V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB

I. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

APLIKASI INPUT OUTPUT

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor,

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 ANALISA. Pada bab ini akan dilakukan analisa berdasarkan hasil dari pengolahan data pada bab sebelumnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Kata Kunci: investasi, sektor pertanian, input-output.

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

ANALISIS PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI DAN DAMPAK INVESTASINYA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN CIAMIS (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

Analisis Input-Output (I-O)

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

IV. METODE PENELITIAN

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012

Transkripsi:

60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat gambaran mengenai peranan sektor hotel dan restoran terhadap perekonomian wilayah Kota Cirebon. Analisis ini menggunakan data Tabel Input-Output Kota Cirebon tahun 2005. Gambaran menyeluruh mengenai keterkaitan sektor hotel dan restoran dalam suatu perekonomian meliputi beberapa aspek yaitu struktur permintaan antara dan permintaan akhir, konsumsi masyarakat, nilai tambah bruto dan struktur output 5.1.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Permintaan Berdasarkan Tabel Input-Output Kota Cirebon tahun 2005 klasifikasi 22 sektor, total permintaan Kota Cirebon pada tahun 2005 adalah sebesar Rp. 26.234.075 miliar. Total permintaan tersebut merupakan hasil penjumlahan dari permintaan antara sebesar Rp 20.264.702 miliar dan permintaan akhir sebesar Rp 5.969.373 miliar. Jika dilihat dari besarnya permintaan akhir dan permintaan antara sektor-sektor di Kota Cirebon sektor jasa-jasa sosial dan kemasyarakatan memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan permintaan antara dibandingkan pembentukan permintan akhir yaitu sebesar Rp.18.623.361 miliar atau 95,45 persen dari total permintaan di sektor jasa sosial dan kemasyarakatan. Kontribusi permintaan antara yang lebih besar dibandingkan permintaan akhir di sektor ini menunjukkan bahwa jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam proses produksi lebih besar jika dibandingkan untuk konsumsi akhir. Berdasarkan Tabel 5.1. sektor hotel dan restoran memiliki kontribusi dalam pembentukan permintaan akhir dibandingkan permintaan antaranya yaitu sebesar Rp.69.904 juta atau 51,23 persen dari total permintaan di sektor hotel dan restoran,

61 sektor hotel dan restoran memilik permintaan akhir yang lebih besar dibandingkan permintaan antara karena output sektor hotel dan restoran berupa barang jadi dan sudah siap untuk dikonsumsi sehingga sektor. Tabel 5.1. Struktur Permintaan Antara dan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) SEKTOR Permintaan Antara Kons. R.Tangga Kons. Pem Permintaan Akhir PMT PS Selisih (E-M) Total Permintaan Akhir Total Permintaan Per. Antara (%) Per. Akhir (%) Total (%) 1 15.198 18.053 202 217-133.481 115.097 88 15.286 99,43 0,57 100 2 981.697 320.257 80.643 127.286 98.522 2.447.890 3.074.598 4.056.295 24,20 75,80 100 3 51.630 331 526 0 3.151 25.380 29.388 81.018 63,73 36,27 100 4 0 0 0 0 0 (3.871) (3.871) (3.871) 0,00 100,00 100 5 50.991 9.202 1.100 1.154 6.873 14.201 32.530 83.521 61,05 38,95 100 6 66.559 23.329 5.893 0 4.553 36.129 69.904 136.463 48,77 51,23 100 7 92.667 7.835 20.590 219.744-10.408 (1.449) 236.312 328.979 28,17 71,83 100 8 382.596 107.189 132.548 912.478 0 1.354.166 2.506.381 2.888.977 13,24 86,76 100 9 18.623.361 103.991 51.957 15.734 320 715.635 887.637 19.510.998 95,45 4,55 100 Total 20.264.702 590,189 293.462 1.276.613-304.469 4.703.177 5.969.373 26.234.075 77,25 22,75 100 Keterangan: 1 = Pertanian 6 = Hotel dan Restoran 2 = Industri Pengolahan 7 = Transportasi dan Komunikasi 3 = Listrik, Gas dan Air bersih 8 = Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4 = Bangunan 9 = Jasa-jasa sosial dan kemasyarakatan 5 = Perdagangan PMT = Pembentukan Modal Tetap PS = Perubahan Stok Nilai permintaan dari masing-masing sektor perekonomian Kota Cirebon dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sektor yang memiliki total permintaan terbesar di Kota Cirebon adalah sektor jasa sosial dan kemasyarakatan yaitu sebesar Rp.19.510.998 miliar atau sebesar 74,37 persen dengan jumlah pembentukan permintaan antara dan akhir sebesar Rp.18.623.361 miliar dan Rp.888.637 industri

62 pengolahan menempati urutan kedua dengan kontribusi sebesar Rp 981.697 juta atau sekitar 4,84 persen dari total permintaan antara Kota Cirebon. Sektor hotel dan restoran menempati urutan kelima dalam total permintaan akhir di Kota Cirebon dengan total permintaan sebesar Rp.136.464 juta atau sebesar 0,52 persen dengan jumlah pembentukan permintaan antara dan akhir sebesar Rp.66.559 dan Rp.69.904. Sektor hotel dan restoran memiliki total permintaan yang cenderung kecil dibandingkan dengan sektor jasa dan industri pengolahan yaitu sebesar Rp.136.464 juta atau 0,52 persen dari seluruh sektor perekonomian, hal ini disebakan karena output sektor hotel dan restoran berupa barang jadi atau siap untuk dikonsumsi bukan untuk dijadikan input kembali oleh sektor lain dan tidak semua kalangan dapat menikmati hotel dan restoran hanya kalangan tertentu saja yang dapat menikmati atau mengkonsumsinya dikarenakan biaya yang dikeluarkan cenderung tinggi. Tabel 5.2. Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) SEKTOR Permintaan Antara Permintaan Akhir Total Permintaan Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen Pertanian 15.198 0,07 88 0,0003 15.286 0,06 Industri pengolahan 981.697 4,84 3.074.598 51,51 4.056.295 15,46 Listrik,gas dan air bersih 516.301 0,25 29.388 0,49 81.018 0,31 Bangunan 0,00 0,00-3.871-0,06-3.871-0,01 Pedagang besar dan eceran 50.991 0,25 32.530 0,54 83.521 0,32 Hotel dan Restoran 66.559 0,33 69.904 1,17 136.464 0,52 Angkutan dan komunikasi Keuangan,persewaan dan jasa perusahaan Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 92.667 0,46 236.312 3,96 328.980 1,25 382.596 1,89 2.506.381 41,99 2.888.978 11,01 18.623.361 91,90 887.637 14,87 19.510.998 74,37 Total 20.264.702 100 5.969.373 100 26.234.075 100

