum lokal dengan sub sistem agribisnis gandum lokal. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode Cluster sampling dengan responden 30 orang dan 22 orang untuk mengetahui kondisi faktual tentang integrasi subsistem agribisnis gandum lokal. Metode analisis yang digunakan antara lain metode kasus, analisis pendapatan, R/C rasio, analisis imbangan penerimaan dan biaya, serta anggaran parsial. Nilai pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya usahatani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan total. R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total petani responden sebesar 1,83 dan 0,99, yaitu petani responden mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,83 dan Rp 0,99 dari setiap satu rupiah yang telah dikeluarkan. Petani responden mengalami keuntungan jika dilihat berdasarkan R/C Rasio atas biaya tunai dan petani responden mengalami kerugian jika dilihat berdasarkan R/C atas biaya total Analisis usahatani tidak hanya dilakukan dengan menganalisis pendapatan saja. Yulistia (2009) telah menambahkan analisis mengenai efisiensi produksi usahatani Belimbing Dewa peserta Primatani di Kota Depok Jawa Barat. Perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Isnurdiansyah (2010) yaitu perbedaan komoditas dan lokasi penelitian. Pemilihan petani responden dilakukan secara stratified random sampling dari populasi kelompok tani yang ada di lokasi 34

penelitian dengan alat analisis yang digunakan adalah analisis R/C rasio dan model fungsi produksi eksponensial dengan menggunakan metode penduga kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani Belimbing Dewa dapat disimpulkan bahwa pengaruh hadirnya Primatani di Kota Depok belum memberikan dampak yang terlalu besar terhadap tingkat pendapatan petani peserta Primatani. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan atas biaya tunai dan total pada petani non Primatani lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani Primatani. Variabel faktor produksi yang digunakan antara lain pupuk kandang, pupuk NPK, pupuk gandasil, pestisida, petrogenol dan tenaga kerja. Zalukhu (2009) yang melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul nasional (Kasus: Varietas Bondoyudo pada Gapoktan Tani Bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Penelitian yang bertujuan menganalisis keragaan usahatani, pendapatan usahatani, faktorfaktor produksi serta efisiensi tataniaga beras di Kecamatan Cibungbulang melakukan pengambilan responden secara acak (simple random sampling) sedangkan penentuan responden untuk analisis tataniaga adalah secara snow ball sampling. Hasil penelitian Zulukhu (2009) tidak hanya menganalisis pendapatan, R/C rasio, tetapi juga analisis regresi linier berganda untuk mengetahui faktorfaktor produksi yang mempengaruhi produksi padi dan analisis marjin, farmer s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Hasil penelitian meghasilkan pendapatan atas biaya tunai pada usahatani Bondoyudo adalah Rp 6.311.564 artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 6.311.564 per hektar per musim tanam. Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah Rp 3.303.928. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,66. Artinya setiap pengeluaran biaya tunai satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan sebesar 2,66 satuan penerimaan. R/C rasio atas biaya total adalah 1,50 artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan 1,50 satuan penerimaan. 2.2. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan adalah adanya kesamaan dalam penggunaan alat analisis untuk menganalisis 35

usahatani. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan adalah dari segi komoditas dan cakupan daerah yang dikaji. Berdasarkan penelitian terdahulu di atas, dapat dilihat bahwa usahatani ikan kurang efisien yang ditunjukkan dengan R/C rasio negatif. Maka melalui penelitian ini diharapkan dapat mengetahui apakah usahatani ikan khususnya ikan lele Bapukan lebih efisien daripada usahatani ikan pada penelitian terdahulu. Tabel 3. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu Nama Penulis Tahun Judul Metode Analisis Euis Yunita.P 2010 Analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Hanifah 2008 pendapatan usahatani integrasi pola sayuranternak-ikan di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Muhammad Fauzi Bogor. 2008 analisis efisiensi pemasaran ikan lele di Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon Zalukhu 2009 analisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul nasional (Kasus: Varietas Bondoyudo pada Gapoktan Tani Bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Sitompul 2007 analisis usahatani dan tataniaga ikan hias maskoki oranda di desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Margin R/C rasio pemasaran, Analisis pendapatan dan R/C rasio Margin pemasaran,, farmer s share Margin pemasaran, R/C rasio, farmer s share Margin pemasaran, R/C rasio, farmer s share 36

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep usahatani, pendapatan usahatani, konsep penerimaan usahatani, biaya usahatani. Konsep usahatani dan pendapatan usahatani digunakan karena belum ada konsep khusus tentang usaha budidaya ikan lele Bapukan dan konsep usahatani adalah konsep yang paling mendekati kegiatan usaha budidaya ikan lele Bapukan dalam penelitian ini. 3.1.1. Konsep Usahatani Menurut Soekartawi et.al (1986), usahatani adalah sistem organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja yang mampu bertumpu pada anggota keluarga tani. Terdapat unsur modal yang beraneka ragam jenisnya salah satunya adalah unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Tipe unsur mempunyai kedudukan yang sama penting dalam usahatani dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Usahatani di Indonesia dapat diketahui dengan ciri-ciri sebagai berikut (Soekatawi, et al. 1986) : 1. Sempitnya lahan yang dimiliki petani 2. Kurangnya modal 3. Pengetahuan petani yang masih terbatas secara kurang dinamis 4. Rendahnya pendapatan petani Lahan adalah unsur produksi yang tahan lama, dapat dipakai dari satu generasi ke generasi berikutnya dan tidak dapat dipindah-pindahkan tempatnya. Lahan usahatani dapat berupa lahan pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Lahan tersebut diperoleh dengan cara membeli, menyewa dan bagi hasil atau menyakap (Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja, 1983). Penggunaan lahan diusahakan secara monokultur (satu jenis tanaman) atau polikultur (lebih dari satu jenis tanamanan). 37

Tenaga kerja adalah daya manusia untuk melakukan kegiatan dalam menghasilkan produksi. Tenaga kerja usahatani dapat berasal dari dua sumber yaitu tenaga kerja keluarga dan luar keluarga. Pekerjaan dalam usahatani menuntut macam pekerjaan yang berbeda, yang disebabkan oleh adanya perbedaan keahlian, keterampilan, kekuatan dan pengalaman. Kebutuhan kerja untuk usahatani antara lain untuk membuat persemaian, mengolah lahan, mencangkul, menanam, menyiangi, memupuk, memelihara, memungut hasil dan sebagainya. Karena perbedaan di atas perlu digunakan faktor konversi untuk mengukur curahan tenaga kerja tersebut, dalam hal ini digunakan setara jam kerja pria atau hari kerja pria (Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja, 1983). Beberapa kendala yang mempengaruhi produksi usahatani adalah faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri dari kondisi (kuantitas dan kualitas) unsur-unsur produksi seperti lahan, tenaga kerja dan modal. Sedangkan faktor kendala ekstern meliputi adanya pasar bagi produksi yang dihasilkan, tingkat harga baik sarana produksi maupun hasil, termasuk tenaga kerja buruh dan sumber kredit, tersedianya informasi teknologi yang mutakhir dan kebijaksanaan pemerintah yang menunjang. Tingkat produksi dan produktifitas usahatani dipengaruhi oleh teknik budidaya, meliputi varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan atau penyiangan, pemupukan serta penanganan pasca panen. Ketersediaan berbagai sarana produksi di lingkungan petani mendukung teknik budidaya. Berbagai sarana produksi yang perlu diperhatikan yaitu bibit, pupuk, obat-obatan serta tenaga kerja. Unsur lain yang mendukung kelancaran suatu kegiatan usahatani adalah modal. Modal menurut Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja (1983) adalah unsur produksi ketiga dalam usahatani, setelah unsur lahan dan tenaga kerja. Dalam ilmu ekonomi modal diberi pengertian sebagai berikut : 1. Setiap barang yang dihasilkan dan dipergunakan untuk menghasilkan barangbarang baru dikemudian hari. Modal adalah sumberdaya fisik yang dapat membantu meningkatkan produktifitas kerja. 2. Setiap barang yang memberikan pendapatan kepada pemiliknya, terlepas dari tenaga kerjanya. Modal sebagai sumber daya keuangan yang dapat memberikan bunga modal. 38

Sementara itu menurut Soekartawi et.al (1986), cabang usahatani dapat dibedakan dalam tiga jenis kegiatan, yaitu : (1) usahatani khusus, dimana petani hanya mengusahakan satu jenis usaha dari sebidang tanah, (2) usahatani tidak khusus, yaitu usahatani yang terdiri dari berbagai cabang usaha pada berbagai bidang tanah, dan (3) usahatani campuran atau tumpang sari yaitu usahatani yang memadukan beberapa cabang usaha secara bercampur, dimana penggunaan faktor-faktor produksi cenderung bersaing dan batas pemisahan antara cabang usahatani kurang jelas. Tujuan pengelolaan suatu kegiatan usahatani adalah untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dengan cara mengalokasikan pada berbagai cabang usahatani atau kegiatan dengan tujuan pendapatan bersih yang diperoleh mencapai hasil yang sebesar-besarnya. Usahatani sebagai suatu kegiatan di lapangan pertanian pada akhirnya akan dimulai dari biaya yang akan dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Produsen akan membandingkan antara hasil yang diharapkan yang diterima pada waktu panen (penerimaan) dengan biaya (pengeluaran) yang harus dikeluarkannya. Usahatani digolongkan dalam tiga bentuk berdasarkan cara pengusahaan unsur-unsur produksi dan pengelolaannya, yaitu : 1. Usahatani yang pengusahaan unsur-unsur produksi dan pengelolaannya dilakukan secara perorangan (individual farm) 2. Usahatani yang pengusahaan unsur-unsur produksi dan pengusahaanya dilakukan oleh banyak orang secara kolektif (collective farm) 3. Usahatani yang merupakan bentuk peralihan dari usahatani perseorangan ke usahatani kolektif (cooperative farm) 3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani Berhasilnya suatu usaha dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola usahanya. Pendapatan secara harfiah dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan ini mencangkup 39

semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, yang digunakan kembali untuk bibit atau yang disimpan digudang (Soekarwati et al, 1986). Pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dibebankan pada produk yang bersangkutan. Biaya usahatani yang dikeluarkan berupa biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani kalau modal dan nilai kinerja diperhitungkan. Pendapatan usahatani yang diterima seseorang petani dalam satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Perbedaan pendapatan petani ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantaranya masih dapat berubah dalam batas-batas kemampuan petani, misalnya luas lahan usahatani, efisiensi kerja dan efisiensi produksi. Tetapi ada pula faktor-faktor yang tidak dapat berubah seperti iklim dan jenis lahan. Ukuran pendapatan dan keuntungan dapat dikemukakan dalam beberapa definisi (Soekarwati et al, 1986), yaitu : a. Penerimaan tunai usahatani: nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencangkup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. b. Pengeluaran usahatani: jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani dan tidak mencangkup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. c. Pendapatan tunai usahatani: selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani. d. Penerimaan total usahatani: penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai penggunaan untuk konsumsi keluarga. e. Pengeluaran total usahatani : semua biaya-biaya operasional dengan tanpa menghitung bunga dari modal usahatani dan nilai kerja dari pengelolaan usahatani. Pengeluaran ini meliputi pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar atau tenaga kerja keluarga. 40

f. Pendapatan total usahatani : merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Salah satu ukuran yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui keuntungan usahatani yang dilihat dari segi pendapatan adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya atau R/C. Jika nilai R/C>1 berarti penerimaan yang diperoleh akan lebih besar dari pada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut sehingga kegiatan usahatani efisien untuk dilakukan. Sebaliknya, jika R/C<1 maka tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari pada penerimaan yang diperoleh sehingga usaha yang dilakukan tidak efisien. Alat yang digunakan untuk menganalisis keuntungan usahatani adalah R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. 3.1.3. Biaya Usahatani Soekartawi et al.(1986) biaya usahatani meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya selalu berubah dan besarnya tergantung dari jumlah produksi. Biaya variabel meliputi input produksi dan upah tenaga kerja. Pengelompokan biaya usahatani lainnya adalah biaya tunai dan biaya tidak tunai (Soekartawi et al, 1986). Biaya tunai dan tidak tunai berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran irigasi dan pajak tanah. Sedangkan untuk biaya variabel meliputi biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya diperhitungkan yang merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja keluarga. Sedangkan yang termasuk dalam biaya variabel yaitu sewa lahan. 3.1.4. Penerimaan Usahatani Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani bibit 41

atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan pada akhir tahun (Soekartawi et al. 1986). 3.1.5. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio) Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu pendapatan usahatani merupakan keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan keragaan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (rasio R/C). Rasio R/C ini menunjukan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi. Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan lebih dari Rp.1,00. Sebaliknya jika R/C lebih kecil dari atu (R/C<1) maka dikatakan etiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih kecil dari Rp. 1,00 sehingga usahatani dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C, semakin menguntungkan usahatani tersebut. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Kecamatan Losarang memiliki potenis pengembangan lokasi budidaya ikan lele Bapukan dilihat dari kondisi alam yang mendukung dan kondisi sosial masyarakatnya yang mayoritas menjadi petani ikan lele. Pengembangan ikan lele Bapukan terkendala oleh perbedaan harga (disparitas) produk pada saat over supply produksi ikan lele Bapukan sehingga terjadi penurunan harga yang menyebabkan pendapatan petani menurun. Untuk memanfaatkan potensi yang ada, maka kendala yang ada perlu diatasi. Salah satu program yang dijalankan di Kecamatan Losarang adalah melalui program Filleting sejak tahun 2008. Filleting yaitu program yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan meminimumkan risiko produksi ikan lele Bapukan, sehingga tidak terjadi over 42

supply. Selain itu program ini bertujuan untuk membantu para petani lele Bapukan dalam hal pemasaran, media informasi mengenai harga dan pola tanam yang baik serta permintaan konsumen. Program Filleting memiliki berbagai manfaat yang dapat dirasakan oleh petani. Melalui program Filleting, produksi lele Bapukan petani dapat terjual seluruhnya. Hal ini menjadi salah satu cara agar produksi petani dapat didistribusikan tanpa ada sisa yang dapat menjadi biaya tambahan. Harga yang ditawarkan oleh program Filleting bagi petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga jual saat ini. Harga jual lele Bapukan setelah adanya Filleting sebesar Rp 8.000 per kg, sedangkan harga jual sebelum adanya program Filleting sebesar Rp 5.000 sampai Rp 5.500 per kg. Hal ini terbukti menguntungkan bagi petani. Melalui harga jual yang lebih tinggi, maka pendapatan petani dapat ditingkatkan. Membudidayakan ikan lele Bapukan tentu akan menimbulkan penggunaan input baru, seperti ukuran tebar benih yang lebih besar atau jumbo dan pakan tambahan, sehingga akan meningkatkan pengeluaran petani atau menimbulkan biaya-biaya yang dikeluarkan petani. Oleh karena itu dengan mengadakan analisis pendapatan usahatani, dapat dilihat seberapa besar keuntungan yang didapat petani dengan program Filleting. Hasil terhadap analisis yang dilakukan dapat dijadikan rekomendasi kepada petani dan pemerintah. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1. 43

44

Petani Lele Bapukan Disparitas harga pada saat over supply DKP Indramayu membuat program Filleting Analisis Penerimaan Analisis Biaya Analisis usahatani ikan lele bapukan di Desa Losarang, Kabupaten Indramayu Analisis Efisiensi atau Keuntungan Rekomendasi usahatani ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional 45

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Hal ini atas pertimbangan Kabupaten Indramayu merupakan salah satu sentra perikanan air tawar di Jawa Barat khususnya ikan lele dan Kecamatan Losarang sebagai satu-satunya daerah di Kabupaten Indramayu yang mengusahakan ikan lele Bapukan. Adapun waktu dalam proses pengambilan dan pengumpulan data serta informasi dilakukan selama bulan Juli hingga Agustus 2010. 4.2. Metode Penentuan Responden Metode penentuan responden dilakukan secara sengaja (Purposive). Hal tersebut terkait dengan karakteristik petani lele Bapukan yang homogen dilihat dari skala usaha, produk yang dihasilkan, dan penerapan teknologi budidaya. Para petani lele Bapukan yang menjadi responden tergabung dalam Poktan Ulam Jaya yang beranggotakan 78 orang, dimana 53 orang adalah petani pendederan dan 25 orang petani pembesaran yang seluruhnya mengikuti program Filleting. Petani pendederan adalah petani yang membudidayakan ikan lele dari ukuran larva sampai dengan ukuran 11-12 cm. Pemilihan responden dilakukan secara sengaja yaitu petani yang memproduksi ikan lele Bapukan pada saat penelitian sedang dilakukan, dimana responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 25 orang responden petani pembesaran ikan lele Bapukan. 4.3. Metode Pengumpulan data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pembagian kuisioner yang telah disiapkan dengan teknik wawancara langsung kepada petani lele Bapukan. Data sekunder diperoleh dari beberapa lembaga atau instansi pemerintah, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan dan Perikanan Pusat (DKP) Indramayu, serta berbagai literatur dan referensi yang mendukung agar 46

relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Jenis dan sumber data penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis Data Sumber Data A. Primer 1. Karakteristik petani Kuisioner dan wawancara 2. Keragaan usahatani lele Bapukan Kuisioner dan wawancara 3. Target dan realisasi produksi ikan lele di DKP Indramayu kabupaten Indramayu 4. Luas kolam dan jumlah petakan di DKP Indramayu kabupaten Indramayu B. Sekunder 1. Produksi perikanan budidaya air tawar Internet 2. Karakteristik ikan lele Buku Usaha Budidaya Ikan Lele 3. Studi empiris mengenai ikan lele Penelitian (Skripsi) terdahulu 4. Studi empiris mengenai pendapatan Penelitian (Skripsi) terdahulu usahatani 5. Budidaya akuakultur Buku Pengantar Akuakultur 6. Kandungan gizi ikan lele Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu kalkulator dan software komputer Microsoft Excel 2007. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dalam penelitian ini meliputi analisis penerimaan. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini meliputi analisis biaya ikan lele Bapukan, R/C rasio. 47

4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usaha yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan usahatani. Usahatani adalah suatu kegiatan ekonomi yang ditunjukkan untuk menghasilkan output (penerimaan) dengan input fisik, tenaga kerja dan modal sebagai korbanannya. Penerimaan total usahatani adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran (Soekartawi, et al, 1985). Secara matematis, penerimaan total, biaya dan pendapatan adalah : TR = P * Q TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan Keuntungan atas biaya tunai = TR - biaya tunai Keuntungan atas biaya total = TR - TC Keterangan : TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp) π : keuntungan usahatani (Rp) P : harga output (Rp/ekor) Q : jumlah output (ekor) Penelitian ini menggunakan konsep biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai dan biaya diperhitungkan merupakan biaya yang seharusnya dikeluarkan petani tetapi tidak dikeluarkan oleh petani tersebut namun tetap harus diperhitungkan. Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa besar likuiditas tunai yang dibutuhkan petani untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Biaya diperhitungkan digunakan untuk menghitung seberapa besar pendapatan petani jika penyusutan dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan. Biaya penyusutan alat-alat pertanian dihitung dengan membagi selisih antara nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal dipakai. Metode yang digunakan ini adalah metode garis lurus. Metode ini digunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dan diasumsikan tidak laku bila dijual (Soekartawi, et al, 1985). Rumus yang digunakan yaitu : Biaya penyusutan = Nb/n 48

Keterangan : Nb : Nilai pembelian (Rp) n : Umur ekonomis (tahun) Suatu usaha dikatakan menguntungkan secara ekonomis dari usaha lain bila resiko output terhadap inputnya lebih menguntungkan dari usaha lain. Return and Cost Ratio (R/C rasio) merupakan perbandingan antara nilai output dan inputnya atau perbandingan antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. R/C rasio atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. R/C rasio atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu (Soekartawi, et al, 1985). Rumus analisis imbangan penerimaan dan biaya usahatani adalah sebagai berikut : R/C rasio atas biaya tunai = TR / biaya tunai R/C rasio atas biaya total = TR / TC Keterangan : TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp) Jika nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), maka menunjukkan usaha tersebut menguntungkan. Sedangkan jika nilai R/C rasio kurang dari satu (R/C < 1), menunjukkan kegiatan usaha yang dilaksanakan tidak efisien karena penerimaan lebih kecil dari pengeluaran yang harus dikeluarkan. Contoh perhitungan pendapatan usaha dapat dilihat pada Tabel 5. 49

Tabel 5. Contoh Perhitungan Pendapatan Usaha No Uraian Satuan A Produksi Kg B Penerimaan usaha Rp C Biaya usaha Rp D Total biaya tunai Rp E Total biaya diperhitungkan Rp F Total biaya(d+f) Rp G Pendapatan atas biaya tunai (B-D) Rp H Pendapatan atas biaya total (B-F) Rp I R/C atas biaya tunai (B/D) - J R/C atas biaya total (B/F) - Sumber : Soekartawi, et al, 1985 4.5 Definisi Operasional Per siklus produksi per tahun produksi Untuk menjelaskan pengertian mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Umur ikan adalah jumlah hari atau lamanya waktu antara tanam dan panen 2. Hasil produksi yaitu hasil produksi fisik berupa ikan lele Bapukan ukuran 1-2 ekor/kg 3. Harga jual petani (Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk (per kilogram) yang diterima petani. 4. Harga beli pedagang (Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk per kilogram yang dibeli dari petani atau dari pedagang perantara sebelumnya. 5. Harga jual pedagang ( Rp/Kg) adalah harga rata-rata produk per kilogram yang dijual pedagang kepada pedagang lainnya atau kepada konsumen akhir. 6. Lahan, merupakan seberapa luas lahan yang dimiliki oleh petani untuk membudidayakan ikan Lele Bapukan. Satuan untuk lahan ini adalah dalam hektar. 7. Jumlah bibit, merupakan jumlah bibit ikan lele Bapukan yang ditanam petani dalam luasan lahan yang dikelola. Jumlah bibit yang ditanam dalam satuan centimeter per ekor. 8. Tenaga Kerja merupakan jumlah Hari Orang Kerja (HOK) dalam satu periode tanam ikan Lele Bapukan dalam satuan HOK. Tenaga kerja ini dibedakan 50

menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga bekerja selama tiga jam dalam satu hari, sedangkan tenaga kerja luar keluarga bekerja selama delapan jam dalam satu hari. 51

BAB V GAMBARAN UMUM KECAMATAN LOSARANG 5.1. Wilayah, Topografi dan Demografi Kecamatan Losarang Salah satu daerah yang berpotensi dalam pengembangan kawasan budidaya ikan lele Bapukan di Kabupaten Indramayu adalah Kecamatan Losarang. Kecamatan Losarang memiliki luas wilayah 1387 hektar terdiri dari 645,5 hektar darat, 603 hektar sawah (sawah tadah hujan 99 hektar dan sawah pasang surut 504 hektar), 106 hektar tanah kering, 32,5 hektar tanah fasilitas umum. Sebagian besar lahan persawahannya telah dialihfungsikan sebagai kolam atau tambak. Hal ini disebabkan karena berbagai pertimbangan seperti : 1. Rencana pengembangan kawasan budidaya lele di Kecamatan Losarang. 2. Kurang produktifnya lahan persawahan disebabkan saluran irigasi yang tidak mendukung. Selain itu, lahan sawah yang sudah dialihfungsikan sebagai kolam atau tambak tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh petani disebabkan oleh : 1) Belum optimalnya ketersediaan dan penggunaan sarana produksi 2) Rendahnya kualitas dan ketersediaan infrastruktur serta sarana pertanian 3) Belum optimalnya penanganan pasca panen dan pemasaran 4) Masih rendahnya adopsi teknologi pada tingkat petani 5) Kurangnya kemampuan petani dalam mengakses modal 6) Belum optimalnya peran kelembagaan tani Kondisi lahan di Kecamatan Losarang memiliki karakteristik lahan yang sangat mendukung dalam usahatani ikan lele Bapukan. Warna tanah sebagian besar hitam, dengan ketinggian lahan 300 meter di atas permukaan laut, PH enam hingga delapan dan jumlah curah hujan 200 milimeter dalam setahun. Bentang wilayah terdiri dari dataran rendah, kawasan rawa, aliran sungai dan bantaran sungai. Letak kawasan merupakan kawasan campuran, yaitu terdiri dari berbagai macam kawasan seperti kawasan pertokoan, perkantoran, industri, hutan, wisata dan lain-lain. Orbitrasi, dimana jarak ke ibu kota kecamatan 1Km, jarak ke ibu kota kabupaten 25 Km. Kondisi tersebut berkaitan dengan usaha apa yang layak 52

dijalankan di Kecamatan Losarang sehingga akan berpengaruh terhadap penerimaan masyarakat di Kecamatan Losarang. 5.2. Gambaran Umum Demografis Pada tahun 2009 jumlah penduduk Kecamatan Losarang mencapai 8.142 jiwa dengan komposisi sebagai berikut : 1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Komposisi penduduk Kecamatan Losarang menurut jenis kelamin pada tahun 2010 dapat digambarkan sebagai berikut, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 3.774 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 4.398 jiwa. Dengan demikian berdasarkan gender dapat dikatakan jumlah penduduk perempuan lebih besar yaitu 54,02 persen dibandingkan jumlah penduduk lakilaki sebesar 46,25 persen. 2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Struktur Usia Komposisi penduduk Kecamatan Losarang berdasarkan usia pada tahun 2010 sangat bervariasi. Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada pada usia sekolah dasar. Jumlah penduduk usia produktif atau usia 16-64 tahun laki-laki sebesar 1.793 jiwa atau sekitar 47,51 persen dan perempuan sebesar 3.216 jiwa atau sekitar 73, 12 persen. Jumlah penduduk berdasarkan usia dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia No Golongan Usia (tahun) Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Persentase (%) 1 0-5 214 258 5,67 5,87 2 6-15 359 459 9,51 10,44 3 16-64 1.793 3.216 47,51 73,12 4 >65 408 465 10,81 10,57 Jumlah 3.774 4.398 100 100 Sumber : Potensi Sumberdaya Manusia kecamatan Losarang(diolah), 2010 L P 53

