Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 2013

dokumen-dokumen yang mirip
Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2013

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian Ekonomi Regional Banten

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2011

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

SURVEI PERBANKAN * perkiraan

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

ii Triwulan I 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1%

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2007 YOGYAKARTA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

ii Triwulan I 2013

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Transkripsi:

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA i

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan VI 213 VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil MISI BANK INDONESIA Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan NILAI STRATEGIS BANK INDONESIA Kepercayaan dan Integritas Profesionalisme Keunggulan Kepentingan Publik Koordinasi dan kerjasama Tim VISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional MISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.

...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat... (Salah satu dari lima tugas pokok Kantor Perwakilan Bank Indonesia) iii

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta Unit Asesmen Ekonomi & Keuangan Jl. P. Senopati No.4-6, Yogyakarta Telp.274-377755 Fax.274-37177 Softcopy laporan ini dapat diunduh pada website Bank Indonesia: http://www.bi.go.id iv

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 INDIKATOR TERPILIH Indikator I II III IV I II III IV Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%,yoy) 7.7 5.97 4.7 4.28 4.75 6.11 6.47 4.32 Berdasarkan Sektor - Pertanian 1.11.87 4.29 (1.25) (3.9) 8.4 3. (2.21) - Pertambangan & Penggalian 2.56 (.7) 1.31 4.4 5.5 5.12 4.65 4.88 - Industri Pengolahan (3.2) (6.16) (5.34) 6.22 8.63 11.83 6.67 4.41 - Listrik, Gas, dan Air Bersih 11.42 5.96 8.65 3.1 6.73 9.31 5.98 4.21 - Konstruksi 14.42 4.93 6.72 1.12 8.8 11.14 6.59.85 - Perdagangan, Hotel & Restoran 8.25 6.21 3.71 8.75 7.4 7.22 6.93 3.8 - Pengangkutan dan Komunikasi 5.27 6.15 5.91 7.42 6.66 6.45 5.93 6.17 - Keuangan Persewaan & Jasa Usaha 9.83 11.89 13.14 5.35 7.44 6.6 4.44 7.5 - Jasa-jasa 6.1 17.18 4.8 1.63 5.85 (2.92) 1.2 9.62 Berdasarkan Permintaan - Konsumsi Rumah Tangga 6.46 6.84 6.97 6.69 6.8 5.41 5.82 5.96 - Konsumsi Pemerintah 4.23 9.83 1.9 6.1 8.9 (2.43) 1.39 5.48 - PMTB 5.29 5.37 5.29 4.11 7.22 6.2 5.24 2.22 - Ekspor 7.94 7.69 7.96 7.5 7.36 6.6 5.8 6.47 - Impor 1.71 8.9 7.85 9.57 7.61 5.16 5.82 5.1 Ekspor - Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) 69.18 63.74 65.84 69.92 69.91 7.26 64.35 9.8 - Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) 9.74 1.8 8.82 9.6 8.5 8.96 7.61 41.61 Impor - Nilai Impor Non Migas (USD Juta) 7.6 13.15 19.68 17.4 15.43 17.4 17.43 25.36 - Volume Impor Non Migas (ribu ton) 2.1 5.11 1.2 4.87 6.34 8.81 5.61 5.44 Indeks Harga Konsumen - Kota Yogyakarta 131.4 132.23 134.5 135.72 139.38 139.71991 144.24 145.65 Laju Inflasi Tahunan - Kota Yogyakarta (%,yoy) 3.45 4.27 3.91 4.31 6.36 5.67 7.6 7.32 Perbankan Dana Pihak Ketiga (Rp Miliar) - Tabungan 14,71 15,658 16,464 18,663 18,27 18,94 19,99 2,661 - Giro 4,189 4,343 4,93 5,8 5,9 5,2 5,52 5,43 - Deposito 11,111 11,288 11,88 11,211 12,316 12,766 13,26 11,369 Kredit (Rp Miliar) - Berdasarkan Lokasi Proyek - Modal Kerja 7,244 8,138 8,39 8,996 8,755 9,499 9,861 8,849 - Konsumsi 8,436 8,663 9,177 9,651 9,84 1,139 1,382 9,35 - Investasi 2,84 2,985 3,113 3,193 3,597 4,282 4,756 4,646 Kredit UMKM (Rp Miliar) - Modal Kerja 5,541 6,99 6,27 6,613 6,427 7,91 7,239 6,274 - Investasi 1,723 1,972 2,44 2,98 2,449 3,137 3,374 2,892 Loan to Deposit Ratio (%) 61.59 63.24 62.2 62.61 62.35 65.23 64.64 6.77 NPL Gross (%) 2.75 2.7 2.78 2.35 2.62 2.49 2.45 1.7 Sistem Pembayaran Transaksi RTGS - Rata-rata Net Incoming Transfer per bulan (Rp Miliar) 4,331 5,55 3,86 5,161 2,542 3,744 3,242 3,161 - Rata-rata Warkat Incoming Transfer per bulan (lembar) 4,885 5,328 5,548 6,9 5,83 5,621 5,23 5,335 Transaksi Kliring - Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar) 42.65 45.79 49.66 55.63 53.18 57.78 54.98 55.33 - Rata-rata Harian Volume Transaksi (lembar) 1,726 1,754 1,783 1,843 1,881 1,764 1,719 1,76 v

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Halaman ini sengaja dikosongkan vi

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Illahi Robbi karena atas rahmat dan karunia-nya, Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Triwulan III 213 yang sebelumnya diterbitkan dengan judul Kajian Ekonomi Regional (KER) Daerah Istimewa Yogyakarta, dapat hadir di tangan pembaca. Laporan ini yang kami buat dengan format baru, selain dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan intern Bank Indonesia, juga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pihak ekstern (external stakeholders) terhadap informasi perkembangan ekonomi regional, maupun perkembangan moneter, perbankan dan sistem pembayaran, serta informasi beberapa hasil survei yang kami lakukan. Kami berharap agar Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta ini dapat memberikan informasi yang memadai mengenai perkembangan makro perekonomian DIY terkini. Di samping itu, laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah, Dinas terkait atau stakeholders lainnya dalam mengambil kebijakan. Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang diperlukan. Kami juga mengharapkan kerjasama dari berbagai stakeholders yang sudah baik selama ini dalam menyediakan data dan informasi dapat ditingkatkan di masa depan sehingga tersedianya informasi yang terkini dari perekonomian DIY. Oleh karena itu kami berharap agar hubungan yang lebih baik dapat terjalin di masa mendatang. Selain itu, kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak untuk lebih meningkatkan kualitas kajian ini, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah senantiasa melimpahkan ridho-nya dan memberikan kemudahan kepada kita semua dalam mengupayakan hasil kerja yang lebih baik. Yogyakarta, Februari 214 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Arief Budi Santoso Direktur vii

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 DAFTAR ISI INDIKATOR TERPILIH... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GRAFIK... xii BAB 1... 5 PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI... 5 1. PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PERMINTAAN... 6 1.1. Konsumsi... 6 1.2. Investasi... 8 1.3. Perkembangan Ekspor - Impor... 9 2. PERKEMBANGAN PDRB SISI PENAWARAN... 12 2.1. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... 12 2.2. Sektor Industri Pengolahan... 14 2.3. Sektor Pertanian... 15 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... 15 2.5. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan... 16 2.6. Bangunan... 17 2.7. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih... 18 2.8. Sektor Penggalian... 18 2.9. Sektor Jasa-Jasa... 18 BOKS 1 : HASIL LIAISON PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DIY TRIWULAN IV 213... 2 BAB 2... 23 PERKEMBANGAN INFLASI... 23 1. Inflasi Tahunan... 23 2. Inflasi Triwulanan... 25 3. Inflasi Bulanan... 26 4. Disagregasi Inflasi... 27 5. Ekspektasi Inflasi... 27 6. Inflasi Kota Yogyakarta dibandingkan Kota-kota di Jawa Tengah... 28 BAB 3... 29 PERKEMBANGAN PERBANKAN... 29 viii

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 1. Aset... 29 2. Intermediasi Perbankan... 29 3. Penghimpunan Dana... 3 4. Penyaluran Kredit... 32 5. Stabilitas Sistem Perbankan... 34 5.1. Risiko Kredit... 34 5.2. Risiko Likuiditas... 36 6. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat... 36 6.1. Aset... 36 6.2. Penghimpunan Dana... 37 6.3. Penyaluran dan Kualitas Kredit... 37 6.4. Fungsi Intermediasi... 38 7. Perkembangan Perbankan Syariah... 38 7.1. Aset Perbankan Syariah... 38 7.2. Intermediasi Perbankan Syariah... 38 7.3. Penghimpunan Dana... 39 7.4. Penyaluran dan Kualitas Pembiayaan... 39 BAB 4... 41 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN... 41 1. SISTEM PEMBAYARAN TUNAI... 41 1.1. Pemusnahan Uang... 42 1.2. Penukaran Uang... 43 1.3. Temuan Uang Palsu... 44 2. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI... 44 2.1. Transaksi Kliring... 44 2.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)... 45 BAB 5... 47 KEUANGAN PEMERINTAH )... 47 1. Pendapatan Pemerintah... 47 2. Belanja Pemerintah... 48 3. Pembiayaan Pemerintah... 49 BAB 6... 51 KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN... 51 1. Tenaga Kerja... 51 ix

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 2. Kemiskinan... 54 BAB 7... 57 OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI... 57 1. PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI... 57 2. PERKIRAAN INFLASI... 58 L a m p i r a n... 61 x

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 DAFTAR TABEL Tabel 1 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan 1... 6 Tabel 2 Negara Tujuan Ekspor Utama 1... 1 Tabel 3 Pertumbuhan Tahunan PDRB Sisi Penawaran 1... 12 Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok Barang (% yoy)... 24 Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan Per Kelompok Barang (%qtq)... 25 Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok barang (%mtm)... 26 Tabel 2.4 Tabel Disagregasi Inflasi Tahunan... 27 Tabel 3.1 Indikator Perbankan... 29 Tabel 3.2 Kredit Bank Umum per Sektor Ekonomi... 34 Tabel 3.3 Indikator Bank Perkreditan Rakyat... 37 Tabel 3.4 Indikator Perbankan Syariah... 39 Tabel 4.1 Indikator Sistem Pembayaran Tunai... 41 Tabel 4.2. Pemusnahan Uang... 43 Tabel 4.3 Penukaran Pecahan Uang Kecil... 43 Tabel 4.4 Indikator Sistem Pembayaran Non Tunai... 45 Tabel 5.1. Realisasi Penerimaan APBD DIY, Kabupaten dan Kota... 47 Tabel 5.2. Realisasi Belanja APBD DIY, Kabupaten dan Kota... 48 Tabel 5.3. Realisasi Pembiayaan APBD DIY, Kabupaten dan Kota... 49 Tabel 6.1 Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama... 53 Tabel 6.2 Indikator Status Ketenagakerjaan... 54 xi

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi DIY dan Nasional... 5 Grafik 1.2 Survei Konsumen... 6 Grafik 1.3 Indeks Penjualan Riil... 6 Grafik 1.4 Penjualan Mobil... 7 Grafik 1.5 Penjualan Motor... 7 Grafik 1.6 Giro Pemerintah... 7 Grafik 1.7 Anggaran Belanja Daerah... 7 Grafik 1.7 Kredit Konsumsi Grafik... 8 Grafik 1.8 Disagregasi Kredit Konsumsi... 8 Grafik 1.1 Realisasi Penanaman Modal... 8 Grafik 1.11 Realisasi Anggaran Belanja Modal... 8 Grafik 1.12 Kredit Investasi... 9 Grafik 1.13 Suku Bunga Kredit dan NPL... 9 Grafik 1.14 Nilai Ekspor Luar Negeri... 1 Grafik 1.15 Volume Ekspor Luar Negeri... 1 Grafik 1.16 Nilai Ekspor Produk Tekstil... 1 Grafik 1.17 Harga Tekstil Internasional... 1 Grafik 1.18 Nilai Impor Luar Negeri... 11 Grafik 1.19 Volume Impor Luar Negeri... 11 Grafik 1.2 Ekspor-Impor Produk Tekstil... 11 Grafik 1.21 Komoditas Impor Luar Negeri... 11 Grafik 1.22 Indeks Penjualan Eceran... 12 Grafik 1.23 Penjualan Listrik Kel. Bisnis... 12 Grafik 1.24 Kredit Subsektor Perdagangan... 13 Grafik 1.25 Ekspektasi Kegiatan Usaha... 13 Grafik 1.26 Perkembangan Wisatawan... 13 Grafik 1.27 Tingkat Hunian Hotel... 13 Grafik 1.28 SKDU Subsektor Hotel-Restoran... 13 Grafik 1.29 Kredit Sektor PHR... 13 Grafik 1.3 Penjualan Listrik Kel. Industri... 14 Grafik 1.31 SKDU Sektor Industri Pengolahan... 14 Grafik 1.32 Impor Bahan Baku Industri... 14 Grafik 1.33 Kredit Sektor Industri... 14 Grafik 1.34 Nilai Tukar Petani... 15 Grafik 1.35 Produksi Tanaman Pangan... 15 Grafik 1.36 Produksi Hortikulura... 15 Grafik 1.37 Kredit Sektor Pertanianx... 15 Grafik 1.38 Penumpang Pesawat... 16 Grafik 1.39 Penumpang Kereta Api... 16 Grafik 1.4 Penumpang Pesawat... 16 Grafik 1.41 Kredit Transportasi... 16 Grafik 1.42 Kredit Sektor Jasa Dunia Usaha... 17 Grafik 1.43 Nilai Tambah Bruto Bank... 17 xii

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Grafik 1.44 Kredit Properti... 17 Grafik 1.45 Kredit Sektor Konstruksi... 17 Grafik 1.46 Kredit Listrik-Gas-Air Bersih... 18 Grafik 1.47 Penjualan Listrik PLN... 18 Grafik 1.48 Kredit Sektor Penggalian... 19 Grafik 1.49 Kredit Sektor Jasa... 19 Grafik 2.1. Inflasi Kota yogyakarta... 23 Grafik 2.2. Inflasi Yogykarta vs Inflasi Nasional... 23 Grafik 2.3 Siklus Inflasi Triwulanan Kota Yogyakarta... 25 Grafik 2.4 Siklus Inflasi Bulanan Kota Yogyakarta... 25 Grafik 2.5 Indeks Keyakinan Konsumen... 28 Grafik 2.6. Ekspektasi Harga 3 Bulan YAD & Indeks Penjualan Eceran... 28 Grafik 2.7 Inflasi Kota di Jawa Tengah & DIY... 28 Grafik 3.1. LDR DIY... 3 Grafik 3.2. LDR DIY & Nasional... 3 Grafik 3.3. DPK Perbankan... 3 Grafik 3.4. BI Rate, Inflasi & DPK Perbankan... 3 Grafik 3.5. Pertumbuhan Komponen DPK Perbankan DIY... 31 Grafik 3.6. Komposisi DPK Perbankan... 31 Grafik 3.7. Komposisi DPK Menurut Gol. Pemilik... 32 Grafik 3.8. Komposisi Tabungan Menurut Gol. Pemilik... 32 Grafik 3.9. Komposisi Deposito Menurut Gol. Pemilik... 32 Grafik 3.1. Komposisi Giro Menurut Gol. Pemilik... 32 Grafik 3.11. Kredit Perbankan... 33 Grafik 3.12. Kredit Modal Kerja... 33 Grafik 3.13. Kredit Investasi... 33 Grafik 3.14. Kredit Konsumsi... 33 Grafik 3.15. Non Performing Loans DIY... 35 Grafik 3.16. NPL Bank Umum per Jenis Penggunaan... 35 Grafik 3.17. NPL Kredit Bank Sektor UtamaGrafik 3.18. Kredit Bank Sektor Lainnya... 36 Grafik 4.1 Aliran kas dan Pemusnahan Uang... 42 Grafik 4.2 Transaksi Kliring... 45 Grafik 4.3. Transaksi BI-RTGS... 45 Grafik 6.1 Perkembangan TPAK di DIY... 51 Grafik 6.2 Perbandingan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Kab./Kota di DIY... 52 Grafik 6.3 Perbandingan Tingkat Pengangguran Terbuka Nasional & DIY... 52 Grafik 6.4 Perbandingan Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Kab./Kota di DIY... 53 Grafik 6.4 Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di DIY... 55 Grafik 7.1 Pertumbuhan Ekonomi... 57 Grafik 7.2 Ekspektasi Kegiatan Usaha... 57 Grafik 7.3 Ekspektasi Penghasilan... 58 Grafik 7.4 Ekspektasi Penjualan... 58 Grafik 7.5 Perkiraan Inflasi... 59 Grafik 7.6 Ekspektasi Harga... 59 xiii