63 5.1.2. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Permintaan Akhir Permintaan akhir merupakan permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan konsumsi, bukan untuk keperluan produksi. Dalam tabel I-O, permintaan akhir mencakup pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok, ekspor dan impor. 5.1.2.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Pada Tabel 5.3 ditunjukkan struktur konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah Kota Cirebon tahun 2005. Konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah Kota Cirebon berdasarkan Tabel Input-Output tahun 2005 klasifikasi 22 sektor adalah sebesar Rp.590.189 juta dan Rp.293.462 juta. Dari total konsumsi rumah tangga industri pengolahan memiliki nilai terbesar yaitu sebesar Rp. 320.257 juta atau sebesar 54,26 persen dari total konsumsi rumah tangga seluruh sektor perekonomian Kota Cirebon. Konsumsi pemerintah terbesar dimiliki oleh sektor keuangan dan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar Rp.132.548 juta atau 45,17 persen dari total konsumsi pemeritah seluruh sektor perekonomian di Kota Cirebon. Menurut Febriawan (2007), konsumsi rumah tangga memiliki nilai lebih besar dibandingkan konsumsi pemerintah di Kota Bandung. Kontribusi konsumsi rumah tangga sektor hotel dan restoran berada pada urutan ke empat di Kota Cirebon yaitu sebesar Rp.23.329 juta atau sebesar 3,95 persen dari total konsumsi rumah tangga. nilai konsumsi masyarakat pada sektor hotel dan restoran menunjukkan bahwa sektor ini mampu menjadi alternatif konsumsi masyarakat akan kebutuhan lain di luar kebutuhan sandang dan papan, yaitu pemenuhan kebutuhan akan rekreasi, serta pemenuhan kebutuhan lainnya yang disediakan oleh sektor hotel dan restoran ini. Namun jika dilihat dari persentasenya, nilai konsumsi masyarakat pada kedua sektor ini relatif kecil,

64 mengingat bahwa produk dari sektor dan restoran ini tergolong produk yang relatif mewah, sehingga hanya golongan masyarakat tertentu yang dapat mengkonsumsinya. Berdasarkan Tabel 5.3 juga dapat dilihat bahwa total konsumsi pemerintah pada sektor hotel dan restoran sebesar Rp.5.893 juta atau sebesar 2,01 persen dari konsumsi pemerintah, konsumsi pemerintah pada sektor ini relatif sedikit dikarenakan sektor hotel dan restoran dirasa sudah layak dan pemerintah memberikan investasi pada sektor yang dirasa sangat membutuhkan, dan pada tahun 2005 perjalanan dinas pemerintah cenderung sedikit karena adanya krisis pada tahun tersebut. Tabel 5.3. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Sektor Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Jumlah Persen Jumlah Persen Pertanian 18.053 3,06 202 0,07 Industri pengolahan 320.257 54,26 80.643 27,48 Listrik,gas dan air bersih 331 0,06 526 0,18 Bangunan 0 0 0 0 Pedagang besar dan eceran 9.202 1,56 1.100 0,37 Hotel dan Restoran 23.329 3,95 5.893 2,01 Angkutan dan komunikasi 7.835 1,33 20.590 7,02 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 107.189 18,16 132.548 45,17 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 103.991 17,62 51.957 17,7 Total 590.189 100 293.462 100 5.1.2.2. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Investasi Berdasarkan Tabel 5.4, nilai investasi seluruh sektor perekonomian Kota Cirebon sebesar Rp.1.246.144 miliar yang merupakan pengalokasian dari pembentukan modal tetap bruto sebesar Rp.1.276.613 miliar dan sisanya dari perubahan stok sebesar Rp.-30.469, investasi di sektor hotel dan restoran masih rendah menempati urutan kelima dibandingkan sektor lain yaitu sebesar Rp.4.553 juta atau 0,37 persen dari seluruh perekonomian Kota Cirebon, nilai investasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penjumlahan nilai pembentukan modal tetap bruto dengan perubahan stok.

