Rismutia Hayu Deswati

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT

IDENTIFIKASI KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DI DESA BATILAP, KECAMATAN DUSUN HILIR, KABUPATEN BARITO SELATAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

ESTIMASI PRODUKSI PERIKANAN DAN KUNJUNGAN KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN JARING INSANG TETAP DAN BUBU DI KECAMATAN MEMBALONG KABUPATEN BELITUNG

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di

Oleh: Diterima: 18 Februari 2009; Disetujui: 1 September 2009 ABSTRACT

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom. Edi Sugiarto, M.Kom - Supply Chain Management dan Keunggulan Kompetitif

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, aktivitas mikroorganisme atau proses oksidadi lemak oleh udara

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

THE CONDITION OF MAIN FACILITY IN THE VILLAGE OF FISH MARKETING PAKNINGASAL BUKITBATU DISTRICT OF BENGKALIS REGENCY IN RIAU PROVINCE

KINERJA KEUNGGULAN BERSAING KOMODITAS MINAPOLITAN KABUPATEN KONAWE SELATAN

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

USAHA PERIKANAN IKAN ASAP SELAIS DI RANTAU KOPAR KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU

BAB 3 METODE PENELITIAN

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN TELUK MERANTI

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

HUBUNGAN FREKUENSI KEBERANGKATAN KAPAL 3 GT DENGAN JUMLAH LOGISTIK MELAUTNYA DI PPI DUMAI PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR ABSTRAK

Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(6): , Desember 2014 ISSN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

Time Efficiency Of Fish Landing Toward Mooring Time Sondong Fishing Boats In Pangkalan Pendaratan Ikan Dumai City Riau Province ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS KELEMBAGAAN PEMASARAN DAN MARGIN TATANIAGA HASIL PERIKANAN TANGKAP DIDESA BULUH CINA KECAMATAN SIAK HULU KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU By

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PASOKAN DAN DISTRIBUSI IKAN DARI PASAR TERATAK BULUH SERTA HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS DI SEKITAR LINGKUNGAN PERAIRAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB I PENDAHULUAN. besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

6 KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN JUMLAH ES DI PPS CILACAP

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

Penguatan Minapolitan dan Merebut Perikanan Selatan Jawa

PENGEMBANGAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

RENCANA STRATEGIS ( RENSTRA )

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III DESKRIPSI AREA

BAB I PENDAHULUAN. bawang merah belum terasa nikmat (Rahayu, 1998).

PROFIL KABUPATEN / KOTA

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

EFEKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) BUNTOK DALAM RANTAI PASOK PERIKANAN TANGKAP PERAIRAN UMUM DARATAN DI KABUPATEN BARITO SELATAN, KALIMANTAN TENGAH EFFECTIVENESS OF FISH LANDING BASE (PPI) BUNTOK SUPPLY CHAIN IN THE MARINE CAPTURE FISHERIES IN THE DISTRICT PUBLIC LANDS OF SOUTH BARITO, CENTRAL KALIMANTAN Rismutia Hayu Deswati Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Jalan K.S. Tubun, Petamburan 6, Slipi, Jakarta Pusat, 10260 Pos-el: rismutia.hd@gmail.com ABSTRACT Barito River is one of the typology of inland waters that has the potential of abundant fish resources as much as 3-4 million tons of fish everyday. Fisheries marketing purposes in the District of South Barito are divided into two, they are inside and outside the district. This study aims to determine the supply chain system of the fish and examine measures to improve the effectiveness of PPIs in the distribution of fisheries in the South Barito regency. Data were collected through observation and interviews with key informants. The method of analysis used in this study with supply chain analysis and gap analysis described descriptively. From the research, it can be concluded that it is still not optimal in the presence of PPI Buntok distribution fisheries in the South Barito regency which recorded only 15% of fish catches are marketed in PPI Buntok while 85% is marketed outside the district. It is therefore necessary building repairs PPI adequate physical and managerial improvement in the management of the PPI. Keyword: Effectiveness, Fish landing bases, Distribution, Supply chain ABSTRAK Sungai Barito adalah salah satu tipologi perairan umum daratan yang memiliki potensi sumber daya ikan berlimpah sebanyak 3 4 juta ton tiap harinya. Tujuan pemasaran perikanan tangkap di Kabupaten Barito Selatan terbagi menjadi dua, yaitu di dalam dan luar kabupaten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem rantai pasok ikan hasil tangkapan dan mengkaji langkah-langkah untuk meningkatkan efektivitas PPI dalam distribusi perikanan tangkap di Kabupaten Barito Selatan. Data dikumpulkan melalui hasil observasi dan wawancara dengan informan kunci. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini dengan analisis supply chain dan gap analysis yang dijelaskan secara deskriptif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa masih belum optimalnya keberadaan PPI Buntok dalam distribusi perikanan tangkap di Kabupaten Barito Selatan, yaitu tercatat hanya 15% ikan hasil tangkapan nelayan yang dipasarkan di PPI Buntok sedangkan 85% dipasarkan di luar kabupaten. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan fisik bangunan PPI yang memadai serta peningkatan pengelolaan manajerial di PPI tersebut. Kata kunci: Efektivitas, Pangkalan pendaratan ikan, Distribusi, Supply chain 71