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Halaman ini sengaja dikosongkan 2

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 RINGKASAN EKSEKUTIF Pertumbuhan ekonomi DIY triwulan IV 213 mencapai 4,32% y.o.y lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III 213 sebesar 6,47% y.o.y. Disisi permintaan sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi rumah tangga dan ekspor, sementara konsumsi pemerintah, investasi dan impor melambat. Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada triwulan laporan yaitu : (i) daya beli masyarakat masih baik, (ii) peningkatan belanja konsumsi masyarakat pada hari besar keagaamaan (Natal dan Idul Adha), (iii) peningkatan konsumsi wisatawan seiring kenaikan jumlah kunjungan pada libur akhir tahun, (iv) membaiknya permintaan ekspor tekstil dari Amerika dan China, sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi Amerika dan diversifikasi pasar ekspor ke China yang dinilai cukup berhasil, hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan ekspor produk tekstil ke China tujuh kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Sementara itu pelemahan nilai tukar diperkirakan memberikan pengaruh pada perlambatan impor serta realisasi investasi PMA di Yogyakarta. Disisi sektoral, pertumbuhan ekonomi bersumber pada sektor pengangkutan-komunikasi, sektor industri pengolahan dan sektor keuangan-persewaan-jasa perusahaan. Siklus peningkatan kunjungan wisatawan ke DIY pada akhir tahun masih menjadi faktor pendorong pertumbuhan sektoral khususnya untuk sektor pengangkutan-komunikasi. Kenaikan permintaan produk tekstil dari Amerika Serikat dan China memberikan kontribusi bagi tumbuhnya sektor industri pengolahan meskipun pelemahan nilai tukar dan kenaikan TDL memberikan tekanan terhadap kenaikan biaya produksi. Perkembangan inflasi tahunan Kota Yogyakarta pada triwulan IV tahun 213 sebesar 7,32% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 7,6% (yoy). Inflasi Kota Yogyakarta tahun 213 berada dibawah laju Inflasi nasional sebesar 8,38% (yoy). Lebih rendahnya laju inflasi Kota Yogyakarta dibandingkan laju inflasi Nasional tersebut didukung oleh beberapa faktor yaitu (i) Respon tekanan inflasi atas kenaikan harga BBM di Yogyakarta relatif lebih rendah, (ii) Kecukupan pasokan dan terjaganya distribusi pangan, (iii) ekspektasi konsumsi masyarakat Yogyakarta yang relatif stabil, serta (iii) struktur nilai konsumsi Kelompok Bahan Makanan masyarakat Kota Yogyakarta proporsinya lebih rendah dibandingkan proporsi Nasional sehingga gejolak yang terjadi pada harga pangan pada tahun 213 direspon lebih stabil. Kinerja perbankan DIY pada triwulan VI-213 masih menunjukan perlambatan pertumbuhan. Aset perbankan DIY tumbuh 15,88% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tumbuh 2,12%. Dari sisi pasiva, pertumbuhan masih bersumber dari kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 14,14% (yoy) dan di sisi aktiva pertumbuhan asset bersumber dari pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 17,8% (yoy). Pertumbuhan DPK dan Kredit tersebut, di bawah pertumbuhan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya, yaitu masing-masing tumbuh 21,23% 1

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 dan 21,74%. Namun demikian, fungsi intermediasi perbankan menjadi lebih baik, tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 64,22% lebih tinggi dari triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 62,61%. Sementara itu, kinerja kredit membaik yang tercermin dari kualitas kredit yang relatif lebih baik, dengan rasio Non Performing Loan Gross hanya 1,97%. Perkembangan kegiatan sistem pembayaran tunai di DIY pada triwulan IV 213 mengalami net outflow seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap transaksi tunai pada libur akhir tahun. Net cash outflow rata-rata sebesar Rp63 miliar per bulan dengan adanya aliran cash outflow dan kegiatan remise, posisi kas di KPw Bank Indonesia DIY tercatat sebesar Rp2.25 miliar menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp2.654 miliar. Sementara itu, aktifitas sistem pembayaran non tunai mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan ekonomi pada triwulan IV 213. Pada triwulan laporan, rata-rata harian nilai nominal kliring meningkat,64% q.t.q dari Rp54,98 miliar menjadi 55,33 miliar. Demikian juga untuk transaksi yang terjadi di RTGS, rata-rata bulanan incoming transfer RTGS pada triwulan laporan meningkat sebesar 19,7% (q.t.q) dari Rp12.756 miliar per bulan menjadi Rp15.268miliar per bulan, sementara nominal outgoing transfer per bulan meningkat sebesar 27,26% (q.t.q). Secara keseluruhan net incoming transfer per bulan turun 2,49% (q.t.q) dari Rp3.242 miliar per bulan menjadi Rp3.161 miliar per bulan. Pada triwulan laporan tersebut temuan uang palsu mengalami penurunan baik dari jumlah nominal maupun jumlah lembar. Kinerja gabungan keuangan Pemerintah Daerah se-diy pada triwulan IV-213 di sisi penerimaan terealisasi dengan baik, namun belum optimal di sisi pengeluaran. Realisasi di sisi penerimaan mencapai 11,55% atau sebesar Rp9,57 triliun, terutama bersumber dari Dana Perimbangan dengan proporsi 53,33% dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan proporsi 25,88%. Tingginya realisasi pendapatan sampai dengan triwulan IV-213 terutama bersumber dari PAD yang melampaui target, khususnya Pajak Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Sementara itu, di sisi belanja terealisasi sebesar 87,81% atau sebesar Rp8,42 triliun, dengan proporsi terbesar pada Belanja Tidak Langsung sebesar 67,7%. Hal ini menyebabkan neraca APBD sampai dengan posisi akhir triwulan IV- 213 masih surplus Rp1,15 triliun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Agustus 213 tercatat sebesar 68,89%, turun dibandingkan keadaan Agustus 212 sebesar 7,85%. Sementara itu tingkat pengangguran terbuka di DIY pada Agustus 213 sebesar 3,34% menurun dibandingkan Agustus 212 sebesar 3,97%. Berdasarkan jenis pekerjaaannya, sekitar 55,56% tenaga kerja tersebut bekerja pada sektor informal. Sedangkan sebesar 44,44% bekerja pada kegiatan formal. Selanjutnya ditengah perekonomian yang meningkat dan terbukanya lapangan kerja Kemiskinan DIY menurun dibandingkan tahun sebelumnya. 2

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Pertumbuhan ekonomi triwulan I 214 diperkirakan sebesar 5,3%±,5%(yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 213 sebesar 4,32% (yoy). Disisi Permintaan, pertumbuhan bersumber dari konsumsi rumah tangga dan ekspor, sementara konsumsi pemerintah dan impor diperkirakan melambat. Disisi sektoral, sumber pertumbuhan diperkirakan berasal dari sektor Industri Pengolahan, Sektor Perdagangan Hotel Restoran, dan Sektor Pengangkutan. Konsumi Rumah Tangga yang merupakan komponen utama pendorong pertumbuhan DIY diperkirakan tumbuh cukup baik pada triwulan I 214 dengan faktor pendorong : (i) peningkatan pendapatan masyarakat terkait realisasi kenaikan UMP, (ii) daya beli masyarakat cukup baik yang diindikasikan masih optimisnya ekspektasi konsumsi pada survei konsumen Bank Indonesia, serta (iii) kegiatan kampanye pemilu legislatif yang dimulai bulan Maret. Inflasi tahunan Kota Yogyakarta pada triwulan I 214 diperkirakan sebesar 6,2±1% yoy, melambat dibandingkan triwulan IV 213 sebesar 7,32% yoy. Faktor resiko tekanan inflasi pada triwulan I 214 diperkirakan berasal dari beberapa hal yaitu : (i) kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga elpiji 12kg, (ii) Curah hujan di atas normal diperkirakan akan terjadi hingga akhir Februari/awal Maret 214, sehingga potensi terjadinya banjir akan mempengaruhi produksi pangan dan distribusi pasokan (iii) Tekanan imported inflation diperkirakan masih berpotensi terjadi seiring dengan tekanan nilai tukar yang masih berlanjut, (iv) potensi peningkatan konsumsi terkait penyelanggaraan kampanye pemilu legislatif, (v) Penyesuaian harga produk manufaktur atas kenaikan UMP dan kenaikan biaya bahan baku, serta (vi) Penyesuaian tarif sewa kos/rumah yang umumnya dilakukan pengusaha di Yogyakarta di awal tahun. 3

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Halaman ini sengaja dikosongkan 4

Pertumbuhan Tahunan (%) Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 213 BAB 1 PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI Pertumbuhan ekonomi DIY triwulan IV 213 mencapai 4,32% y.o.y lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III 213 sebesar 6,47% y.o.y. Disisi permintaan sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi rumah tangga dan ekspor, sementara konsumsi pemerintah, investasi dan impor melambat. Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada triwulan laporan yaitu : (i) daya beli masyarakat masih baik, (ii) peningkatan belanja konsumsi masyarakat pada hari besar keagaamaan (Natal dan Idul Adha), (iii) peningkatan konsumsi wisatawan seiring kenaikan jumlah kunjungan pada libur akhir tahun, (iv) membaiknya permintaan ekspor tekstil dari Amerika dan China, sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi Amerika dan diversifikasi pasar ekspor ke China yang dinilai cukup berhasil, hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan ekspor produk tekstil ke China tujuh kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Sementara itu pelemahan nilai tukar diperkirakan memberikan pengaruh pada perlambatan impor serta realisasi investasi PMA di Yogyakarta. DIY Nasional 9. 8. 7. 6. 5. 4. 3. I II III IV I II III IV I II III IV 211 Sumber : BPS Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi DIY dan Nasional Disisi sektoral, pertumbuhan ekonomi bersumber pada sektor pengangkutan-komunikasi, sektor industri pengolahan dan sektor keuangan-persewaan-jasa perusahaan. Siklus peningkatan kunjungan wisatawan ke DIY pada akhir tahun masih menjadi faktor pendorong pertumbuhan sektoral khususnya untuk sektor pengangkutan-komunikasi. Kenaikan permintaan produk tekstil dari Amerika Serikat dan China memberikan kontribusi bagi tumbuhnya sektor industri pengolahan meskipun pelemahan nilai tukar dan kenaikan TDL memberikan tekanan terhadap kenaikan biaya produksi. Bab 1 Perkembangan Makroekonomi 5

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PERMINTAAN Tabel 1 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan 1 1.2. Konsumsi Konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 213. Pada triwulan laporan Konsumsi Rumah Tangga tumbuh 5,96% y.o.y meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,82% y.o.y. Daya beli konsumen dan peningkatan belanja konsumsi di hari besar keagamaan (Natal dan Idul Adha) menjadi pendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu pertumbuhan juga didukung oleh siklus peningkatan jumlah wisatawan di Yogyakarta menjelang libur akhir tahun. Jumlah wisatawan ke DIY selama triwulan IV 213 mencapai 1 Juta orang dengan pertumbuhan mencapai 21,6% atau tertinggi dalam kurun waktu rata-rata 3 tahun terakhir. Peningkatan jumlah kunjungan tersebut meningkat pada bulan Oktober dan November 213 namun menurun di bulan Desember terdampak banjir Jakarta 1. Indeks 16 Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Indeks Ekspektasi Konsumen % Indeks 16 Indeks Penjualan Riil % 14 Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama 14 12 12 1 8 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Sumber : Survei Konsumen BI Grafik 1.2 Survei Konsumen Sumber : SPE Bank Indonesia Grafik 1.3 Indeks Penjualan Riil Meskipun tendensi konsumsi terkoreksi paska kenaikan harga BBM namun optimisme masyarakat dalam berkonsumsi masih cukup baik yang ditunjukkan oleh Indeks Keyakinan Konsumen DIY masih lebih dari 1. Hal tersebut dikonfirmasi oleh beberapa prompt indikator terpilih yaitu pertumbuhan angka penjualan kendaraan bermotor, optimisme ekspektasi konsumsi, serta pertumbuhan konsumsi listrik rumah tangga. 1 Berdasarkan data Statistik Kepariwisataan DIY Th 211-212, jumlah kunjungan wisatawan ke DIY yang berasal dari DKI Jakarta mencapai 2-25% dari total wisatawan. 6 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 213 18, 17, 16, Chart Title Penjualan Mobil Pertumbuhan Tahunan (%) 13. 12. Unit 1,7, 1,65, 1,6, Chart Title Penjualan Sepeda Motor Pertumbuhan Tahunan (yoy) % (yoy) 9. 8.75 15, 14, 13, 12, 11, 1, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 11. 1. 9. 8. 1,55, 1,5, 1,45, 1,4, 1,35, 1,3, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 8.5 8.25 8. Grafik 1.4 Penjualan Mobil Grafik 1.5 Penjualan Motor Sementara itu pertumbuhan Konsumsi Pemerintah mencapai 5,49% y.o.y, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 1,39% y.o.y. Sumber perlambatan ini merupakan imbas dari penyerapan anggaran belanja yang kurang optimal. Berdasarkan data realisasi anggaran hingga akhir triwulan IV 213 penyerapan belanja daerah oleh Pemerintah Provinsi/Kab/Kota hanya berkisar ±88% terhadap target anggaran. 5 Chart Title Outstanding Giro Pemerintah Pertumbuhan Tahunan (% yoy) % (yoy) 6. 45 Chart Title 45 4 35 3 25 2 15 1 5 5. 4. 3. 2. 1. - 4 35 3 25 2 15 1 5 I II III IV I II III IV I II III IV (1.) I II III IV I II III IV Sumber : Bank Indonesia 211 Grafik 1.6 Giro Pemerintah Sumber : DPPKAD Prov/Kab/Kota (Diolah) Grafik 1.7 Anggaran Belanja Daerah Disisi pembiayaan perbankan, dampak kenaikan BI Rate yang direspon oleh kenaikan Suku Bunga pinjaman mulai memberikan pengaruh pada perlambatan kredit konsumsi. Pada akhir triwulan IV 213 kredit konsumsi rata-rata tumbuh 9,43% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 12,49% (y.o.y). Kontraksi pertumbuhan kredit konsumen terjadi pada subkelompok kredit kendaraan bermotor (Grafik 1.8). Bab 1 Perkembangan Makroekonomi 7

