TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINGKAT KONSUMSI DAN POLA KONSUMSI BERAS MASYARAKAT KOTA MEDAN

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

PENDAHULUAN. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PEMANFAATAN JAGUNG DALAM PEMBUATAN ANEKA MACAM OLAHAN UNTUK MEMPERKUAT KETAHANAN PANGAN

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DAN TINGKAT KONSUMSI BERAS DI DESA SENTRA PRODUKSI PADI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

POLA KONSUMSI PANGAN RUMAHTANGGA DI WILAYAH HISTORIS PANGAN BERAS DAN NON BERAS DI INDONESIA

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

Peran Perempuan Pada Upaya Penganekaragaman Pangan Di Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

BAB I PENDAHULUAN. dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun , yang bertujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan

PEMENUHAN PANGAN BAGI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN

SUSTAINABLE DIET FOR FUTURE

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa Indonesia adalah beras, karena beras merupakan. makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT KOTA YOGYAKARTA

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

ANALISIS KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN TINGKAT RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Utara)

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang tertuang di dalam Millenium Development Goals (MDGs).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POLA KONSUMSI PANGAN

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI HUTAN KEMASYARAKATAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

Transkripsi:

Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu. Pola pangan pokok menggambarkan salah satu ciri dari kebiasaan makan. Di daerah dengan pola pangan pokok beras biasanya belum puas atau mengatakan belum makan apabila belum makan nasi, meskipun perut sudah kenyang oleh makanan lain non beras (Khumaidi, 1994). Setiap daerah mempunyai gambaran pola konsumsi dengan menu yang spesifik dan sudah membudaya serta tercermin didalam tatanan menu seharihari. Akan tetapi menu yang tersedia biasanya kurang memenuhi norma kecukupan gizi, sehingga pelu ditingkatkan kualitasnya dengan tidak merubah karakteristiknya, agar tetap dapat diterima oleh masyarakat setempat (Kardhinata, H dan Zulhery Noer, 2009). Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi dalam Kardhinata, H dan Zulhery Noer (2009), bahan pangan untuk konsumsi sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok besar. Jenis pangan pada masingmasing kelompok dapat berbeda pada setiap daerah/kota sesuai sumberdaya

pangan yang tersedia. Secara Nasional bahan pangan dikelompokkan sebagai berikut. 1. Padi-padian : beras, jagung, sorgum dan terigu. 2. Umbi-umbian : ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas dan sagu. 3. Pangan hewani : ikan, daging, susu dan telur. 4. Minyak dan lemak : minyak kelapa, minyak sawit. 5. Buah/biji berminyak : kelapa daging. 6. Kacang-kacangan : kedelai, kacang tanah, kacang hijau. 7. Gula : gula pasir, gula merah. 8. Sayur dan buah : semua jenis sayuran dan buah-buahan yang biasa dikonsumsi. 9. Lain-lain : teh, kopi, coklat, sirup, bumbu-bumbuan, makanan dan minuman jadi. Beras merupakan bahan pangan pokok sumber karbohidrat yang masih menjadi prioritas utama di berbagai wilayah di Indonesia, sehingga beras merupakan komoditas pertanian yang memiliki nilai strategis, baik dari segi ekonomi, lingkungan hidup, sosial maupun politik. Komoditas padi telah menjadi perhatian pemerintah agar beras tetap tersedia sepanjang tahun dengan harga yang cukup terjangkau (Dermoredjo, 2008). Menurut Amang B. dan Husein dalam Hutagalung (2007), beras bagi kehidupan bangsa Indonesia memiliki arti yang sangat penting. Dari jenis bahan pangan yang dikonsumsi, beras memiliki urutan yang pertama. Hampir seluruh penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan utama. Beras