65 Untuk investasi tertinggi dalam perekonomian diperoleh sektor keuangan, persewaan dan jasa sebesar 73,22 persen, perubahan stok yang bernilai positif menunjukkan adanya tambahan persediaan input untuk produksi maupun output yang diperdagangkan pada akhir tahun. Pembentukan modal yang bernilai nol berarti tidak teridentifikasi adanya pengadaan pembuatan modal atau pembelian barang-barang modal baru baik di dalam negeri maupun impor dari luar negeri dan barang modal bekas dari luar negeri. Tabel 5.4. Struktur Modal Tetap Bruto, Perubahan Stok, dan Investasi Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Sektor Pembentukan Modal Tetap Perubahan Stok Investasi Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen Pertanian 217 0,02-133.481 438,09-133.263-10,69 Industri pengolahan 127.286 9,97 98.522-323,36 225.808 18,12 Listrik,gas dan air bersih 0 0,00 3.151-10,34 3.151 0,25 Bangunan 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Pedagang besar dan eceran 1.154 0,09 6.872-22,56 8.026 0,64 Hotel dan Restoran 0 0,00 4.553-14,94 4.553 0,37 Angkutan dan komunikasi 219.744 17,21-10.407 34,16 209.336 16,80 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 912.478 71,48 0 0,00 912.478 73,22 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 15.734 1,23 320-1,05 16.053 1,29 Total 1.276.613 100-30.469 100 1.246.144 100 Rendahnya nilai investasi yang ditanamkan pada hotel dan restoran yang menurut Kepala Penanaman Modal setempat dikarenakan oleh daya konsumsi masyarakat kurang, kurangnya pengembangan di sektor pariwisata sebagai sektor yang menunjang sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon, sumber daya manusia yang rendah, dan infrastruktur yang kurang memadai dalam menunjang kegiatan perekonomian, seperti tidak adanya bandara internasional yang memadai untuk melakukan ekspor maupun impor ke luar negeri.

66 5.1.2.3. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Ekspor dan Impor Berdasarkan Tabel 5.5. Total ekspor dan impor di Kota Cirebon sebesar Rp.4.817.486 miliar dan Rp.114.308 juta, dimana sektor yang memegang peran terbesar dalam ekpor adalah sektor industri pengolahan dengan nilai sebesar Rp.2.527.911 miliar dan yang memiliki peran terkecil adalah sektor bangunan. Untuk nilai total ekspor hotel dan restoran menempati urutan ke lima dengan nilai sebesar Rp.41.258 juta atau sebesar 0,86 persen masih kecil dibandingkan sektor lainnya dikarenakan produk sektor hotel dan restoran masih kalah bersaing dengan produk lain yang sejenis di daerah lain. Tabel 5.5. Struktur Ekspor dan Impor Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Ekspor (E) Impor (M) Selisih (E-M) Sektor Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen Pertanian 115.231 2,39 134 0,12 115.097 2,45 Industri pengolahan 2.527.911 52,47 80.021 70,00 2.447.890 52,05 Listrik,gas dan air bersih 26.705 0,55 1.325 1,16 25.380 0,54 Bangunan 0 0,00 3.871 3,39-3.871-0,08 Pedagang besar dan eceran 15.127 0,31 926 0,81 14.201 0,30 Hotel dan Restoran 41.258 0,86 5.129 4,49 36.129 0,77 Angkutan dan komunikasi 15.736 0,33 17.184 15,03-1.449-0,03 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 1.359.133 28,21 4.967 4,35 1.354.166 28,79 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 716.386 14,87 751 0,66 715.635 15,22 Total 4.817.486 100 114.308 100 4.703.177 100 Dari segi impor sektor hotel dan restoran menempati urutan ketiga dengan nilai sebesar Rp.5.129 juta atau sebesar 4,49 persen, nilai impor sektor hotel dan restoran relatif kecil dibandingkan sektor industri pengolahan di Kota Cirebon. Sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon memiliki nilai impor yang kecil karena sektor hotel dan restoran tidak mendapat bahan baku yang bagus atau dari sisi jasa mereka mengimpor sumber daya manusia manajerial. Bila dilihat dari sisi selisih ekspor dengan impor,

67 Kota Cirebon mengalami surplus di sektor hotel dan restoran sebesar Rp 36.129 juta. Adapun surplus hotel dan restoran ini disebabkan oleh ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan impor. 5.1.2.4. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto merupakan balas jasa atas faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi yang terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung. Seperti yang terlihat pada Tabel 5.6. Bahwa besarnya nilai tambah bruto Kota Cirebon sebesar Rp.2.525.935 triliun yang berasal dari upah dan gaji sebesar Rp.71.955 miliar, penyusutan sebesar Rp.165.275 miliar, dan pajak tidak langsung sebesar Rp.2.288.705 triliun. Tabel 5.6. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Sektor Upah dan Gaji (juta rupiah) Surplus Usaha (juta rupiah) Rasio Upah Gaji dan Surplus Usaha (juta rupiah) Penyusutan (juta rupiah) Pajak Tak Langsung Netto (juta rupiah) Nilai Tambah Bruto 1 67 0 0 220 3.597 3.884 0,15 Persen 2 11.255 0 0 46.193 1.354.964 1.412.411 55,92 3 3.906 0 0 14.176 40.964 59.046 2,34 4 6.481 0 0 5.026 43.446 54.954 2,18 5 15.967 0 0 9.501 386.264 411.732 16,30 6 11.871 0 0 51.053 186.973 249.897 9,89 7 11.893 0 0 24.733 148.405 185.031 7,33 8 6.265 0 0 10.851 60.111 77.227 3,06 9 4.251 0 0 3.523 63.980 71.754 2,84 TOTAL 71.955 0 0 165.275 2.288.705 2.525.935 100 Keterangan: 1 = Pertanian 6 = Hotel dan Restoran 2 = Industri Pengolahan 7 = Transportasi dan Komunikasi 3 = Listrik, Gas dan Air bersih 8 = Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4 = Bangunan 9 = Jasa-jasa 5 = Perdagangan Komponen pembentukan nilai tambah bruto hotel dan restoran menempati urutan ketiga yang terdiri dari upah dan gaji sebesar Rp.11.871 miliar, penyusutan sebesar Rp.51.053 miliar, dan pajak tidak langsung sebesar Rp.186.973 miliar. Nilai