3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok Pada tahun 2010 jumlah penduduk bekerja berdasarkan lapangan usaha sebanyak 683 orang. Jumlah tersebut sebesar 300 orang atau sekitar 43,92 persen bekerja sebagai petani dan sebagai buruh tani berjumlah 294 jiwa atau sekitar 43,05 persen. Jika dilihat dari berbagai mata pencaharian pokok masyarakat Kecamatan Losarang, maka pertani dan buruh tani mempunyai kontribusi yang signifikan yang disebabkan oleh luasnya lahan pertanian dan juga kurangnya pengetahuan serta informasi mengenai mata pencaharian lainnya. Sehingga bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani menjadi landasan untuk menyambung hidup masyarakat di Kecamatan Losarang tersebut. Keterangan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok. No Bidang Usaha Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Petani 300 43,92 2 Buruh tani 294 43,05 3 Pegawai Negeri Sipil 18 2,64 4 Pedagang keliling 12 1,76 5 Peternak 10 1,46 6 Nelayan 16 2,34 7 Montir 4 0,59 8 TNI/POLRI 8 1,17 9 Karyawan Swasta 6 0,88 10 Bidan dan perawat 4 0,59 JUMLAH 683 100 Sumber : Potensi Sumberdaya Manusia kecamatan Losarang (diolah), 2010 4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sektor pendidikan merupakan salah satu program prioritas pembangunan selain sektor perikanan dan pertanian. Hal ini tidak terlepas dari kondisi tingkat pendidikan masyarakat yang masih relatif rendah walaupun dengan kualitas SDM masyarakat merupakan faktor determinan dalam keberhasilan pembangunan. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Losarang secara umum masih relatif rendah atau masih dalam taraf pendidikan sekolah dasar. Berdasarkan data Potensi Sumberdaya Manusia Kecamatan 54

Losarang pada tahun 2010, mayoritas penduduk atau sekitar 17,58 persen merupakan tamatan SD. Gambaran umum demografis tersebut berkaitan dengan bagaimana masyarakat dalam mengelola usahanya, baik dari segi teknis budidaya maupun manajemen pemasaran sehingga akan berdampak pada penerimaan dan biayabiaya yang di keluarkan dalam pengelolaan usahataninya. 5.3. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kondisi sosial masyarakat di Kecamatan Losarang merupakan akulturasi dari berbagai macam budaya, suku, dan ras yang berbeda. Sebagian besar dari penduduknya adalah penduduk asli daerah setempat dan sebagian kecil lain merupakan pendatang. Kecamatan Losarang memiliki kurang lebih 15 desa, yang salah satunya digunakan sebagai lokasi penelitian yaitu Desa Krimun, Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani lele dan gurame, petani padi sawah, nelayan tangkap, dan pemindang ikan hasil tangkapan. Kabupaten ini dapat dikatakan sebagai daerah sentra produksi hasil perikanan khususnya ikan lele Bapukan sebagai salah satu komoditas ketahanan pangan. Pengaruh kondisi geografis dan kebijakan penggunaan lahan serta aspek budaya masyarakat setempat, menjadikan kabupaten ini dapat bergerak di berbagai sektor selain pertanian dan perikanan. 5.4 Profil Kelompok Tani Ulam Jaya Sampai dengan tahun 2010 terdapat 78 anggota dari Kelompok Tani Ulam Jaya di kecamatan Losarang khususnya di Desa Krimun dengan rata-rata jumlah tambak garapan yaitu 7 tambak dan luas tambak sekitar 300-450 m 2 dan luas garapan 25 hektar. Dari 78 anggota kelompok tani Ulam Jaya terdiri dari 25 orang petani pembesaran (lele Bapukan) dan 53 orang petani penggelondongan. Sistem perikanan di Desa Krimun masih tradisional, namun saat ini usahatani ikan lele Bapukan yang dilakukan petani di desa tersebut sudah terorganisir dalam kelembagaan kelompok tani yaitu Kelompok Tani Ulam Jaya. Menurut Departemen Pertanian (2007), pembentukan kelompok tani yang pada akhirnya menjadi Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) akan diarahkan pada penerapan sistem agribisnis, peningkatan peran serta petani dan anggota 55

masyarakat pedesaan lainnya dengan menumbuhkembangkan kerja sama antar petani dan pihak lain yang terkait dalam pengembangan usahataninya. Selain itu kelompok tani diharapkan mampu membantu menggali potensi, memecahkan permasalahan usahatani anggota secara efektif, memudahkan dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya. Kelompok Tani Ulam Jaya berdiri tahun 2008. Awal munculnya gagasan pembentukan Kelompok Tani Ulam Jaya adalah dalam rangka mendorong dan menggali potensi sumberdaya perikanan di Desa Krimun Khususnya ikan lele. Menurut Surat Keputusan Kepala Desa Krimun (2008), tujuan dari terbentuknya Kelompok Tani Ulam Jaya adalah (a) mendorong dan mengembangkan kegiatan usaha anggota khususnya dan kemajuan lingkungan kerja pada umumnya dalam rangka menggalang terlaksananya masyarakat adil dan makmur; (b) mengembangkan sikap wirausaha ke arah usaha yang profesional, tangguh dan sehat dari anggota, untuk anggota dan oleh anggota; (c) mendorong dan menumbuhkan usaha-usaha produktif anggota dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pendapatan anggota; (d) menggalang persatuan dan kesatuan masyarakat; (e)memperkokoh dan memperkuat perekonomian di tingkat pedesaan sehingga menjadi lembaga usaha(bisnis) yang tangguh dan sehat serta mampu bersaing dengan pelaku usaha bisnis lainnya. Fungsi dari Kelompok Tani Ulam Jaya adalah: (a) sebagai lembaga dan wadah anggota; (b) membangun dan mengembangkan potensi usaha yang dimiliki anggoita khususnya dan masyarakat pada umumnya yang diharapkan dapat membawa dampak positif untuk peningkatan usaha dan pendapatan para anggota; (c)mendorong dan membantu kegiatan usaha yang dijalankan oleh anggota; (d) mengkoordinir dan mefasilitasi kegiatan usaha yang dijalankan anggota. Jenis kegiatan yang dilakukan oleh Kelompok Tani Ulam Jaya terdiri dari unit produksi ikan lele termasuk ikan lele Bapukan, pengadaan sarana input produksi diantaranya pakan, obat-obatan, benih, mesin diesel, serta sebagai lembaga penyaluran subsidi pemerintah terkait dengan perikanan. Kelompok Tani Ulam Jaya memberikan pembinaan dan pengembangan terhadap petani pembesaran ikan lele Bapukan misalnya pengembangan pola tanam dan pemilihan benih yang baik. 56

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Responden Pada penelitian ini jumlah responden petani sebanyak 25 orang yang berusaha tani ikan lele Bapukan dan merupakan anggota Kelompok Tani Ulam Jaya. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting adalah umur, status usaha, pendidikan, luas lahan, pengalaman dalam usahatani lele Bapukan dan status kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut dianggap penting karena mempengaruhi usaha tani ikan lele Bapukan, terutama dalam melaksanakan teknik budidaya ikan lele Bapukan. 6.1.1. Usia Usia petani responden di daerah penelitian kebanyakan pada usia produktif yaitu 30 hingga 55 tahun dan usia 40-45 tahun mempunyai persentasi paling tinggi sekitar 44 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa usahatani lele Bapukan di daerah penelitian banyak dikembangkan oleh orang-orang yang masih berusia produktif. Biasanya, orang yang masih berusia produktif memiliki semangat yang tinggi untuk mengembangkan usahanya karena pada usia tersebut masih terdapat dorongan kebutuhan yang tinggi. Namun, ada beberapa petani yang telah berusia lanjut masih tetap bertani. Mereka menganggap bertani lele merupakan mata pencaharian pokok yang telah turun temurun. Di lain pihak banyak generasi muda tidak ingin bekerja pada sektor pertanian khususnya menjadi petani. Mereka menganggap bertani lele merupakan pekerjaan berat, kotor, berpenghasilan kecil, bukan pekerjaan yang cepat menghasilkan uang tunai dan pendapatan yang diperoleh tidak rutin serta membutuhkan tenaga besar. Hal tersebut dikarenakan pendapatan dari usahatani ikan lele Bapukan diperoleh setelah panen yaitu setelah beberapa bulan masa tanam. Pendapatan yang diperoleh dari berusahatani ikan lele Bapukan juga tidak rutin setiap bulan, hanya tiga atau empat kali dalam setahun. Oleh karena itu, mereka lebih memilih dan tertarik menjadi tukang ojek, supir dan kenek elf atau bekerja di kota. Adapun persentase petani lele Bapukan di Desa Krimun dapat 57

dirinci berdasarkan usia pada Tabel 8. Tabel 8. Persentase umur Petani lele Bapukan di Desa Krimun No Kelompok Usia (tahun) Jumlah Petani (orang) Persentase (%) 1 30-39 3 12,00 2 40-45 11 44,00 3 50-55 5 20,00 4 60-65 6 24,00 5 >65 0 0,00 Jumlah 25 100 Sumber : Data Primer Diolah, 2010 6.1.2. Status Usaha Petambak responden di daerah penelitian sebanyak 72 persen menjadikan bertani lele Bapukan sebagai mata pencaharian utama sedangkan 28 persen petani responden tidak menganggap bertani lele sebagai mata pencaharian utama. Adapun usaha-usaha sampingan yang dijalankan oleh para petani terdiri dari berdagang, menjahit, supir, buruh tani dan buruh bangunan. Tabel 9. Sebaran Jumlah Responden Petani Lele Bapukan Anggota Kelompok Tani Lele Ulam Jaya Status usaha Jumlah Responden Persentase (%) Utama 18 72,00 Sampingan 7 28,00 6.1.3 Pendidikan Tingkat pendidikan petani responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan. Keseluruhan responden terdapat 9 atau 36 persen orang yang tidak tamat sekolah dasar, yang tamat sekolah dasar 5 orang atau 20 persen, tamat SMP 8 orang atau 32 persen, dan sisanya memiliki tingkat pendidikan SMA sebanyak 2 orang atau 8 persen dan Sarjana 1 orang atau sekitar 4 persen. Biasanya orang yang hanya mengenyam pendidikan rendah lebih cenderung menggunakan teknologi konvensional baik cara maupun alat yang digunakan, karena sudah turun temurun dalam mengembangkan usahanya. Hal ini 58

terjadi karen kesulitan dalam mentransfer teknologi pada orang-orang atau masyarakat yang berpendidikan rendah. Penyebabnya adalah orang tersebut merasa khawatir dengan risiko yang diterimanya jika menggunakan teknologi baru, baik dari segi benih unggul, padat tebar, jumlah pakan yang diberikan atau konversi pakan dan sebagainya. Tabel 10. Persentase Tingkat Pendidikan Responden Petani lele Bapukan Anggota Kelompok Tani Ulam Jaya di Desa Krimun No Tingkat Pendidikan Jumlah Petani (orang) Persentase (%) 1 Tidak Tamat SD 9 36,00 2 Tamat SD 5 20,00 3 Tamat SMP 8 32,00 4 Tamat SMA 2 8,00 5 Diploma 0 0,00 6 Sarjana 1 4,00 Jumlah 25 100 Sumber : Data Primer Diolah, 2010 6.1.4 Luas Areal Usahatani Lele Bapukan Sebagian besar petani memiliki luasan areal usahatani 0,3 hektar yaitu sebanyak 56 persen dari total petani responden. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar petani di daerah penelitian tidak hanya melakukan usaha pembesaran tetapi juga melakukan usaha penggelondongan pada semua lahan yang dimiliki, sehingga areal yang diusahakan untuk pembesaran lele Bapukan cukup kecil. Selain itu lahan yang dimiliki sebagian besar petani merupakan lahan warisan dari orang tua mereka. Tabel 11 Sebaran jumlah responden petani lele Bapukan anggota Kelompok Tani Ulam Jaya menurut luas lahan. Tabel 11. Sebaran Jumlah Responden Petani Lele Bapukan Anggota Kelompok Tani Ulam Jaya Menurut Luas lahan Luas Lahan (hektar) Jumlah Responden(orang) Persentase (%) a. 0,30 14 56,00 b. > 0,30-0,40 8 32,00 c. > 0,40 3 12,00 59

