BAB I PENDAHULUAN. keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penting, karena tanah mempunyai nilai ekonomi, ekologi dan nilai sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara agraris yang kehidupan masyarakatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasar, karena hampir sebagian besar aktivitas dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

ini menjadikan kebutuhan akan tanah bertambah besar. Tanah mempunyai kemakmuran, dan kehidupan. Hal ini memberikan pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini karena hampir sebagian besar aktivitas dan kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I P E N D A H U L U A N. aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab terakhir ini, penulis akan mengemukakan kembali hal-hal pokok

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP)

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya tanah bagi manusia, menyebabkan tanah mempunyai nilai tinggi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal juga sebagai sumber penghidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. terhadap persepsi yang berbeda, perbedaan-perbedaan tersebut dapat pula

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

ialah sebagai Negara yang berdasarkan pancasila, sila pertamanya ialah

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dalam mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil dan

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wiwit Khairunisa Pratiwi, 2015

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari tanah. Manusia. membutuhkan tanah dalam segala macam aspek kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang dikarenakan berkembangnya globalisasi kehidupan. Segala

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

Pertanyaan: Ringkasan Jawaban: Analisa. 1. Surat Tanah di Indonesia. Dapat kah dilakukan amandemen nama pemilik pada surat tanah?

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum 1. antar warga negara, yakni antara individu satu dengan individu yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Transkripsi:

11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada sebagian orang, tanah dianggap sesuatu yang sakral karena adanya keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati pula tanah merupakan salah satu simbol status sosial bagi seseorang yang akan selalu dipertahankan. Bertambahnya jumlah penduduk dan laju perekonomian yang tinggi juga memiliki dampak terhadap tanah. Tanah akan menjadi obyek yang selalu dibutuhkan dan permintaannya pun akan semakin meningkat, sehingga membuat permasalahan mengenai sengketa pertanahan sering terjadi. Persediaan tanah yang terbatas dengan harga yang semakin meningkat membuat pentingnya peranan hak atas tanah tersebut. Tanah memiliki nilai yang sangat penting karena mempunyai tiga komponen yang melekat, antara lain: 9 1. Tanah mempunyai manfaat bagi pemilik atau pemakainya. Sumber daya tanah mempunyai harapan di masa depan untuk menghasilkan pendapatan dan kepuasan serta mempunyai produksi dan jasa. 2. Komponen penting yang kedua adalah kurangnya supply, maksudnya di satu pihak tanah berharga sangat tinggi karena permintaannya, tetapi di lain pihak jumlah tanah tidak sesuai dengan penawarannya. 9 Bambang Tri Cahyo, 1983, Ekonomi Pertanahan, Liberty, Yogyakarta, hlm. 16. 1

12 3. Komponen ketiga adalah tanah mempunyai nilai ekonomis. Untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, negara berusaha memberikan jaminan perlindungan dengan mengadakan pendaftaran tanah yang bersifat recht kadaster. Pada tanggal 24 September 1960, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Lembaran Negara Nomor 104 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043 (UUPA) yang berarti sejak saat itu Indonesia telah memiliki hukum agraria yang bersifat nasional, meskipun yang diatur di dalamnya baru hal-hal yang pokok saja. UUPA mempunyai maksud dan tujuan meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hakhak atas tanah di seluruh Indonesia. 10 Jaminan kepastian hukum ini tercantum dalam ketentuan Pasal 19 ayat 1 UUPA yang menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan pelaksana dari Pasal 19 UUPA diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menegaskan jaminan kepastian hukum dari pendaftaran tanah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA, yaitu : 10 Lihat penjelasan umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria.