68 rasio komponen upah dan gaji dengan komponen surplus usaha dapat digunakan untuk mengukur keseimbangan distribusi pendapatan antara pemilik modal dan tenaga kerja. Distribusi pendapatan dikatakan seimbang apabila nilainya 1. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa sektor hotel dan restoran memiliki rasio antara upah dan gaji dengan surplus usaha yang kurang dari 1, dengan kondisi surplus usaha lebih kecil dari upah dan gaji yang artinya tidak adanya ketimpangan antara pemilik modal dengan pekerja dengan kata lain menunjukkan distribusi pendapatan di Kota Cirebon antara pemilik modal dengan pekerja sudah merata. 5.1.2.5. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Struktur Output Sektoral Output merupakan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi pada suatu wilayah. Berdasarkan Tabel 5.7, terlihat struktur output perekonomian yang mengacu pada Tabel Input-Output Kota Cirebon pada tahun 2005 sebesar Rp 8.698.856 triliun, dimana industri pengolahan sebagai sektor yang memiliki nilai output terbesar yaitu sebesar Rp.4.136.317 triliun atau 47,6 persen dari total output seluruh sektor perekonomian karena sektor industri pengolahan di Kota Cirebon telah memiliki tekhnologi yang tergolong maju sehingga mampu memproduksi output yang lebih banyak. Tabel 5.7. Struktur Output Sektor-Sektor Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Sektor Nilai Output Sektoral Persen Pertanian 15.421 0,2 Industri pengolahan 4.136.317 47,6 Listrik,gas dan air bersih 82.345 0,9 Bangunan 0 0,0 Pedagang besar dan eceran 8.448 0,1 Hotel dan Restoran 141.594 1,6 Angkutan dan komunikasi 346.165 4,0 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 2.893.945 33,3 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 1.074.622 12,4 Total 8.698.856 100

69 Sektor hotel dan restoran memberikan kontribusi sebesar Rp.141.594 miliar terhadap pembentukan total output perekonomian atau sebesar 1,6 persen dari total output seluruh sektor perekonomian, output sektor hotel dan restoran masih tergolong rendah karena dari sisi tekhnologi dan sumber daya manusia di sektor ini masih rendah. Kecilnya nilai output bangunan di Kota Cirebon ini karena pembangunan ekonomi Kota Cirebon lebih terfokus pada sektor industri dan jasa-jasa. Kebutuhan masyarakat akan produk bangunan yang dihasilkan dari sektor bangunan sebagian besar diperoleh dari luar Kota Cirebon. 5.2. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Berdasarkan Analisis Keterkaitan dan Multiplier 5.2.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Analisis Keterkaitan 5.2.1.1. Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan dalam penelitian terdiri dari keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Nilai keterkaitan langsung dapat diperoleh dari matriks koefisien teknis, sedangkan untuk nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung diperoleh dari matriks kebalikan Leontief terbuka. Berdasarkan Tabel 5.8, tersaji analisis keterkaitan output ke depan dan ke belakang baik secara langsung, maupun langsung dan tidak langsung. Dapat dilihat bahwa untuk nilai keterkaitan ke depan baik secara langsung maupun langsung dan tidak langsung, sektor hotel dan restoran menempati urutan kedua dengan nilai keterkaitan langsung sebesar 1,948, yang mengandung arti bahwa setiap terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan rupiah, maka output sektor hotel dan restoran yang langsung dijual atau dialokasikan ke sektor lainnya termasuk sektor hotel dan restoran itu sendiri akan mengalami peningkatan sebesar 1,948 rupiah. Untuk nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor hotel dan restoran menempati urutan kedua dengan nilai sebesar 3,706. Hal ini dapat diartikan

70 bahwa setiap terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan rupiah, maka output sektor hotel dan restoran yang dijual atau dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung ke sektor lainnya termasuk sektor hotel dan restoran itu sendiri akan mengalami peningkatan sebesar 3,706 rupiah. Menurut Agnes(2010) sektor hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan atau langsung maupun tidak langsung, dengan keterkaitan ke depan langsung maupun tidak langsung yang lebih besar yaitu sebesar 2,54 dan keterkaitan langsung sebesar 0,4324 Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan selalu memiliki nilai lebih dari satu karena sudah memperhitungkan output yang bersangkutan sebesar satuan. Sektor hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung lebih besar dibandingkan sektor lainnya hal ini mengindikasikan bahwa sektor hotel dan restoran memiliki peran dalam memberikan ketersediaan output yang dihasilkan untuk dijadikan input oleh sektor lainnya maupun sektor itu sendiri karena semua sektor dalam perekonomian Kota Cirebon memakai produk sektor hotel dan restoran dalam usahanya, seperti bidang jasa keuangan dan perdagangan memerlukan sektor hotel dan restoran untuk tempat menginap maupun untuk tempat makan. Tabel 5.8. Nilai Keterkaitan ke Depan Sektor-Sektor Kota Cirebon Tahun 2005 Keterkaitan ke Depan SEKTOR Langsung dan Tidak Langsung langsung Pertanian 0,191 1,282 Industri pengolahan 0,264 1,432 Listrik,gas dan air bersih 0,361 1,518 Bangunan 0,000 1,000 Pedagang besar dan eceran 4,347 6,565 Hotel dan Restoran 1,948 3,706 Angkutan dan komunikasi 0,256 1,377 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,013 1,025 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 0,051 1,065 Total 7,432 18,969