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 95 9 85 8 75 7 65 Chart Title Kredit Konsumsi Pertumbuhan Tahunan (% yoy) % (yoy) 25. 2. 15. 1. 8. 7. 6. 5. 4. 3. 2. Chart Title Pertumb. Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen Pertumb. Kredit Pemilikan Kendaraan Pertumb. Kredit Konsumsi Lain2 6 55 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 5. - 1. - (1.) (2.) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.7 Kredit Konsumsi Grafik Grafik 1.8 Disagregasi Kredit Konsumsi 1.3. Investasi Pada triwulan IV 213 pertumbuhan investasi sebesar 2,22% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,24% (y.o.y). Perlambatan ini diperkirakan terjadi pada investasi bangunan sementara investasi non bangunan diperkirakan masih tumbuh baik. Perlambatan pada investasi bangunan tersebut dikonfirmasi oleh menurunnya pertumbuhan pada sektor konstruksi serta perlambatan kredit yang terkait sektor tersebut. Sementara investasi mesin dan peralatan diperkirakan masih optimis seiring dengan peningkatan permintaan produk-produk industri untuk pemenuhan pasar ekspor yang mulai tumbuh, khususnya pada produk tekstil dan meubel. Data BKPM mencatat bahwa perlambatan investasi di DIY pada triwulan IV 213 bersumber pada investasi PMA sementara investasi PMDN tumbuh baik. Investasi PMA pada triwulan laporan sebesar US$ 3,51 Juta menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar USS$ 14,4 Juta. Sementara nilai realisasi investasi PMDN pada triwulan laporan sebesar Rp 151 Miliar meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp 1 Miliar. 7. 6. Chart Title PMA (US$ Juta) PMDN (Rp Miliar) Rp Miliar 3. 25. 8 7 Chart Title 5. 2. 6 4. 3. 15. 1. 5 4 3 2. 5. 2 1. - 1. I II III IV I II III IV (5.) I II III IV I II III IV Sumber : BKPM Sumber : DPPKAD Prov/Kab/Kota (Diolah) Grafik 1.1 Realisasi Penanaman Modal Grafik 1.11 Realisasi Anggaran Belanja Modal 8 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 213 Ditengah kebijakan moneter ketat yang ditempuh oleh Bank Sentral selama triwulan IV 213, pertumbuhan kredit investasi di DIY masih tumbuh stabil. Kenaikan BI Rate yang direspon oleh perbankan melalui peningkatan suku bunga kredit belum berpengaruh pada pertumbuhan kredit investasi. Pada triwulan laporan kredit tumbuh 57,11% (y.o.y) stabil dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 57,8% (y.o.y). Demikian halnya dengan tingkat NPL yang menunjukkan kecenderungan menurun selama triwulan laporan. Rp Miliar % yoy 5, 4,5 Kredit Investasi Pertumbuhan Tahunan (% yoy) 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 7 6 5 4 3 2 1 Suku Bunga (%) NPL % 14.5 3.5 Suku Bunga Investasi Tertimbang (%) NPL Kredit Investasi (%) 3. 14. 2.5 13.5 2. 13. 1.5 1. 12.5.5 12.. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.12 Kredit Investasi Grafik 1.13 Suku Bunga Kredit dan NPL 1.4. Perkembangan Ekspor - Impor Ekspor DIY pada triwulan IV 213 tumbuh 6,47% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,8% (y.o.y). Kenaikan tersebut terutama didorong oleh ekspor luar negeri sementara ekspor dalam negeri relatif stabil. Tercatat nilai ekspor luar negeri DIY pada triwulan laporan sebesar US$9,8 Juta tumbuh secara tahunan sebesar18,83% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yang terkontraksi 2,27% (y.o.y) dengan nilai ekspor hanya sebesar US$64 juta. Peningkatan ekspor luar negeri terutama didorong oleh kenaikan ekspor tekstil dan meubel. Kenaikan ekspor tekstil disebabkan oleh beberapa faktor : (i) Membaiknya perekonomian Amerika Serikat sehingga permintaan tekstil meningkat, (ii) Depresiasi Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar memberikan surplus margin kepada eksportir meskipun harga tekstil internasional cenderung menurun, (iii) Diversifikasi pasar ekspor tekstil ke China cukup berhasil yang ditunjukkan oleh nilai ekspor yang tumbuh hingga tujuh kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Bab 1 Perkembangan Makroekonomi 9

Thousands Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Juta USD 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Nilai Ekspor Pertumbuhan (rhs) I II III IV I II III IV %, yoy 35 3 25 2 15 1 5-5 Ribu TON 45. 4. 35. 3. 25. 2. 15. 1. 5. - Nilai Ekspor Pertumbuhan Tahunan-rhs I II III IV I II III IV % yoy 4. 35. 3. 25. 2. 15. 1. 5. - (5.) (1.) Grafik 1.14 Nilai Ekspor Luar Negeri SUmber : DSM Bank Indonesia Grafik 1.15 Volume Ekspor Luar Negeri US$ Juta Nilai Ekspor Tekstil (US$ Juta) Pertumbuhan Tahunan - rhs % yoy US$ Harga US$ Harga Rupiah Rp Ribu 6. 5. 4. 3. 2. 1. - 1 2 3 4 1 2 3 4 7. 6. 5. 4. 3. 2. 1. - (1.) (2.) 81. 8. 79. 78. 77. 76. 75. 74. 73. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 86. 84. 82. 8. 78. 76. 74. 72. 7. 68. 66. 64. Sumber : DSM - Bank Indonesia Sumber : Bloomberg Grafik 1.16 Nilai Ekspor Produk Tekstil Grafik 1.17 Harga Tekstil Internasional Berdasarkan tujuan negaranya kenaikan ekspor DIY terutama terjadi untuk Amerika Serikat dan China, sementara ekspor ke negara tujuan utama lainnya relatif melambat. Kenaikan ekspor produk tekstil ke China menggambarkan terbukanya pasar baru produk tekstil DIY. Hal ini cukup menggembirakan karena secara historis ekspor tekstil DIY lebih banyak ditujukan ke Amerika dan Uni Eropa. Tabel 2 Negara Tujuan Ekspor Utama 1 Pertumbuhan impor pada triwulan IV 213 sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan impor tumbuh 5,1% (y.o.y) sementara pada triwulan sebelumnya tumbuh 5,81% (y.o.y). Perlambatan terjadi pada impor antar daerah, sementara impor luar negeri masih tumbuh baik. Tercatat nilai impor luar negeri pada triwulan IV 213 sebesar US$ 25,4 Juta tumbuh 48% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi 11% atau sebesar US$ 17,4% (y.o.y). 1 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 213 Perlambatan impor terutama didorong oleh dampak melemahnya nilai tukar pada triwulan IV 213, namun perlambatan yang terjadi diredam oleh peningkatan permintaan impor terhadap bahan baku tekstil untuk pemenuhan produksi ekspor [Grafik 19]. Bahan baku impor tekstil pada triwulan laporan mempunyai pangsa 71% terhadap keseluruhan impor luar negeri DIY. Juta USD 25 2 Nilai Impor Pertumbuhan (rhs) %, yoy 14 12 1 TON 12,. 1,. Nilai Impor Pertumbuhan - rhs % yoy 1,. 8. 15 8 8,. 6. 1 5 6 4 2 6,. 4,. 2,. 4. 2. - I II III IV I II III IV -2 - I II III IV I II III IV (2.) Sumber : DSM Bank Indonesia Grafik 1.18 Nilai Impor Luar Negeri Grafik 1.19 Volume Impor Luar Negeri US$ Juta 6,. 5,. 4,. 3,. 2,. 1,. - Impor Tekstil Ekspor Tekstil Pertumbuhan Impor Tekstil - rhs Pertumbuhan Ekspor Tekstil - rhs I II III IV I II III IV % yoy 8. 7. 6. 5. 4. 3. 2. 1. - (1.) (2.) Tekstil 71.95% Alat Listrik 3.11% Barang Kulit 2.2% Lainnya 9.9% Kayu Olahan 6.76% Barang Kertas 3.3% Barang Logam 3.23% Sumber : DSM Bank Indonesia Sumber : DSM Bank Indonesia Grafik 1.2 Ekspor-Impor Produk Tekstil Grafik 1.21 Komoditas Impor Luar Negeri Bab 1 Perkembangan Makroekonomi 11

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 2. PERKEMBANGAN PDRB SISI PENAWARAN Tabel 3 Pertumbuhan Tahunan PDRB Sisi Penawaran 1 2.1. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran pada triwulan IV 213 tumbuh 3,8% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,93% (y.o.y). Perlambatan pertumbuhan di Subsektor Perdagangan diperkirakan memberikan kontribusi terhadap perlambatan di sektor PHR sementara SubSektor Hotel dan Restoran masih tumbuh stabil. Dalam triwulan laporan tersebut walaupun daya beli masyarakat berangsur pulih pada triwulan IV 213 paska kenaikan harga BBM, namun belum mampu mendorong Subsektor Perdagangan tumbuh seperti rata-rata historis 3 tahun sebelumnya. Melambatnya kinerja Subsektor Perdagangan dikonfirmasi oleh beberapa prompt indikator yaitu (i) perlambatan pada indeks penjualan riil, (ii) konsumsi listrik kelompok bisnis, (iii) kredit sub sektor perdagangan dan (iv) indeks ekspektasi kegiatan usaha Index % (yoy) MWh % (yoy) 16 14 12 1 8 6 4 2 Indeks Penjualan Riil Pertumbuhan Tahunan - rhs 25 2 15 1 5 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, Penj. Listrik Bisnis Pertumbuhan Tahunan - rhs 25 2 15 1 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12-5 Sumber : SPE Bank Indonesia Sumber : PLN Grafik 1.22 Indeks Penjualan Eceran Grafik 1.23 Penjualan Listrik Kel. Bisnis Disisi lain perkembangan Subsektor Perhotelan dan Restoran diperkirakan tumbuh cukup baik seiring dengan siklus kunjungan wisatawan pada akhir tahun. Optimisme perkembangan pada Subsektor Hotel dan Restoran dikonfirmasi oleh beberapa prompt indikator yaitu : (i) jumlah wisatawan domestik/mancanegara, (ii) tingkat hunian hotel, (iii) Indeks Realisasi Kegiatan Usaha Subsektor Hotel-Restoran pada Survei Kegiatan Dunia Usaha. 12 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 213 Rp Miliar 7, 6, 5, Kredit Perdagangan Pertumbuhan Tahunan - rhs % (yoy) 45 4 Indeks 16 14 12 4, 35 1 3, 2, 1, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Sumber : Bank Indonesia 3 25 2 8 6 4 2 - I II III IV I II III IV I II III IV 211 Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.24 Kredit Subsektor Perdagangan Grafik 1.25 Ekspektasi Kegiatan Usaha orang 1,2, 1,, 8, Chart Title Wisawatan Domestik Wisatawan Asing Pertumbuhan Wisdom - rhs Pertumbuhan Wisman - rhs % (yoy) 5. 4. 3. 2. % Chart Title 8 7 6 5 6, 1. 4 4, 2, 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 211 - (1.) (2.) (3.) 3 2 1 Bintang Non Bintang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Grafik 1.26 Perkembangan Wisatawan Grafik 1.27 Tingkat Hunian Hotel Chart Title Indeks 1.2 1..8.6.4.2. -.2 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 -.4 211 -.6 -.8 Sumber : SKDU Bank Indonesia Grafik 1.28 SKDU Subsektor Hotel-Restoran Rp miliar % (yoy) 8, 6 Kredit PHR gphr (rhs) 7, 5 6, 4 5, 4, 3 3, 2 2, 1 1, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.29 Kredit Sektor PHR Sementara dari sisi pembiayaan menunjukkan pertumbuhan yang stabil, outstanding kredit yang disalurkan perbankan pada posisi akhir bulan Desember 213 tercatat sebesar Rp 7,2 T tumbuh 43,41% (y.o.y) relatif sama dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 43,74% (y.o.y) Bab 1 Perkembangan Makroekonomi 13

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 2.2. Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan pada triwulan IV 213 tumbuh 4,41% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,67% (y.o.y). Perlambatan yang terjadi pada Sektor Industri pengolahan dipengaruhi beberapa faktor yaitu (i) meningkatnya biaya produksi terkait penyesuaian harga TDL dan BBM, (ii) kenaikan harga bahan baku impor sebagai dampak depresiasi rupiah. Namun perlambatan ini agak tertahan oleh membaiknya permintaan produk tekstil ke Amerika Serikat dan China. Perlambatan yang terjadi pada sektor ini dikonfirmasi oleh beberapa prompt indikator yaitu : (i) konsumsi listrik industri, (ii) menurunnya indeks realisasi kegiatan usaha dalam survei kegiatan dunia usaha, dan (iii) Nilai impor komoditas bahan baku industri. MWh 25, 2, Penj. Listrik Bisnis Pertumbuhan Tahunan - rhs % (yoy) 4 3 2 Indeks 4. 3. Chart Title 15, 1 2. 1, -1 1. 5, -2-3. 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12-4 -1. 211 Sumber : PLN -2. Sumber : SKDU Bank Indonesia Grafik 1.3 Penjualan Listrik Kel. Industri Grafik 1.31 SKDU Sektor Industri Pengolahan TON Chart Title Impor Bahan Baku Pertumbuhan Tahunan - rhs % (yoy) Rp miliar % (yoy) 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1, 5 1 2 3 4 1 2 3 4 4. 35. 3. 25. 2. 15. 1. 5. - (5.) (1.) 1,6, 1,4, 1,2, 1,, 8, 6, 4, 2, Kredit Sektor Industri Pertumbuhan Tahunan - rhs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 4 35 3 25 2 15 1 5 211 212 Sumber : DSM Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.32 Impor Bahan Baku Industri Grafik 1.33 Kredit Sektor Industri Dukungan pembiyaan perbakan terhadap sektor ini cukup baik. Outstanding kredit sektor Industri Pengolahan pada posisi akhir bulan Desember 213 berjumlah Rp1.472 miliar atau tumbuh 28,8% y.o.y. 14 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi

Nilai Tukar Petani Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 213 2.3. Sektor Pertanian Sektor Pertanian pada triwulan IV 213 terkontraksi -2,21% (y.o.y) menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (3% y.o.y). Penurunan terjadi pada produksi Jagung, Cabe Merah dan Bawang Merah, sementara produksi padi masih mengalami pertumbuhan. Pada bulan Oktober 213 produksi cabe mengalami penurunan karena pergantian musim. Menurunnya produksi cabe dikonfirmasi oleh peningkatan harga cabe di pasaran tradisional mengingat permintaan cabe saat ini stabil. Sementara itu pada Desember 213, produksi Bawang Merah di Bantul menurun karena lahan pertanian terkena banjir. Menurunnya produksi juga pertanian dikonfirmasi oleh menurunnya Nilai Tukar Petani DIY [Grafik 1.34] Kredit pertanian pada triwulan IV 213 terkontraksi seiring dengan penurunan pertumbuhan sektor pertanian. Outstanding kredit mencapai Rp 52 Miliar dengan pertumbuhan terkontraksi,28% (y.o.y) TON % Indeks 12. 115. 11. 15. 1. 95. 9. Indeks Nilai Tukar Petani Pertumbuhan Tahunan (% yoy) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 % 2.5 2. 1.5 1..5. -.5-1. -1.5-2. 6 5 4 3 2 1 Produksi Padi (ton) Produksi Jagung Pertumbuhan Tahunan Padi - rhs Pertumbuhan Tahunan Jagung - rhs I II III IV I II III IV 15. 1. 5. - (5.) (1.) Sumber : Dinas Pertanian (diolah) Grafik 1.34 Nilai Tukar Petani Grafik 1.35 Produksi Tanaman Pangan Kuintal 6, 5, 4, 3, 2, 1, - Produksi Cabe Merah (kw) Produksi Bawang Merah (kw) Pertumbuhan Cabe Merah - rhs Pertumbuhan Bawang Merah - rhs I II III IV I II III IV % yoy 15. 1. 5. - (5.) (1.) Rp miliar % (yoy) 6 14 Kredit Pertanian gpertanian (rhs) 12 5 1 4 8 3 6 4 2 2 1-2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Grafik 1.36 Produksi Hortikulura Grafik 1.37 Kredit Sektor Pertanianx 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada triwulan IV 213 tumbuh 6,17% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 5,93% (y.o.y). Peningkatan ini terjadi seiring dengan pola umum kenaikan jumlah wisatawan di DIY pada liburan akhir tahun. Jumlah wisatawan meningkat pada bulan Oktober dan November 213 namun tertahan pada bulan Desember 213 karena terdampak Bab 1 Perkembangan Makroekonomi 15