merupakan nutrisi penting dalam struktur pangan, karena itu peranan beras memiliki peranan strategis dalam kehidupan bangsa Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2011 mencatat konsumsi beras orang Indonesia mencapai 113,48 kg per kapita per tahun. Walaupun turun dari tahun sebelumnya, yakni 139,15 kg per kapita, konsumsi beras orang Indonesia masih yang tertinggi di dunia. Rata-rata orang Asia mengonsumsi beras 65-70 kg per kapita dan konsumsi beras global tahun 2007 sebanyak 64 kg per kapita (Anonimous, 2012). Konsumsi beras tidak hanya melibatkan kuantitas, namun di lain pihak konsumsi beras juga meliputi perilaku konsumsi yaitu bagaimana sifat dan kebiasaan konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi beras tersebur. Sifat dan kebiasaan konsumsi dapat diamati melalui sifat yang terbentuk dari kebiasaan (Lastry, 2006). Landasan Teori Tingkat dan Pola Konsumsi Faktor-Faktor utama yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah Pendapatan, dimana korelasi keduanya bersifat positif, yaitu semakin tinggi tingkat pendapatan (Y) maka konsumsinya (C) juga makin tinggi. Menurut teori konsumsi Keynes, jumlah konsumsi saat ini (current disposable income) berhubungan langsung dengan pendapatannya. Hubungan antara kedua variabel tersebut dapat dijelaskan melalui fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi menggambarkan tingkat konsumsi pada berbagai tingkat pendapatan (Gregory, 2011).

James Dusenberry dalam Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan betambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar dengan pesatnya (Gilarso, 2011). Menurut Sayogyo dalam Badan Ketahanan Pangan Kota Medan (2010) menggunakan tingkat konsumsi beras perkapita sebagai indikator kemiskinan. Dia membedakan tingkat konsumsi beras di daerah perdesaan dan perkotaan. Untuk daerah perdesaan, apabila seseorang hanya mengkonsumsi beras kurang dari 240 kg pertahun, maka yang bersangkutan digolongkan sangat miskin, sedangkan untuk daerah perkotaan ditentukan sebesar 360 kg beras perorang pertahun. Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola konsumsi masyarakat ini dapat menunjukkan keberagaman pangan masyarakat yang selanjutnya dapat diamati dari parameter Pola Pangan Harapan (PPH). Pola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama dari suatu pola ketersediaan dan atau pola konsumsi. Pola konsumsi pangan msayarakat belum beragam karena masih didominasi olek kelompok padi-padian (56,3 %) teruatama beras (86,3 %) (Baliwati dkk, 2004).

Menurut Pratiwi dalam Sari (2007), pola konsumsi masyarakat ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kondisi geografi, agama, tingkat sosial ekonomi, pengetahuan akan pangan dan gizi, serta ketersediaan pangan. Menurut Kamus Istilah Ketahanan Pangan, pola konsumsi didefinisikan sebagai susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan ratarata per orang per hari yang umum dimakan/dikonsumsi penduduk dalam waktu tertentu. Secara khusus, pola konsumsi menunjukkkan bagaimana makanan dikonsumsi, termasuk jumlah, jenis, keragaman dan frekuensi konsumsinya. Penelitian terdahulu mengenai perilaku konsumsi beras oleh Slamet (2003) menunjukkan bahwa kelas sosial sangat berpengaruh terhadap perbedaan sikap serta tindakan yang diambil oleh konsumen yang dibagi atas kelas bawah dan kelas atas. Perbedaan kelas pada konsumen menimbulkan perbedaan dalam perilaku konsumsi beras yang dapat dilihat dari pola konsumsi termasuk pola pembelian. Pada penelitian ini dikaji pola konsums beras yang terbentuk pada rumah tangga dengan mengelompokkan responden / konsumen menurut status dan kelas sosial yang ada di masyarakat (Lastry, 2006). Menurut Husodo dalam Asis (2007) mengemukakan pada masa ini sedang terjadi berbagai perubahan mendasar dalam pola konsumsi pangan masyarakat kita. Perubahan-perubahan penting tersebut antara lain: Meningkatnya konsumsi pangan yang berasal dari gandum seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, terutama kelompok berpendapatan tinggi, juga oleh modernisasi dan globalisasi. Konsumsi roti dan mie meningkat tinggi, sementara gandum tidak bisa kita produksi, menyebabkan impor gandum cenderung terus meningkat setiap tahunnya.