PENDAHULUAN Perairan umum daratan di Indonesia luas dan memiliki berbagai tipologi berupa waduk, danau, lebak, sungai, dan rawa yang masingmasing memiliki karakteristik berbeda dan mengandung berbagai jenis sumber daya ikan. Sungai Barito yang terletak di Kabupaten Barito Selatan merupakan salah satu tipologi perairan umum daratan di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya ikan yang berlimpah. Oleh karena itu, nelayan menjadi mata pencaharian mayoritas bagi masyarakat di pesisir sungai. Dari berbagai jenis ikan yang tertangkap di Sungai Barito dan sungai sekelilingnya, seperti ikan gabus, kakapar, biawan, dan baung maka ikan gabus menjadi komoditas utama yang dihasilkan para nelayan. Produksi hasil tangkapan ikan gabus di kabupaten ini mencapai 3 5 ton setiap hari sedangkan produksi jenis ikan lainnya sebanyak 1 2 ton per hari (Diskannak Barito Selatan, 2012). Ikan-ikan hasil tangkapan nelayan Sungai Barito dipasarkan di dalam dan luar kabupaten. Di dalam kabupaten dipasarkan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Buntok, Pasar Jelapat, dan Pasar Lorong, sedangkan luar kabupaten dipasarkan di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan dan Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Salah satu infrastruktur yang penting keberadaannya dalam pemasaran ikan hasil tangkapan di perairan umum daratan adalah pelabuhan perikanan (PP) dan pangkalan pendaratan ikan (PPI). 1 Orientasi keberadaan dua jenis infrastruktur ini, yaitu memberikan pelayanan untuk mempermudah pemasaran hasil tangkapan dalam rangka membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan. Akan tetapi, kenyataan yang ada adalah masih belum optimalnya fungsi dari pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan sebagai market centre. Dalam penelitian Retno Muninggar 1 mengenai analisis supply chain dalam distribusi perikanan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu (PPNP) didapatkan hasil bahwa keberadaan PPNP merupakan salah satu infrastruktur yang harus dioptimalkan fungsi dan fisiknya agar bisa mendukung kesejahteraan nelayan. Dwi Aryanthi 2 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang) memberikan kesimpulan bahwa pengelolaan rantai pasok dari tiap-tiap anggotanya merupakan sebuah hal yang penting untuk memperlancar distribusi bagi produk yang sifatnya mudah rusak. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu didapatkan kesimpulan bahwa merupakan hal yang penting untuk mengkaji keefektifan kontribusi PPI Buntok dalam rantai pasok perikanan tangkap perairan umum daratan di Kabupaten Barito Selatan. Teori tentang rantai pasok (supply chain) yang sangat terkenal dipopulerkan oleh Michael Porter pada 1985 dalam bukunya Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance. Secara sederhana, Porter menyatakan bahwa rantai pasok adalah suatu pengakuan (recognition) nilai suatu produk yang diciptakan di dalam aktivitas perusahaan dan disalurkan kepada konsumen akhir dalam harga tertentu. Semua pelaku termasuk pabrik, pedagang, distributor, pengecer, dan konsumen berkontribusi dalam menciptakan nilai. Teori tersebut yang mendasari pentingnya mengkaji keefektifan dari PPI Buntok dalam distribusi perikanan tangkap di Kabupaten Barito Selatan. Mengingat sifat produk perikanan yang high perishable (mudah rusak) maka dibutuhkan manajemen rantai pasok yang efisien dan efektif. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Buntok memiliki arti penting bagi perekonomian masyarakat Kabupaten Barito Selatan yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan. PPI ini merupakan satu-satunya tempat pendaratan ikan yang resmi didirikan oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Barito Selatan. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat pelayanan untuk memperlancar aktivitas jual beli ikan antara nelayan dan pedagang. Akan tetapi, hingga saat ini PPI Buntok masih memiliki banyak permasalahan dalam fungsinya sebagai pusat pemasaran, di antaranya dari fisik PPI yang belum memadai untuk menampung banyak nelayan berlabuh, juga pengelolaan di dalam PPI itu sendiri. Beranjak dari permasalahan tersebut maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui alur rantai pasok perikanan tangkap di Kabupaten Barito Selatan dan mengkaji langkah yang konkret 72 Widyariset, Volume 18, Nomor 1, April 2015 71 78

