VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

dokumen-dokumen yang mirip
V. ANALISIS DAN SKENARIO KEBIJAKAN PAJAK EMISI GAS CO 2

BAB IV. BASELINE ANALISIS

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan bahan bakar minyak yang ketersediaannya semakin

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Semakin berkembangnya teknologi kendaraan bermotor saat ini

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Perkiraan Konsumsi Energi Final

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur

Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

OVERVIEW PROGRAM KONSERVASI ENERGI DAN REDUKSI EMISI DI SEKTOR INDUSTRI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN I-1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat

KONVERSI ENERGI DI PT KERTAS LECES

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

JIKA SUBSIDI BBM DIPATOK RP PER LITER

PERANAN INSTRUMEN EKONOMI DALAM MENGURANGI EMISI GAS CO 2

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN. saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil analisa deskriptif kualitatif ketujuh aspek yang diteliti terhadap

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang pada gilirannnya akan berdampak pada terhambatnya roda

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis Penggunaan Venturi..., Muhammad Iqbal Ilhamdani, FT UI, Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM)

I. PENDAHULUAN. produksi minyak per tahunnya 358,890 juta barel. (

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

PERANAN PAJAK EMISI GAS CO 2 BAHAN BAKAR FOSIL DALAM MENGURANGI DAMPAK LINGKUNGAN. SUATU PERSPEKTIF UNTUK INDONESIA KEMAS FACHRUDDIN

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai

2012, No BAB I PENDAHULUAN

Iklim Perubahan iklim

PENDAHULUAN Latar Belakang

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam Asam650 MW 10 Unit DalamRangkaInterkoneksi Kalimantan - Jawa. OLEH : Gilang Velano

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

SOLUSI PENGHEMATAN BENSIN DENGAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI SEDERHANA GEN TANDON SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL Oleh: Benny Chandra

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI...

III. METODE PENELITIAN

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

ll. TINJAUAN PUSTAKA cepat. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan energi. Kebutuhan energi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi proses produksinya sebagai syarat untuk bisa terus bertahan di tengah

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai kemampuan daya dukungnya dengan

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

Transkripsi:

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1 Kesimpulan 1. Model DICE ( Dinamic Integrated Model of Climate and the Economy) adalah model Three Boxes Model yaitu suatu model yang menjelaskan dampak emisi gas CO 2 terhadap pemanasan global dan perubahan iklim karena meningkatnya konsentrasi emisi gas CO 2 di atmosfir. Meningkatnya konsentrasi emisi gas CO 2 akan berdampak pada meningkatnya radiative forcing yang ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata permukaan global. Kenaikan suhu ratarata global akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi setiap negara melalui perubahan output nasional (GDP). Pajak emisi gas CO 2 atau pajak karbon untuk Indonesia dapat dijelaskan melalui model DICE yang telah dimodifikasi dan variabel dalam model disesuaikan dengan kondisi Indonesia. 2. Simulasi model juga menunjukkan bahwa makin besar nilai rate of social time preference (R) maka semakin tinggi kenaikan suhu rata-rata permukaan global dan semakin kecil pajak emisi yang dikenakan untuk setiap unit bahan bakar dan semakin kecil level pengendalian (control rate) yang diperlukan. 3. Hasil simulasi model dengan program GAMS ( General Algebraic Modelling System ) menunjukkan bahwa pada skenario optimal dengan rate social time preference sebesar 3% maka tingkat pendapatan per kapita tidak mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kondisi Base Case yaitu suatu kondisi dimana GDP bertumbuh sebesar 5% per tahun dan pertumbuhan penduduk sebebsar 1,2% per tahun. Pada skenario optimal pajak karbon untuk BBM akan berada pada kisar USD 54,2 USD 8714 untuk periode 1990-2019 dan pajak emisi gas CO 2 akan berada pada kisar USD 0,00 USD 2376 per ton. Sedangkan untuk batubara pajak emisi gas CO 2 berada pada kisar USD 0,00 USD 4373,2 per ton batubara. Nilai tersebut ekivalen dengan USD 0,00