6.1.5. Pengalaman dalam Usahatani Ikan Lele Sebagian besar petani responden telah cukup lama berprofesi sebagai petani lele Bapukan. Bertani lele merupakan usaha turun temurun dari orang tua mereka. Petani responden yang memiliki pengalaman satu sampai sepuluh tahun merupakan jumlah terbanyak dari total responden yaitu sekitar 17 orang atau 68 persen. Biasanya petani yang menjadikan usahatani lele sebagai usaha sampingan merupakan petani yang akan pensiun dari pekerjaan utama mereka. Namun, ada juga yang menjadikan usaha lele Bapukan sebagai hobi. Tetapi, petani yang berpengalaman lebih dari sepuluh tahun menganggap bahwa usahatani lele Bapukan merupakan usaha masa depan yang berprospek cerah. Tabel 12. Sebaran Jumlah Responden Petani Lele Bapukan Anggota Kelompok Tani Ulam Jaya Menurut Pengalaman Usahatani Pengalaman Bertani(tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase (%) a. 1-10 17 68,00 b. 11-20 5 20,00 c. >20 3 12,00 6.1.6 Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan merupakan hal yang penting dalam usahatani ikan lele Bapukan. Karena status kepemilikan lahan merupakan faktor internal dalam usahatani yang berpengaruh terhadap besarnya biaya dan pendapatan yang diperoleh petani. Petani yang berstatus pemilik tidak perlu memikirkan biaya yang dikeluarkan dalam rangka penggarapan lahan karena lahan tersebut milik pribadi, sedangkan petani yang berstatus sebagai penyewa lahan harus memikirkan biaya sewa yang dikeluarkan dalam mengolah lahan tersebut. Hal tersebut dapat mengurangi pendapatan yang diperolehnya. Sebagian besar responden yaitu sekitar 80 persen dari 25 petani merupakan petani yang memiliki lahan pribadi untuk digarap. Oleh karena itu, sebagian besar petani responden menggunakan modal sendiri dalam usahataninya. 60

Semua biaya seperti biaya benih, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan biaya lainnya berasal dari modal sendiri. Hal tersebut berbeda dengan petani yang melakukan kontrak atau sewa. Petani kontrak atau sewa membayar biaya lahan pada awal tahun sekaligus untuk satu tahun, sedangkan untuk biaya input lainnya ditanggung oleh petani. Tabel 13.Sebaran Jumlah Responden Petambak Lele Bapukan Anggota Kelompok Tani Ulam Jaya Menurut Status Kepemilikan Lahan Status Kepemilikan Lahan Jumlah Responden(orang) Persentase (%) a. Milik Pribadi 20 80,00 b. Sewa 5 20,00 6.2 Keragaan Usahatani Lele Bapukan Keragaan Usahatani lele Bapukan dikaji untuk mengetahui gambaran tentang usahatani lele Bapukan tersebut di daerah penelitian. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi penggunaan sumberdaya atau input produksi, teknik budidaya dan output yang dihasilkan pada usahatani lele Bapukan. Berikut ini adalah identifikasi keragaan usahatani pada ikan lele Bapukan di daerah penelitian. 6.2.1 Penggunaan Input Input produksi digunakan selama proses produksi ikan lele Bapukan. Umumnya para petani lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu menggunakan komponen-komponen input yang sama. Hal ini disebabkan karakteristik usaha petani Bapukan yang cenderung homogen, dilihat dari skala usaha yang relatif seragam. Adapun input yang digunakan pada usahatani ikan lele Bapukan terdiri dari benih, pupuk pestisida, tenaga kerja dan pakan. Input-input produksi ini merupakan input utama yang digunakan dalam budidaya ikan lele Bapukan. Keterangan lebih jelas mengenai input-input dapat dilihat pada Tabel 14. 61

Tabel 14. Rata-rata Penggunaan Input Usahatani Ikan Lele Bapukan per Hektar per Musim Tanam No Uraian Satuan Jumlah Harga(Rp) Nilai (Rp) 1 Benih Ekor 69.200 100 6.920.000 2 Pakan Sak 12 210.000 2.545.200 Total Biaya pakan dan benih 9.465.200 3 Pupuk Urea Kg 69 2.000 138.400 Total biaya pupuk 138.400 4 Pestisida Booster Sachet 7 22.000 152.240 Linex Sachet 4 18.000 66.960 Tigerback Botol 3 60.000 199.200 Garam Kg 346 500 173.000 Portas Botol 7 15.000 103.800 Total biaya pestisida 659.200 5 Tenaga kerja Tenaga kerja luar keluarga HOK 51 24.000 1.224.000 Tenaga kerja keluarga HOK 20,6 24.000 494.400 Total Biaya tenaga kerja 1.718.400 Total Biaya Input 12.161.200 a. Benih Semua petani dari 25 responden petani lele Bapukan di daerah penelitian menggunakan benih lele Dumbo Thailand. Petani memperoleh benih dari petani pembenihan di daerah Gabus Wetan. Kualitas benih dari Desa Gabus Wetan dianggap paling bagus dan cocok digunakan di Kecamatan Losarang. Pemerintah juga pernah memberi bantuan berupa program penggunaan benih varietas baru yaitu lele Sangkuriang akan tetapi hasil yang diperoleh ternyata kurang cocok diterapkan di Kecamatan Losarang dikarenakan kondisi airnya yang sedikit payau sehingga membuat benih lele Sangkuriang tersebut tidak dapat bertahan hidup sampai waktu panen. Rata-rata pengguna benih lele Bapukan 69.200 ekor per hektar per musim tanam dengan padat tebar per petak yang luasannya 30 x 15 m 2 adalah 10.000 ekor bahkan ada yang menebar hingga 20.000 ekor benih. Petani yang menggunakan padat tebar 10.000 ekor per meter per petak mencapai 20 orang atau sekitar 80 persen dari total responden. Sementara itu, petani yang menggunakan 62

padat tebar 20.000 ekor per meter per petak mencapai lima orang petani atau sekitar 20 persen dari total responden. Hal tersebut terjadi karena petani ingin membuat padat tebar yang tinggi dengan harapan memperoleh pendapatan yang lebih banyak, walaupun dengan risiko yang tinggi pula. Risiko tersebut bisa ditanggulangi dengan pemberian obat-obatan dan pencegahan penyakit sejak awal dimulainya budidaya. b. Pupuk Pupuk yang digunakan pada persiapan kolam ikan lele Bapukan hanya urea saja. Rata-rata penggunaan pupuk oleh petani lele Bapukan per hektar per musim tanam sebanyak 69 kilogram. Standar dosis dalam penggunaan urea adalah 15 gram per meter persegi dari luasan tambak. Adapun fungsi dari pemupukan tersebut adalah sebagai bahan penyubur tanah yang kemudian dapat menumbuhkan fitoplankton, dimana fitoplankton tersebut berfungsi sebagai pakan alami benih ketika baru pertama ditebar. Melalui adanya pakan alami tersebut dapat mengurangi biaya pakan sehingga petani bisa lebih hemat dalam penggunaan pakan buatan. Berdasarkan pengamatan di lapang, ternyata kondisinya berbeda dimana sedikit sekali petani yang menerapkan dosis dalam penebaran pupuk pada kolam mereka karena dianggap tidak praktis dan kebanyakan petani hanya mengandalkan pengalaman orang-orang terdahulu dalam penebaran pupuknya. Mereka tidak mengetahui jika dosis penebaran pupuk berlebihan akan membuat tanah menjadi tidak subur lagi bahkan akan menimbun bahan kimia yang kemudian dengan proses biologis akan menimbulkan amoniak yang menjadi racun bagi biota yang ada di dalamnya. Selain ketidaktahuan dalam informasi penggunaan dosis, petani juga tidak mengetahui teknik pemupukan yang baik. Pupuk kimia ini diperoleh di toko-toko atau kios-kios pertanian yang terdapat di sekitar tempat tinggal petani dan di pasar. Harga dari pupuk urea tersebut adalah Rp 2.000,- per kilogram. 63

c. Pestisida Pengendalian hama dan penyakit merupakan tahapan produksi yang sangat penting, karena jika petani tidak paham baik dari segi waktu dan penggunaan pestisida maka dipastikan ikan budidaya mereka akan diserang bakteri-bakteri bahkan virus di lingkungan sekitar budidaya. Pestisida yang biasa digunakan petani adalah Booster, Linex, Tigerback, garam dan Portas. Adapun jumlah ratarata penggunaan dan harga dari pestisida tersebut adalah sebagai berikut, Booster 7 sachet dengan harga Rp 22.000/sachet, Linex 4 Sachet seharga Rp 18.000/sachet, Tigerback 3 botol Rp 60.000/botol, garam 346 kilogram Rp 500/kilogram, dan Portas 7 botol Rp 15.000/botol. Pestisida tersebut diperoleh di toko-toko ataupun kios-kios pertanian yang terdapat di daerah sekitar tempat tinggal petani. Keterangan lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 4. Penggunaan pestisida tersebut dilakukan dengan cara mencampurkan air sesuai dengan anjuran penggunaan dosis kemudian langsung ditebar ke seluruh permukaan kolam. Adapun masing-masing fungsi dari pestisida tersebut adalah sebagai berikut, Booster berfungsi sebagai vitamin dan penambah nafsu makan ikan dan juga membasmi bakteri-bakteri pathogen yang ada di dalam air. Setelah dilarutkan kemudian dicampurkan ke dalam pakan yang akan diberikan pada waktu pemberian pakan baik pagi maupun sore hari. Linex dan Tigerback fungsinya hampir sama yaitu membunuh bakteri-bakteri pathogen. Akan tetapi ada sedikit perbedaan, Linex berfungsi untuk mengobati luka pada mulut ikan sedangkan Tigerback berfungsi membunuh ikan-ikan hama yang memakan ikan budidaya seperti ikan nila, Lundu, dan lain-lain. Akan tetapi, jika menggunakan Tigerback ikan budidaya tidak ikut terbunuh. Sedangkan garam berfungsi untuk mengusir ular-ular dan bakteri yang akan masuk pada lingkungan budidaya. Adapun portas berfungsi membunuh semua biota yang ada di air saat dilakukan pembersihan tambak. d. Tenaga kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang mempunyai pengaruh cukup besar terhadap biaya usahatani. Perhitungan biaya tenaga kerja untuk ikan lele Bapukan adalah dengan menghitung hari orang kerja (HOK) 64

dikalikan dengan upah per HOK. Hari orang kerja (HOK) dilakukan selama delapan jam per hari. Perhitungan biaya tersebut digunakan untuk menghitung biaya tenaga kerja mulai dari pengolahan lahan yang terdiri dari pembersihan tambak, penjemuran tambak, pengapuran, pemupukan, pengisian air, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, serta pemanenan. Pada Tabel 15 dapat dilihat jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses budidaya ikan lele Bapukan. Tabel 15. Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja dalam Proses Budidaya Ikan Lele Bapukan Tenaga Kerja Keluarga Tenaga Kerja Luar No Proses Budidaya Keluarga Pria Wanita HOK Pria Wanita HOK (Orang) (Orang) (Orang) (Orang) 1 pengolahan lahan 3 0,8 3,8 10-10 2 pembersihan 3-3 6 1,6 7,6 tambak 3 penjemuran tambak, 1 1,6 2,6 3 0,8 3,8 4 Pengapuran 2 1,6 3,6 4 1,6 5,6 5 Pemupukan - 1,6 1,6 3 1,6 4,6 6 pengisian air 1-1 2 0,8 2,8 7 Penanaman dan pemeliharaan 8 pengendalian hama dan penyakit 9 pemanenan. 1-1 3-3 1-1 3-3 3-3 9 1,6 10,6 Total 14 5,6 20,6 43 8 51 Pada daerah penelitian, satu hari kerja berkisar lima jam yang dimulai pukul 07.00 sampai pukul 12.00 dengan upah Rp.15.000 per hari untuk pria dan Rp.12.000 per hari untuk wanita. Adanya perbedaan upah pria dan wanita menyebabkan satu hari kerja wanita (HKW) terlebih dahulu dikonversi ke hari kerja pria (HKP). Tenaga kerja pria dengan upah Rp. 15.000 dihitung sebagai satu HKP sedangkan wanita dengan upah Rp. 12.000 dihitung sebagai 0,8 HKP. Perhitungan tersebut diperoleh dari pembagian antara upah wanita dengan upah pria. 65