71 Keterkaitan ke belakang (backward linkage) dibagi menjadi dua kategori, yaitu keterkaitan secara langsung ke belakang dan keterkaitan secara langsung dan tak langsung ke belakang. Nilai keterkaitan ke belakang menunjukan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor lain maupun dari sektor itu sendiri apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan. Berdasarkan Tabel 5.9, menunjukan bahwa diantara sektor-sektor perekonomian Indonesia, sektor hotel dan restoran memiliki keterkaitan langsung ke belakang maupun keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang sebesar 0,00741 dan 1,233. Dapat dilihat juga untuk nilai keterkaitan ke belakang baik langsung maupun tidak langsung yang terbesar itu di pegang oleh sektor industri pengolahan. Tabel 5.9. Nilai Keterkaitan ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 Keterkaitan ke Belakang SEKTOR Langsung dan Langsung Tidak Langsung Pertanian 0,00189 1,147 Industri pengolahan 0,13066 6,459 Listrik,gas dan air bersih 0,0057 1,1555 Bangunan 0 1 Pedagang besar dan eceran 0,00546 1,07847 Hotel dan Restoran 0,00741 1,233 Angkutan dan komunikasi 0,01034 1,474 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,042 3,151 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 0,02078 2,2694 Total 0,22424 18,96737 Nilai keterkaitan langsung ke belakang tersebut berarti bahwa apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor hotel dan restoran akan secara langsung meningkatkan permintaan terhadap inputnya terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri sebesar Rp 0,00741 juta. Sementara arti dari nilai keterkaitan langsung dan tak langsung dari sektor hotel dan restoran tersebut adalah apabila terjadi

72 peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor hotel dan restoran akan meningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor lainnya baik secara langsung maupun tak langsung sebesar Rp 1,233 juta.semakin besar nilai keterkaitan ke belakang suatu sektor, mengindikasikan bahwa sektor tersebut masih bergatung pada output yang dihasilkan oleh sektor di Kota Cirebon sendiri, Sedangkan apabila nilai keterkaitan suatu sektor tersebut semakin kecil makan semakin besar ketergantungan sektor tersebut terhadap output yang berasal dari luar Kota Cirebon (impor). Sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon memiliki nilai keterkaitan ke depan yang lebih besar dibandingkan keterkaitan ke belakang yang artinya sektor hotel dan restoran lebih mampu mempengaruhi sektor hilirnya dibandingkan sektor hulunya, karena output sektor hotel dan restoran dipakai oleh seluruh sektor dalam perekonomian untuk tempat makan maupun untuk tempat menginap. 5.2.1.2. Analisis Dampak Penyebaran Untuk mengetahui sektor mana saja yang mempunyai kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor hulu dan hilir balik melalui mekanisme transaksi pasar output dan pasar input, dapat dianalisis berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Nilai koefisien penyebaran merupakan keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung yang diboboti dengan jumlah sektor kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor, sedangkan nilai kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung yang diboboti dengan jumlah sektor kemudian dibadingkan dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Koefisien penyebaran menunjukan efek yang ditimbulkan oleh suatu sektor karena adanya peningkatan output di sektor yang bersangkutan terhadap output sektorsektor lainnya yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut baik secara langsung

73 maupun tidak langsung. Koefisien penyebaran biasa disebut juga sebagai daya penyebaran ke belakang. Berdasarkan tabel 5.10. menunjukkan nilai koefisien penyebaran dari masing- masing sektor perekonomian Kota Cirebon tahun 2005, tabel tersebut memperlihatkan bahwa sektor hotel dan restoran menempati urutan ketiga dan memiliki koefisien penyebaran yang lebih dari satu yaitu sebesar 1,20. Nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Sementara nilai koefisien penyebaran yang kurang dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut kurang mampu untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Hal ini berarti sektor hotel dan restoran memiliki keterkaitan yang erat terhadap sektor-sektor hulunya atau sektor-sektor yang secara langsung maupun tidak langsung berperan sebagai penyedia input sektor hotel dan restoran. Sektor hulu disini contohnya adalah sektor pertanian ataupun sektor industri pengolahan. Tabel 5.10. Dampak Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 Sektor Kepekaan Koefisien Penyebaran Penyebaran Pertanian 0,23 2,52 Industri pengolahan 0,32 0,69 Listrik,gas dan air bersih 0,44 1,60 Bangunan 0 0,00 Pedagang besar dan eceran 5,26 1,52 Hotel dan Restoran 2,36 1,20 Angkutan dan komunikasi 0,31 0,68 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,02 0,34 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 0,06 0,44 Total 9,00 9,00 Kepekaan penyebaran menunjukan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang menggunakan output dari sektor-sektor hilirnya. Kepekaan penyebaran diperoleh dari keterkaitan secara langsung dan tidak langsung ke

74 depan yang dibobot dengan jumlah sektor yang ada, kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Berdasarkan Tabel 5.10, dapat dilihat bahwa kepekaan penyebaran sektor hotel dan restoran sebesar 2,36. Nilai kepekaan penyebaran suatu sektor yang lebih dari satu mengindikasikan bahwa sektor tersebut mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Sementara nilai kepekaan penyebaran yang kurang dari satu mengindikasikan bahwa sektor tersebut kurang mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Disini dapat dilihat bahwa sektor hotel dan restoran memiliki nilai kepekaan penyebaran yang lebih besar dibandingkan koefisien penyebaran yang artinya sektor hotel dan restoran lebih mampu mempengaruhi sektor hilirnya dibandingkan sektor hulunya karena output sektor hotel dan restoran dipakai oleh seluruh sektor perekonomian untuk tempat makan dan tempat menginap. 5.2.2. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Ditinjau dari Analisis Multiplier Tujuan analisis ini adalah untuk melihat dampak perubahan atau peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap perekonomian suatu wilayah. Terdapat dua jenis tipe yaitu multiplier tipe I dan tipe II. Kedua tipe tersebut digunakan untuk analisis multiplier output dan pendapatan. Multiplier tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks kebalikan Leontief terbuka tanpa memasukkan unsur rumah tangga, sedangkan multiplier tipe II dengan matriks kebalikan Leontief tertutup dan memasukkan unsur rumah tangga sebagai variabel endogenous dalam model. 5.2.2.1. Multiplier Output Berdasarkan tabel 5.11, sektor hotel dan restoran memiliki nilai multiplier output terbesar kedua di Kota Cirebon, dapat dilihat bahwa nilai multiplier output tipe I sektor hotel dan restoran sebesar 3,70612. Hal ini menunjukan bahwa, apabila terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta,

