6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk CaO hasil kalsinasi dari cangkang kerang darah (A. granosa) dengan H 3 PO 4. Metode sintesisnya yaitu CaO ditambahkan etanol 96% sebanyak 100 ml di dalam beaker glass dan selanjutnya dicampurkan dengan H 3 PO 4 yang dilarutkan dengan etanol 96% sebanyak 100 ml dilakukan dengan cara penetesan dari buret. Campuran larutan H 3 PO 4 dan larutan CaO diaduk pada suhu 37 C menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 300 rpm dengan laju alir 3,0 ml/menit. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan (aging) selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah itu dipanaskan lagi pada suhu 60 C sampai membentuk gel. Gel tersebut disintering dengan suhu 900 o C selama 5 jam. Hasilnya dikarakterisasi dengan menggunakan XRD, SEM, dan FTIR. 3.3.4 Sintesis Kalsium Fosfat Berpori dengan Porogen Lilin Lebah Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk CaO hasil kalsinasi dari cangkang kerang darah (A. granosa) dengan H 3 PO 4. Metode sintesisnya yaitu CaO ditambahkan etanol 96% sebanyak 100 ml di dalam beaker glass dan selanjutnya dicampurkan dengan H 3 PO 4 yang dilarutkan dengan etanol 96% sebanyak 100 ml dilakukan dengan cara penetesan dari buret. Campuran larutan H 3 PO 4 dan larutan CaO diaduk pada suhu 37 C menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 300 rpm dengan laju alir 3,0 ml/menit. Selanjutnya campuran tersebut ditambahkan lilin lebah sebagai porogennya lalu disonikasi selama 15 menit. Besarnya variasi konsentrasi lilin yang digunakan sebagai porogen HAp berpori dalam penelitian ini yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan (aging) selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah itu dipanaskan lagi pada suhu 60 C sampai membentuk gel. Gel tersebut disintering dengan suhu 900 o C selama 5 jam. Hasilnya dikarakterisasi dengan menggunakan XRD, SEM, dan FTIR. 3.3.5 Karakterisasi XRD Sampel senyawa kalsium fosfat berupa serbuk sebanyak 200 mg ditempatkan di dalam plat aluminium berukuran 2 x 2 cm. Setelah itu dikarakterisasi menggunakan XRD XD- 610 SHIMADZU dengan sumber CuKα. Tegangan yang digunakan sebesar 40 kv dan arus generatornya sebesar 20 ma. Pengambilan data difraksi dilakukan dalam rentang sudut difraksi 2θ = 10 o sampai 2θ = 70 o. 3.3.6 Karakterisasi SEM Sampel yang sudah terbentuk dan berbentuk serbuk diambil sebanyak 2 gram, diletakkan pada plat logam tembaga yang berbentuk bulat (sample holder) yang berdiameter ± 5 cm, dan dilakukan proses pelapisan atau coating sampel agar sampel memiliki sifat konduktif. Setelah itu dikarakterisasi dengan menggunakan SEM JSM-6360 LA dengan perbesaran 3.500x. 3.3.7 Karakterisasi FTIR Sampel yang berupa serbuk sebanyak 2 mg dicampur dengan 100 mg KBr, kemudian dibuat pelet. Setelah itu, sampel dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR Bruker Tensor 37 pada jangkauan bilangan gelombang 400 4000 cm -1. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi Lilin Lebah Sintesis senyawa kalsium fosfat dapat dilakukan dengan mencampurkan kalsium oksida (CaO) yang bersumber dari cangkang kerang darah (Anadara granosa Linn.) dan asam fosfat (H 3 PO 4 ) serta etanol 96% sebagai media pelarut. 6