untuk meningkatkan efektivitas PPI dalam rantai pasok perikanan tangkap di Kabupaten Barito Selatan. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah pada September 2013. Alasan pemilihan lokasi karena pada kabupaten ini terdapat Sungai Barito yang merupakan salah satu tipologi perairan umum daratan dengan sumber daya ikan berlimpah dan karena lokasi ini merupakan salah satu kawasan minapolitan berbasis perairan umum daratan. Pada suatu kawasan minapolitan, jalur distribusi atau rantai pasok merupakan salah satu bagian yang krusial. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung mengenai aktivitas pemasaran ikan yang dilakukan di PPI dan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur. Wawancara dilakukan dengan informan yang terdiri dari nelayan, pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer, petugas PPI Buntok serta perwakilan dari Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Barito Selatan. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari studi pustaka berupa pengumpulan informasi, baik dari media cetak maupun elektronik serta laporan dari dinas-dinas terkait, di antaranya BPS Kabupaten Barito Selatan, BPS Provinsi Kalimantan Tengah, Dinas Perikanan dan Peternakan, dan petugas dari PPI Buntok. Metode Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini ditekankan pada kajian mengenai efektivitas keberadaan PPI Buntok dalam rantai pasok perikanan tangkap Sungai Barito di Kabupaten Barito Selatan. Untuk keperluan analisis digunakan analisis supply chain berupa pengamatan dan analisis deskriptif mengenai kondisi supply chain atau rantai pasok yang ada di Kabupaten Barito Selatan yang melalui PPI Buntok. Analisis supply chain yang dimaksud di sini meliputi kajian terhadap aktivitas distribusi ikan hasil tangkapan di PPI Buntok dan gap analysis terhadap teori supply chain. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan di Kabupaten Barito Selatan Di Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah, terdapat satu sungai besar yang dikenal dengan nama Sungai Barito dengan banyak sungai kecil/ anak sungai di sekelilingnya. Panjang sungai sekitar 900 km dengan rata-rata kedalaman 8 m menjadikan sungai ini menjadi sungai terpanjang di Barito Selatan. Hal tersebut tentu menjadikan kabupaten ini memiliki potensi perikanan yang cukup besar sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Potensi perikanan tangkap jauh lebih banyak daripada perikanan budi daya dan meningkat setiap tahun. Data terakhir pada tabel tersebut dijelaskan bahwa hingga akhir 2008, jumlah produksi perikanan tangkap di Kabupaten Barito Selatan sebanyak 5.739,73 ton, jauh melebihi hasil perikanan budi daya yang hanya sebesar 994,57 ton. Jenis ikan perairan umum daratan yang banyak ditangkap oleh nelayan di wilayah ini, yaitu patin, lais, baung, toman, nila, lele, sepat siam, dan gabus. Teknik penangkapan dan alat tangkap yang digunakan di perairan sungai dan rawa seperti Sungai Barito terdiri atas macam-macam jenis. Berdasarkan cara dan waktu penggunaan, alat tangkap yang digunakan nelayan di Barito Selatan di antaranya selambau, bubu, kail, tampirai, dan jaring insang. Armada penangkapan di perairan umum daratan umumnya terdiri dari perahu dayung, perahu papan kecil, perahu papan sedang, motor tempel, dan kapal motor. Mayoritas jenis armada penangkapan di Sungai Barito dan sekitarnya adalah perahu dayung dan kapal motor tempel. Setidaknya, tiap nelayan pasti memiliki satu perahu dayung yang juga digunakan sebagai sarana transportasi. Penangkapan ikan di Sungai Barito dan sekitarnya memberikan hasil yang tertinggi pada musim Efektivitas Pangkalan Pendaratan... Rismutia Hayu Deswati 73