122 USD 5,20 per liter untuk emisi gas CO 2 bahan bakar minyak. Pendapatan per kapita pada skenario optimal berada dibawah skenario base, tetapi masih berada diatas skenario reduction. 4. Berdasarkan analisis sensitivitas dengan menggunakan berbagai nilai rate of social time preference (R), maka output dari model menunjukkan bahwa nilai social time preference 5% dan 6% memberikan nilai pajak optimal yang rendah relatif dibandingkan jika menggunakan nilai dari R3% (gambar 80). Jika kondisi optimal dengan R3% akan dipakai sebagai suatu skenario, maka level pengendalian terhadap emisi dari kondisi yang ada pada saat ini berada pada level 40-99%. Dengan menggunakan skenario ini maka hampir sepanjang tahun selama periode 1990 2019 level pengendalian tersebut berada pada kisar 40-99% (lihat gambar 82). Dengan nilai R 5% pada skenario optimal hasil simulasi menunjukkan tingkat GDP lebih tinggi relatif jika model mengunakan nilai R6% tetapi lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan R3%. Pendapatan per kapita pada skenario optimal dengan nilai R5% dan 6% masih berada diatas rata-rata skenario Base Case (gambar 84) sedangkan pendapatan menggunakan nilai R5% sedikit berada diatas 5. R6%. Berdasarkan output model dengan skenario optimal biaya abatement berkisar antara 0,1-6,7% dari GDP untuk periode 1990-2019. Pajak karbon berada pada kisar USD 3,90 USD 40,35 per ton karbon atau pajak emisi gas CO 2 sama dengan USD 1,06 USD11,00 per ton. Besarnya pajak emisi gas CO 2 tersebut ekivalen dengan USD 0,002 USD 0,024 per liter BBM untuk periode tahun 1990-2019. Pajak emisi gas CO 2 untuk batubara berada pada kisar USD 1,959 USD 20,251 per ton. 6. Berdasarkan estimasi tren emisi gas CO 2 Indonesia untuk periode 1990-2019, maka perkiraan penerimaan pajak emisi CO 2 pada kondisi optimal untuk sektor BBM adalah antara USD 232,52 juta USD 1.585,6 juta per tahun dan penerimaan pajak CO 2 yang berasal dari

123 batubara berkisar antara USD 81,4 juta USD 777,219 juta untuk periode yang sama. Perkiraan total penerimaan untuk BBM dan batubara berkisar USD 457,6 juta USD 2.362,8 juta untuk periode tahun1990-2019 (gambar 88). 7. Variabel kebijakan MIU ( μ ) untuk nilai R5% pada skenario optimal berada pada kisar 0,2 0,8 ( 20% -80%). Artinya jika pembuat kebijakan akan memilih skenario optimal, pengurangan emisi dari kondisi yang ada pada saat ini akan berada pada kisar 20% sampai dengan 80 % untuk periode 1990-2019. Selama periode 2012 sampai 2016 nilai MIU(μ) berada pada kisar 60-100% 8. Total konsumsi bahan bakar terhadap penduga parameter 89% dapat diterangkan oleh variabel bahan bakar dan pendapatan. Koefisien diterminasi antara bahan bakar dan total konsumsi adalah sebesar 82,5% dan koefisien antara total konsumsi terhadap pendapatan sebesar 72,8%. Model ekonometrik juga menjelaskan bahwa harga bahan bakar tidak elastis terhadap total konsumsi. 6.2 Implikasi Kebijakan 1. Emisi antropogenik yang disebabkan oleh bahan bakar minyak (BBM) yang berupa emisi gas CO 2 pada saat ini terus meningkat. Indonesia tidak termasuk kedalam negara yang harus mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama CO 2 sebagai mana yang telah ditetapkan dalam Protokol Kyoto, tetapi Indonesia sudah meratifikasi protokol tersebut sebagai komitmen dalam bekerja sama dengan negara lain untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Penurunan tingkat emisi oleh suatu negara tidak memiliki dampak pada berkurangnya konsentrasi CO 2 di atmosfir, hal ini berimplikasi bahwa tingkat penurunan tersebut harus dilakukan melalui komitmen bersama oleh semua negara penghasil emisi gas rumah kaca khususnya emisi gas CO 2.

124 2. Sebagai salah satu intrumen ekonomi, maka pajak emisi gas CO 2 atau pajak karbon dapat digunakan sebagai alternatif dari kebijakan pengawasan dan pengendalian (command and control) yang ada pada saat ini. Dengan adanya pajak emisi gas CO 2 atau pajak karbon terhadap bahan bakar minyak dan batubara, maka setiap individu diharapkan dapat bertanggung jawab dan bijaksana dalam menggunakan setiap unit BBM. Sebagai salah satu faktor untuk penghematan energi, maka pajak emisi gas CO 2 atau pajak karbon diharapkan dapat merubah pola konsumsi masyarakat terhadap energi khususnya BBM. Faktor lain yang akan mempengaruhi penghematan energi adalah perubahan teknologi. Dengan instrumen ekonomi yang berupa pajak emisi maka pencemar memiliki pilihan dan tidak harus mengganti alat produksi atau peralatan yang ada pada saat ini karena adanya penerapan peraturan yang bersifat perintah dan awasi (command and control), peralatan yang lama dapat tetap dioperasikan sejauh pencemar memberikan kompensasi dari konsekuensi tindakan yang diambil melalui pembayaran pajak emisi. Dengan mekanisme pajak emisi, penggantian peralatan, mesin-mesin produksi dan kendaraan dapat dilakukan secara bertahap dengan tetap melakukan efisiensi energi dan mengurangi kerusakan lingkungan. Hal ini sulit dilakukan jika pembuat kebijakan hanya 3. menggunakan Dengan adanya instrumen pajak karbon regulasi atau yang pajak bersifat emisi top-down. gas CO 2, maka setiap individu akan mencari keseimbangan dimana konsumen akan menggunakan setiap peralatan produksi yang hemat energi tetapi disisi lain pihak produsen akan berusaha untuk melakukan penelitian dan pengembangan didalam menemukan efisiensi penggunakan BBM secara terus menerus jika mereka menginginkan produk mereka akan tetap berada dipasaran. Pajak emisi gas CO 2 akan memberikan signal kepada masyarakat untuk berpindah dari BBM kepada energi alternatif. Hal ini disebabkan karena bekerjanya mekanisme harga. Perubahan harga akan mempengaruhi perubahan teknologi melalui