7 Sedangkan untuk membuat porinya ditambahkan porogen lilin lebah dengan menggunakan metode sonikasi untuk mendapatkan pori yang lebih rata dan seragam. Lilin lebah yang digunakan terlebih dahulu direbus menggunakan aquades sehingga lilin lebah terpisah dari sarangnya. Sarang lebah dengan berat 21,6794 gram yang direbus di dalam 100 ml aquades dapat menghasilkan 4,6905 gram lilin lebah. 4.2 Preparasi Cangkang Kerang Darah (Anadara granosa Linn.) Cangkang kerang darah dapat diperoleh dengan mudah karena jumlahnya yang berlimpah. Komposisi mineral dari cangkang kerang darah (A. granosa) terdiri dari 98,7% kalsium karbonat (CaCO 3 ) berdasarkan penelitian Awang et al. [26] Hal tersebut mendorong penggunaan cangkang kerang darah (A. granosa) dalam bidang sains terutama sebagai sumber kalsium untuk pembuatan senyawa kalsium fosfat. Sebelum menjadi serbuk CaO, cangkang kerang darah (A. granosa) terlebih dahulu dibersihkan dari lumpur yang menempel pada cangkangnya lalu dikeringkan, seterusnya dikalsinasi pada suhu 1000 o C selama 5 jam. Serbuk CaO cangkang kerang sebanyak 80,7667 gram dihasilkan dari kalsinasi cangkang kerang sebanyak 165,3860 gram. Reaksi yang terjadi akibat proses kalsinasi tersebut adalah sebagai berikut: CaCO 3 CaO + CO 2 Keberadaan ion karbonat akan berpengaruh dalam pembuatan senyawa kalsium fosfat. Ion karbonat akan menempati dua posisi dalam struktur HAp, pertama menggantikan gugus OH - membentuk apatit karbonat tipe-a (AKA) dengan rumus kimia (Ca 10 (PO 4 ) 6 CO 3 ) sedangkan posisi kedua menggantikan gugus PO 4 3- membentuk apatit karbonat tipe-b (AKB) dengan rumus kimia (Ca 10 (PO 4 ) 3 (CO 3 ) 3 (OH) 2 ) [27]. = CaO Gambar 4 Pola XRD cangkang kerang darah (Anadara granosa Linn.) Hasil kalsinasi serbuk cangkang kerang dianalisis menggunakan XRD. Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fase kalsium yang terdapat di dalam cangkang kerang darah (A. granosa). Gambar 4 memperlihatkan pola XRD dari cangkang kerang darah (A. granosa). Pola XRD untuk hasil Pola XRD untuk hasil cangkang kerang darah (A. granosa) menunjukkan fase CaO untuk keseluruhan puncak dan terlihat dua puncak tertinggi yaitu pada sudut 2θ = 37,251 o dan 53,748 o. Hal ini mengacu pada data JCPDS (Joint Committee of Powdered Diffraction Standard). Data JCPDS yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 3. 4.3 Sintesis dan Karakterisasi XRD Senyawa Kalsium Fosfat Pembuatan senyawa kalsium fosfat dapat dilakukan dengan menggunakan metode sol gel. Bahan utama pembuatan senyawa kalsium fosfat yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk CaO cangkang kerang darah sebanyak 5,6 gram yang dicampurkan dengan 3,5 ml H 3 PO 4 yang masing-masing dicampur sampai dengan 100 ml etanol 96%. Perbandingan nilai Ca/P yang digunakan sebesar 1,67. Hasil sintesis senyawa kalsium fosfat tersebut dianalisa menggunakan XRD sehingga fase yang terbentuk di dalam sampel dapat diketahui. Pola XRD senyawa kalsium fosfat pada sampel kontrol (Gambar 5) memperlihatkan bahwa 7