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 banjir Jakarta mengingat rata-rata 2-25% wisatawan DIY berasal dari Ibukota. Peningkatan sektor ini dikonfirmasi oleh beberapa prompt indikator yaitu (i) peningkatan jumlah penumpang pesawat, (ii) perkembangan penumpang kereta api, (iii) Jumlah kendaraan bermotor, serta (iv) pertumbuhan kredit sektor transportasi. orang 25, 2, 15, 1, 5, % yoy 1. Penumpang Kereta Pertumbuhan Tahunan - rhs - (1.) (2.) (3.) (4.) (5.) (6.) (7.) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Datang Berangkat gdatang - rhs gberangkat - rhs orang yoy % 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 45 4 35 3 25 2 15 1 5 - (5) Sumber : PT KAI Sumber : BPS DIY Grafik 1.38 Penumpang Pesawat Grafik 1.39 Penumpang Kereta Api Unit 6,, 5,, Sepeda Motor Mobil gsepeda MOTOR gmobil % yoy 13. 12. Rp miliar 4 35 3 Kredit Transportasi gkredit Transportasi - rhs % (yoy) 8 6 4 4,, 11. 25 2 3,, 1. 2 2,, 9. 15-2 1,, 8. 1 5-4 -6 I II III IV I II III IV I II III IV 7. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12-8 211 Sumber : POLDA DIY Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.4 Penumpang Pesawat Grafik 1.41 Kredit Transportasi Seiring dengan kenaikan sektor pengangkutan dan komunikasi, outstanding kredit yang disalurkan perbankan pada posisi akhir bulan Desember 213 turut mengalami peningkatan sebesar 18,78% (y.o.y) dengan realisasi penyaluran sebesar Rp 343 Miliar. 2.5. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan pada triwulan IV 213 tumbuh 7,5% y.o.y, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,44% y.o.y Peningkatan terjadi pada Sub Sektor Persewaan dan Jasa. Libur akhir tahun, serta peningkatan kegiatan MICE oleh Pemerintah Daerah/Pusat di akhir tahun anggaran mendorong kinerja di sub sektor tersebut. Sementara pada Sub Sektor Keuangan diperkirakan menurun yang ditunjukkan oleh melambatnya Nilai Tambah Bruto bank umum di DIY [Grafik 1.23]. Hal ini sebagai dampak dari kenaikan suku bunga bank yang meningkatkan biaya dana sementara pertumbuhan kredit mengalami perlambatan. 16 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 213 Pembiayaan kredit jasa dunia usaha menunjukkan penurunan, Outstanding kredit yang disalurkan perbankan pada posisi akhir bulan Desember 213 tercatat sebesar Rp 2,3 T terkontraksi 1,22% y.o.y Rp miliar % (yoy) 3,5 6 Kredit Jasa Dunia Usaha gjasa (rhs) 3, 5 2,5 4 3 2, 2 1,5 1 1, 5-1 -2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 % 35 3 25 2 15 1 5-5 I II III IV I II III IV I II III IV 211 Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.42 Kredit Sektor Jasa Dunia Usaha Grafik 1.43 Nilai Tambah Bruto Bank 2.6. Bangunan Sektor Bangunan pada triwulan laporan tumbuh,85% y.o.y, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,59% y.o.y. Faktor yang mendorong perlambatan di sektor ini antara lain : (i) kenaikan suku bunga perbankan, (ii) pengetatan aturan Loan to Value untuk rumah tipe > 7, serta (iii) pengetatan aturan KPR Inden. Hal tersebut juga dikonfirmasi dari sisi pembiayaan, yang menunjukkan dukungan pembiayaan perbankan ke sektor konstruksi melambat. Outstanding kredit untuk membiayai sektor bangunan di DIY pada posisi Desember 213 sebesar Rp446 miliar, atau tumbuh 24,41% y.o.y Rp miliar % (yoy) KPR Type < 7 KPR Type > 7 1,8 1 gkpr Tipe<7 gkpr Tipe>7 1,6 8 1,4 1,2 6 1, 4 8 6 2 4 2-2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.44 Kredit Properti Rp miliar % (yoy) 6 14 Kredit Bangunan gbangunan (rhs) 5 12 1 4 8 3 6 2 4 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.45 Kredit Sektor Konstruksi Bab 1 Perkembangan Makroekonomi 17

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 2.7. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Kinerja sektor Listrik, Gas dan Air Bersih pada triwulan IV 213 tumbuh 4,21% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (9,3% y.o.y). Kenaikan TDL diperkirakan menjadi pendorong perlambatan di sektor ini. Hasil liason menyatakan bahwa beberapa pelaku usaha perhotelan di Yogyakarta melakukan efisiensi listrik terkait kenaikan TDL. Jumlah penyaluran kredit di sektor ini relatif stabil. Outstanding kredit pada posisi akhir Desember 213 mencapai Rp4,19 miliar, atau terkontraksi 2,28% y.o.y. Rp miliar % (yoy) 7 5 6 Kredit LGA glistrik (rhs) 4 3 5 2 4 1 3 2-1 1-2 -3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 MWh 25 2 15 1 5 % (yoy) 25 Listrik (MWh) glistrik (yoy) 2 15 1 5-5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Sumber : Bank Indonesia Sumber : PLN Grafik 1.46 Kredit Listrik-Gas-Air Bersih Grafik 1.47 Penjualan Listrik PLN 2.8. Sektor Penggalian Kinerja di sektor Penggalian pada triwulan IV 213 tumbuh 4,88% y.o.y, relatif stabil dibandingkan pertumbuhan triwulan yang sama tahun sebesar 4,65% (y.o.y). Kegiatan usaha sektor ini banyak didominasi oleh usaha penambangan pasir dan bahan galian C. Jumlah penyaluran kredit di sektor ini relatif stabil. Outstanding kredit pada posisi akhir Desember 213 mencapai Rp24,82 miliar, atau tumbuh 51,2% y.o.y. 2.9. Sektor Jasa-Jasa Sektor Jasa-jasa pada triwulan IV 213 tumbuh 9,62% (y.o.y), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,2% (y.o.y). Perlambatan tersebut didorong oleh menurunnya realiasasi belanja Pemda mengingat sektor ini didominasi oleh Subsektor Jasa Pemerintahan Umum. Sebagaimana diketahui, pada triwulan IV belanja Pemda turun dibanding triwulan III. Pembiayaan kredit sektor jasa mengalami peningkatan, outstanding kredit di sektor ini hingga Desember 213 mencapai Rp3,45 T, terkontraksi 3,89% y.o.y. 18 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 213 Rp miliar % (yoy) 3 16 Kredit Penggalian gpenggalian (rhs) 14 25 12 2 1 8 15 6 4 1 2 5-2 -4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Rp miliar % (yoy) 4.5 1 4 Kredit Sektor Jasa gpenggalian (rhs) 8 3.5 3 6 2.5 4 2 1.5 2 1.5-2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Grafik 1.48 Kredit Sektor Penggalian Grafik 1.49 Kredit Sektor Jasa Bab 1 Perkembangan Makroekonomi 19

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 BOKS 1 : HASIL LIAISON PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DIY TRIWULAN IV 213 Secara keseluruhan, kegiatan dunia usaha di DI Yogyakarta pada triwulan IV 213 diindikasikan sedikit menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan terjadi merata di hampir semua sektor terutama pada usaha yang berorientasi domestik. Sedangkan untuk usaha yang berorientasi ekspor tetap tumbuh meskipun masih dibawah pertumbuhan rata-rata. 4. 3. SBT (%) 2. 1.. (1.) (2.) (3.) Perkiraan Realisasi III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* 27 28 29 21 211 Grafik 1.5 Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha di DI Yogyakarta (SKDU Tw.III 213) Biaya Produksi Pada tahun 213 kenaikan biaya-biaya dinilai meningkat di atas normal karena hampir semua komponen biaya utama seperti biaya bahan baku, biaya energi, dan biaya upah mengalami kenaikan yang signifikan. Diakui bahwa kenaikan terbesar terjadi pada bahan baku khususnya yang berasal dari impor. Hal ini paling dirasakan oleh pelaku usaha di sektor industri pengolahan khususnya sub-sektor pengolahan makanan, minuman & tembakau, serta di sektor jasa-jasa khususnya jasa kesehatan. Kenaikan biaya-biaya tersebut mendorong pelaku usaha untuk menaikkan harga. Namun pelaku usaha mengaku prosentase kenaikan harga yang terjadi masih di bawah prosentase kenaikan biaya. Langkah ini diambil untuk tetap mempertahankan tingkat permintaan. Namun hal ini tentunya berdampak pada semakin tipisnya marjin yang didapat oleh pelaku usaha. Akibatnya, pelaku usaha berencana menaikkan harga jual di awal tahun 214 mendatang. 2 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 213 Permintaan Pasar Penurunan permintaan di triwulan IV 213 dialami oleh hampir semua sektor terutama pada usaha yang berorientasi domestik yaitu sektor perdagangan, hotel & restoran; sektor jasa-jasa; sektor industri pengolahan; dan sektor keuangan, persewaan & jasa perusahaan. Di sektor perdagangan, hotel & restoran khususnya sub-sektor restoran, penurunan permintaan lebih disebabkan oleh turunnya nilai pengeluaran per-konsumen. Sedangkan untuk volume permintaan sendiri masih mengalami pertumbuhan. Di sektor jasa-jasa khususnya sub-sektor jasa kesehatan, penurunan disebabkan oleh menyusutnya ukuran pasar akibat adanya efisiensi yang dilakukan oleh pelanggan korporasi. Menyusutnya ukuran pasar ini juga terjadi pada sektor industri pengolahan khususnya di subsektor makanan, minuman & tembakau. Namun kali ini penyusutan ukuran pasar lebih diakibatkan turunnya daya beli khususnya pada kalangan menengah ke bawah karena naiknya biaya hidup. Senada dengan itu di sektor sektor keuangan, persewaan & jasa perusahaan khususnya sub-sektor Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB), penurunan juga dipengaruhi melemahnya daya beli. Selain itu pada subsektor ini kondisi ikut diperparah dengan semakin ketatnya persaingan. Sedangkan untuk pasar ekspor, permintaan masih tetap tumbuh meskipun masih dibawah pertumbuhan rata-rata. Peningkatan permintaan terutama dialami oleh sektor pertanian khususnya sub-sektor perkebunan yang dipengaruhi oleh menguatnya nilai tukar US Dollar terhadap Rupiah. Kalaupun terjadi sedikit perlambatan adalah pada ekspor dengan tujuan Kawasan Timur Tengah yang sempat mengalami ketidakstabilan politik dan keamanan. Sedangkan di sisi lain pada sektor industri pengolahan justru mengalami penurunan ekspor khususnya pada sub-sektor pengolahan barang kayu & hasil hutan lainnya. Penurunan ini lebih dipengaruhi oleh turunnya permintaan ekspor terutama oleh pasar Amerika dan Eropa serta semakin ketatnya persyaratan/kualifikasi ekspor ke negara tujuan ekspor tersebut khususnya terkait penggunaan bahan baku kayu dan hasil hutan lainnya. Kapasitas Utilisasi Usaha Rata-rata kapasitas utilisasi terpakai pada dua sektor utama yaitu sektor pertanian dan sektor industri pengolahan adalah 63,33%, lebih rendah dari tahun sebelumnya. Penurunan kapasitas utilisasi terutama dialami oleh sektor industri pengolahan, terutama sub-sektor pengolahan barang kayu & hasil hutan lainnya. Tren penurunan kapasitas utilisasi ini telah terjadi sejak tahun 28. Saat ini kapasitas utilisasi dari perusahaan-perusahaan yang masih bertahan pun rata-rata tidak mencapai 4%. Sedangkan kapasitas utilisasi pada sub-sektor pengolahan makanan, minuman & tembakau masih stabil bahkan pelaku usaha terus melakukan investasi guna meningkatkan kapasitas produksi. Di sisi lain kapasitas utilisasi di sektor pertanian khususnya sub-sektor perkebunan masih mengalami pertumbuhan seiring dengan meningkatnya permintaan. Bab 1 Perkembangan Makroekonomi 21

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Perkiraan Kondisi Usaha 214 Pelaku Usaha optimis bahwa kegiatan usaha di tahun 214 diperkirakan akan mengalami peningkatan usaha meskipun di bawah pertumbuhan normal. Sektor yang diperkirakan masih mengalami pertumbuhan positif diantaranya sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel & restoran dan sektor keuangan, persewaaan & jasa perusahaan. Berlawanan dengan itu, pelaku usaha di sektor industri pengolahan justru memperkirakan akan mengalami penurunan usaha di tahun mendatang. Pelaku Usaha di sektor pertanian dan industri pengolahan menyatakan bahwa saat ini ratarata kapasitas utilisasi mencapai 63,33%, lebih rendah dari tahun sebelumnya. Penurunan kapasitas utilisasi terutama dialami oleh sektor industri pengolahan, terutama sub-sektor pengolahan barang kayu & hasil hutan lainnya. Sedangkan kapasitas utilisasi di sektor pertanian masih mengalami pertumbuhan seiring dengan meningkatnya kegiatan usaha. 22 Bab 1 - Perkembangan Makroekonomi

% mtm % qtq % yoy % yoy Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI Perkembangan inflasi tahunan Kota Yogyakarta pada tahun 213 sebesar 7,32% (yoy) berada dibawah laju Inflasi nasional sebesar 8,38% (yoy). Lebih rendahnya laju inflasi Kota Yogyakarta dibandingkan laju inflasi Nasional tersebut didukung oleh beberapa faktor yaitu (i) Respon tekanan inflasi atas kenaikan harga BBM di Yogyakarta relatif lebih rendah, (ii) Kecukupan pasokan dan terjaganya distribusi pangan, (iii) ekspektasi konsumsi masyarakat Yogyakarta yang relatif stabil, serta (iii) struktur nilai konsumsi Kelompok Bahan Makanan masyarakat Kota Yogyakarta proporsinya lebih rendah dibandingkan proporsi Nasional sehingga gejolak yang terjadi pada harga pangan pada tahun 213 direspon lebih stabil. Sementara tekanan inflasi Kota Yogyakarta triwulan IV 213 tercatat sebesar.98% qtq, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,23% qtq, perlambatan tersebut didorong oleh faktor kecukupan pasokan dan terkendalinya ekspektasi konsumsi rumah tangga. 5. 4. yoy mtm qtq 3. 2. 1. - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 (1.) 211 212 Sumber : BPS DIY Grafik 2.1 2.1. Inflasi Inflasi Kota Kota Yogyakarta yogyakarta 1. 8. 6. 4. 2. - (2.) 1. 9. 8. Inflasi Kota Yogyakarta 7. Inflasi Nasional 6. 5. 4. 3. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Sumber : BPS DIY Grafik 2.2. Inflasi Yogykarta vs Inflasi Nasional 1. Inflasi Tahunan Tekanan inflasi tahunan pada triwulan IV 213 menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan kelompok barang, perlambatan bersumber dari Kelompok Bahan Makanan (12,31% yoy), Kelompok Kesehatan (3,9% yoy) dan Kelompok Sandang (,% yoy), sementara peningkatan inflasi terjadi pada Kelompok Transpor-Komunikasi-Jasa Keuangan (1,46% yoy), Kelompok Makanan Jadi-Minuman-Rokok-Tembakau (8,15% yoy), Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Gas- Bahan Bakar (5,18%) dan Kelompok Pendidikan-Rekreasi-Olahraga (3,17% yoy). Pada kelompok bahan makanan, laju inflasi mengalami perlambatan sejalan dengan perbaikan pasokan produk tanaman pangan dan hortikultura serta meredanya kenaikan harga-harga setelah mengalami faktor koreksi harga BBM. Pada kelompok ini perlambatan inflasi terutama didorong oleh Subkelompok Padi-padian, Subkelompok Sayuran dan Subkelompok Ikan. Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain : Beras, Kol, Sawi, dan Wortel. Bab 2 Perkembangan Inflasi 23