75 maka output pada sektor lain akan meningkat sebesar Rp 3,70612 juta. Jika rumah tangga dimasukkan ke dalam model sebagai faktor endongen, maka akan diperoleh nilai multiplier tipe II yang nilainya selalu lebih besar dari nilai multiplier tipe I. Berdasarkan tabel 5.10, nilai multiplier output tipe II sektor hotel dan restoran menempati urutan kedua dengan nilai sebesar 3,86328. Artinya, dengan memasukkan efek konsumsi rumah tangga, apabila terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan output di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 3,86328 juta. Menurut Febriawan (2009) sektor hotel dan restoran di Kota Bandung memiliki nilai multiplier output tipe I sebesar 1,741 dan 1,099, nilai multiplier output tipe II lebih besar dibandingkan tipe I yaitu sebesar 2,229 dan 1,961. Tabel 5.11. Multiplier Output Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 Sektor awal putaran pertama dukungan industri induksi konsumsi Total Tipe I Tipe II Pertanian 1 0,19122 0,09088 0,01257 1,29467 1,2821 1,29467 Industri pengolahan 1 0,26425 0,16796 0,01242 1,44463 1,43221 1,44463 Listrik,gas dan air bersih 1 0,36143 0,15618 0,08368 1,60129 1,51761 1,60129 Bangunan 1 0 0 0 1 1 1 Pedagang besar dan eceran 1 4,34681 1,21793 0,3345 6,8992 6,5647 6,89928 Hotel dan Restoran 1 1,94818 0,75794 0,15716 3,86328 3,70612 3,86328 Angkutan dan komunikasi 1 0,25641 0,12045 0,06192 1,43877 1,37685 1,43877 Keuangan, persewaan dan jasa 1 0,01279 0,01217 0,00405 1,02901 1,02496 1,02901 perusahaan Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 1 0,05125 0,01326 0,00641 1,07092 1,06451 1,07092 5.2.2.2. Multiplier Pendapatan Analisis multiplier pendapatan tipe I dan tipe II menunjukan bahwa adanya peningkatan pendapatan diseluruh sektor dalam perekonomian suatu wilayah yang disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan akhir suatu sektor sebesar satu satuan. Dalam perekonomian Kota Cirebon tahun 2005, sektor yang menduduki peringkat

76 pertama dalam pembentukan multiplier pendapatan tipe I dan tipe II adalah sektor Industri Pengolahan dengan nilai multiplier pendapatan tipe I sebesar 3,22734 dan nilai multiplier pendapatan tipe II sebesar 3,27446 (Tabel 5.12). Tabel 5.12. Multiplier Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 Sektor awal putaran pertama dukungan industri induksi konsumsi Total Tipe I Tipe II Pertanian 0,00391 0,00339 0,00012 0,00012 0,00862 2,17076 2,20245 Industri pengolahan Listrik,gas dan air bersih 0,0026 0,00407 0,00173 0,00012 0,00852 3,22734 3,27446 0,04728 0,00749 0,00179 0,00083 0,05739 1,19633 1,21379 Bangunan 0 0 0 0 0 1 1 Pedagang besar dan eceran Hotel dan Restoran Angkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 0,19369 0,01653 0,0159 0,0033 0,22943 1,16747 1,18452 0,08391 0,0124 0,00992 0,00155 0,10778 1,2666 1,28448 0,03436 0,00609 0,00141 0,00061 0,04247 1,21824 1,23603 0,00216 0,00047 0,00011 0,00004 0,00278 1,26579 1,28427 0,00396 0,00021 0,00017 0,00006 0,0044 1,09601 1,11201 Berdasarkan Tabel 5.12. Menunjukan nilai multiplier pendapatan tipe I sektor hotel dan restoran sebesar 1,266, hal ini berarti apabila terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan pendapatan sektor perekonomian lainnya sebesar Rp 1,266, Sementara nilai multiplier tipe II sektor hotel dan restoran pada tabel 5.11, adalah sebesar 1,28448. Artinya, dengan memasukkan rumah tangga sebagai faktor endogen, maka apabila terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta maka akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pendapatan seluruh sektor perekonomian lain sebesar Rp 1.28448 juta. Menurut Putri (2010) sektor hotel dan restoran di Kota Jakarta memiliki nilai multiplier pendapatan tipe I sebesar 1,070 dan 1,290, nilai multiplier output tipe II lebih besar dibandingkan tipe I yaitu sebesar 1,425 dan 1,718.

77 2.2.2.3. Multiplier Tenaga Kerja Berdasarkan Tabel 5.13, memperlihatkan hasil analisis pengganda tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian Kota Cirebon. Tabel tersebut menunjukkan bahwa sektor hotel dan restoran memiliki nilai pengganda tenaga kerja tipe I sebesar 1.18561. Nilai tersebut berarti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta, maka akan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1 orang di seluruh sektor perekonomian. Berdasarkan Tabel 5.13, juga diketahui bahwa sektor hotel dan restoran memiliki nilai pengganda tenaga kerja tipe II sebesar 1.19892. Artinya, dengan memasukkan efek pengeluaran rumah tangga, jika terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta, maka akan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1 orang di seluruh sektor perekonomian. Menurut Agnes (2010) sektor hotel dan restoran di Kota Bandung memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe I sebesar 1,865 dan 1,0952, sedangkan nilai multiplier output tipe II lebih besar dibandingkan tipe I yaitu sebesar 2,892 dan 1,150. Tabel 5.13. Multiplier Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2005 Sektor awal putaran pertama dukungan industri induksi konsumsi Total Tipe I Pertanian 0 0,00072 0,00037 0,00005 0,00114 0 0 Tipe II Industri pengolahan 0,00159 0,0012 0,00058 0,00005 0,00342 2,11955 2,14832 Listrik,gas dan air bersih 0,00731 0,00253 0,0006 0,00031 0,01075 1,42853 1,47074 Bangunan 0 0 0 0 0 1 1 Pedagang besar dan eceran 0,03213 0,00855 0,00492 0,00123 0,04684 1,41929 1,45769 Hotel dan Restoran 0,04358 0,005 0,00309 0,00058 0,05225 1,18561 1,19892 Angkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 0,00481 0,00179 0,00047 0,00023 0,00729 1,46957 1,51708 0,00113 0,00012 0,00004 0,00001 0,00131 1,1405 1,15368 0,00227 0,00009 0,00005 0,00002 0,00244 1,06052 1,07092