8 tidak semua puncak yang muncul menunjukkan fase HAp. = HAp = TKF Gambar 5 Pola XRD senyawa kalsium fosfat kontrol (tanpa porogen lilin lebah) Fase HAp ditunjukkan oleh puncak-puncak dengan intensitas tertinggi yaitu pada sudut 2θ = 25,88 o ; 31,78 o ; dan 32,94 o. Namun, masih terdapat dua puncak yang bukan milik HAp dengan intensitas yang rendah, yaitu pada 2θ = 17,98 o dan 39,8 o. Mengacu pada data JCPDS, sudut 2θ tersebut merupakan fase dari senyawa trikalsium fosfat (TKF). 4.4 Sintesis dan Karakterisasi XRD Senyawa Kalsium Fosfat Berpori dengan Porogen Lilin Lebah Senyawa kalsium fosfat yang memiliki tingkat kestabilan paling tinggi adalah HAp, tetapi mempunyai tingkat kelarutan yang lama sehingga membutuhkan pori untuk mengatasi hal tersebut. Senyawa kalsium fosfat berpori dapat dibuat dengan penambahan suatu bahan yang tidak memberikan bahaya terhadap tubuh. Pembuatan senyawa kalsium fosfat berpori dalam penelitian ini menggunakan lilin lebah sebagai bahan porogennya. Lilin lebah dimasukkan ke dalam campuran CaO dan H 3 PO 4, dengan cara sonikasi kemudian diendapkan. Selanjutnya dipanaskan dan diaduk sampai membentuk gel, lalu disintering pada suhu 900 o C. Saat temperatur mencapai 900 o C, campuran CaO dan H 3 PO 4 membentuk cluster, karena lilin lebah tidak larut di dalam campuran CaO dan H 3 PO 4, maka lilin lebah terjebak di dalam cluster-cluster tersebut. Selama proses pemanasan campuran CaO dan H 3 PO 4 akan bereaksi membentuk fase stabil HAp, dan lilin lebah akan menguap. Pada suhu 69 o 70 o C lilin lebah akan berubah fase menjadi gas dan akan meninggalkan pori-pori pada HAp. Lilin lebah yang ditambahkan dalam penelitian ini bervariasi, yaitu 10% - 50%. Identifikasi fase hasil sintesis senyawa kalsium fosfat dapat dianalisa menggunakan XRD sedangkan untuk menentukan fase yang muncul mengacu pada data JCPDS. Hasil analisa XRD sampel senyawa kalsium fosfat berpori dapat dilihat pada gambar berikut. (a) (b) (c) (d) (e) 2θ = HAp = TKF = AKB = AKA Gambar 6 Pola XRD senyawa kalsium fosfat dengan penambahan lilin lebah (a) 10%, (b) 20%, (c) 30%, (d) 40%, (e) 50% 8
9 Pola XRD yang terbentuk dari hasil sintesis senyawa kalsium fosfat berpori dengan menambahkan porogen lilin lebah dengan konsentrasi yang bervariasi 10% - 50% memperlihatkan bahwa di setiap sampel terdapat senyawa HAp. Namun demikian, pada beberapa sampel terdapat senyawa selain senyawa HAp, yaitu TKF, apatit karbonat tipe-a (AKA), dan apatit karbonat tipe-b (AKB). Penentuan fase yang terbentuk pada setiap sampel mengacu pada data JCPDS. Pola XRD pada Gambar 6(a) senyawa kalsium fosfat dengan porogen lilin lebah 10% memperlihatkan pola XRD yang hampir sama dengan pola sampel kontrol. Fase yang dominan adalah fase HAp dengan tiga puncak tertingginya, yaitu pada sudut 2θ = 31,96 o ; 32,36 o ; dan 33,06 o. Pada Gambar 6(a) terdapat satu puncak milik TKF. Puncak tersebut memiliki intensitas yang rendah yaitu pada 2θ = 18,14 