Jumlah hari kerja yang dibutuhkan petambak untuk melaksanakan suatu kegiatan usahatani dikonversikan ke jumlah HOK. Ketetapan satu HOK dalam usahatani adalah delapan jam kerja sehingga satu hari kerja di daerah penelitian setara dengan 5/8 HOK. Dengan demikian, upah per hari di daerah penelitian dikonversikan ke upah per HOK. Setelah HKW dikonversikan ke HKP, maka dapat diketahui upah per hari yang ditetapkan adalah Rp 15.000. Upah tersebut merupakan upah selama lima jam kerja sehingga upah per jam Rp. 3.000. Oleh karena itu, upah per HOK selama delapan jam adalah Rp. 24.000. Sistem upah tenaga kerja di daerah penelitian terdiri dari tiga bagian yaitu upah harian, gaji dan upah borongan. Tenaga kerja harian adalah tenaga kerja yang dibayar harian dan kegiatan yang dilakukan adalah pembersihan kolam, pengapuran, dan pemupukan. Tenaga kerja dengan sistem gaji adalah tenaga kerja upahan mulai dari proses penanaman sampai dengan panen dan dibayar per bulan sebesar Rp.500.000, sedangkan tenaga kerja borongan adalah tenaga kerja yang digunakan saat proses pemanenan dihitung per petak Rp 100.000 untuk setiap tujuh orang. Selain itu, biaya yang dikeluarkan saat pemanenan adalah sewa pompa kubota sebesar Rp. 10.000/jam, jaring untuk pemanenan (krakad) dengan harga sewa Rp. 5000/petak. e. Pakan Pakan merupakan biaya produksi atau input yang pengaruhnya sangat signifikan terhadap kelangsungan usaha maupun budidaya. Jika dilihat dari kelangsungan usaha, pakan adalah biaya yang dikeluarkan paling besar sekitar 60 persen dari total biaya produksi pada budidaya ikan pada umumnya dan lele khususnya. Jika petani tidak bisa mensiasati penekanan biaya pakan maka dipastikan usaha yang mereka jalankan akan meningkatkan pada biaya pakan belum lagi ditambah biaya-biaya lainnya. Jika dilihat dari segi budidaya, penggunaan pakan yang terlalu banyak dengan harapan ikan cepat besar akan berdampak pada penumpukan jumlah pakan yang tidak terhabiskan oleh ikan di dalam kolam, sehingga menimbulkan amoniak yang tinggi pada dasar kolam yang kemudian menjadi racun bagi biota yang ada di dalamnya. di lokasi penelitian, pakan yang digunakan adalah merek sinta 66

dengan rata-rata penggunaan setiap musim tanam adalah 12 sak (30 kilogram/sak) dengan harga per sak adalah Rp 210.000. Akan tetapi, untuk menekan harga pakan yang tinggi maka para petani menanggulanginya dengan mengganti pakan dari merek sinta ke pakan alternatif seperti sosis yang sudah kadaluarsa, jeroan ayam, dan bangkai ayam. 6.2.2. Teknik Budidaya Teknik budidaya merupakan hal yang sangat penting dalam usahatani karena dapat menentukan jumlah output yang dihasilkan. Perlakuan atau teknik budidaya ikan lele Bapukan sama seperti proses budidaya ikan lele pada umumnya. Adapun proses budidaya ikan lele Bapukan di lokasi penelitian adalah sebagai berikut : 8. Persiapan lahan Persiapan yang dilakukan di lokasi penelitian meliputi pembersihan rumput, pengurangan air, pemberian portas, pengecekan kondisi kolam, perbaikan konstruksi kolam. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan sebelum proses pemasukan air. Kegiatan yang dilakukan selama persiapan lahan adalah pencangkulan dan pembalikan tanah. Tujuan pembalikan tanah adalah membebaskan senyawa dan gas beracun sisa pemeliharaan sebelumnya, serta hasil dekomposisi bahan organik baik dari kotoran maupun sisa pakan. Selain itu, karena tanah menjadi gembur, aerasi akan berjalan dengan baik sehingga kesuburan lahan akan meningkat. 9. Pengapuran Kegiatan pengapuran yang dilakukan di lokasi penelitian diawali dengan mengeringkan tanah selama dua hari sampai dengan kondisi tanah retak-retak, kemudian kapur ditebarkan ke seluruh kolam yang sudah retak-retak tersebut. Setelah menunggu kurang lebih dua jam, kemudian tanah yang sudah ditebari kapur dibalikkan dengan tujuan menstabilkan kondisi ph tanah pada kondisi keasaman tujuh sampai delapan. Selain itu, tujuan pengapuran adalah menghilangkan penimbunan dan pembusukan bahan organik selama pemeliharaan awal maupun mencegah kemungkinan penurunan ph tanah. Pengapuran 67

menyebabkan bakteri dan jamur pembawa penyakit mati karena bakteri atau jamur sulit bertahan hidup pada ph tersebut. Pengapuran di lokasi penelitian menggunakan kapur dolomite dengan dosis 500 gram/m 2. Memberikan kapur ke dalam kolam bertujuan untuk memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman kolam. Untuk kolam dengan ph rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga sebaliknya apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan sekedar untuk memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam. Akan tetapi di tempat penelitian hanya sedikit petani yang melakukan pengapuran karena mereka beranggapan dengan pemupukan sudah cukup. 10. Pemupukan Fungsi utama pemupukan kolam adalah memberikan unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan pakan alami. Memperbaiki struktur tanah, dan menghambat peresapan air pada tanah yang tidak kedap air. Penggunaan pupuk untuk pemupukan tanah dasar kolam sangat tepat karena pupuk mengandung unsur-unsur mineral penting, dan asam asam organik utama memberikan bahanbahan yang diperlukan untuk peningkatan kesuburan lahan dan pertumbuhan plankton. Pemupukan hanya dilakukan dengan menggunakan urea sebanyak 15 gram/m2. Mereka beralasan menggunakan urea saja sudah cukup dengan tambahan obat-obatan untuk membuat air kolam yang berwarna hijau. Adapun pada pintu pemasukan dan pengeluaran air dipasang penyaring. 11. Pengelolaan air Pada tempat penelitian, pengelolaan diawali dengan pengisian air ke dalam kolam setinggi 40 cm. Ketinggian tersebut bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan plankton. Setelah itu air didiamkan selama kurang lebih satu minggu, kemudian setelah tumbuh plankton maka benih dapat ditebar. Dalam pemeliharaan petani biasanya mengalami kondisi dimana mereka kesulitan memperoleh air tawar. Kondisi tersebut terjadi pada saat musim kemarau, yaitu terjadi pada bulan April. Cara penanggulangan yang biasa dilakukan petani yaitu 68

dengan membuat sumur di dekat kolam sehingga petani tidak kekurangan air tawar. 12. Penebaran Benih Penebaran benih yang dilakukan di tempat penelitian dilakukan pada sore hari dengan tujuan ketika benih ditebar benih tersebut tidak langsung terkena sinar matahari, sehingga ketika esok hari diberikan pakan nafsu makan ikan akan meningkat. Pada tempat penelitian tidak dilakukan proses penyucihamaan mereka langsung melakukan penebaran benih ke tambak pada pagi ataupun sore hari. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih di aklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu) dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 10.000-20.000 ekor/petak yang berukuran 8-10 cm(sangkal). Pada daerah penelitian penebaran biasanya dilakukan pada sore hari karena tidak langsung terkena sinar matahari, ditebar sekitar pukul 17.00-18.00 WIB. 13. Pemberian Pakan Pada daerah penelitian pemberian pakan diawali dengan pemberian pakan alami yaitu menggunakan plankton yang sudah tumbuh di tambak. Kemudian untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian pakan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% per hari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya dua kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet. 69

14. Pemanenan Ikan lele akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 60 hari, dengan bobot antara 500-700 gram per ekor. Pada daerah penelitian pemanenan dilakukan dengan menggunakan jaring besar atau krakad yang dipegang atau dilakukan oleh 5-7 orang kemudian jaring dibentangkan dan ikan digiring dari sudut satu ke sudut lainnya, lalu ikan diangkat dan dimasukkan dalam drum. Setelah itu ikan langsung diangkut dengan mobil pickup. 6.3 Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi atau rekam jejak dari organisasi-organisasi yang terlibat dalam proses menjadikan suatu produk barang dan jasa yang siap dikonsumsi oleh konsumennya. Penelusuran pola pemasaran komoditas ikan lele Bapukan ini dimulai dari titik produsen sampai kepada pedagang pengecer yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Saluran pemasaran ikan lele Bapukan mempunyai tiga pola saluran pemasaran yaitu: 1. Pola I : Petani Pasar Konsumen Akhir 2. Pola II : Petani Kolam Pemancingan - Konsumen Akhir 3. Pola III : Petani DKP Indramayu Pasar - Konsumen Akhir Pembahasan saluran pemasaran ini untuk selanjutnya menggunakan istilah program Filleting yang mana pola saluran I dan II merupakan saluran pemasaran sebelum program Filleting, sedangkan pola saluran III merupakan saluran pemasaran setelah program Filleting. 6.3.1 Saluran Pemasaran Sebelum Program Filleting Pemasaran Ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu sebelum program Filleting memiliki dua pola saluran pemasaran. Adapun saluran pemasaran Ikan lele Bapukan adalah ke pasar, dan pemancingan. Pola saluran pemasaran Ikan lele Bapukan sebelum program Filleting yang terbentuk adalah sebagai berikut: 1. Pola I : Petani Pasar Konsumen Akhir 2. Pola II : Petani Kolam Pemancingan - Konsumen Akhir 70

5 persen (95Kg) Dijadikan Indukan Petani 1.333 kg (70 persen) 476 kg (25 persen) Pasar Konsumen Kolam pemancingan Gambar 2. Skema Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan Sebelum Program Filleting Proses pemasaran ikan lele Bapukan sebelum program Filleting untuk Pola Saluran I berawal dari petani sebagai produsen ikan lele Bapukan yang kemudian menjualnya ke pasar dan dari pasar langsung ke konsumen akhir.. Adapun orang yang bertindak sebagai penjualnya adalah pedagang ikan di pasar yang mempunyai kios-kios untuk melakukan kegiatan pemasaran ini. Jalur pemasaran untuk pola II diawali dari petani yang melakukan penjualan ke kolam pemancingan yang kemudian dari kolam pemancingan langsung ke konsumen. Petani menjual produknya ke kolam pemancingan dikarenakan jumlah produk yang terserap di pasar terbatas sehingga ketika ada permintaan dari pengusaha pemancingan akan ikan lele Bapukan petani langsung menjualnya dengan harga yang lebih rendah dari pada di pasar yaitu Rp 5000,- per kilogram, sedangkan harga di pasar yaitu Rp 5500,- per kilogram. Sisa dari produksi ikan lele Bapukan yaitu 5 persen (95 Kilogram) dijadikan indukan yang untuk selanjutnya bisa dijual dengan harga yang sama jika di jual ke pengusaha kolam pemancingan. 71