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Penurunan harga beras didukung oleh peningkatan produksi padi pada triwulan IV-213. Data Dinas Pertanian DIY mencatat bahwa perkiraan produksi padi pada periode Oktober-Desember 213 mencapai 12ribu ton atau tumbuh 89% yoy. Sementara stok beras Bulog sampai dengan akhir tahun 213 mencukupi mencapai 31.9 ton. KELOMPOK BARANG Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok Barang (% yoy) 211 Pada kelompok makanan jadi-minuman-rokok dan tembakau mengalami kenaikan inflasi. Hal ini disebabkan pedagang menaikkan harga kuliner seiring dengan pola peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung di akhir tahun. Pada kelompok ini, peningkatan inflasi terutama didorong oleh Subkelompok Makanan jadi, dan Subkelompok Tembakau-Minuman Beralkohol. Adapun komoditas yang mengalami kenaikan harga antara lain : Gudeg, Sate, dan Rokok. Peningkatan harga kuliner Gudeg dan Sate lebih disebabkan karena pedagang mengambil kesempatan untuk meningkatkan keuntungan ditengah peningkatan jumlah wisatawan sementara peningkatan harga Rokok disebabkan oleh kenaikan harga Tembakau di Jawa Timur. Pada kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan mengalami kenaikan inflasi. Kenaikan tersebut sejalan musim peak seassion wisatawan yang direspon dengan kenaikan harga tiket pesawat dan tiket kereta api pada musim libur akhir tahun. Kelompok berikutnya yang memberikan andil tekanan inflasi cukup besar pada triwulan IV 213 adalah Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Gas-Bahan Bakar kenaikan inflasi tersebut didorong oleh kenaikan TDL tahap IV yang diberlakukan pada 1 Oktober 213. I II III IV I II III IV I II III IV INFLASI TAHUNAN (% YOY) U M U M / T O T A L 7.53 5.9 4.68 3.88 3.45 4.27 3.9 4.31 6.36 5.67 7.6 7.32 BAHAN MAKANAN 16.7 7.37 5.39 1.82 1.91 6.49 7.66 8.11 19.3 14.7 15.5 12.31 MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 6.57 7.1 7.75 7.7 5.41 6.9 5.71 6.9 6.38 5.74 7.83 8.15 PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BAHAN BAKAR 5.36 5.37 3.1 3.1 3. 3.28 2.93 2.99 4.24 4.36 4.73 5.18 SANDANG 6.92 5.85 12.49 9.4 9.84 7.81 2.91 3.55 1.58.15 1.8. KESEHATAN 4.88 6.11 5.31 5.64 3.12 1.65 1.74 1.93 2.3 2.91 3.22 3.9 PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 4.69 4.4 2.5 1.73 1.88 2.11 1.23 1.43 1.52 1.43 2.98 3.17 TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 5.64 4.63 1.14 2.4 2.24 1.97 1.39 1.29.81 3.24 1.9 1.46 ANDIL INFLASI TAHUNAN (% YOY) U M U M / T O T A L 7.53 5.9 4.68 3.88 3.45 4.27 3.9 4.31 6.36 5.67 7.6 7.32 BAHAN MAKANAN 3. 1.29.95.32.34 1.16 1.39 1.49 3.83 2.71 2.93 2.37 MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 1.35 1.46 1.62 1.48 1.14 1.29 1.21 1.48 1.34 1.21 1.67 1.76 PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BAHAN BAKAR 1.49 1.49.86.83.83.9.8.81 1.15 1.19 1.26 1.38 SANDANG.35.3.67.51.54.42.16.19.8.1.5. KESEHATAN.25.32.28.29.16.9.9.1.1.15.16.15 PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA.41.35.22.15.16.18.11.12.13.12.24.26 TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN.82.68.17.35.32.28.2.18.11.45 1.47 1.51 Sumber : BPS DIY Dalam upaya meredam tekanan inflasi triwulan IV 213, Tim Pengendalian Inflasi DIY telah melakukan beberapa langkah yaitu : (i) Mengintensifkan tracking dan monitoring baik harga, pasokan, dan stok untuk setiap komoditas utama penyumbang inflasi, sehingga mampu memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa pasokan kebutuhan pokok menjelang akhir tahun dapat dimonitor dan dicukupi, (ii) Kecukupan pasokan diinformasikan kepada masyarakat melalui media massa, (iii) 24 Bab 2 Perkembangan Inflasi

Inflasi % qtq Inflasi % mtm Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 menghimbau masyarakat untuk bijak berbelanja melalui upaya persuasif di media massa. Sementara itu untuk lebih mengefektifkan upaya pengendalian inflasi di kab/kota, TPID DIY telah melakukan koordinasi terhadap Pemerintah Kab/Kota untuk merintis pembentukan TPID kab/kota sesuai Instruksi Mendagri No. 27/1696/SJ tanggal 2 April 213 tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah. TPID Kab/Kota direncanakan terealisasi sebelum semester I-214 sehingga upaya pengendalian harga-harga di level kab/kota dapat lebih dioptimalkan. 2. Inflasi Triwulanan Pada triwulan IV 213 inflasi Kota Yogyakarta tercatat sebesar.98% qtq, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,23% qtq. Inflasi pada triwulan IV 213 bersumber pada Kelompok Makanan Jadi dan Kelompok Perumahan-Listrik-Gas-Air Bersih dengan faktor penyebabnya: (i) kenaikan tarif dasar listrik tahap ke-4 yang diberlakukan pada 1 Oktober 213, (ii) peningkatan konsumsi rumah tangga seiring peningkatan jumlah wisatawan pada Idul Adha, Natal dan Tahun Baru, (iii) siklus penyerapan realisasi anggaran Pemerintah Daerah di akhir tahun, (iii) terkendalanya produksi hortikultura karena memasuki musim hujan, serta (iv) dampak pelemahan nilai tukar sehingga berpengaruh pada imported inflation. Berdasarkan siklus inflasi triwulanan Kota Yogyakarta selama kurun lima tahun terakhir, inflasi triwulan IV 213 masih mengikuti pola normalnya. Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Triwulanan Per Kelompok Barang (%qtq) 3.5 29 21 211 3. 21 211 3. 2.5 2.5 2. 2. 1.5 1.5 1..5 - Sumber : BPS DIY I II III IV Grafik 2.3 Siklus Inflasi Triwulanan Kota Yogyakarta Grafik 2.3 Siklus Inflasi Triwulanan Kota Yogyakarta 1..5 - (.5) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec (1.) Sumber : BPS DIY Grafik 2.4 Siklus Inflasi Bulanan Kota Yogyakarta Grafik 2.4 Siklus Inflasi Bulanan Kota Yogyakarta Bab 2 Perkembangan Inflasi 25

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 3. Inflasi Bulanan Siklus inflasi Bulanan pada periode triwulan IV 213 polanya relatif berbeda dengan siklus inflasi umum Kota Yogyakarta 3 tahun kebelakang. Hal ini sebagai dampak penurunan daya beli konsumen yang belum pulih sepenuhnya paska shock kenaikan harga BBM ditambah dengan dampak kebijakan kenaikan TDL tahap IV. Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok barang (%mtm) Inflasi tertinggi pada triwulan IV 213 terjadi pada bulan Oktober 213 sebesar,61% (mtm), adapun faktor pendorong inflasi Oktober 213 yaitu : (1) meningkatnya permintaan konsumsi masyarakat pada lebaran Idul Adha dan musim hajatan, (2) kenaikan ongkos transportasi udara karena peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke DIY pada libur cuti bersama Idul Adha, (3) kenaikan TDL tahap ke-4 pada 1 Oktober 213, serta (4) kenaikan permintaan cabe merah untuk memenuhi pasokan Jakarta sementara produksi lokal relatif tetap. Pada bulan November 213, Kota Yogyakarta mengalami inflasi sebesar,2% (mtm), adapun faktor pendorong inflasi November 213 yaitu : (1) kenaikan tarif dasar listrik, (2) pasokan bawang merah berkurang karena serangan hama ulat, (3) kenaikan harga-harga makanan jadi khususnya kuliner seiring kunjungan wisatawan. Perkembangan inflasi terus menurun hingga pada bulan Desember 213 tekanan inflasi sebesar,17% (mtm), adapun faktor pendorong inflasi Kota Yogyakarta pada bulan Desember 213 yaitu : (i) peningkatan permintaan konsumsi pada saat libur akhir tahun, (ii) kenaikan harga kuliner di Kota Yogyakarta akibat peningkatan kunjungan wisatawan, (iii) pengaruh produksi hortikultura memasuki musim penghujan, (ii) imported inflation akibat melemahnya nilai tukar. 26 Bab 2 Perkembangan Inflasi

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 4. Disagregasi Inflasi Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, melambatnya inflasi tahunan pada triwulan IV 213 didorong oleh perlambatan pada kelompok inti dan kelompok volatile food sementara kelompok administered price meningkat. Pada triwulan laporan inflasi inti mencapai 2,93% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,99% (yoy). Faktor perlambatan tersebut antara lain : (i) tingkat ekspektasi konsumsi masyarakat Kota Yogyakarta melambat yang tercermin pada hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, (ii) tren penurunan harga komoditas non food internasional, (iii) penurunan harga emas, (iv) Upaya TPID DIY dalam mengelola ekspektasi pedagang dengan menerbitkan Surat Himbauan kepada Pedagang Kuliner serta Surat Himbauan Ketua Asosiasi Pedagang Sapi Segoro Yoso untuk tidak menaikkan harga diluar kewajaran. Perlambatan juga ditunjukkan oleh kelompok inflasi volatile food, pada triwulan IV 213 inflasi pada kelompok ini sebesar 2,16% (yoy) menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,66% (yoy). Faktor perlambatan tersebut antara lain : (i) banjir di Jakarta yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan Ibukota ke Yogyakarta sehingga berdampak pada penurunan permintaan kuliner dibandingkan kondisi historis sebelumnya, (ii) Relaksasi aturan impor kedelai sesuai Surat Edaran Permendag No. 49/M-DAG/PER/9/213 yang mendorong stabilitas harga kedelai di tempat petani dan pedagang, (iii) Kecukupan stok beras Bulog sehingga operasi pasar raskin dapat dilaksanakan tepat waktu, (iv) Upaya Pemda menjaga pasokan serta himbauan TPID kepada masyarakat terkait kecukupan stok pangan. Sementara untuk Inflasi Administered Price mencapai 2,34% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,8% (yoy). Peningkatan yang terjadi pada kelompok ini disebabkan kebijakan Pemerintah atas kenaikan TDL tahap 4 per 1 Oktober 213. Tabel 2.4 Tabel Disagregasi Inflasi Tahunan 5. Ekspektasi Inflasi Pada triwulan IV 213 tendensi konsumsi konsumen rumah tangga di DIY masih optimis meskipun dengan tren yang menurun. Indeks Keyakinan Konsumen yang meningkat pada bulan Oktober (129,33) dan November (13,25) kemudian terkoreksi pada bulan Desember 213 (125,75). Salah satu faktor yang mempengaruhi koreksi tersebut adanya indikasi masyarakat untuk menunda Bab 2 Perkembangan Inflasi 27

% Indeks Indeks Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 kegiatan konsumsi di akhir tahun yang ditunjukkan oleh indeks konsumsi barang tahan lama yang menurun pada bulan Desember 213. Konsumen berharap terjadi penyesuaian atas penghasilan yang diterima pada awal tahun khususnya kelompok pekerja/karyawan. Ekspektasi konsumen terhadap kenaikan harga-harga juga menunjukkan penurunan sejalan dengan indeks penjualan eceran yang menurun (Grafik 2.6). Disamping adanya indikasi konsumen untuk melakukan penundaan kegiatan konsumsi hingga pada awal tahun, pelaku usaha meresponnya dengan tidak menaikkan harga-harga pada bulan Desember 213 dengan pertimbangan untuk mempertahankan omzet dan kompetisi usaha. 15. 14. 13. 12. 11. 1. 9. 8. 7. Indeks Keyakinan Konsumen Konsumsi Barang Tahan Lama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 19. 17. 15. 13. 11. 9. 7. Ekspektasi Harga 3 Bulan YAD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 Indeks Penjualan Eceran 145. 14. 135. 13. 125. 12. 115. 11. 15. 1. Sumber : Survei Konsumen BI Grafik 2.5 Grafik Indeks 2.5 Indeks Keyakinan Keyakinan Konsumen Konsumen Sumber : Bank Indonesia Grafik 2.6 Ekspektasi Harga 3 Bulan YAD & Indeks Penjualan Eceran Grafik 2.6. Ekspektasi Harga 3 Bulan YAD & Indeks Penjualan Eceran 6. Inflasi Kota Yogyakarta dibandingkan Kota-kota di Jawa Tengah. Grafik 2.7 Inflasi Kota di Jawa Tengah & DIY Pada tahun 213 inflasi Kota-kota di Jawa Tengah relatif lebih tinggi dibandingkan inflasi Kota Yogyakarta kecuali untuk Kota Tegal. Tekanan inflasi pangan tahun 213 direspon lebih stabil di Kota Yogyakarta mengingat bobot inflasi Kelompok Bahan Makanan pada SBH 27 relatif lebih rendah dibandingkan kota lain di Jawa Tengah. Faktor lainnya adalah respon kenaikan harga-harga paska kenaikan harga BBM juga direspon lebih stabil dibandingkan kota-kota lain di Jawa Tengah (kec. Tegal). Tingkat ekspektasi konsumsi masyarakat Kota Yogyakarta yang relatif stabil juga menjadi salah satu pendorong capaian inflasi Kota Yogyakarta lebih baik dibandingkan kota Semarang, Purwokerto dan Surakarta. KOTA TEGAL Avg. mtm :.47% Max. mtm : 2.38% Stdev. mtm :.88% Inflasi yoy : 5.8% PURWOKERTO Avg. mtm :.68% Max. mtm : 2.84% Stdev. mtm :.96% Inflasi yoy : 8.5% KOTA SEMARANG Avg. mtm :.66% Max. mtm : 3.5% Stdev. mtm : 1.8% Inflasiyoy : 8.19% KOTA YOGYAKARTA Avg. mtm :.59% Max. mtm : 2.58% Stdev. mtm :.8% Inflasiyoy : 7.32% KOTA SURAKARTA Avg. mtm :.68% Max. mtm : 3.91% Stdev. mtm : 1.31% Inflasiyoy : 8.32% 9. 8. 7. 6. 5. 4. 3. 2. 1. - (1.) Sumber : BPS qtq yoy Semarang Surakarta Tegal Purwokerto Yogyakarta 28 Bab 2 Perkembangan Inflasi