13 1. Untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. 2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk pemerintah, agar dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuansatuan rumah susun yang sudah terdaftar. 3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pemerintahan. Hasil dari kegiatan pendaftaran tanah yaitu pemilik tanah akan mendapatkan tanda bukti berupa sertipikat tanah yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat. Sertipikat tanah merupakan produk akhir dari pendaftaran tanah yang memberikan jaminan bahwa pemegang sertipikat adalah benar pemilik hak atas tanah yang dapat melakukan perbuatan hukum atas tanah yang tercantum dalam sertipikat, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Sertipikat tanah dikatakan alat bukti yang bersifat mutlak yaitu apabila tidak ada gangguan atau gugatan terhadap sertipikat tersebut dalam jangka waktu 5 tahun sejak sertipikat diterbitkan. Suatu bidang hak atas tanah yang belum didaftarkan, maka bidang tanah tersebut tidak mempunyai bukti kepemilikan berupa sertipikat hak atas tanah. Apabila tanah yang belum bersertipikat tersebut pernah didaftar untuk keperluan pemungutan pajak tanah, maka biasanya bukti kepemilikan hak atas tanah tersebut berupa pipil, petuk, letter C dan bukti-bukti pajak lainnya 11, bukan dalam bentuk sertipikat yang dapat dijadikan sebagai alat 11 Pipil, petuk, letter C dan bukti-bukti pembayaran pajak lainnya merupakan tanda bukti pembayaran pajak atas tanah. Berdasarkan penjelasan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, ketitir dan Verponding Indonesia yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10

14 bukti kepemilikan hak atas tanah. Pada kenyataannya, tanah-tanah yang belum bersertipikat tersebut masih banyak terdapat di daerah pedesaan. Menurut J. Andy Hartanto, dalam melakukan transaksi di bidang pertanahan masih ada sebagian masyarakat di pedesaan yang menuangkan dalam akta yang ditandatangani hanya oleh para pihak dengan diketahui kepala desa. 12 Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor : 153/Pdt.G/2010/PN.Ska, pendapat J. Andy Hartanto tersebut dapat dijadikan salah satu bukti bahwa peranan kepemilikan sertipikat hak atas tanah bukan merupakan hal yang mendesak setelah terjadinya kesepakatan jual beli tanah oleh para pihak, namun memiliki implikasi yuridis di kemudian hari bagi para pihak akibat tidak terpenuhinya unsur kepastian hukum. Pada perkara tersebut, Pardiman Parto Diyono selaku penggugat pada saat terjadinya kesepakatan jual beli tanah tahun 1977 dengan para tergugat yaitu Soedjajadi, Kusuma Digdiyo, Sri Soebekti dan Moch. Hariyadi hanya mendasarkan jual beli tanah kepemilikan bersama dari tanah warisan yang merupakan obyek sengketa gugatan dengan surat keterangan jual beli tanah di bawah tangan tanpa adanya balik nama sampai pada saat gugatan ini diajukan pada tahun 2010. Perkara ini diajukan oleh penggugat dikarenakan pada akhirnya untuk mengalihkan kepemilikan hak atas tanah serta penjaminan atas tanah tersebut penggugat tidak memiliki alas hak yang sah. Para tergugat yang telah Tahun 1961 dapat digunakan sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah lama untuk pendaftaran tanah pertama kali. 12 J. Andy Hartanto, 2009, Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, hlm. 69-70.

15 mengalihkan kepemilikan obyek tanah sengketa juga telah tidak diketahui keberadaannya. Oleh sebab itu perlu ditinjau dan dikaji mengenai kepastian hukum bagi penggugat atas dalil yang diajukan sebagai pihak yang merasa memiliki hak setelah terjadinya jual beli dengan teori pembuktian, apakah putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor : 153/Pdt.G/2010/PN.Ska telah tepat dengan mengesahkan surat keterangan jual beli yang merupakan alat bukti non-otentik sebagai dasar pembuktian. Jual beli tanah di bawah tangan memiliki risiko hukum dan kerawanan yang lebih tinggi daripada jual beli tanah dengan akta otentik. Jual beli di bawah tangan terutama untuk tanah yang belum bersertipikat lebih menekankan pada kepercayaan dan tidak jarang alas hak berupa surat di bawah tangan ini menimbulkan masalah di kemudian hari. Hal tersebut disebabkan karena surat keterangan jual beli tidak memiliki kekuatan pembuktian yang kuat, karena hanya merupakan akta di bawah tangan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT KETERANGAN JUAL BELI SEBAGAI DASAR KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor : 153/PDT.G/2010/PN.SKA). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah yang akan penulis bahas adalah sebagai berikut :