78 5.3. Analisis Dampak Investasi di Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Salah satu komponen perekonomian dalam pembangunan suatu wilayah adalah investasi yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan investasi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Investasi yang terjadi pada sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon berasal dari dua sumber yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Investasi tersebut digunakan sebagai salah satu komponen pembangunan perekonomian daerah karena melalui investasi, kapasitas produksi dapat ditingkatkan yang kemudian mampu meningkatkan output, yang akhirnya juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu perlu untuk melihat potensi dari dampak investasi sektor hotel dan restoran sebagai salah satu sektor unggulan di Kota Cirebon, sehingga dipandang penting untuk melihat perkembangan hotel dan restoran dari dua sisi, yaitu kondisi investasi sektor hotel dan restoran sekarang dan dampak investasi sektor hotel dan restoran. Tujuan dari melihat kondisi investasi ini ditujukan untuk melihat perkembangan investasi sektor hotel dan restoran dari tahun-tahun sebelumnya sampai dengan sekarang. Sedangkan dampak investasi dimaksudkan untuk melihat seberapa besar pengaruh dari adanya investasi hotel dan restoran terhadap perekonomian. Untuk memberikan gambaran mengenai dampak dari adanya penambahan anggaran dari pemerintah daerah terhadap perekonomian, terutama terhadap pembentukan nilai output, pendapatan dan tenaga kerja. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diasumsikan terdapat penambahan anggaran dari pemerintah sebesar 96 miliar di sektor hotel dan restoran, nilai 96 miliar yang digunakan dalam penelitian ini diasumsikan sebagai satu satuan, nilai tersebut

79 digunakan untuk investasi di sektor hotel dan restoran sebagai perkiraan dana yang mungkin diinvestasikan pada sektor hotel dan restoran di Kota Cirebon. Tabel 5.14. Nilai Investasi Dalam Negeri (PMDN) dan Investasi Asing (PMA) Sektor Hotel dan Restoran dalam Perekonomian Kota Cirebon Tahun 2009-2014 Tahun PMDN Sektor Hotel dan Restoran PMA 2009 6.000.250.000 6.039.250.000 2010 12.728.515.000 4.000.000.000 2011 650.000.000 8.800.000.000 2012* 871.000.000 17.179.200.000 2013* 958.100.000 18.897.120.000 2014* 986.843.000 19.464.033.600 Total/Jumlah (Rupiah) Total Seluruh (Rupiah) 96.574.311.600 Sumber : BPPT Kota Cirebon, 2011. Keterangan : 22.194.708.000 74.379.603.600 - Investasi tahun 2012-2014 PMA dan PMDN merupakan nilai estimasi yang diperoleh dari proyeksi laju pertumbuhan ekonomi rata-rata Kota Cirebon per tahunnya. Berdasarkan Tabel 5.14 dapat dilihat bahwa dengan adanya investasi dari pemerintah pada sektor hotel dan restoran sebesar 96 miliar yang didapat dari Tabel 5.14. Memperlihatkan perkiraan nilai investasi total sektor hotel dan restoran tahun 2009-2014 sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM) Kota Cirebon adalah sebesar Rp 22 miliar dari PMDN dan sebesar Rp 74 miliar dari PMA. Nilai PMA dan PMDN untuk tahun 2009 dan 2010 diambil berdasarkan data yang sudah terealisasi, data untuk tahun 2011 berdasarkan prediksi nilai investasi dari penanaman modal, dan data tahun 2012-2014 diperoleh dengan cara mengestimasi dari proyeksi laju pertumbuhan ekonomi rata-rata Kota Cirebon per tahunnya yang diproyeksi oleh Bappeda dikali dengan nilai investasi tahun sebelumnya, dimana proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2012 sebesar 6,54 persen, tahun 2013 sebesar 6,64 persen, dan tahun 2014 sebesar 6,67 persen.