6.3.2 Saluran Pemasaran Setelah Program Filleting Pemasaran Ikan lele Bapukan di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu setelah program Filleting memiliki satu pola saluran pemasaran, yaitu DKP Indramayu, Pasar, konsumen akhir. Pola saluran pemasaran Ikan lele Bapukan setelah program Filleting yang terbentuk adalah sebagai berikut: 1. Pola III : Petani DKP Indramayu Pasar - Konsumen Akhir Petani DKP Indramayu Pasar Ikan Olahan(Fillet) Batam,Kalimantan Konsumen Akhir Gambar 3. Skema Saluran Pemasaran Ikan Lele Bapukan Setelah Program Filleting Proses pemasaran ikan lele Bapukan setelah program Filleting diawali dari penjualan ikan lele Bapukan oleh petani ke DKP Indramayu. Jalur pemasaran yang ada di tempat penelitian untuk saluran pola III berawal dari petani sebagai produsen ikan lele Bapukan DKP Indramayu mengolah ikan lele Bapukan menjadi Fillet yang kemudian dijual ke pasar ikan olahan di Batam, Kalimantan dan dari pasar langsung ke konsumen akhir. 6.4 Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan Analisis usahatani dilakukan dengan menghitung tingkat pendapatan dan rasio R/C usahatani ikan lele Bapukan. Analisis usahatani yang dilakukan dalam penelitian ini adalah terhadap petani pemilik dan penggarap yaitu petani yang mengusahakan atau menggarap lahan milik sendiri. Dari 25 responden terdapat 20 orang petani pemilik dan penggarap atau sekitar 80 persen dari total responden. Analisis yang dilakukan mengacu kepada konsep pendapatan atas biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai seperti biaya pembelian sarana produksi dan biaya tenaga kerja luar keluarga. Biaya total adalah biaya tunai ditambah biaya yang diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang pengeluarannya tidak dalam bentuk tunai seperti penggunaan tenaga kerja keluarga, penyusutan peralatan dan sewa lahan. 72

6.4.1 Penerimaaan Usahatani Penerimaan petani berasal dari produksi ikan lele Bapukan. Rata-rata ikan lele Bapukan yang dihasilkan adalah 1.904 kilogram per hektar per musim tanam dengan harga ikan lele Bapukan Rp 8.000 per kilogram. Produktivitas ikan lele Bapukan di tempat penelitian masih tergolong rendah jika di bandingkan dengan ikan lele pedaging, dimana ikan lele pedaging per musim tanam dapat menghasilkan rata-rata sebesar 2.000 sampai dengan 3.000 kilogram. Hal ini disebabkan karena selain teknik budidaya yang masih tradisional juga ukuran benih yang dibutuhkan lebih besar sehingga membutuhkan waktu pemeliharaan yangg cukup lama. Teknik budidaya yang tradisional maksudnya adalah masih banyak petani yang tidak menggunakan teknik budidya ikan yang baik yang telah di anjurkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan setempat, seperti penggunaan pupuk yang hanya menggunakan urea saja, sedangkan yang di anjurkan adalah urea. TSP, NPK dan pupuk kandang. Pencegahaan hama dan penyakit yang terlalu banyak menggunakann obat-obatan kimia yang membuat bakteri pathogen resisten terhadap dosis standar. Setiap pencegahan dan pengobatan dosisnya selalu meningkat bahkan tidak ada takaran dosis hanya mengandalkan feeling semata. Ukuran benih yang dibutuhkan cukup besar yaitu ukuran sangkal (12-13 cm), sedangkan untuk mendapatkan benih ukuran sangkal dibutuhkan waktu lebih kurang 2 bulan, dan petani pembenihan hanya menyediakan benih ukuran korek atau benur (2-3 cm) yang membuat petani lele Bapukan harus mendederkan terlebih dahulu atau penggelondongan atau ijen yaitu pemeliharaan benih dari ukuran 2-3 cm sampai dengan ukuran sangkal(12-13 cm). Dengan kondisi benih yang kontinuitasnya masih rendah maka petani membentuk kelompok tani yang dibagi menjadi petani pembenihan dan pembesaran, sehingga diharapkan mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap kebutuhan benih para petani lele Bapukan. Fakta di lapangan tidak seperti yang diharapkan sehingga petani tetap membeli pada petani diluar kelompok taninya dengan konsekuensi harga yang mahal. 73

Penerimaan yang didapat petani lele Bapukan masih rendah dengan harga Rp 5.000 per kilogram jika dibandingkan penerimaan petani ikan lele yang sudah umum dijual dipasar dengan harga per kilogramnya bisa mencapai Rp 10.200. Harga yang rendah tersebut disebabkan karena ukuran panen yang terlalu besar, dimana berbanding terbalik dengan kebutuhan pasar yang meminta ukuran 7-10 per kilogramnya. Alasan petani masih membudidayakan ikan lele Bapukan adalah berawal dari persentase yang cukup besar setiap panen ikan lele biasa sekitar 5 persen, serta kolam pemancingan maka petani dengan pola pikirnya yang instan dia langsung membudidayakan ikan lele Bapukan padahal mereka tidak mengetahui apakah usaha yang mereka jalankan untung atau tidak. Mereka hanya mengandalkan hitungan-hitungan biasa yang tidak terperinci sehingga merasa usaha yang mereka jalankan untung padahal belum tentu bahkan mungkin sebaliknya. Rata-rata pendapatan usahatani untuk selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rata-rata Pendapatan Usahatani dan R/C rasio Usahatani Ikan Lele Bapukan sebelum program Filleting per Hektar Musim Tanam. No Uraian Jumlah Harga(Rp) Nilai( Rp) A Produksi per musim tanam (Kg) 1,904 - - B Penjualan: 1. Ke pasar (Kg) 1,333 5,500 7,330,400 2. Ke pemancingan (Kg) 476 5,000 2,380,000 3. Di jadikan Indukan (kg) 95 5,000 475,000 C Total Penerimaan (B1+B2) 10,185,400 D Biaya Tunai Benih (ekor) 69,200 100 6,920,000 Pakan (sak) 12 210,000 2,545,200 Pupuk(Kg) 69 2,000 138,400 Obat-obatan (sachet) 695,200 Tenaga kerja luar keluarga(hok) 51 24,000 1,224,000 Total biaya tunai 11,522,400 E Biaya yang diperhitungkan Penyusutan - - 59,981 Sewa lahan - - 1,199,610 Tenaga kerja keluarga(hok) 20,6 24,000 494,400 Total biaya yang diperhitungkan 1,753,991 F Total Biaya (D+E) 13,276,391 G Pendapatan atas biaya tunai (C-D) - - (1,337,000) H Pendapatan atas biaya total (C-F) - - 74

(3,090,991) I R/C atas biaya tunai (C/D) - - 0,88 J R/C atas biaya Total (C/F) - - 0.77 Penerimaan dari produksi per musim tanam sebelum program Filleting adalah Rp 10,185,400 dimana 70 persen penerimaan berasal dari penjualan ke pasar, sedangkan 25 persen diperoleh dari penjualan ke pemancingan. Harga jual ikan lele Bapukan di pasar sebesar Rp 5.500 per kg dan harga di pemancingan sebesar Rp 5.000 dan penerimaan yang di peroleh dari penjualan jika dijadikan indukan adalah Rp 5000 dengan persentase 5 persen. Semua penerimaan tersebut diperoleh dari rata-rata produksi per musim tanam sebesar 1.904 kg, dimana 1.333 kilogram (70 persen) dijual ke pasar, 476 kilogram (25 persen) dijual ke pemancingan. Adapun 95 kilogram (lima persen) dijadikan indukan lagi oleh petani yang kemudian bisa dijual ke pasar. Penerimaan petani sebelum program Filleting rendah di akibatkan belum adanya kepastian pasar yang dapat menerima semua hasil produksi lele Bapukan, sehingga petani tidak hanya menjual ikan lele Bapukan ke pasar saja melainkan mereka jual ke pemancingan. Penerimaan petani juga di pengaruhi oleh harga, dimana harga yang diterima petani lele Bapukan rendah yaitu barada pada kisaran Rp 5000 sampai dengan Rp 5500. Kondisi tersebut tidak membuat petani mundur dari usahanya membudidayakan ikan lele Bapukan, karena selain petani tidak mempunyai pekerjaan lain selain usaha ikan lele Bapukan juga adanya informasi bahwa DKP Indramayu akan mengadakan suatu program yang dapat menangani masalah yang dialami petani ikan lele Bapukan yaitu program Filleting. Program tersebut diharapkan bisa membantu petani baik dari kepastian pasar dan harga yang lebih tinggi dari harga yang diterima petani jika dijual ke pasar, sehingga dengan program tersebut dapat meningkatkan penerimaan petani ikan lele Bapukan. 75

Tabel 17. Rata-rata Pendapatan Usahatani dan R/C rasio Usahatani Ikan Lele Bapukan Setelah program Filleting per Hektar Musim Tanam No Uraian Jumlah Harga(Rp) Nilai( Rp) A Produksi per musim tanam (Kg) 1,904 - B Penjualan: DKP Indramayu 1,904 8,000 15.232.000 C Total Penerimaan (Jumlah x Harga) 15.232.000 D Biaya Tunai Benih (ekor) 69,200 100 6,920,000 Pakan (sak) 12 210,000 2,545,200 Pupuk(Kg) 69 2,000 138,400 Obat-obatan (sachet) 695,200 Tenaga kerja luar keluarga(hok) 51 24,000 1,224,000 Total biaya tunai 11,522,400 E Biaya yang diperhitungkan Penyusutan - - 59,981 Sewa lahan - - 1,199,610 Tenaga kerja keluarga(hok) 20,6 24,000 494,400 Total biaya yang diperhitungkan 1,753,991 F Total Biaya (D+E) 13,276,391 G H I Pendapatan atas biaya tunai (C-D) Pendapatan atas biaya total (C-F) R/C atas biaya tunai (C/D) - - 3,709,600 - - 1,955,609 - - 1,32 J R/C atas biaya Total (C/F) - - 1,15 Penerimaan dari produksi per musim tanam setelah program Filleting adalah Rp 15.232.000. Hal ini disebabkan total produksi per musim tanam lele Bapukan sebesar 1.904 kg seluruhnya (100 persen) dapat terjual dengan harga yang lebih tinggi sebesar Rp 8.000 per kg dibandingkan dengan harga jual sebelum adanya program Filleting. Hal ini mengakibatkan pendapatan petani setelah adanya program Filleting lebih tinggi dibandingkan sebelum adanya program tersebut. Penerimaan petani setelah program Filleting sangat menguntungkan petani terbukti dengan meningkatnya penerimaan petani. Program Filleting juga dapat meminimumkan risiko tidak terjualnya ikan lele Bapukan dengan menyarankan adanya pola tanam agar tidak terjadi over supply yang dapat menimbulkan disparitas harga yang pada akhrinya petani juga yang dirugikan. 76