16 1. Bagaimana kekuatan pembuktian Surat Keterangan Jual Beli sebagai dasar kepemilikan hak atas tanah berdasarkan putusan Nomor : 153/Pdt.G/2010/PN.Ska? 2. Bagaimana kedudukan hukum hak atas tanah yang telah terbit Surat Keterangan Jual Beli berdasarkan putusan Nomor : 153/Pdt.G/2010/PN.Ska? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan dengan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis kekuatan pembuktian Surat Keterangan Jual Beli sebagai dasar kepemilikan hak atas tanah berdasarkan putusan Nomor : 153/Pdt.G/2010/PN.Ska. 2. Untuk menganalisis kedudukan hukum hak atas tanah yang telah terbit Surat Keterangan Jual Beli berdasarkan putusan Nomor : 153/Pdt.G/2010/PN.Ska. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana dan sumbangan pemikiran bagi akademisi dan mahasiswa di bidang ilmu hukum, khususnya di bidang agaria, serta menambah wawasan dan pengetahuan penulis.

17 2. Secara praktis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan yang berarti bagi para pihak dalam menyikapi putusan pengadilan yang berkaitan dengan jual beli tanah di bawah tangan untuk tanah yang belum bersertipikat. E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, dengan melakukan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT KETERANGAN JUAL BELI SEBAGAI DASAR KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor : 153/Pdt.G/2010/PN.Ska), belum pernah dilakukan, namun berdasarkan penelusuran kepustakaan tersebut terdapat beberapa hasil penelitian yang terkait dengan judul penelitian ini, antara lain sebagai berikut : 1. Judul : Kekuatan Hukum Akta Jual Beli Di Hadapan Camat Selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Proses Pendaftaran Tanah. 13 Oleh : Abdul Rahim L Rumusan Masalah : a. Bagaimanakah kekuatan hukum akta jual beli di hadapan Camat selaku pejabat pembuat akta tanah dalam proses pendaftaran tanah? b. Apakah jual beli hak atas tanah yang dibuat di hadapan Camat selaku PPAT sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku? 13 Abdul Rahim L, Kekuatan Hukum Akta Jual Beli Di Hadapan Camat Selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Proses Pendaftaran Tanah, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2008.

18 c. Apakah akibat hukum terhadap akta jual beli yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku? Berdasarkan rumusan masalah di atas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a. Akta jual beli yang dibuat camat selaku PPAT sementara dalam proses pendaftaran tanah, di lokasi penelitian penulis belum berjalan sesuai dengan prosedur dan mekanisme pembuatan dan penandatanganan akta jual beli sebagaimana yang ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, disebabkan karena camat selaku PPAT Sementara belum memahami betul tentang peraturan jabatan PPAT, hukum tanah nasional, prosedur pendaftaran tanah, kode etik profesi PPAT sehingga akta jual beli tersebut masih banyak dipermasalahkan oleh pihak ketiga yang berkepentingan terhadap peralihan hak atas tanah melalui jual beli di hadapan camat selaku PPAT Sementara padahal seharusnya akta jual beli tersebut harus mampu memberikan perlindungan hukum karena adanya jaminan kepastian hukum terhadap kepemilikan hak atas tanah yang diperoleh masyarakat melalui jual beli di hadapan camat, karena akta jual beli yang dibuat di hadapan camat selaku PPAT Sementara merupakan akta otentik yang kadar kebenarannya dijamin oleh undang-undang dan merupakan syarat untuk perubahan data fisik dan data yuridis melalui pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan.