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN Kinerja perbankan DIY pada triwulan IV-213 masih menunjukan perlambatan pertumbuhan. Aset perbankan DIY tumbuh 15,88% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tumbuh 2,12%. Dari sisi pasiva, pertumbuhan masih bersumber dari kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 14,14% (yoy) dan di sisi aktiva pertumbuhan asset bersumber dari pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 17,8% (yoy). Pertumbuhan DPK dan Kredit tersebut, di bawah pertumbuhan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya, yaitu masing-masing tumbuh 21,23% dan 21,74%. Namun demikian, fungsi intermediasi perbankan menjadi lebih baik, tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 64,22% lebih tinggi dari triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 62,61%. Sementara itu, kinerja kredit membaik yang tercermin dari kualitas kredit yang relatif lebih baik, dengan rasio Non Performing Loan Gross hanya 1,97%. 1. Aset Pertumbuhan aset perbankan DIY pada triwulan IV-213 melambat jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Total aset perbankan di DIY pada triwulan laporan mencapai Rp47,22 triliun atau tumbuh sebesar 15,88% (yoy). Menurunnya pertumbuhan aset ini terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan penghimpunan dana di sisi pasiva secara signifikan, sementara di sisi aktiva ekspansi penyaluran kredit juga sedikit mengalami perlambatan pertumbuhan. Tabel 3.1 Indikator Perbankan No Uraian Satuan I II III IV I II III IV 1 Aset Miliar Rp 35.554 37.355 39.993 4.749 41.452 43.34 45.697 47.222 Pertumbuhan % (yoy) 22,3 21,37 24,9 2,12 16,59 15,2 14,26 15,88 2 Dana Pihak Ketiga Miliar Rp 3.11 31.289 33.246 34.882 35.533 36.672 38.67 39.816 Pertumbuhan % (yoy) 2,44 2,13 2,26 21,23 18,4 17,2 16,32 14,14 3 Kredit Miliar Rp 18.484 19.786 2.68 21.84 22.155 23.92 24.998 25.571 Pertumbuhan % (yoy) 22,87 22,5 21,24 21,74 19,86 2,89 2,88 17,8 4 Loan to Deposit Ratio % 61,59 63,24 62,2 62,61 62,35 65,23 64,64 64,22 5 Non Performing Loans (Gross) % 2,75 2,7 2,78 2,35 2,62 2,49 2,45 1,97 2. Intermediasi Perbankan Kegiatan intermediasi perbankan pada triwulan IV-213 membaik. LDR perbankan DIY mencapai 64,22%, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Hal ini terutama disebabkan oleh relatif lebih tingginya pertumbuhan penyaluran kredit dibandingkan dengan Bab 2 Perkembangan Inflasi 29

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). Pertumbuhan kredit tetap tumbuh tinggi sejalan dengan aktifitas perekonomian yang masih tinggi, walaupun melambat. % 65 6 55 5 45 4 35 3 61,59 63,24 62,2 62,61 62,35 65,23 64,64 64,22 I II III IV I II III IV % 9 LDR Nasional* LDR DIY 8 7 6 5 4 3 I II III IV I II III IV *) s.d Februari 213 Grafik 3.1. LDR DIY Grafik 3.2. LDR DIY & Nasional 3. Penghimpunan Dana Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Total DPK yang berhasil dihimpun perbankan DIY pada triwulan IV- 213 mencapai Rp39,82 triliun dengan angka pertumbuhan sebesar 14,14% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 21,23% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut terutama disebabkan oleh kondisi perekonomian yang sedang melambat pertumbuhannya dan disisi lain pada triwulan laporan kebutuhan tunai masyarakat menghadapi Hari Natal dan Liburan Akhir Tahun meningkat. Miliar Rp 45. 4. 35. 3. 25. 2. 15. 1. 5. - DPK % (ytd) %(yoy) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 % 25 2 15 1 5-5 Miliar Rp. 45. 4. 35. 3. 25. 2. 15. 1. 5. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 % 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, - DPK (lhs) Inflasi Yk (yoy) BI Rate Grafik 3.3. DPK Perbankan Grafik 3.4. BI Rate, Inflasi & DPK Perbankan 3 Bab 2 Perkembangan Perbankan

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 5 45 4 35 3 25 2 15 Deposito Giro Tabungan 45. 4. 35. 3. 25. 2. 15. Deposito Giro Tabungan 1 1. 5 5. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12-1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Grafik 3.5. Pertumbuhan Komponen DPK Perbankan DIY Grafik 3.6. Komposisi DPK Perbankan Berdasarkan jenisnya, Deposito tumbuh paling tinggi. Deposito tumbuh 17,82% (yoy) menjadi Rp13,21 triliun. Sedangkan, untuk Giro dan Tabungan masing-masing tumbuh sebesar,71% (yoy) dan 15,54 (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang masingmasing tumbuh 37,42% (yoy) dan 24,62% (yoy). Tingginya minat masyarakat untuk menyimpan dalam bentuk deposito sejalan dengan adanya peningkatan BI-Rate dan Suku Bunga Perbankan. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Perbankan DIY triwulan IV-213 didominasi oleh Tabungan yang mencapai 54,16% dari total DPK. Pangsa tabungan sedikit mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 53,5%. Sementara itu, simpanan jenis Giro pangsanya mengalami penurunan dari 14,36% menjadi 12,67%. Hal yang berbeda terjadi pada simpanan jenis Deposito di mana pangsanya sedikit naik dari 32,14% menjadi 33,18% atau sebesar Rp13,21 triliun. Menurut golongan pemiliknya, komposisi total Dana Pihak Ketiga didominasi kelompok perseorangan dengan pangsa 77,22% diikuti perusahaan non lembaga keuangan (13,12%), dan Pemerintah Daerah (4,3%). Untuk Tabungan dan Deposito kelompok perseorangan masing-masing menguasai sebesar 94,14% dan 7,48% dari nilai total. Sementara itu untuk simpanan jenis Giro hingga triwulan IV-213, pangsa terbesar berada pada kelompok Perusahaan Non Lembaga Keuangan sebesar 5,4% diikuti Perseorangan (23,8%) dan Lainnya (17,1%). Bab 2 Perkembangan Inflasi 31

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Lainnya 6% Pemda 4% Persh non Lbg keu 13% Lainnya 2% Persh non Lbg keu 4% Perseora ngan 77% Perseora ngan 94% Grafik 3.7. Komposisi DPK Menurut Gol. Pemilik Grafik 3.8. Komposisi Tabungan Menurut Gol. Pemilik Lainnya 8% Pemda 8% Persh non Lbg keu 14% Lainnya 17% Pemda 1% Perseora ngan 7% Perseora ngan 23% Persh non Lbg keu 5% Grafik 3.9. Komposisi Deposito Menurut Gol. Pemilik Grafik 3.1. Komposisi Giro Menurut Gol. Pemilik 4. Penyaluran Kredit Penyaluran kredit perbankan DIY pada Triwulan IV-213 masih cukup tinggi, meskipun melambat. Outstanding kredit yang disalurkan sebesar Rp25,57 triliun atau tumbuh sebesar 17,8% (yoy). Pertumbuhan ini masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 21,74% (yoy) dengan outstanding Rp21,84 triliun. Share terbesar pertumbuhan kredit tersebut berasal dari kredit konsumsi dengan pertumbuhan sebesar 7,79% (yoy) menjadi Rp1,4 triliun dan kredit modal kerja yang tumbuh 14,23% (yoy) menjadi Rp1,28 triliun. Adapun kredit investasi yang memiliki share terendah dalam struktur kredit perbankan DIY justru tumbuh sebesar 53,19% (yoy) menjadi Rp4,89 triliun. Secara keseluruhan, pertumbuhan kredit yang melambat tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang melambat serta kebijakan Moneter dan Makroprudensial yang lebih ketat ditengah-tengah perekonomian yang sedang mengalami tekanan baik dari sisi eksternal maupun internal. 32 Bab 2 Perkembangan Perbankan

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 % % 3. 25. Total Kredit yoy ytd 3 25 12. 1. Kredit Modal Kerja yoy ytd 4 35 3 2. 15. 1. 2 15 1 5 8. 6. 4. 25 2 15 1 5 5. 2. -5 - -5 - -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Grafik 3.11. Kredit Perbankan Grafik 3.12. Kredit Modal Kerja % % 6. 5. Kredit Investasi yoy ytd 7 6 12. 1. Kredit Konsumsi yoy ytd 25 2 5 4. 4 8. 15 3. 3 6. 1 2. 2 4. 5 1. 1 2. - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12-1 - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12-5 Grafik 3.13. Kredit Investasi Grafik 3.14. Kredit Konsumsi Secara sektoral, sebagian besar kredit perbankan DIY disalurkan kepada sektor non tradable 2. Sektor yang paling banyak menyerap kredit perbankan adalah sektor bukan lapangan usaha (4,11%) yang sebagian besar merupakan kredit konsumsi. Peringkat berikutnya sesuai dengan struktur ekonomi DIY adalah sektor Perdagangan Besar dan Eceran (26,99%). Di luar kedua sektor tersebut, penyerapan kredit umumnya rendah. Sektor-sektor ekonomi yang memiliki pangsa kredit sekitar 5,% diantaranya sektor Industri Pengolahan, sektor Penyediaan Akomodasi/MaMin dan sektor Real Estate dan Usaha Persewaan. 2 Sektor non tradable: sektor Listrik, Gas & Air, sektor Konstruksi, sektor PHR, sektor Pengangkutan & Pergudangan, sektor Jasa-jasa Dunia Usaha, sektor Jasa-jasa Sosial Masyarakat dan sektor Lain-lain. Sektor tradable: sektor Pertanian, sektor Pertambangan dan sektor Industri Pengolahan. Bab 2 Perkembangan Inflasi 33

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Tabel 3.2 Kredit Bank Umum per Sektor Ekonomi No Uraian 212 Des Des 213 Ptumb Pangsa (Miliar Rp) (Miliar Rp) (%) (%) 1 Pertanian 486 456-6,3 2,3 2 Perikanan 36 64 77,47,28 3 Pertambangan dan Penggalian 16 25 51,2,11 4 Industri Pengolahan 1.15 1.472 28,8 6,54 5 Listrik, Gas dan Air 5 4-2,28,18 6 Konstruksi 359 447 24,41 1,98 7 Perdagangan Besar dan Eceran 4.417 6.8 37,67 26,99 8 Penyediaan Akomodasi dan MaMin 6 1.114 85,68 4,94 9 Transportasi, Pergudangan 289 344 18,78 1,53 1 Perantara Keuangan 1.12 572-48,9 2,54 11 Real Estate, Usaha Persewaan 1.26 1.711 41,9 7,6 12 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan 17 5-68,31,2 13 Jasa Pendidikan 153 165 7,96,73 14 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 123 258 19,7 1,14 15 Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya 379 662 74,71 2,94 16 Jasa Perorangan Rumah Tangga 54 69 27,98,31 17 Badan Internasional - - - - 18 Kegiatan yang belum jelas batasannya 56 6-98,93,3 19 Bukan Lapangan Usaha 8.257 9.35 9,43 4,11 TOTAL 19.252 22.526 17, 1, 5. Stabilitas Sistem Perbankan Stabilitas Sistem Perbankan di DIY terjaga dengan baik. Hal ini tercermin dari non performing loan yang relatif rendah. Di sisi lain, dari sisi likuiditas cukup baik sebagaimana dapat dilihat dari tingginya DPK relatif terhadap kredit yang disalurkan. 5.1. Risiko Kredit Resiko kredit bermasalah perbankan DIY pada akhir triwulan laporan masih terjaga cukup rendah. Rasio NPL bahkan berhasil ditekan dari 2,45% pada triwulan III-213 menjadi 1,97% pada triwulan laporan. Rendahnya NPL mengindikasikan bahwa pengelolaan risiko pembiayaan oleh Perbankan DIY relatif masih cukup baik. 34 Bab 2 Perkembangan Perbankan

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 6 58 Nominal Rasio (rhs) 4, 3,8 4 3 56 54 3,6 3,4 3 52 3,2 2 5 3, 2 48 46 2,8 2,6 1 44 2,4 1 42 2,2 4 2, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Modal Kerja Investasi Konsumsi Grafik 3.15. Non Performing Loans DIY Grafik 3.16. NPL Bank Umum per Jenis Penggunaan Berdasarkan jenis penggunaan kreditnya 3, Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, dan Kredit Konsumsi mengalami penurunan NPL. Pada triwulan laporan, rasio NPL Kredit Modal Kerja turun dari 2,27% menjadi 2,9%, Kredit Investasi dari 2,82% menjadi 2,25%, sedangkan NPL Kredit Konsumsi turun dari 1,31% menjadi 1,3%. Sementara itu, secara sektoral, kredit di sektor Pertambangan dan Penggalian, serta sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial perlu juga dicermati mengingat NPL di sektor tersebut sudah berada di atas angka 5%. % % 7 Industri Pengolahan 14 Pertanian 6 5 Perdagangan Besar dan Eceran Penyediaan Akomodasi dan MaMin Perantara Keuangan Real Estate, Usaha Persewaan 12 1 Konstruksi Transportasi, Pergudangan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya 4 8 3 6 2 4 1 2 - I II III IV I II III IV - I II III IV I II III IV 3 Diwakili oleh Kredit Bank Umum dengan pangsa 88%. Bab 2 Perkembangan Inflasi 35

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Grafik 3.17. NPL Kredit Bank Sektor UtamaGrafik 3.18. Kredit Bank Sektor Lainnya 5.2. Risiko Likuiditas Likuiditas perbankan di DIY cukup berlebih dan aman. Hal ini tercermin dari Rasio LDR yang relatif masih rendah pada triwulan IV-213, walaupun meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya dari sebesar 62,61% menjadi 64,22%. Kelebihan likuiditas yang dimiliki perbankan di DIY tersebut umumnya ditempatkan pada pos-pos yang relatif aman seperti rekening antar kantor, penempatan pada bank lain dan penempatan pada Bank Indonesia. Dari hasil penelitian, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya LDR di DIY, antara lain: banyak perusahaan besar di DIY yang lebih mengandalkan pembiayaan dari perusahaan induk ataupun menggunakan dana sendiri, memperoleh sumber pembiayaan lain di luar bank, tidak semua pelaku usaha tertarik memperoleh sumber pembiayaan di bank, dan banyak juga yang tidak ada keinginan untuk meminjam ke bank, serta ada juga yang karena alasan bank teknis. 6. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Kegiatan usaha BPR di DIY triwulan IV-213 mengalami pertumbuhan yang melambat secara tahunan. Pertumbuhan aset melambat, namun LDR masih tetap tinggi, dan disisi lain NPL jauh lebih baik. Situasi perekonomian yang sedang tumbuh melambat, dan disisi lain dihadapkan pada permasalahan klasik, yaitu keterbatasan dan kendala dalam menghimpun dana menyebabkan ekspansi BPR menjadi agak terbatas. 6.1. Aset Pertumbuhan aset BPR DIY pada triwulan IV-213 tercatat sebesar 24,3% (yoy) dengan nilai Rp4,35 triliun, meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya 21,17% (yoy). Di sisi pasiva, peningkatan aset tersebut terutama bersumber dari peningkatan DPK sebesar 15,16% (yoy) menjadi Rp2,74 triliun dan di sisi aktiva, kredit meningkat 17,48% (yoy) dengan outstanding Rp3,4 triliun. Kedua komponen tersebut juga menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Dari total aset BPR tersebut, sebagian besar merupakan aset BPR Konvensional. Total Aset BPR Konvensional sebesar Rp4,8 triliun, sementara Aset BPR Syariah sebesar Rp267 miliar. Aset BPR Konvensional tumbuh 25,3% (yoy), lebih tinggi dari Aset BPR Syariah yakni 1,64% (yoy). Namun demikian, dengan memperhatikan keberadaan BPR Syariah yang relatif merupakan pendatang baru, maka jumlah aset BPRS tersebut tergolong cukup baik perkembangannya. Di sisi jaringan kantor, sampai dengan akhir triwulan laporan, jaringan BPR di DIY tercatat sebanyak 65 Kantor Pusat BPR dengan 34 Kantor Cabang dan 142 Kantor Kas. Jaringan kantor BPR tersebut 36 Bab 3 Perkembangan Perbankan