Perbandingan penerimaan diatas menunjukan bahwa usahatani lele Bapukan setelah program Filleting lebih menguntungkan petani. Hal tersebut ditunjukkan oleh penerimaan petani setelah program Filleting lebih tinggi yaitu Rp 15.232.000, sedangkan penerimaan petani sebelum program Filleting sebesar Rp 10,185,400. Penyebab dari perbedaan penerimaan tersebut adalah harga jual ikan lele Bapukan, dimana harga lele Bapukan dengan program Filleting sebesar Rp 8.000 per kilogram lebih tinggi dibandingkan harga jual yang berlaku saat ini yaitu sebesar Rp 5.500 per kilogram di pasar dan Rp 5.000 per kilogram di pemancingan. Kondisi tersebut mempengaruhi penerimaan petani lele Bapukan di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. 6.4.2 Biaya Usahatani Biaya usahatani adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu komoditi atau produk baik secara tunai maupun diperhitungkan. Komponen biaya yang di gunakan pada usahatani ikan lele Bapukan tersebut yaitu benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan pakan, serta biaya lainnya seperti biaya penyusutan, tenaga kerja keluarga dan sewa lahan. Biaya usahatani paling banyak dikeluarkan di lokasi penelitian adalah biaya tunai yaitu sebesar Rp 11,522,400 sedangkan biaya yang diperhitungkan dikeluarkan petani sebesar Rp 1,753,991. Komponen biaya tunai yang paling banyak dikeluarkan oleh petani adalah biaya benih dan pakan. Biaya benih sebesar Rp 6.920.000, hal ini disebabkan oleh ekspektasi atau harapan yang terlalu tinggi pada hasil panen dengan penebaran yang tinggi tetapi petani tidak mempertimbangkan risiko harga yang diterima petani pada output atau produk yang dihasilkan. Sehingga sering terjadi biaya yang dikeluarkan petani lebih besar dari penerimaan yang diterima petani. Sedangkan biaya pakan yang dikeluarkan sebesar Rp 2.545.200, hal ini disebabkan karena harga pakan yang terus meningkat sedangkan harga ikan lele berfluktuasi bahkan seringkali berada dibawah standar penjualan dari produk ikan lele Bapukan. Kondisi tersebut terjadi ketika musim panen raya yaitu pada bulan april sampai dengan mei, sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran jika penawaran suatu produk lebih besar daripada permintaan maka harga produk 77

tersebut secara tidak langsung akan jatuh atau lebih rendah dari harga pada kondisi permintaan lebih besar daripada penawaran. Biaya tunai lain yang dikeluarkan petani selama proses budidaya adalah pupuk sebesar Rp 138.400, obat-obatan Rp 695.200 yang meliputi booster, tigerback, linex, Portas dan garam, serta biaya tenaga luar kerja dengan 51 HOK sebesar Rp 1.224.000 Komponen biaya diperhitungkan yang paling banyak dikeluarkan oleh petani adalah sewa lahan, tenaga kerja keluarga, dan penyusutan. Biaya sewa lahan sebesar Rp 1.199.610, penyusutan Rp 59.981, dan tenaga kerja keluarga dengan 20,6 HOK sebesar Rp 494.400. Sistem sewa terdiri dari sewa tanpa jaminan dan sewa ada jaminan. Sistem sewa lahan yang tidak ada jaminan yaitu biaya sewa dibayar untuk biaya lahan per satu tahun adalah Rp 500.000 per petak tambak. Biasanya petani lele Bapukan minimal menyewa tiga sampai lima petak per tahun, jadi untuk sewa lahan atau petakan tambak saja petani sudah mengeluarkan biaya Rp 1.500.000 sampai dengan Rp 2.500.000 per tahunnya. Sedangkan sewa lahan yang ada jaminan yaitu sewa yang dibayar untuk biaya lahan per satu tahun adalah Rp 300.000 atau lebih murah karena si penyewa mempunyai piutang terhadap pemilik lahan sehingga jika si pemilik lahan tidak membayar hutangnya maka ada jaminan berupa lahan yang ia sewakan terhadap si pemberi hutang. Total biaya yang dikeluarkan petani selama proses produksi sebesar Rp 13,276,391. 6.4.3 Pendapatan Usahatani Suatu usahatani dikatakan menguntungkan jika selisih antara penerimaan dan pengeluarannya bernilai positif. Pendapatan atas biaya tunai di peroleh dari pengurangan penerimaan total dengan pengeluaran tunai. Sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari pengurangan penerimaan total dengan pengeluaran total. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ikan lele Bapukan sebelum program Filleting minus Rp 1,337,000 artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar minus Rp 1,337,000 per hektar per musim tanam. Sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar minus Rp 3,090,991 artinya pendapatan petani dengan memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar minus Rp 3,090,991. 78

Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ikan lele Bapukan setelah program Filleting adalah Rp 3,709,600 artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 3,709,600 per hektar per musim tanam. Sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 1,955,609 artinya pendapatan petani dengan memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 1,955,609. Jika dilihat dari perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C rasio) atas biaya tunai dan biaya total dapat disimpulkan bahwa usahatani ikan lele Bapukan tidak untung sebelum program Filleting jika dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai yaitu bernilai 0,88. Artinya setiap biaya yang dikeluarkan secara tunai sebanyak satu satuan hanya menghasilkan keuntungan sebesar 0,88 satuan. Sedangkan dari R/C rasio atas biaya total juga tidak menguntungkan untuk diusahakan terbukti dengan nilai R/C rasio terhadap biaya total sebesar 0,77, artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total hanya akan menghasilkan penerimaan sebesar 0,77 satuan penerimaan. Usahatani ikan lele Bapukan untung setelah program Filleting jika dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai yaitu bernilai 1,32. Artinya setiap biaya yang dikeluarkan secara tunai sebanyak satu satuan menghasilkan keuntungan sebesar 1,32 satuan. R/C rasio atas biaya total juga menguntungkan untuk diusahakan terbukti dengan nilai R/C rasio terhadap biaya total sebesar 1,15, artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total hanya akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,15 satuan penerimaan. Selisih R/C rasio atas biaya tunai dengan R/C rasio atas biaya total usahatani lele Bapukan saat ini 0,11 atau 11 persen, sedangkan setelah program Filleting sebesar 0,17 atau 17 persen. Hal ini menunjukan bahwa biaya yang diperhitungkan pada usahatani tersebut relatif kecil. Salah satu komponen biaya diperhitungkan yang memiliki nilai paling besar adalah sewa lahan. Besarnya nilai sewa lahan pada biaya yang diperhitungkan dapat mengindikasikan bahwa sewa lahan pada daerah penelitian tergolong mahal. Hal ini terbukti dengan adanya perbedaan yang cukup signifikan antara sewa lahan dengan adanya jaminan dan sewa lahan tanpa jaminan, yang mana sewa lahan tanpa jaminan lebih mahal Rp 200.000 daripada sewa lahan dengan jaminan. 79

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kesimpulan bahwa usahatani ikan lele Bapukan sebelum program Filleting tidak menguntungkan petani jika dibandingkan dengan usahatani lele Bapukan setelah program Filleting. Hal ini disebabkan harga jual setelah program Filleting lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual sebelum program Filleting, dari sisi pemasaran setelah program Filleting lebih efisien dibandingkan sebelum program Filleting dimana produk lele bapukan terserap seluruhnya oleh pasar dengan menambah added value berupa pengolahan ikan lele Bapukan. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ikan lele Bapukan sebelum program Filleting minus Rp 1,337,000 artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar minus Rp 1,337,000 per hektar per musim tanam. Sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar minus Rp 3,090,991 artinya pendapatan petani dengan memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar minus Rp 3,090,991. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ikan lele Bapukan setelah program Filleting adalah Rp 3,709,600 artinya pendapatan petani tanpa memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 3,709,600 per hektar per musim tanam. Sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 1,955,609 artinya pendapatan petani dengan memperhitungkan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 1,955,609. Jika dilihat dari perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C rasio) atas biaya tunai dan biaya total dapat disimpulkan bahwa usahatani ikan lele Bapukan tidak untung sebelum program Filleting jika dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai yaitu bernilai 0,88. Artinya setiap biaya yang dikeluarkan secara tunai sebanyak satu satuan hanya menghasilkan keuntungan sebesar 0,88 satuan. Sedangkan dari R/C rasio atas biaya total juga tidak menguntungkan untuk diusahakan terbukti dengan nilai R/C rasio terhadap biaya total sebesar 0,77, artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total hanya akan menghasilkan penerimaan sebesar 0,77 satuan penerimaan. Usahatani ikan lele Bapukan untung 80

setelah program Filleting jika dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai yaitu bernilai 1,32. Artinya setiap biaya yang dikeluarkan secara tunai sebanyak satu satuan menghasilkan keuntungan sebesar 1,32 satuan. R/C rasio atas biaya total juga menguntungkan untuk diusahakan terbukti dengan nilai R/C rasio terhadap biaya total sebesar 1,15, artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total hanya akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,15 satuan penerimaan. Komponen biaya tunai yang paling banyak dikeluarkan oleh petani adalah biaya benih dan pakan. Biaya benih sebesar Rp 6.920.000, Sedangkan biaya pakan yang dikeluarkan sebesar Rp 2.545.200. Komponen biaya diperhitungkan yang paling banyak dikeluarkan oleh petani adalah sewa lahan yaitu sebesar Rp 1.199.610. Selisih R/C rasio atas biaya tunai dengan R/C rasio atas biaya total usahatani lele Bapukan saat ini 0,11 atau 11 persen, sedangkan setelah program Filleting sebesar 0,17 atau 17 persen. Hal ini menunjukan bahwa biaya yang diperhitungkan pada usahatani tersebut relatif kecil. Salah satu komponen biaya diperhitungkan yang memiliki nilai paling besar adalah sewa lahan. Besarnya nilai sewa lahan pada biaya yang diperhitungkan dapat mengindikasikan bahwa sewa lahan pada daerah penelitian tergolong mahal. Hal ini terbukti dengan adanya perbedaan yang cukup signifikan antara sewa lahan dengan adanya jaminan dan sewa lahan tanpa jaminan, yang mana sewa lahan tanpa jaminan lebih mahal Rp 200.000 daripada sewa lahan dengan jaminan, dari sisi pemasaran petani yang menjual produknya pada lembaga pemasaran yang melakukan pengolahan berupa Filleting lebih efisien dibandingkan dengan lembaga pemasaran yang tidak melakukan pengolahan berupa Filleting, karena lele Bapukan yang dijual ke lembaga yang melakukan program Filleting menyerap seluruh produk yang dijual petani dan juga dapat meningkatkan added value ikan lele Bapukan, sehingga harga lele Bapukan lebih tinggi yang berdampak pada meningkatnya pendapatan petani. 81

7.2. Saran Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pengembangan usahatani ikan lele Bapukan di Kelompok Tani Ulam Jaya, Desa Krimun Kecamatan Losarang adalah sebagai berikut: 1. Sebaiknya para petani menjual produknya ke lembaga yang melakukan Filleting yaitu DKP Indramayu, dikarenakan selain semua produk bisa di serap seluruhnya dan harganya lebih tinggi dari harga di pasar yaitu Rp 8,000,- sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan meminimumkan risiko dari lele Bapukan tersebut baik dari sisi harga dan produksi. 2. DKP Indramayu selain memberikan akses dan jaminan pemasaran lele Bapukan kepada para petani, memberikan bantuan modal berupa subsidi benih dan pakan sehingga petani mendapatkan input yang lebih baik dan juga murah. Hal tersebut sangat penting dalam membantu petani untuk meningkatkan produksi. 82

DAFTAR PUSTAKA Djatmika, D.H., Farlina, Sugiharti, E. 1986. Usaha Budidaya Ikan Lele. C.V. Simplex.Jakarta. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu.2009. Laporan Tahunan tahun 2009. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu. Indramayu. Euis Y.P.2010.Skripsi. Analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Effendi, Irzal.2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. Fauzi, Sa dilah. 2008. Analisis Efisiensi Pemasaran Ikan Lele di Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon. [Skripsi]. Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hanifah, Ratu Nurul. 2008. Pendapatan Usahatani Integrasi Pola Sayuran-Ternak- Ikan. Studi Kasus Pondik Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. [Skripsi]. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Bogor. Isnurdiansyah.2010.Skripsi. Analisis pendapatan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan propinsi jawa Timur. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor Khairuman dan Khairul, A. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. Agromedia. Jakarta. Nurliah.2002.Skripsi. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Cabe Merah Keriting di Desa Sindangmekar, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor Rachmina D dan Burhanuddin. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor Sitompul, R.P.2007.Skripsi. Analisis usahatani dan tataniaga ikan hias maskoki oranda di desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor 83

Suryana.2005.Skripsi.Analisis tataniaga beras di pasar tradisional dan pasar modern di DKI Jakarta. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekartawi, dkk. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia. Jakarta. Tjakrawilaksana, A dan Soeriatmadja. 1983. Usahatani untuk Sekolah Menengah Teknologi Pertanian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Widayanti. 2008. Skripsi. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Ubi Jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor Yulistia. 2009.Skripsi. Analisis mengenai efisiensi produksi usahatani belimbing dewa peserta Primatani di Kota Depok Jawa Barat. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor Zalukhu. 2009.Skripsi. Analisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul nasional (Kasus: Varietas Bondoyudo pada Gapoktan Tani Bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor 84