Tabel 1. Produksi Perikanan Perairan Umum Daratan (ton) Menurut Kecamatan di Kabupaten Barito Selatan No. Kecamatan Perikanan Darat Perikanan Tangkap Budi Daya Jumlah 1. Jenamas 900,85 261,80 1.162,65 2. Dusun Hilir 968,26 195,50 1.163,76 3. Karau Kuala 943,41 250,20 1.193,61 4. Dusun Selatan 1.060,20 298,15 1.358,40 5. Dusun Utara 1.019,79 99,85 1.119,64 6. G. Bintang Awai 806,67 64,15 870,82 Jumlah 5.699,23 1.169,65 6.868,88 Tahun 2007 5.739,63 1.005,21 6.744,84 Tahun 2008 5.739,53 994,57 6.734,10 Sumber: Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Barito Selatan, 2010 kemarau (Juni, Juli, dan Agustus), sedangkan hasil tangkapan minimal pada musim hujan (Desember, Januari, dan Februari). Gambaran Umum Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Buntok Pada rantai pasok pemasaran komoditas perikanan, pelabuhan perikanan merupakan infrastruktur yang sangat penting posisinya. Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan hingga pemasaran. 3 Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2006, pelabuhan perikanan di Indonesia diklasifikasikan menjadi empat, yaitu: 1. pelabuhan perikanan samudra 2. pelabuhan perikanan nusantara 3. pelabuhan perikanan pantai, dan 4. pangkalan pendaratan ikan Pengklasifikasian di atas berdasarkan pada fungsi dan luas dermaganya. Di Kabupaten Barito Selatan terdapat pangkalan pendaratan ikan yang bernama PPI Buntok yang didirikan oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Barito Selatan yang diharapkan fungsinya sebagai market centre dari usaha perikanan di sana, baik perikanan tangkap maupun budi daya. Bangunan PPI tersebut tidak besar dan digabung dengan pasar tradisional yang juga menjual komoditas lain selain perikanan, dengan jam operasional pemasaran produk perikanan di PPI antara pukul 00.00 05.00 WIB. Pada awal berdiri, PPI ini berfungsi dengan baik karena mayoritas nelayan, pembudidaya, dan pengumpul menjual hasil produksinya di sana. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, PPI ini mulai ditinggalkan dan para pelaku usaha mencari jalur pemasaran sendiri. Fenomena ini terjadi disebabkan beberapa faktor di antaranya: (a) Luas dermaga yang kurang memadai. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, kriteria teknis dari sebuah bangunan dapat dikatakan sebagai pangkalan pendaratan ikan adalah panjang dermaga minimal 50 m dan mampu menampung 20 kapal berukuran 3 GT secara bersamaan. Akan tetapi, kondisi fisik dari PPI Buntok jauh dari syarat tersebut. Panjang dermaga tidak mencapai 50 m dan hanya mampu menampung maksimal 10 perahu secara bersamaan. Tidak memadainya dermaga tersebut membuat nelayan dan pedagang malas mendatangi PPI karena harus bersaing untuk mendapatkan tempat berlabuh. (b) Lokasi PPI Buntok yang tidak strategis. PPI Buntok terletak di Buntok, Kecamatan Dusun Hilir. Sebenarnya, lokasi ini terletak di ibu kota kabupaten, tetapi jaraknya sangat jauh dari desa nelayan dan hanya bisa ditempuh melalui jalur perairan. Jarak tempuh dari Desa Batilap dan Batampang menuju PPI Buntok mencapai empat jam untuk sekali jalan dengan menggunakan kapal cepat (speed boat). Tentu keadaan ini merugikan nelayan dan pengumpul yang harus mengeluarkan biaya lebih banyak. 74 Widyariset, Volume 18, Nomor 1, April 2015 71 78