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 merambah di kelima Kabupaten/kota dan turut berkontribusi besar terhadap tingkat literacy masyarakat terhadap sektor keuangan. Tabel 3.3 Indikator Bank Perkreditan Rakyat 212 213 IV No Uraian I II III IV I II III Petumb(%) Posisi Pangsa (%) qtq yoy I Aset 2.948 3.137 3.32 3.54 3.581 3.683 3.855 4.347 1, 12,75 24,3 1 Konvensional 2.768 2.938 3.79 3.263 3.338 3.44 3.62 4.79 93,85 13,25 25,3 2 Syariah 18 199 223 242 243 243 253 267 6,15 5,63 1,64 II Penghimpunan Dana (Deposit) 1.982 2.63 2.19 2.382 2.447 2.473 2.583 2.743 1, 6,18 15,16 A Jenis Bank 1.982 2.63 2.19 2.382 2.447 2.473 2.583 2.743 1, 6,18 15,16 1 Konvensional 1.847 1.914 2.19 2.193 2.255 2.279 2.379 2.53 92,26 6,35 15,39 2 Syariah 136 149 171 189 192 194 24 212 7,74 4,15 12,5 B Jenis Simpanan 1.982 2.63 2.19 2.382 2.447 2.473 2.583 2.743 1, 6,18 15,16 1 Tabungan 587 611 646 76 752 765 81 92 32,89 12,58 18,63 2 Deposito 1.395 1.451 1.543 1.621 1.695 1.77 1.782 1.84 67,11 3,3 13,53 III Penyaluran Dana (Financing) 2.316 2.497 2.566 2.588 2.698 2.871 2.963 3.4 1, 2,62 17,48 A Jenis Bank 2.316 2.497 2.566 2.588 2.698 2.871 2.963 3.4 1, 2,62 17,48 1 Konvensional 2.142 2.32 2.367 2.389 2.488 2.645 2.739 2.88 92,35 2,53 17,55 2 Syariah 174 195 199 199 21 226 224 233 7,65 3,63 16,64 B Jenis Penggunaan 2.316 2.497 2.566 2.588 2.698 2.871 2.963 3.4 1, 2,62 17,48 1 Modal Kerja 849 914 961 958 987 1.61 1.126 1.428 46,96 26,85 49,1 2 Investasi 232 258 245 236 251 252 25 245 8,7-1,72 4,7 3 Konsumsi 1.235 1.325 1.36 1.394 1.461 1.559 1.588 1.367 44,96-12,28-1,93 IV Non Performing Loans (NPL) 6,1 5,77 5,86 4,82 5,82 5,78 5,79 4,1 1 Konvensional 6,5 5,76 5,86 4,81 5,63 5,61 5,48 3,9 2 Syariah 5,51 5,85 5,83 4,95 7,99 7,71 9,5 5,24 V Loan to Deposit Ratio (LDR) 1 116,83 121,4 117,18 18,68 11,25 116,11 114,71 11,86 1 Konvensional 116,1 12,27 117,25 18,93 11,35 116,7 115,1 11,97 2 Syariah 128,5 13,94 116,27 15,72 19,11 116,53 11,15 19,6 6.2. Penghimpunan Dana Dana masyarakat yang disimpan di BPR pada triwulan IV-213 mengalami peningkatan sebesar 15,16% (yoy) menjadi Rp2,74 triliun. Jenis simpanan yang mendominasi pendanaan BPR adalah Deposito dengan pangsa 67,11% atau Rp1,84 triliun, sedangkan Tabungan hanya memiliki pangsa 32,89% atau Rp92 miliar. Suku bunga yang tinggi menjadi salah satu alasan masyarakat memilih untuk menanamkan dananya dalam bentuk Deposito dibandingkan dengan Tabungan. Selain itu, fitur produk Tabungan yang ditawarkan BPR memang masih belum selengkap Tabungan di Bank Umum. 6.3. Penyaluran dan Kualitas Kredit Kredit yang disalurkan oleh BPR pada triwulan IV-213 mencapai Rp3,4 triliun atau naik 17,48% (yoy), namun melambat dibandingkan dengan pertumbuhan yang sama pada tahun sebelumnya. Kredit Modal Kerja dan Konsumsi masih mendominasi penyaluran kredit di BPR dengan porsi masing-masing 46,96% dan 44,96%, diikuti kredit Investasi mencapai Rp245 miliar atau 8,7% dari total kredit. Jika dilihat dari pertumbuhannya, Kredit Modal Kerja tumbuh paling tinggi, sebesar 49,1% (yoy), sedangkan Kredit Investasi tumbuh 4,7% (yoy). Adapun kredit konsumsi tercatat mengalami kontraksi 1,93% (yoy). Secara alami, tingginya penyaluran kredit modal kerja yang perputarannya tinggi dan jangka waktunya relatif pendek dikarenakan dari sisi resiko relatif terjaga. Bab 3 Perkembangan Perbankan 37

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Rasio NPL BPR di DIY menurun signifikan dari triwulan sebelumnya sebesar 5,79% menjadi 4,1%. Rasio ini berada di dalam batas wajar, namun prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit harus terus ditingkatkan untuk menjamin resiko kredit tetap dalam batas aman. 6.4. Fungsi Intermediasi Peran BPR dalam melakukan fungsi intermediasi perbankan pada triwulan IV-213 sedikit meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,. Hal tersebut tercermin pada angka LDR yang mencapai 11,86%. Dengan tingginya LDR BPR tersebut, maka kualitas kredit harus dijaga agar resiko-resiko yang lain juga dapat dikelola, termasuk potensi resiko likuiditas. Disisi lain agar BPR dapat lebih ekspansif maka penghimpunan dana harus dipacu khususnya dana murah, di samping tentunya penguatan modal. 7. Perkembangan Perbankan Syariah Perkembangan usaha Perbankan Syariah di DIY triwulan IV-213 menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik. Aset tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini terutama bersumber dari penyaluran kredit dan di sisi pasiva, total Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh cukup tinggi meski mengalami perlambatan. Dengan demikian, Financing to Deposit Ratio Perbankan Syariah di DIY tercatat sebesar 72,49%. Sementara itu, kualitas kredit Perbankan Syariah di DIY masih terjaga cukup baik terlihat dari Non Performing Loan gross (NPL) pada triwulan laporan yang berada pada angka 1,67%. 7.1. Aset Perbankan Syariah Aset Perbankan Syariah tumbuh 28,7% (yoy), yaitu dari Rp2,87 triliun pada triwulan IV- 212 menjadi Rp3,68 triliun pada triwulan laporan. Dari sisi pasiva, pertumbuhan aset terutama berasal dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang meningkat 25,75% (yoy), sedangkan di sisi aktiva berasal dari pertumbuhan pembiayaan sebesar 21,3% (yoy). Total aset perbankan syariah di DIY terhadap total aset perbankan mencapai 7,8%. Persentase tersebut cukup tinggi dan di atas target nasional sebesar 5,%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa produk syariah di DIY cukup memiliki pasar. 7.2. Intermediasi Perbankan Syariah Fungsi intermediasi perbankan Syariah yang tercermin dalam Financing to Deposit Ratio (FDR) turun. FDR triwulan laporan sebesar 72,49%, menurun dibanding triwulan III-213 sebesar 76,14%. Penurunan FDR tersebut antara lain disebabkan karena DPK yang dihimpun perbankan Syariah terus meningkat tinggi, namun disisi lain laju pertumbuhan pembiayaan relatif lebih lambat. Ada 38 Bab 3 Perkembangan Perbankan

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 beberapa alasan DPK Syariah pertumbuhannnya pesat, antara lain adalah kesadaran masyarakat untuk menyimpan uangnnya secara syariah yang terhindar dari riba cukup tinggi di DIY ini. Selain itu, fitur DPK syariah non BPR juga memiliki keunggulan-keunggulan yang sama dengan DPK bank umum. Tabel 3.4 Indikator Perbankan Syariah 212 213 IV No Uraian I II III IV I II III Pangsa Ptumb (%) Posisi (%) qtq yoy I Aset 2.298 2.386 2.72 2.876 2.946 3.16 3.456 3.683 1, 6,56 28,7 1 Bank Umum Syariah 2.118 2.187 2.479 2.634 2.73 2.863 3.23 3.416 92,74 6,64 29,67 2 Bank Perkreditan Rakyat Syariah 18 199 223 242 243 243 253 267 7,26 5,63 1,64 II Penghimpunan Dana (Deposit) 1.97 1.939 2.191 2.446 2.519 2.69 2.86 3.76 1, 7,55 25,75 A Jenis Bank 1.97 1.939 2.191 2.446 2.519 2.69 2.86 3.76 1, 7,55 25,75 1 Bank Umum Syariah 1.772 1.791 2.2 2.257 2.327 2.415 2.656 2.864 93,1 7,81 26,86 2 Bank Perkreditan Rakyat Syariah 136 149 171 189 192 194 24 212 6,9 4,15 12,5 B Jenis Simpanan 1.97 1.939 2.191 2.446 2.519 2.69 2.86 3.76 1,63 7,55 25,75 1 Giro 155 155 246 37 211 198 221 258 9,2 16,99-16,5 2 Tabungan 872 928 1.11 1.122 1.21 1.231 1.317 1.417 46,5 7,53 26,26 3 Deposito 881 857 934 1.17 1.16 1.18 1.322 1.41 45,56 5,99 37,84 III Penyaluran Dana (Financing) 1.516 1.685 1.756 1.838 1.822 2.51 2.178 2.23 1, 2,4 21,3 A Jenis Bank 1.516 1.685 1.756 1.838 1.822 2.51 2.178 2.23 1, 2,4 21,3 1 Bank Umum Syariah 1.342 1.49 1.557 1.639 1.612 1.825 1.953 1.997 89,57 2,26 21,87 2 Bank Perkreditan Rakyat Syariah 174 195 199 199 21 226 224 233 1,43 3,63 16,64 B Jenis Penggunaan 1.516 1.685 1.756 1.838 1.822 2.51 2.178 2.23 1, 2,4 21,3 1 Modal Kerja 576 657 79 743 688 828 881 923 41,38 4,8 24,13 2 Investasi 28 24 26 25 267 292 348 37 13,76-11,71 22,98 3 Konsumsi 732 788 787 845 867 931 95 1. 44,86 5,34 18,32 IV Non Performing Financing (NPF) 2,64 2,36 2,5 1,54 2,24 2,6 2,15 1,67 1 Bank Umum Syariah 2,26 1,91 1,56 1,13 1,5 1,96 1,31 1,25 2 Bank Perkreditan Rakyat Syariah 5,51 5,85 5,83 4,95 7,99 7,71 9,5 5,24 V Financing to Deposit Ratio (FDR) 1 79,45 86,88 8,14 75,15 72,32 78,6 76,14 72,49 1 Bank Umum Syariah 75,73 83,22 77,8 72,6 69,28 75,55 73,53 69,74 2 Bank Perkreditan Rakyat Syariah 128,5 13,94 116,27 15,72 19,11 116,53 11,15 19,6 7.3. Penghimpunan Dana Dana masyarakat yang berhasil dihimpun oleh Perbankan Syariah pada triwulan laporan tercatat Rp3,8 triliun, tumbuh 25,75% (yoy). Peningkatan yang tinggi tersebut antara lain dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap perbankan syariah yang membaik. Berdasarkan jenisnya, komposisi dana yang berhasil dihimpun oleh perbankan syariah terbesar dalam bentuk tabungan dengan pangsa sebesar 46,5% atau Rp1,42 triliun diikuti deposito dengan pangsa 45,56% atau Rp1,4 triliun, sisanya berupa giro dengan pangsa sebesar 9,2% atau Rp258 miliar. 7.4. Penyaluran dan Kualitas Pembiayaan Pembiayaan perbankan Syariah pada triwulan IV-213 tercatat sebesar Rp2,23 triliun, naik 21,3% (yoy). Potensi pasar yang masih sangat luas dan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan Syariah menjadi faktor peningkatan kinerja pembiayaan. Disamping itu, Bank Indonesia yang secara konsisten mengeluarkan kebijakan untuk mengimplementasikan inisiatif strategis sesuai rencana Pengembangan Perbankan Syariah mendorong perbankan Syariah untuk terus maju sebagai salah satu solusi pembiayaan perbankan masyarakat, berdampingan dengan bank konvensional. Peningkatan pembiayaan perbankan Syariah relatif masih baik kinerjanya. Non Performing Financing (NPF) pada triwulan IV-213 hanya sebesar 1,67%, jauh di bawah threshold 5%. Bab 3 Perkembangan Perbankan 39

Halaman ini sengaja dikosongkan 42

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 BAB 4 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Perkembangan kegiatan sistem pembayaran tunai di DIY pada triwulan IV 213 mengalami net outflow seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap transaksi tunai pada libur akhir tahun. Net cash outflow rata-rata sebesar Rp63 miliar per bulan dengan adanya aliran cash outflow dan kegiatan remise, posisi kas di KPw Bank Indonesia DIY tercatat sebesar Rp2.25 miliar menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp2.654 miliar. Sementara itu, aktifitas sistem pembayaran non tunai mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan ekonomi pada triwulan IV 213. Pada triwulan laporan, rata-rata harian nilai nominal kliring meningkat,64% q.t.q dari Rp54,98 miliar menjadi 55,33 miliar. Demikian juga untuk transaksi yang terjadi di RTGS, ratarata bulanan incoming transfer RTGS pada triwulan laporan meningkat sebesar 19,7% (q.t.q) dari Rp12.756 miliar per bulan menjadi Rp15.268miliar per bulan, sementara nominal outgoing transfer per bulan meningkat sebesar 27,26% (q.t.q). Secara keseluruhan net incoming transfer per bulan turun 2,49% (q.t.q) dari Rp3.242 miliar per bulan menjadi Rp3.161 miliar per bulan. Pada triwulan laporan tersebut temuan uang palsu mengalami penurunan baik dari jumlah nominal maupun jumlah lembar. 1. SISTEM PEMBAYARAN TUNAI Tabel 4.1 Indikator Sistem Pembayaran Tunai No Uraian 24 Ptumb 1 I II III IV I II III IV Miliar Rp 1 Rata-rata Cash Inflow /Bulan 1,999 928 74 1,167 1,8 1,38 1,68 1,921 1,3-46.39 2 Rata-rata Cash Outflow /Bulan 1,38 413 716 1,118 914 612 967 1,459 1,93-25.11 3 Rata-rata Net Cash Inflow /Bulan 691 516 23 48 93 426 11 462-63 -113.58 Keterangan: 1) Triwulan IV 213 dibandingkan Triwulan III 213 (dalam %). Pada triwulan IV 213, rata-rata aliran uang kas masuk dan keluar mengalami penurunan. Jumlah rata-rata cash inflow per bulan pada triwulan IV 213 tercatat sebesar Rp1.3 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp1.921 miliar. Sementara jumlah rata-rata cash outflow sebesar Rp1.93 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp1.459 miliar. Net cash outflow yang terjadi seiring dengan kebutuhan uang tunai selama libur akhir tahun. Bab 4 Perkembangan Sistem Pembayaran 41