125 proses peningkatan penelitian dan pengembangan dari energi yang berbasis karbon kepada yang bukan karbon. 4. Yang perlu diperhatikan oleh pembuat kebijakan bahwa pendapatan pajak karbon atau emisi tidak dapat diberlakukan sebagai kebijakan fiskal sebagaimana pendapatan yang diterima oleh negara dari sumber pajak yang ada pada saat ini. Pendapatan pajak emisi harus disiklus ulang melalui mekanisme khusus yang bertujuan agar penghasilan tersebut dapat digunakan untuk kegiatan lingkungan, seperti memberikan insentif kepada pihak-pihak yang mengembangkan energi substitusi, kemudahan impor bagi pihak manufaktur yang melakukan produksi bersih, lembaga penelitian ataupun perguruan tinggi yang melakukan penelitian efisiensi energi dan pihak produsen yang dengan kesadarannya ikut mengurangi emisi. 6. Emisi merupakan eksternalitas negatif, maka dengan pendapatan dari pajak emisi gas CO 2 eksternalitas tersebut dapat dikompensasi kepada pihak yang paling dirugikan. Pihak masyarakat yang rentan terhadap dampak eksternalitas tersebut pada umumnya adalah masyarakat yang pendapatannya rendah. Kompensasi ini dapat diberikan seperti pembebasan biaya sekolah dan kesehatan. 7. Pajak sudah dipastikan akan menghilangkan subsidi. Subsidi energi yang diberikan pemerintah saat ini bukan merupakan jalan keluar untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, karena biaya BBM yang murah dalam jangka panjang akan menjadi beban Nasional. BBM yang murah mengakibatkan banyak energi terbuang dan membuat kebiasaan pemborosan energi yang sulit dirubah. Penghilangan subsidi hanya akan berdampak dalam jangka pendek, karena berdasarkan output model penelitian pajak emisi tidak menurunkan pendapatan per kapita masyarakat. 8. Pembuat kebijakan memiliki opsi didalam menerapkan pajak emisi, karena pajak karbon seharusnya diterapkan dihulu (upstream)

126 sedangkan pajak emisi gas CO 2 terhadap konsumen akhir. Jika pajak diterapkan dihulu, maka itu sama artinya dengan menaikkan per satuan unit BBM atau energi sebelum dipakai oleh konsumen di hilir. Pilihan lain adalah pajak dapat dikenakan sesuai dengan proporsi tingkat emisi yaitu dengan menggunakan pajak karbon di hulu dan pajak emisii gas CO 2 pada konsumen akhir. 9. Hasil dari model ekonometri menunjukkan bahwa BBM dalam hal ini bensin dan solar secara statistik memiliki elastisitas lebih kecil dari satu (0,130) terhadap konsumsi BBM. Jika harga BBM naik sebesar 1%, maka tingkat konsumsi hanya akan berpengaruh sebesar 0,130 %. Hal ini merupakan signal penting bagi pembuat kebijakan karena kenaikan harga energi yang disebabkan oleh pajak emisi gas CO 2 tidak berdampak signifikan terhadap konsumsi energi. Informasi ini penting bagi Pemerintah dalam menerapkan kibijakan pajak. Pemerintah memiliki pilihan apakah pajak akan diberlakukan sebagai penghasilan pendapatan negara atau bertujuan untuk perbaikan lingkungan. 10. Karena sifatnya yang transparan, maka pajak emisi adalah lebih mudah terlihat dibandingkan dengan pembatasan emisi melalui command and control, maka mengenalkan pajak emisi gas CO 2 sebagai suatu instrumen baru akan lebih sulit dari pada merubah kebijakan yang ada pada saat ini. Proses ini yang memerlukan dukungan politik dari semua lembaga terkait termasuk masyarakat. Pajak emisi akan memicu pihak industri menjadi penentang utama, terutama dari kelompok industri yang sangat berpengaruh, karena industri merupakan konsumen energi terbesar. Oleh karena itu perlu sosialisasi yang baik dan waktu yang cukup didalam mengenalkan instrumen pajak emisi gas CO 2. 11. Model penelitian ini menggunakan variabel total faktor produktivity (TFP) sebagai variabel eksogen. Disarankan untuk dilakukan

127 penelitian lanjutan untuk mencari nilai TFP dengan cara menjadikan variabel ini sebagai variabel endogen yang spesifik untuk Indonesia. 12. Penelitian lebih lanjut juga perlu dilakukan untuk mencari nilai exponent cost control function (b 2 ) yang paling sesuai untuk Indonesia. Faktor exponent of cost control function sebesar 2,887 akan berpengaruh dalam menentukan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi kerusakan sebagai fraksi dari pengeluaran nasional.