Menurun secara pesat tingkat konsumsi umbi-umbian (ubi kayu dan ubi rambat) untuk konsumsi manusia langsung. Namun untuk bahan baku industri, permintaan umbi-umbian cenderung meningkat. Konsumsi pangan olahan dan siap konsumsi meningkat dengan cepat dan pangan jenis ini bahan bakunya sebagian berasal dari impor, khususnya untuk masyarakat kota yang berpendapatan tinggi. Meningkatnya konsumsi jagung dan kedelai untuk pakan ternak. Permintaan masyarakat akan bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yakni tingkat harga bahan pangan, pendapatan rata-rata masyarakat dan cita rasa masyarakat (pola konsumsi masyarakat) terhadap bahan pangan (Sukirno, 2003). Menurut Aswar dalam Asis (2007) mengemukakan pola pangan lokal seperti jagung dan ubi kayu telah ditinggalkan masyarakat, berubah ke pola beras dan pola mie. Kualitas pangan juga masih rendah, kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat. Ketergantungan akan beras yang masih tinggi di kalangan masyarakat dan meningkatnya tingkat konsumsi mie secara signifikan menjadikan upaya diversifikasi konsumsi pangan belum menunjukkan keberhasilan, bahkan salah arah. Pola pangan masyarakat sebenarnya telah beragam, walaupun tingkatannya masih belum seperti yang diharapkan, terutama dalam standar kualitas dan kuantitasnya. Dengan demikian tingkat keanekaragaman pangan akan berbeda menurut kelompok masyarakat. Pola makan yang beragam diduga lebih disebabkan karena peningkatan pendapatan dan sebagai hasil komunikasi antara produsen (industri) pangan dan konsumen, yang

disebabkan tidak ditunjukkan untuk mendorong keanekaragaman pangan masyarakat tetapi untuk mempromosikan produk yang dihasilkan. Dibawah ini ada sejumlah contoh pola konsumsi yang seimbang yang mencakup protein, zat tepung, zat pelindung dan air yaitu : 1. Satu protein nabati dan satu protein hewani : Nasi (beras) ikan sayur 2. Dua protein nabati dan air Nasi (beras) kacang tanah tempe pisang makan Nasi (beras) kacang merah tahu pisanng makan 3. Tiga protein nabati dan satu protein hewani Nasi (beras) kacang tanah tempe ikan asin pisang makan Nasi (beras) kacang merah tahu telur nenas Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati dkk, 2004). Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat dan pola konsumsi beras adalah sebagai berikut. 1. Tingkat Pendapatan Pada umumnya jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung membaik juga (Suhardjo, 2008). Keluarga yang tergolong mampu dalam setiap masyarakat mempunyai persediaan pangan yang mencukupi bahkan berlebih untuk sepanjang

tahun, sedangkan pada keluarga kurang mampu pada masa-masa tertentu sering mengalami kurang pangan. Hal ini menyangkut dalam peluang mencari nafkah (Sajogyo dkk, 1994). Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga menentukan jumlah dan kualitas makanan yang diperoleh. Pada tingkat pendapatan yang rendah sumber energi utama diperoleh dari padi-padian, umbi-umbian dan sayur. (Suhardjo, 2008). Pendapatan rumah tangga sangat besar pengaruhya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik (tinggi) tingkat pendapatan, tingkat konsumsi semakin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi makin besar. Atau mungkin juga pola hidup makan konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik. Contoh yang amat sederhana adalah jika pendapatan sang ayah masih sangat rendah, biasanya beras yang dipilih untuk konsumsi juga beras kelas rendah/menengah (Khoirina, 2011). 2. Jumlah Anggota Keluarga Sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo, 1996).