o. Hasil XRD sampel dengan porogen lilin 20% (Gambar 6(b)) menunjukkan bahwa puncak tertinggi yang terbentuk adalah fase AKB dengan sudut 2θ = 32,04 o. Fase TKF terbentuk pada sudut 2θ = 18,2 o ; 34,28 o ; 40,04 o ; dan 46,92 o. Sedangkan fase HAp terbentuk antara lain pada sudut 2θ = 32,44 o ; 33,16 o ; dan 33,16 o. Pola XRD yang terbentuk pada sampel senyawa lebah 30% (Gambar 6(c)) memperlihatkan bahwa semua puncak yang terbentuk adalah milik HAp tanpa ada fase lain, dengan puncak tertinggi pada sudut 2θ = 31,865 o. Hasil XRD pada sampel senyawa kalsium fosfat dengan porogen lilin lebah 40% (Gambar 6(d)) menunjukkan bahwa puncak tertinggi adalah fase AKB pada sudut 2θ = 32,131 o. Pada sampel ini terdapat dua fase AKB lainnya dengan sudut 2θ = 29,341 o dan 40,258 o, sedangkan fase yang paling banyak muncul adalah TKF dengan sudut 2θ antara lain 22,163 o ; 32,538 o ; 34,732 o ; 35,544 o ; 43,942 o ; 50,795 o, dan 53,531 o. Fase HAp antara lain terbentuk pada sudut 2θ = 26,199 o; 28,122 o ; 33,269 o ; 47,03 o ; dan 49,847 o. Selain fase HAp, TKF, dan AKB juga terdapat satu puncak yang menunjukkan fase AKA yaitu pada 2θ = 31,4 o. Pola XRD pada sampel senyawa 50% (Gambar 6(e)) memperlihatkan bahwa fase yang dominan terbentuk adalah TKF dengan puncak tertinggi pada sudut 2θ = 31,21 o. Puncak tertinggi fase TKF berikutnya adalah pada 2θ = 13,847 o ; 17,097 o ; dan 34,569 o. Fase HAp memiliki tiga puncak tertinggi, yaitu pada 2θ = 25,982 o ; 28,014 o ; dan 31,942 o. Hasil XRD semua sampel dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa senyawa kalsium fosfat dengan porogen lilin 30% yang paling stabil karena semua puncaknya menunjukkan senyawa HAp. Sedangkan pada sampel lainnya masih terdapat senyawa kalsium fosfat yang belum stabil dan fase karbonat. Fase AKA dapat terbentuk pada suhu tinggi dan menggantikan posisi OH - dalam struktur HAp sedangkan fase AKB dapat terbentuk pada suhu rendah dan menggantikan ion (PO 4 ) 3-. Berdasarkan penelitian Deepak et al fase TKF dapat terbentuk mulai dari suhu 600 o C dengan bahan kalsium yang digunakan bersumber dari kalsium nitrat tetrahidrat (Ca(NO 3 ) 2 4H 2 O) yang direaksikan dengan di-ammonium hidrogen ortofosfat ((NH 3 ) 2 HPO 4 ). [28] Hasil parameter kisi sampel dapat dilihat pada Tabel 2. Parameter kisi dapat dihitung dengan menggunakan metode Cohen yang dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 2 menunjukkan tingginya persentase ketepatan yang dihasilkan dalam setiap sampel sehingga dapat dikatakan bahwa fase yang terkandung dalam sampel pada umumnya adalah HAp. Besarnya persentase ketepatan parameter kisi a pada kisaran 83,720 99,859, sedangkan untuk persentase ketepatan pada parameter kisi c pada kisaran 75,670 99,874. 9