19 b. Akibat hukum tidak dipenuhinya ketentuan pemerintah khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, oleh camat selaku PPAT di dalam melakukan pembuatan dan penandatanganan akta jual beli mengakibatkan akta jual beli tersebut sebagai dasar untuk perubahan data fisik dan data yuridis melalui pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan tidak dapat diproses untuk terbitnya sertipikat hak milik atas nama pembeli. Penelitian di atas mengkaji mengenai pembuatan akta jual beli tanah oleh camat selaku PPAT Sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 yang pelaksanaannya belum berjalan sesuai dengan prosedur dan mekanisme pembuatan akta jual beli sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, sehingga akta jual beli tersebut tidak dapat diproses untuk terbitnya sertipikat hak milik atas nama pembeli. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis teliti yaitu bahwa penelitian yang penulis teliti tidak mengkaji mengenai pembuatan akta jual beli oleh PPAT Sementara yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 merupakan akta otentik, namun mengkaji mengenai pembuatan akta jual beli tanah di bawah tangan yang dibuat sendiri oleh penjual dan pembeli. Penulis memfokuskan penelitian pada kekuatan pembuktian surat keterangan jual beli tanah yang dibuat di bawah tangan dan kedudukan hukum hak atas tanah yang telah terbit surat keterangan jual beli tanah.

20 2. Judul : Praktik Jual Beli Tanah Di Bawah Tangan Di Kelurahan Kriwen, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo. 14 Oleh : Budi Winanto Rumusan Masalah : a. Bagaimanakah bentuk-bentuk peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli tanah di bawah tangan di Kelurahan Kriwen, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo? b. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan jual beli tanah secara di bawah tangan di Kelurahan Kriwen, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo? c. Bagaimanakah konsekuensi dari jual beli tanah di bawah tangan tersebut bagi masyarakat Kelurahan Kriwen, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo yaitu mengenai bagaimana kekuatan hukum dari jual beli tanah di bawah tangan tersebut? Berdasarkan rumusan masalah di atas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a. Peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli tanah di Kelurahan Kriwen, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo yaitu jual beli tanah dengan akta jual beli oleh PPAT; jual beli tanah dengan perjanjian di bawah tangan dikuatkan saksi Kepala Desa; jual beli tanah dengan perjanjian di bawah tangan tanpa dikuatkan saksi Kepala Desa. 14 Budi Winanto, Praktik Jual Beli Tanah Di Bawah Tangan Di Kelurahan Kriwen, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2007.

21 b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli secara di bawah tangan adalah karena kekurangpahaman atau bahkan ketidaktahuan dari si pelaku transaksi baik penjual maupun pembeli tanah mengenai ketentuan hukum yang berlaku; berdasar rasa saling percaya antara penjual dan pembeli dan ketidaktahuan atas hak-hak dan kewajiban selaku penjual dan pembeli tanah; belum mempunyai biaya untuk pendaftaran peralihan haknya dan prosesnya cepat dan mudah. c. Konsekuensi dari pelaksanaan jual beli tanah secara di bawah tangan jika melihat pada ketentuan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka jual beli tanah tersebut tidak dapat didaftarkan peralihan haknya di Kantor Pertanahan. Penelitian tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian yang penulis teliti, yaitu mengkaji mengenai jual beli tanah di bawah tangan. Penelitian ini mengkaji praktik jual beli tanah di bawah tangan di Kelurahan Kriwen, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo yang antara lain membahas mengenai bentuk-bentuk peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli tanah di bawah tangan, faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan jual beli tanah secara di bawah tangan dan konsekuensi jual beli tanah di bawah tangan tersebut bagi masyarakat Kelurahan Kriwen, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo. Adapun perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang disusun oleh penulis terdapat pada fokus penelitian penulis, yaitu analisis terhadap putusan

22 Pengadilan Negeri Surakarta Nomor : 153/Pdt.G/2010/PN.Ska yang mengkaji mengenai kekuatan pembuktian surat keterangan jual beli sebagai dasar kepemilikan hak atas tanah dan mengenai kedudukan hukum hak atas tanah yang telah terbit surat keterangan jual beli yang dibuat di bawah tangan berdasarkan putusan Nomor : 153/Pdt.G/2010/PN.Ska.