Besar kecilnya jumlah keluarga akan mempengaruhi pola konsumsinya (Anonimous, 2012). 3. Tingkat pendidikan Menurut Djauhari dan Friyanto dalam Cahyaningsih (2008), dalam memilih menu makanan yang mempunyai kandungan energi dan protein yang memadai serta pemilihan komposisi jenis makanan yang tepat, diperlukan tingkat pengetahuan yang relatif tinggi, terutama tingkat pengetahuan kepala keluarga dan istri yang berperan sangat tinggi dalam menentukan keputusan konsumsi rumah tangga. 4. Umur Umur mempunyai pengaruh dalam mengambil suatu keputusan. Dengan meningkatnya usia akan mempengaruhi kematangan dalam berpikr dan bertindak, sehingga dapat mengambil keputusan secara rasional. 5. Harga Beras Menurut Sari (2007), harga beras adalah harga tertinggi setiap kilogram yang dibayar ibu rumah tangga atau kepala rumah tangga pada pembelian rata-rata dan dinyatakan dalam rupiah. 6. Frekuensi Konsumsi Makanan Pengganti Beras Banyaknya responden mengkonsumsi makanan lain selain beras misalnya makanan cepat saji (Fast Food) maupun mie instan. Hal ini mengakibatkan konsumsi beras responden menjadi turun terutama untuk responden kawasan/kelas atas dan menengah.

Kerangka Pemikiran Masyarakat Kota Medan yang menjadi sasaran penelitian adalah masyarakat yang bertempat tinggal atau berada di Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Tembung. Dari daerah penelitian dapat diketahui tingkat konsumsi beras dan pola konsumsi beras masyarakat Kota Medan. Tingkat konsumsi beras adalah jumlah bahan makanan (beras) rata-rata perorang pertahun yang dikonsumsi atau dimakan masyarakat di daerah penelitian dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi beras masyarakat berebeda-beda untuk setiap daerah. Daerah miskin akan cenderung mengkonsumsi beras dalam jumlah yang sedikit dibandingkan dengan masyarakat yang berada di Kawasan Atas (Elite). Pola konsumsi setiap masyarakat berbeda-beda setiap harinya baik mereka yang bertempat tinggal di Kawasan Atas (Elite), Menengah, maupun mereka yang tinggal di kawasan Bawah. Tidak semua masyarakat dari berbagai lapisan tersebut mengkonsumsi beras secara teratur yaitu 3 kali sehari. Pola konsumsi beras adalah pola makan beras (nasi) masyarakat setiap harinya. Setiap manusia pasti mengkonsumsi beras. Tingkat konsumsi dan pola konsumsi beras masyarakat Kota Medan dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi antara lain tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, umur, harga beras dan frekuensi konsumsi makanan pengganti beras Untuk mengetahui tingkat dan pola konsumsi beras masyarakat Kota Medan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di derah penelitian, maka perlu

dilakukan penelitian ilmiah. Adapun skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Masyarakat Kota Medan Tingkat Konsumsi Beras Faktor Sosial Ekonomi 1. Tingkat Pendapatan 2. Jumlah Anggota Keluarga 3. Tingkat Pendidikan 4. Umur 5. Harga Beras 6. Frekuensi Konsumsi Makanan Pengganti Beras Pola Konsumsi Beras Kawasan / Kelas Atas Keterangan : Kawasan / Kelas Menengah : Mempengaruhi : Dipengaruhi Kawasan / Kelas Bawah Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Tingkat dan Pola Konsumsi Beras Masyarakat Kota Medan serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Hipotesis Penelitian 1. Tingkat konsumsi beras masyarakat Kota Medan di daerah penelitian berbeda-beda dilihat dari banyaknya beras yang dikonsumsi di setiap kawasan. 2. Pola konsumsi beras masyarakat Kota Medan di daerah penelitian berbeda-beda setiap harinya. 3. Terdapat beberapa faktor sosial ekonomi yaitu tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, umur, harga beras yang mempengaruhi pola konsumsi beras masyarakat Kota Medan yang dilihat dari frekuensi makan di daerah penelitian.