10 Tabel 2 Parameter kisi sampel Parameter Ketepatan Kode Kisi (Å) (%) Sampel a=b c a=b c Kontrol 9,41 6,87 99,86 99,87 10% 9,44 6,89 99,81 99,83 20% 9,57 7,00 98,38 98,26 30% 9,48 6,93 99,34 99,32 40% 7,89 5,21 83,72 75,67 50% 9,51 6,96 99,02 98,80 Tabel 3 Ukuran kristal sampel 2θ β (deg) β (rad) D (nm) 25,88 0,178 0,003 45,776 26,04 0,212 0,004 38,447 26,14 0,205 0,004 39,768 26,012 0,136 0,002 59,929 26,199 0,379 0,007 21,513 25,982 0,352 0,006 23,153 Ukuran kristal pada bidang 0 0 2 dihitung menggunakan persamaan Scherrer. Pada Tabel 3 memperlihatkan ukuran kristal sampel berkisar antara 21,513 59,929 nm. Ukuran kristal yang diperoleh berbanding terbalik dengan nilai FWHM (full width at half maximum). Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa sampel dengan porogen lilin 30% memiliki ukuran kristal yang paling besar. 4.5 Karakterisasi SEM Senyawa Kalsium Fosfat Berpori dengan Porogen Lilin Lebah Morfologi sampel senyawa lebah dapat dilihat dengan menggunakan scanning electron microscopy (SEM). Gambar 7(a) 7(e) menunjukkan hasil SEM dari sampel dengan porogen lilin lebah yang disinterring pada suhu 900 o C. a) b) c) d) 10
11 e) Gambar 7 Hasil SEM senyawa kalsium fosfat dengan penambahan lilin lebah (a) 10%, (b) 20%, (c) 30%, (d) 40%, (e) 50% Keterangan gambar : : contoh pori mikro (pori yang terdapat di dalam butiran senyawa kalsium fosfat). : contoh pori makro (pori yang terdapat di antara butiran senyawa kalsium fosfat). Morfologi sampel senyawa lebah 10% terlihat membentuk butirbutir senyawa kalsium fosfat dan pori. Ukuran pori makro yang terbentuk ratarata mempunyai diameter 1,62 μm, sedangkan ukuran pori mikro yang terbentuk sekitar 0 0,5 μm. Senyawa lebah 20% (Gambar 7(b)) tidak menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap Gambar 7(a). Pori yang terbentuk hanya di tempat tertentu saja tidak menyebar dengan rata. Ukuran diameter pori makro yang terbentuk rata-rata sekitar 1,1 μm dan pori mikronya berukuran sekitar 0 0,5 μm. Morfologi senyawa kalsium fosfat dengan porogen 30% (Gambar 7(c)) memperlihatkan bentuk permukaan yang lebih kasar dan butir-butir senyawa kalsium fosfat mengelompok membentuk granula. Ukuran rata-rata pori makro yang terbentuk sekitar 1,2 μm dan ukuran pori mikro yang terbentuk berukuran 0 0,5 μm. Permukaan sampel dengan porogen lilin lebah 40% membentuk granula dan kasar dengan ukuran rata-rata pori makro yang terbentuk sekitar 1,14 μm, sedangkan ukuran pori mikro yang terbentuk berukuran sekitar 0 0,5 μm. Permukaan sampel dengan porogen lilin lebah 50% (Gambar 7(e)) memperlihatkan pori yang terbentuk lebih banyak. Permukaan sampel terlihat membentuk bongkahan atau granula dengan ukuran pori yang lebih besar dan lebih banyak dibandingkan dengan sampel 10%, 20%, 30%, dan 40%. Ukuran rata-rata pori makro yang terbentuk sekitar 1,74 μm dan ukuran rata-rata pori mikro yang terbentuk sekitar 0,245 μm. Semakin banyak porogen lilin lebah yang ditambahkan maka semakin besar pori yang terbentuk. 