Gambar 1. Aktivitas Jual Beli di PPI Buntok (c) Tingkat harga di PPI Buntok lebih rendah. Tingginya harga beli ikan yang diperoleh menjadi hal yang sangat diinginkan oleh setiap nelayan yang dampaknya juga akan menguntungkan pengumpul. Melihat fungsi PPI Buntok sebagai market centre, seharusnya kegiatan jual beli hasil perikanan terpusat di PPI tersebut dengan tingkat harga tinggi. Namun kenyataannya, harga yang berlaku di PPI terkadang jauh lebih rendah daripada harga yang ditawarkan oleh pedagang dari luar kabupaten. Rantai Pasok (Supply Chain) Ikan Hasil Tangkapan di Kabupaten Barito Selatan Terdapat dua saluran rantai pasok dari ikan hasil tangkapan para nelayan di Sungai Barito dan sekitarnya. Kedua saluran ini memiliki anggota yang berbeda dengan nilai yang berbeda juga. Saluran 1. Nelayan è Pengumpul è PPI Buntok è Pengecer è Konsumen Akhir Pada saluran ini, nelayan menjual 100% ikan hasil tangkapannya setiap hari kepada pedagang pengumpul, baik dari satu desa yang sama maupun dari desa luar. Sistem pembayaran yang dilakukan adalah tunai, yaitu pengumpul langsung membayar secara tunai setiap jumlah ikan yang dijual oleh nelayan. Penentuan harga berdasarkan harga terakhir yang berlaku di pasar. Kemampuan pengumpul menampung ikan bergantung pada modal yang dimiliki. Rata-rata satu pengumpul bisa membeli dari 5 6 nelayan dalam satu hari yang mencapai jumlah 800 1.000 kg per hari. Semua jenis ikan hasil tangkapan diterima oleh pengumpul yang kemudian dipisahkan dalam bak-bak sesuai dengan jenisnya masing-masing. Dari ikan yang terkumpul, sebanyak 15% dibawa ke PPI Buntok. Setiap pukul 00.00 WIB, para pengumpul merapat ke PPI untuk menjual ikanikan kepada pengecer yang datang. Pengecer yang datang berasal dari dalam ataupun luar kabupaten. Sistem pembayaran yang berlaku adalah utang dengan waktu maksimal dua hari. Oleh karena itu, terjadi ikatan antara pengumpul dan pengecer sehingga tidak bisa berganti-ganti orang. Para pedagang, pengumpul dan pengecer yang melakukan transaksi jual beli di PPI Buntok tidak dikenakan biaya tetapi hanya berupa retribusi sebesar Rp 00/kg ikan (gratis). Dari pengecer, ikan tersebut dijual ke konsumen rumah tangga dan rumah makan. Selisih harga yang terjadi antaranggota di rantai pasok pertama ini tidak terlalu jauh, sekitar Rp3.000,00 Rp5.000,00 antara harga jual nelayan dan harga yang harus dibayarkan oleh konsumen akhir. Saluran 2: Nelayan è Pengumpul è Pedagang Besar Banjar è Pengecer Banjar è Konsumen Akhir Pada saluran 2 ini, ikan-ikan yang diterima pengumpul dari nelayan sebanyak 85% dijual ke pedagang besar yang datang dari Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Pedagang besar tersebut mendatangi para pengumpul dua hari sekali menggunakan kapal besar bermuatan lima ton, dalam satu kali pengangkutan bisa mencapai lima ton ikan dari 2 3 pengumpul. Sistem pembayaran yang berlaku adalah utang sekitar 3 7 hari. Oleh pedagang besar, ikan tersebut di pasar kan di Efektivitas Pangkalan Pendaratan... Rismutia Hayu Deswati 75