80 Berdasarkan Tabel 5.15, Sebelum investasi ditingkatkan total output perekonomian sebesar Rp.8.698.856 triliun dan terjadi peningkatan output sebesar Rp.373.093.809 triliun dengan besar perubahan output sebesar Rp.364.394.953 triliun. Sebelum investasi ditingkatkan industri pengolahan menempati urutan pertama dari seluruh sektor perekonomian Kota Cirebon dengan nilai Rp.4.136.317 triliun tetapi setelah adanya peningkatan investasi output sektor industri pengolahan meningkat menjadi Rp.184.298.315 triliun dengan perubahan output sebesar Rp.180.161.998 miliar atau sebesar 49,397 persen dari total seluruh sektor perekonomian. Tabel 5.15. Dampak Investasi Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perubahan Output Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Output Sektor Sebelum Investasi Sesudah Investasi Besarnya Perubahan Nilai Persen Nilai Persen Output Pertanian 15.421 0,2 3.020.240 0,810 3.004.819 Industri pengolahan 4.136.317 47,6 184.298.315 49,397 180.161.998 Listrik,gas dan air bersih 82.345 0,9 2.595.832 0,696 2.513.487 Bangunan 0 0,000 0 0,00 0 Pedagang besar dan eceran 8.448 0,1 2.205.288 0,591 2.196.840 Hotel dan Restoran 141.594 1,6 102.670.252 27,519 102.528.658 Angkutan dan komunikasi 346.165 4,0 16.166.095 4,333 15.819.930 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 2.893.945 33,3 27.101.473 7,264 24.207.528 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 1.074.622 12,4 35.036.314 9,391 33.961.692 Total 8.698.856 100 373.093.809 100 364.394.953 Sektor hotel dan restoran sebelum investasi ditingkatkan menempati urutan kelima dari seluruh sektor perekonomian di Kota Cirebon dengan nilai output sebesar Rp.141.594 miliar, namun dengan adanya peningkatan investasi sebesar 96 miliar kontribusi sektor hotel dan restoran meningkat dari 1,6 persen menjadi 27,5 persen atau sebesar Rp.102.670.252 dan menempati urutan kedua dalam perekonomian Kota Cirebon dengan perubahan output sebesar Rp.102.528.658 triliun.

81 Tabel 5.16. Dampak Investasi Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perubahan Pendapatan Kota Cirebon Tahun 2005 (juta rupiah) Pendapatan Sektor Sebelum Investasi Sesudah Investasi Besarnya Perubahan Nilai Persen Nilai Persen Pendapatan Pertanian 67 0,093 11.818 0,112 11.751 Industri pengolahan 11.255 15,64 479.486 4,533 468.231 Listrik,gas dan air bersih 3.906 5,428 122.728 1,160 118.822 Bangunan 6481 9,007 168.291 1,591 161.810 Pedagang besar dan eceran 15.967 22,190 427.149 4,038 411.182 Hotel dan Restoran 11.871 16,497 8.615.268 81,450 8.603.397 angkutan dan komunikasi 11.893 16,528 555.404 5,251 543.511 keuangan,persewaan, jasa perusahaan 6.265 8,706 58.671 0,555 52.406 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 4.251 5,907 138.593 1,310 134.342 Total 71.955 100 10.577.412 100 10.505.457 Jika dilihat dari multiplier pendapatan, sebelum adanya peningkatan investasi, pendapatan seluruh sektor perekonomian sebesar Rp.71.955 miliar tetapi setelah adanya peningkatan investasi di sektor hotel dan restoran sebesar 96 miliar, pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian meningkat sebesar Rp.10.577.412 triliun, dengan perubahan pendapatan sebesar Rp.10.505.457 triliun. Sektor hotel dan restoran sebelum adanya peningkatan investasi berada pada urutan keempat dengan nilai sebesar Rp.11.871 miliar, tetapi setelah diberi investasi sebesar 96 miliar, kontribusi pendapatan sektor hotel dan restoran meningkat dari 16,49-81,45 persen dengan besarnya peningkatan pendapatan sebesar Rp.8.615.268 triliun, dengan peningkatan pendapatan sebesar Rp.8.603.397 triliun, sehingga menempati urutan pertama dari seluruh sektor perekonomian di Kota Cirebon. Berdasarkan Tabel 5.17, multiplier tenaga kerja total sebelum adanya peningkatan investasi sebesar 24.697 juta orang, tetapi dengan adanya tambahan dana dari pemerintah sebesar 96 miliar maka akan meningkatkan total tenaga kerja sebesar

82 71.853.088 juta orang dengan perubahan tenaga kerja sebesar 71.828.391 juta orang dari seluruh sektor tenaga kerja di Kota Cirebon. Tabel 5.17. Dampak Investasi Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perubahan Tenaga Kerja Kota Cirebon Tahun 2005 (orang) Sektor Tenaga Kerja Sebelum Investasi Sesudah Investasi Besarnya Perubahan Nilai Persen Nilai Persen Tenaga Kerja Pertanian Industri pengolahan 6.890 27,898 16.293.538 22,676 16.286.648 Listrik,gas dan air bersih 604 2,445 18.979 0,026 18.375 Bangunan 998 4,040 12.678 0,018 11.680 Pedagang besar dan eceran 2.649 10,725 865.469 1,204 862.820 Hotel dan Restoran 6.165 24,962 54.474.289 75,813 54.468.124 Angkutan dan komunikasi 1.664 6,737 77.709 0,108 76.045 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 3.283 13,293 30.744 0,043 27.461 Jasa sosial dan kemasyarakatan serta jasa-jasa lainnya 2.444 9,895 79.682 0,111 77.238 Total 24.697 100 71.853.088 100 71.828.391 Sektor hotel dan restoran sebelum adanya peningkatan investasi berada pada urutan pertama sebagai sektor yang menyerap tenaga kerja yaitu sebesar 6.165 orang atau sebesar 24,96 persen dari seluruh sektor perekonomian. Dengan adanya investasi kontribusi sektor hotel dan restoran meningkat dari 24,96 persen menjadi 75,81 persen atau terjadi peningkatan sebesar 54.474.289 juta orang dengan perubahan peningkatan sebesar 54.468.124 juta orang dan menempati urutan pertama sebagai sektor yang paling mampu menyerap tenaga kerja di Kota Cirebon, karena sektor hotel dan restoran bersifat padat karya atau menggunakan tenaga kerja lebih banyak dalam usahanya. Maka dari itu apabila pemerintah ingin mengurangi masalah pengangguran maka investasi di sektor hotel dan restoran merupakan pilihan tepat karena mampu menyerap tenaga kerja terbesar dibandingkan sektor lain di Kota Cirebon.