4.6 Karakterisasi FTIR Senyawa Kalsium Fosfat Berpori dengan Porogen Lilin Lebah Data hasil XRD didukung oleh data spektrokopi FTIR (Fourier transform infrared). Analisa FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi OH -, PO 3-2- 4, dan CO 3 yang terbentuk pada sampel. Hasil spektroskopi FTIR untuk porogen lilin lebah dapat dilihat pada Gambar 8(a) dapat diketahui dari pita transmitansi FTIR. Berdasarkan hasil analisa FTIR terlihat bahwa pada lilin lebah terdapat gugus fosfat (v 1 ) terdapat pada bilangan gelombang 968 cm -1 dan 984 cm -1, pada bilangan gelombang 432 cm -1 dan 470 cm -1 terdapat gugus fungsi fosfat (v 2 ). Gugus fungsi fosfat (v 3 ) ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1032 cm -1, 1055 cm -1, 1116 cm -1, dan 1196 cm -1, sedangkan gugus fungsi fosfat (v 4 ) terdapat pada bilangan gelombang 585 cm -1. Bilangan gelombang 720 menunjukkan gugus fungsi NH. Gugus fungsi C-OH terdapat pada bilangan gelombang 891 cm -1. Gugus fungsi amino bebas primer (NH 2 ) dan vibrasi CH 2 ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1220 cm -1 dan 1330 cm -1, 1346 cm -1, 1377 cm -1, dan 1398 cm -1, sedangkan bilangan gelombang 1417 11
12 cm -1, 1471 cm -1, dan 1311 menunjukkan gugus fungsi CO 3 (v 3 ). Bilangan gelombang 1737 cm -1 menunjukkan gugus fungsi C=O. Gugus fungsi CH 3 terdapat pada bilangan gelombang 2860 2918 cm -1. Bilangan gelombang 3368 cm -1 menunjukkan gugus fungsi OH. Hasil analisis FTIR menunjukkan bahwa pada sampel kalsium fosfat dengan porogen lilin lebah 30% telah terbentuk gugus fungsi PO 3-4, CO 2-3, dan OH - masing-masing pada panjang gelombang tertentu. Pita serapan untuk vibrasi fosfat (v 1 ) terdapat pada bilangan gelombang 961,98 cm -1, 1040,78 cm -1 dan 1092,79 cm -1 untuk vibrasi fosfat (v 3 ) sedangkan vibrasi fosfat (v 4 ) terdapat pada bilangan gelombang 570,58 cm -1 dan 601,91 cm -1. Keberadaan pita serapan gugus fosfat pada Gambar 8(b) menunjukkan HAp pada sampel telah terbentuk. Pita 2- serapan CO 3 terdapat pada bilangan gelombang 1458,28 cm -1. Keberadaan ion karbonat merupakan inhibitor dalam pembuatan senyawa kalsium fosfat. Gugus fungsi OH - terbentuk pada bilangan gelombang 632,34 cm -1, 3434,84 cm -1, 3572,14 cm -1, dan 3643,18 cm -1. Munculnya gugus fungsi OH - pada sampel menunjukkan bahwa di dalam sampel masih terkandung H 2 O. a) b) Gambar 8 Hasil FTIR (a) lilin lebah, (b) senyawa kalsium fosfat 30% Hasil spektroskopi FTIR pada sampel senyawa kalsium fosfat berpori dengan penambahan porogen lilin lebah 30% tidak menyebabkan perubahan fase pada senyawa kalsium fosfat yang terbentuk. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Senyawa kalsium fosfat merupakan salah satu biomaterial yang banyak digunakan dalam bidang medis. Senyawa kalsium fosfat berporogen lilin lebah dapat disintesis menggunakan metode sol gel dengan mereaksikan CaO sebagai sumber kalsium dan H 3 PO 4 sebagai sumber fosfat serta etanol 96% sebagai pelarut. Sedangkan penambahan porogen lilin lebah dengan senyawa kalsium fosfat yang dilakukan dengan metode sonikasi ditujukan agar pori yang terbentuk lebih menyebar dan seragam. CaO yang digunakan bersumber dari cangkang kerang darah (Anadara granosa Linn.) yang dikalsinasi pada suhu 1000 o C selama 5 jam. Penambahan porogen lilin lebah yang digunakan adalah sebanyak 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Hasil analisa XRD menunjukkan bahwa sampel dengan porogen lilin lebah 30% 12