Gambar 2. Rantai Pasok (Supply Chain) Perikanan di Kabupaten Barito Selatan Tabel 2. Gap Analysis antara Teori Supply Chain dan Supply Chain di Kabupaten Barito Selatan Supply Chain Ideal Supply Chain di PPI Buntok Perbaikan yang Dilakukan PPI mampu menampung 20 kapal berukuran 3 GT pada waktu bersamaan Tersedia sistem informasi mengenai aliran suplai, teknologi, dan pemasaran Menerapkan teknologi Terdapat manajer atau unit petugas tertentu untuk mengatur supply chain Terdapat lembaga keuangan formal yang bisa membantu dan menjamin harga ikan lebih tinggi Sumber: Data yang diolah Hanya bisa menampung maksimal 10 kapal berukuran 3 GT Belum ada koordinasi antara nelayan, pedagang, dan petugas PPI Penerapan teknologi (penyimpanan dan pengolahan ikan) masih belum tersedia Sudah ada pegawai honorer yang ditempatkan untuk mengelola PPI, tetapi hanya terbatas pada fungsi umum belum spesifik Belum terdapat koperasi, permodalan terikat pada pengumpul Perluasan dermaga pelabuhan agar sesuai dengan syarat yang ditetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Peningkatan koordinasi antarpihak untuk penyediaan informasi Bekerja sama dengan pemerintah daerah berkaitan mengenai teknologi yang bisa diterapkan di PPI Buntok Penambahan pegawai atau unit yang mengatur supply chain dan fungsifungsi lain Pembentukan koperasi yang dilakukan oleh dinas untuk membantu nelayan Kabupaten Banjar melalui pedagang pengecer yang mendatangi mereka dengan pembayaran bersifat tunai. Anggota terakhir dari saluran 2 ini adalah konsumen rumah tangga di Kabupaten Banjar. Perbedaan harga tidak terjadi secara merata, yakni penetapan harga jual yang paling besar dilakukan oleh pedagang besar yang datang dari luar kabupaten tersebut. Pada saluran ini harga ikan yang dibeli dari nelayan bisa memiliki selisih hingga Rp15.000,00/kg dengan harga yang diterima konsumen akhir di Banjar. Kedua rantai pasok yang terdapat di Kabupaten Barito Selatan bisa terlihat di Gambar 2. Berdasarkan hasil wawancara, pengumpul lebih memilih menjual kepada pedagang besar langsung daripada melalui PPI karena akses yang lebih mudah, hemat biaya, fasilitas PPI kurang memadai, dan menampung banyak kapal serta harga yang ditetapkan di luar kabupaten lebih tinggi. Gap Analysis Antara Teori Supply Chain dan Supply Chain di Kabupaten Barito Selatan Menurut Pujawan, 4 fungsi supply chain tidak hanya terbatas pada kegiatan fisik seperti memproduksi dan mengangkut barang dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga fungsi-fungsi nonfisik, seperti perencanaan, dan riset pasar. Marshal Fisher dalam Pujawan 4 membuat klasifikasi kegiatan supply chain menjadi dua, yaitu kegiatan 76 Widyariset, Volume 18, Nomor 1, April 2015 71 78