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Inflow/Outflow (Miliar Rp) 1,6 1,4 1,2 1, Aliran Masuk/Bulan Aliran Keluar/Bulan Net Aliran Masuk Pemusnahan Uang Net Inflow/Pemusnahan Uang (Miliar Rp) 1, 8 6 8 4 6 4 2 2 I 12 II 12 III 12 IV 12 I 13 II 13 III 13-2 Grafik 4.1 Aliran kas dan Pemusnahan Uang 1.1. Pemusnahan Uang Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di DIY yang dimusnahkan pada triwulan IV 213 mengalami penurunan. Dalam rangka melaksanakan clean money policy, Kantor Perwakilan bank Indonesia DIY secara rutin melakukan kegiatan penyortiran dan peracikan uang yang tidak layak edar. Hal ini untuk menjamin ketersediaan uang layak edar di masyarakat. Pada triwulan laporan jumlah Pemusnahan tercatat sebesar Rp441 miliar mengalami penurunan sebesar 53,27% (q.t.q) dibandingkan jumlah Pemusnahan Uang pada triwulan III 213. Berdasarkan denominasinya, peningkatan jumlah lembar Pemusnahan Uang terbesar dialami oleh denominasi Rp2., yakni mencapai 137,27% dari Rp6.932 juta pada triwulan sebelumnya menjadi Rp16.447 juta pada triwulan laporan. 42 Bab 4 Perkembangan Sistem Pembayaran

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Tabel 4.2. Pemusnahan Uang J uta R p P ecahan I II III IV I II III IV P tumb 1 1, 41,317 12,976 9,73 2,275 266,682 174,827 268,1 68,711-74.37 5, 366,66 19,637 19,415 29,148 177,211 261,316 525,978 223,881-57.44 2, 36,824 7,37 3,656 26,97 28,16 58,737 61,861 52,893-14.5 1, 38,492 21,78 26,716 45,966 36,641 32,392 46,211 45,282-2.1 5, 2,48 15,81 15,987 3,213 22,765 22,38 32,225 3,669-4.83 2, 11,412 5,76 3,519 9,628 1,64 8,651 6,932 16,447 137.27 1, 4,33 2,63 1,238 2,311 2,872 2,31 1,54 2,633 75.1 5 2 1 1.1.83.62.43.51.68 34.45 1 1.2.8.13.7.4.4.13 243.24 Total 888,365 85,316 8,235 163,638 544,396 56,335 942,811 44,515-53.28 Keterangan: 1) Triwulan IV 213 dibandingkan Triwulan III 213 (dalam %). 1.2. Penukaran Uang Sejalan dengan telah berakhirnya perayaan Idul Fitri 213 kegiatan penukaran uang pecahan kecil yang dilakukan di loket KPw Bank Indonesia DIY pada triwulan IV 213 Rp18,85 miliar, turun 73,76% (q.t.q) dari triwulan sebelumnya Rp71,81 miliar. Penurunan kegiatan penukaran uang pecahan kecil ini terjadi baik pada uang kertas maupun uang logam. Penukaran uang kertas turun sebesar 76% (q.t.q) dari Rp68,56 miliar menjadi Rp16,45 miliar. Penukaran uang logam juga turun sebesar 26,45% (q.t.q) dari Rp3,24 miliar menjadi Rp2,38 miliar. Sementara itu, perayaan Natal dan liburan akhir tahun tidak terlalu mempengaruhi transaksi penukaran karena tidak ada lonjakan yang cukup berarti. Tabel 4.3 Penukaran Pecahan Uang Kecil Juta Rp P ecahan 212 213 I II III IV I II III IV P tumb 1 Uang Kertas 16,954 23,516 9,37 17,413 19,298 23,598 68,564 16,457-76. 1. 8,559 11,561 34,196 8,272 7,786 5,468 26,649 7,676-71.19 5. 5,12 6,766 33,884 4,834 6,82 1,931 26,518 5,4-81.13 2. 3,62 4,922 16,289 2,97 4,52 7,77 15,265 3,566-76.64 1. 232 267 5,938 1,337 91 122 132 211 59.74 Uang Logam 1,511 1,546 1,856 495 756 1,596 3,248 2,389-26.45 1. 821 252 1,162 3 812 2,837 1,39-51. 5 376 784 313 19 448 552 36 593 93.63 2 211 32 276 193 177 121-281 #DIV/! 1 12 19 15 82 132 111 15 125 19.8 Total 18,466 25,62 92,163 17,98 2,54 25,194 71,811 18,846-73.76 Keterangan: 1) Triwulan IV 213 dibandingkan Triwulan III 213 (dalam %). Bab 4 Perkembangan Sistem Pembayaran 43

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 1.3. Temuan Uang Palsu Pada triwulan IV-213, temuan uang palsu yang dilaporkan ke KPw Bank Indonesia DIY mengalami penurunan baik dari jumlah nominal maupun dari jumlah lembar. Jumlah nominal uang palsu turun 83,53% (q.t.q). Jumlah lembarnya turun 83,14% (q.t.q). Hal ini sejalan dengan semakin ditingkatkannnya security features uang yang dicetak, khususnya pecahan besar. Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY selalu meningkatan frekuensi kegiatan sosialisasi keaslian uang rupiah kepada seluruh lapisan masyarakat. Sosialisasi dilaksanakan baik melalui media elektronik, cetak, pemasangan pamflet dan juga sosialisasi interaktif langsung di masyarakat. Sosialisasi yang diyakini turut memberikan peningkatan pemahaman masyarakat ciri-ciri keaslian rupiah. 2. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI Nilai transaksi non tunai yang dilaksanakan di KPw Bank Indonesia DIY pada triwulan IV 213 menunjukkan peningkatan seiring dengan perkembangan ekonomi daerah. Dalam transaksi non tunai, Bank Indonesia selalu menjaga kelancaran sistem pembayaran melalui pilihan instrumen kliring dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Pada triwulan IV 213, nilai transaksi Kliring dan RTGS di DIY menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan III 213. 2.1. Transaksi Kliring Rata-rata harian transaksi kliring pada triwulan IV 214 mengalami peningkatan, baik nilai nominal maupun warkat kliring. Rata-rata nilai nominal kliring per hari meningkat,64% q.t.q, dari Rp54,98 miliar menjadi Rp55,33 miliar pada triwulan laporan. Sementara itu, rata-rata jumlah warkat kliring per hari meningkat 2,37% q.t.q dari 1.719 lembar menjadi 1.76 lembar pada triwulan laporan. Dari sisi kualitas, rata-rata harian baik nilai nominal maupun warkat kliring juga mengalami peningkatan. Rata-rata nilai nominal kliring yang ditolak per hari meningkat dari Rp,79 miliar menjadi Rp1,3 miliar pada triwulan laporan. Sementara itu, rata-rata warkat kliring ditolak pada periode yang sama meningkat dari 2 lembar per hari menjadi 31 lembar per hari. Sejumlah alasan yang dapat melatarbelakangi terjadinya penolakan kliring, antara lain adalah tidak dipenuhinya syarat-syarat administrasi bank penerima pada fisik warkat, rekening tutup, dan saldo tidak cukup. Selanjutnya, data kliring yang ditolak diadministrasikan oleh Bank Indonesia pada Tata Usaha Cek Kosong (TUCK) dan Tata Usaha Daftar Hitam (TUDH). 44 Bab 4 Perkembangan Sistem Pembayaran

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Miliar Rp Lembar Miliar Rp Lembar 6 5 Rata-rata Nominal Kliring per hari Rata-rata Jumlah Warkat Kliring per hari 2,5 2, 16, 14, Nominal Incoming Transfer Nominal Outgoing Transfer Warkat Incoming Transfer Warkat Outgoing Transfer 8, 7, 12, 6, 4 1,5 1, 5, 3 1, 8, 4, 2 6, 3, 1 5 4, 2, 2, 1, I 12 II 12 III 12 IV 12 I 13 II 13 III 13 IV 13 I 12 II 12 III 12 IV 12 I 13 II 13 III 13 Grafik 4.2 Transaksi Kliring Grafik 4.3. Transaksi BI-RTGS Tabel 4.4 Indikator Sistem Pembayaran Non Tunai Miliar Rp No Uraian I II III IV I II III IV Ptumb 1 Kliring 1 Rata-rata Warkat Kliring/Hari (lembar) 1,726 1,754 1,783 1,843 1,881 1,764 1,719 1,76 2.37 2 Rata-rata Warkat Ditolak/Hari (lembar) 23.44 24.39 24.49 23.83 23. 19.33 2.16 31.76 57.53 3 Rasio (2)/(1) dalam % 1.36 1.39 1.37 1.29 1.22 1.1 1.17 1.8 53.89 4 Rata-rata Nominal Kliring/Hari 42.65 45.79 49.66 55.63 53.18 57.78 54.98 55.33.64 5 Rata-rata Nominal Ditolak/Hari.632.592.762.999.699 6.244.791 1.3 65 6 Rasio (5)/(4) dalam % 1.48 1.29 1.53 1.8 1.31 1.81 1.44 2.35 63.54 BI-RTGS 1 Rata-rata Warkat Outgoing Transfer /Bulan (lembar) 4,181 4,828 5,29 6,3 5,413 5,683 5,732 6,638 15.8 2 Rata-rata Warkat Incoming Transfer /Bulan (lembar) 4,885 5,328 5,548 6,9 5,83 5,344 5,23 5,335 6.22 3 Rata-rata Nominal Outgoing Transfer /Bulan 4,34 5,946 6,848 7,518 7,959 11,484 9,514 12,17 27.26 4 Rata-rata Nominal Incoming Transfer /Bulan 8,671 11,1 9,913 12,679 1,51 14,461 12,756 15,268 19.7 5 Rata-rata Net Incoming Transfer /Bulan 4,331 5,55 3,65 5,161 2,542 2,976 3,242 3,161-2.49 Keterangan: 1) Triwulan IV 213 dibandingkan Triwulan III 213 (dalam %). 2.2. Transaksi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) 4 Nilai transaksi BI-RTGS pada triwulan IV 213 mengalami kenaikan baik secara nilai maupun volume. Rata-rata bulanan nominal incoming transfer naik 19,7% (q.t.q) dari Rp12.756 miliar menjadi Rp15.268 miliar, dan juga rata-rata warkat per bulan naik sebesar 6,22% (q.t.q). Sementara itu, rata-rata bulanan nilai nominal outgoing transfer naik 27,26% (q.t.q) dari Rp9.514 miliar menjadi Rp12.17 miliar dengan jumlah rata-rata warkat per bulan naik 15,8% (q.t.q) menjadi 6.638 lembar. Tingginya unag yang masuk ke DIY melalui transfer RTGS tidak terlepas dari aktifitas perekonomian DIY yang terus bertumbuh. 4 BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI-RTGS berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi bernilai Rp.1 juta atau lebih. Bab 4 Perkembangan Sistem Pembayaran 45

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Halaman ini sengaja dikosongkan 46 Bab 4 Perkembangan Sistem Pembayaran

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 213 BAB 5 KEUANGAN PEMERINTAH ) Kinerja gabungan keuangan Pemerintah Daerah se-diy pada triwulan IV-213 di sisi penerimaan terealisasi dengan baik, namun belum optimal di sisi pengeluaran. Realisasi di sisi penerimaan mencapai 11,55% atau sebesar Rp9,57 triliun, terutama bersumber dari Dana Perimbangan dengan proporsi 53,33% dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan proporsi 25,88%. Tingginya realisasi pendapatan sampai dengan triwulan IV-213 terutama bersumber dari PAD yang melampaui target, khususnya Pajak Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Sementara itu, di sisi belanja terealisasi sebesar 87,81% atau sebesar Rp8,42 triliun, dengan proporsi terbesar pada Belanja Tidak Langsung sebesar 67,7%. Hal ini menyebabkan neraca APBD sampai dengan posisi akhir triwulan IV- 213 masih surplus Rp1,15 triliun. 1. Pendapatan Pemerintah Secara gabungan realisasi pendapatan pemerintah daerah se-diy pada triwulan IV-213 mencapai Rp9,57 triliun atau 11,55% dari anggaran yang ditetapkan sebesar Rp9,43 triliun. Komponen Dana Perimbangan terealisasi sebesar Rp5,11 triliun atau 99,73% dari yang dianggarkan, terutama realisasi Dana Alokasi Umum sebesar Rp4,54 triliun dan selebihnya merupakan Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus. Secara keseluruhan, Dana Perimbangan masih mendominasi pos penerimaan APBD dengan proporsi 53,33% yang mengindikasikan bahwa APBD Pemerintah Daerah masih bergantung dari transfer pemerintah pusat. Tabel 5.1. Realisasi Penerimaan APBD DIY, Kabupaten dan Kota ) Tidak memperhitungkan belanja pemerintah pusat ke DIY yang dilakukan melalui DJA dengan jumlah ± Rp1 triliun Bab 5 Keuangan Pemerinta 47

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan IV 213 Sementara itu, sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, realisasi PAD mencapai Rp2,48 triliun atau 112,17% dari anggaran yang ditetapkan Rp2,2 triliun. Realiasi tersebut terutama bersumber dari Pendapatan Pajak Daerah Rp1,68 triliun dengan proporsi 67,79%, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Rp512,21 miliar (2,67%), Pendapatan Retribusi Daerah Rp192,16 miliar (7,76%) dan Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Rp93,54 miliar (3,78%). Kenaikan PAD tersebut terutama bersumber dari kenaikan penghimpunan pajak kendaraan bermotor. 2. Belanja Pemerintah Realisasi Belanja Daerah pemerintah daerah di DIY sampai dengan triwulan IV-213 masih belum optimal, yakni 87,81% dari anggaran yang ditetapkan. Belanja daerah terealisasi Rp8,42 triliun dari anggaran sebesar Rp9,59 triliun. Realisasi tersebut terutama bersumber dari realisasi Belanja Tidak Langsung Rp5,68 triliun atau 67,7% dari total anggaran yang ditetapkan dengan realisasi terbesar pada belanja pegawai Rp4,28 triliun. Tingginya belanja pegawai tersebut menunjukkan bahwa fleksibilitas fiskal daerah relatif masih terbatas. Tabel 5.2. Realisasi Belanja APBD DIY, Kabupaten dan Kota Sementara itu, realisasi Belanja Langsung baru mencapai Rp2,77 triliun atau 81,88% dari anggaran yang ditetapkan sebesar Rp3,39 triliun dengan realisasi terbesar pada Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp1.328,63 miliar atau 47,9% dari total realisasi Belanja Langsung. Adapun Belanja Modal terealisasi Rp982,41 miliar atau 86,22% dari nilai yang telah dianggarkan. Untuk belanja yang sifatnya investasi, yaitu meliputi Belanja Modal, Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintah DIY/Kabupaten/Kota/Desa realisasinya masih rendah. 48 Bab 5 Keuangan Pemerintah