85

Lampiran 1. Data Luas Kolam dan Jumlah Petakan Kabupaten Indramayu No Kecamatan Luas Kolam (Ha) Jumlah Petakan(Unit) 1 Krangkeng 23.00 569 2 Karangampel 9.00 103 3 Juntinyuat 5.65 67 4 Balongan 0.59 25 5 Indramayu 2.78 44 6 Sindang 31.25 535 7 Pasekan 2.00 30 8 Lohbener 14.30 475 9 Arahan 3.05 45 10 Kandanghaur 69.60 1386 11 Patrol 2.00 40 12 Sukra 2.10 42 13 Losarang 163.50 3066 14 Lelea 1.20 24 15 Gantar 4.35 170 16 Anjatan 4.63 94 17 Hargeulis 7.70 253 18 Gabus wetan 4.90 89 19 Bongas 11.23 230 20 Kroya 5.00 100 21 Cikedung 1.18 112 22 Terisi 1.07 103 23 Widasari 5.08 416 24 Sliyeg 11.50 91 25 Kedokan Bunder 7.56 180 26 Kertasmaya 3.10 110 27 Sukagiwang 1.33 157 28 Jatibarang 0.83 27 29 Bangodua 2.93 260 30 Tukdana 2.58 242 Jumlah 404.99 9085 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu 2009(di olah) 86

Lampiran 2. Daftar Nama Petani Ulam Jaya nama petani Ijen atau gelondongan Nama Jumlah tambak Luas Tambak(m2) Kedalaman(cm) Adi wijaya 4 300-450 90-150 Atim 2 300-450 90-150 Ato 2 300-450 90-150 Blodog 1 300-450 90-150 Boim 1 300-450 90-150 Carlan 1 300-450 90-150 Catu 2 300-450 90-156 Duraji 4 300-450 90-150 Duryat 2 300-450 90-158 Dedi Sodikin 4 300-459 90-150 Ghazool 2 300-460 90-160 Ghufron 2 300-461 90-160 Hj. Ratinah 4 300-462 90-162 Ibon 2 300-463 90-160 Jana 2 300-464 90-164 Kusrano 1 300-465 90-160 Nono 3 300-466 90-166 M. Sofyan 2 300-467 90-167 Muhendi 5 300-468 90-168 Oon 2 300-469 90-169 Opick 2 300-470 90-170 Rasmin 2 300-471 90-171 Rita 2 300-472 90-172 Runiyah 4 300-473 90-173 Ruslani 4 300-474 90-174 Safrudin 3 300-475 90-175 Sakim 3 300-476 90-176 Suswendi 3 300-477 90-177 Sukendi 1 300-478 90-178 Suhud 2 300-479 90-179 Suwari 2 300-480 90-180 Taya 6 300-481 90-181 Tarya 3 300-482 90-182 Taryono 2 300-483 90-183 Timan 7 300-484 90-184 Toyo 2 300-485 90-185 Warim 3 300-486 90-186 Waryahadi 3 300-487 90-157 Wakid 1 300-488 90-188 Wawan 5 300-489 90-159 Wartim 5 300-490 90-150 Wasapada 3 300-490 90-191 Warno 2 300-490 90-150 Yatim 1 300-490 90-190 87

Jumlah 119 Lampiran 3. Nama Responden Pembesaran lele Bapukan Nama Jumlah Tambak Luas Tambak(m2) Kedalaman(cm) Darmaji 4 300-450 90-150 Daspan 6 300-450 90-150 Hadi R. 8 300-450 90-150 H.Casmin 7 300-450 90-150 H.Kandi 11 300-450 90-150 H.Sarem 9 300-450 90-150 Herudin 12 300-450 90-150 Karma 6 300-450 90-150 Kasiwan 4 300-450 90-150 Kusyanto 6 300-450 90-150 Nia 8 300-450 90-150 Rasmin 5 300-450 90-150 Rudi 4 300-450 90-150 Ruhiyat 7 300-450 90-150 Sudirman 6 300-450 90-150 Sugiman 5 300-450 90-150 Suwada 8 300-450 90-150 Supriyanto 9 300-450 90-150 Sontong 3 300-450 90-150 Wandi 5 300-450 90-150 Wahudi 15 300-450 90-150 Wardji 5 300-450 90-150 Warsidi 6 300-450 90-150 Yayat 8 300-450 90-150 Yanti 6 300-450 90-150 Jumlah 173 88

89

90

Lampiran 4. Data penggunaan input Usahatani ikan lele Bapukan Nama Luas Lahan Jumlah Benih(ekor) Booster (sachet) Tigerback (botol) garam(kg) Linex(Sachet) Portas(botol) Urea(kg) Pakan(sak) Darmaji 0,18 40.000 4 1 200 2 4 40 12 Daspan 0,27 60.000 6 2 300 3 6 60 12 Hadi R. 0,36 80.000 8 4 400 4 8 80 13 H.Casmin 0,315 70.000 7 4 350 3 7 70 12 H.Kandi 0,495 110.000 11 7 550 6 11 110 15 H.Sarem 0,4 90.000 9 5 450 5 9 90 12 Herudin 0,54 120.000 12 10 600 7 12 120 14 Karma 0,27 60.000 6 2 300 3 6 60 12 Kasiwan 0,18 40.000 4 1 200 2 4 40 12 Kusyanto 0,27 60.000 6 2 300 3 6 60 12 Nia 0,36 80.000 8 4 400 4 8 80 11 Rasmin 0,225 50.000 5 1 250 3 5 50 12 Rudi 0,18 40.000 4 1 200 2 4 40 11 Ruhiyat 0,315 70.000 7 4 350 5 7 70 12 Sudirman 0,27 60.000 6 2 300 3 6 60 12 Sugiman 0,225 50.000 5 1 250 3 5 50 11 Suwada 0,36 80.000 8 4 400 4 8 80 14 Supriyanto 0,4 90.000 9 5 450 5 9 90 11 Sontong 0,135 30.000 3 1 150 2 3 30 12 Wandi 0,225 50.000 5 1 250 3 5 50 12 Wahudi 0,675 150.000 15 12 750 8 15 150 12 Wali 0,225 50.000 5 1 250 3 5 50 11 Warsidi 0,27 60.000 6 2 300 3 6 60 12 Yayat 0,36 80.000 8 4 400 4 8 80 12 Yanti 0,27 60.000 6 2 300 3 6 60 12 rata-rata 0,311 69.200 6,92 3,32 346 3,72 6,92 69,2 12,12 91

Lampiran 5. Data Produksi dan biaya usahatani ikan lele Bapukan Nama Luas lahan(ha) Produksi (kg) HOK Tunai HOK keluarga Sewa lahan tunai(rp/petak/th) Sewa lahan diperhitungkan (Rp/petak/th) Penyusutan (Rp) Darmaji 0,18 2000 5,8 2,8 2000000 360000 18000 Daspan 0,27 1000 7,8 0 0 810000 40500 Hadi R. 0,36 2500 6,6 3 0 1440000 72000 H.Casmin 0,315 2000 10 3,8 0 1102500 55125 H.Kandi 0,495 3000 12,8 3,8 0 2722500 136125 H.Sarem 0,4 2000 6 4 0 1800000 90000 Herudin 0,54 2500 8,8 5,6 0 3240000 162000 Karma 0,27 1000 5 3 0 810000 40500 Kasiwan 0,18 1500 5,8 2 0 360000 18000 Kusyanto 0,27 2500 7,8 0 3000000 810000 40500 Nia 0,36 1500 6,6 3,6 0 1440000 72000 Rasmin 0,225 1500 7 4 0 562500 28125 Rudi 0,18 1500 5,8 2,6 2000000 360000 18000 Ruhiyat 0,315 1200 6,8 3,8 0 110250 5512,5 Sudirman 0,27 1000 7,8 4,6 0 810000 40500 Sugiman 0,225 900 7 0 2500000 562500 28125 Suwada 0,36 1500 6,6 3 0 1440000 72000 Supriyanto 0,4 2000 6,8 3,6 0 1800000 90000 Sontong 0,135 1500 5 2,8 0 202500 10125 Wandi 0,225 3000 7 4 0 562500 28125 Wahudi 0,675 3000 20,8 10,6 0 5062500 253125 Wali 0,225 2500 7 3,8 0 562500 28125 Warsidi 0,27 2500 7,8 0 3000000 810000 40500 Yayat 0,36 1500 6,8 4 0 1440000 72000 Yanti 0,27 2500 7,6 3 0 810000 40500 rata-rata 0,311 1904 7,712 3,256 500000 1199610 59980,5 92

Lampiran 6. Nama responden dan Lama bertani Luas Tambak (m2) Lama Bertani (Tahun) Luas Lahan sendiri (ha) Nama Jenis Kelamin Desa Status Usaha Umur Jumlah Tambak Kedalaman (cm) Sewa Darmaji Laki-laki Puntang Utama 30 4 300-450 90-150 8 0,18 SD Daspan Laki-laki Losarang Utama 33 6 300-450 90-150 8 0,27 SMA Hadi R. Laki-laki Krimun Utama 35 8 300-450 90-150 5 0,36 SMP H.Casmin Laki-laki Losarang Utama 41 7 300-450 90-150 15 0,315 SMA H.Kandi Laki-laki Losarang Utama 32 11 300-450 90-150 21 0,495 H.Sarem Laki-laki Losarang Utama 33 9 300-450 90-150 25 0,4 Herudin Laki-laki Losarang Utama 31 12 300-450 90-150 10 0,54 Karma Laki-laki Losarang Utama 37 6 300-450 90-150 6 0,27 SD Pendidikan Terakhir Tidak Tamat SD Tidak Tamat SD Tidak Tamat SD Kasiwan Laki-laki Losarang Utama 35 4 300-450 90-150 18 0,18 Tidak Tamat SD Kusyanto Laki-laki Puntang Utama 36 6 300-450 90-150 7 0,27 SD Nia Perempuan Krimun Sampingan 34 8 300-450 90-150 14 0,36 SMP Rasmin Laki-laki Krimun Utama 32 5 300-450 90-150 9 0,225 Tidak Tamat SD Rudi Laki-laki Krimun Utama 33 4 300-450 90-150 13 0,18 Tidak Tamat SD Tidak Tamat SD Ruhiyat Laki-laki Krimun Sampingan 43 7 300-450 90-150 5 0,315 Sudirman Laki-laki Krimun Sampingan 46 6 300-450 90-150 7 0,27 Sarjana Sugiman Laki-laki Puntang Sampingan 42 5 300-450 90-150 8 0,225 SMP Suwada Laki-laki Puntang Sampingan 45 8 300-450 90-150 6 0,36 SD Supriyanto Laki-laki Puntang Utama 43 9 300-450 90-150 2 0,4 SMP Sontong Laki-laki Puntang Utama 65 3 300-450 90-150 32 0,135 Tidak Tamat SD 93

Wandi Laki-laki Krimun Utama 62 5 300-450 90-150 7 0,225 Tidak Tamat SD Wahudi Laki-laki Krimun Utama 54 15 300-450 90-150 8 0,675 SMP Wali Laki-laki Krimun Utama 38 5 300-450 90-150 3 0,225 SD Warsidi Laki-laki Krimun Sampingan 55 6 300-450 90-150 9 0,27 SMP Yayat Laki-laki Losarang Utama 65 8 300-450 90-150 4 0,36 SMP Yanti Perempuan Puntang Sampingan 40 6 300-450 90-150 5 0,27 SMP Jumlah 173 rata-rata 6,92 94

Lampiran 7. Gambar Kecamatan Losarang 95

96

Lampiran 8. Kuesioner Penelitian Analisis Usahatani Ikan Lele Bapukan di Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa barat Oleh Brian Guntur ( H34086017) Mahasiswa Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. KUESIONER UNTUK PETANI LELE BAPUKAN A.Identitas dan Karakteristik Responden 1. No Kuisioner : 2. Nama petambak : 3. Alamat : 4. Umur dan Jenis Kelamin : 5. Pendidikan : 6. Pengalaman bertambak lele : 7. Status sebagai petambak lele : a. Pemilik penggarap b. Penyewa c. Penyakap/bagi hasil d. 8. Alasan menjadi petambak 9. Anggapan petambak terhadap pekerjaan bertambak/usahataninya: a. Mata Pencaharian Pokok b. Mata Pencaharian Sampingan 10. Alasan memilih usahatani ikan lele bapukan a. Keuntungan lebih besar b. Pemasaran lebih mudah c. Usaha turun temurun d. Cocok untuk lahan local e. Dianjurkan pemerintah f. Lainnya.. 72