mediasi pasar dan kegiatan fisik. Kegiatan mediasi pasar bertujuan untuk mencari titik temu apa yang diinginkan oleh konsumen dengan apa yang dibuat dan dikirim oleh supply chain. Kegiatan fisik lebih pada kegiatan mendapatkan bahan baku, mengonversi bahan baku menjadi produk jadi, menyimpan, dan mengirimkan ke konsumen. Sementara itu, menurut Siagian, 5 supply chain yang efektif dilengkapi dengan sistem informasi logistik yang bertujuan untuk mengumpulkan dan memanfaatkan data perusahaan/organisasi sebagai dasar pengambilan keputusan tentang strategi yang akan digunakan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16/2006 menjelaskan bahwa pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran. Oleh karena itu, PPI Buntok sebagai salah satu anggota supply chain di Kabupaten Barito Selatan perlu dievaluasi fungsinya dengan menggunakan analisis gap. Gap atau kesenjangan adalah suatu keadaan ketika terjadi perbedaan antara kondisi ideal supply chain dan kondisi riil supply chain di Kabupaten Barito Selatan yang melalui PPI Buntok. Hasil analisis gap tersebut seperti disajikan pada Tabel 2. KESIMPULAN Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Buntok merupakan anggota penting dari rantai pasok (supply chain) yang berfungsi sebagai market centre perikanan tangkap di Kabupaten Barito Selatan. Namun, dari kondisi fisik, luas dermaga dan pengelolaan manajerial belum memenuhi standardisasi pangkalan pendaratan ikan yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sebanyak 85% ikan hasil tangkapan nelayan dipasarkan ke luar kabupaten, tepatnya Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, dan sisanya dipasarkan di PPI Buntok. Tingginya pemasaran ke luar kabupaten disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya jarak jauh yang harus ditempuh menuju PPI Buntok, luas dermaga PPI Buntok tidak bisa menampung banyak kapal yang berlabuh untuk transaksi jual beli, dan harga yang ditetapkan di PPI Buntok lebih rendah. Diperlukan koordinasi supply chain yang efektif. Hal ini terlihat dari masih banyaknya permasalahan yang terjadi di PPI Buntok, di antaranya belum adanya koordinasi yang baik PPI Buntok dengan nelayan dan pedagang yang terlihat pada belum tersedianya fasilitas penyimpanan ikan untuk menjamin kualitas serta belum adanya informasi tertulis mengenai jumlah pedagang, harga ikan berlaku, dan data terkait lainnya. Hasil analisis gap antara teori supply chain yang ideal dan supply chain yang ada di Kabupaten Barito Selatan menyatakan perlu ada perbaikan di beberapa sektor, yaitu perluasan dermaga pangkalan agar bisa menampung kapal lebih banyak, peningkatan sistem informasi mengenai aliran suplai dan harga produk perikanan, koordinasi dengan pemerintah daerah mengenai bentuk teknologi yang bisa diterapkan di PPI Buntok, dan penambahan pegawai atau unit di PPI Buntok untuk mengatur supply chain dan pengelolaan PPI. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Mustakkim dan Bapak Sahandrianto selaku pegawai Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Barito Selatan yang sudah memberikan informasi dan pelajaran berharga mengenai perikanan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Achmad Azizi yang telah membantu dalam pengumpulan dan pengolahan data. Selain itu, terima kasih atas ilmu dan bimbingan Bapak Prof. Dr. Erman Aminullah selaku dosen pembimbing penyusunan karya tulis ilmiah ini dalam Diklat Jabatan Fungsional Peneliti Tingkat Pertama Gelombang XV Tahun 2013. DAFTAR PUSTAKA 1 Muninggar, R. 2008. Analisis Supply Chain dalam Aktivitas Distribusi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPNP). Buletin PSP 17(3). 2 Aryanthi, D. 2011. Analisis Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Efektivitas Pangkalan Pendaratan... Rismutia Hayu Deswati 77

3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pelabuhan Perikanan. 4 Pujawan, I.N. 2005. Supply Chain Management. Surabaya: Penerbit Guna Widya. 5 Siagian, Y.M. 2005. Aplikasi Supply Chain Management dalam Dunia Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Widyasarana Indonesia. PUSTAKA LAIN YANG DIACU Dewi, R. M. 2011. Analisis pengembangan strategi community based marketing produk sepeda motor (studi kasus: PT Yamaha Motor Kencana Indonesia). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Oentoro, D. 2010. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Penerbit LaksBang PRESSindo. Setyawan, F. 2009. Analisis Rantai Pasokan Sayuran Unggulan Dataran Tinggi di Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ballou, R. H. 2004. Business Logistic : Supply Chain Management Strategy, Planning, And Operation. Prentice Hall, New Jersey. Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pelabuhan Perikanan. Lembaran Negara RI Tahun 2006. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan. Chopra, S dan P. Meindhl. 2004. Supply Chain Management, Strategy, Planing, and Operation. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. Nijikuluw, V. 2002. Rezim pengelolaan sumberdaya perikanan. Jakarta: Penerbit Pustaka Cindesindor. 78 Widyariset, Volume 18, Nomor 1, April 2015 71 78