BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

LAMPIRAN. Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang akan digunakan

VIII. ANALISIS FINANSIAL

Mulai. Merancang bentuk alat. - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan. Menggambar alat. Memilih bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

III. METODOLOGI PENELITIAN

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang akan digunakan

Lampiran 2. Flowchart perencanaan penelitian. Mulai iii. Menimbang Biji Kedelai. Menyiapkan 2 jenis Mata Pisau yang Akan.

VIII. ANALISIS FINANSIAL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk alat. - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan - Menghitung kecepatan putaran alat Menggambar alat

IV METODOLOGI PENELITIAN

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Memotong bahan yang digunakan sesuai dengan dimensi pada gambar

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

VII. RENCANA KEUANGAN

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang

Mulai. Dirancang bentuk alat. Digambar dan ditentukan ukuran alat. Dipilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan. dirangkai alat.

METODE PERBANDINGAN EKONOMI. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada

IV METODE PENELITIAN

STUDI KELAYAKAN BISNIS. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ

Lampiran 1. Gambar proses pembuatan tahu

5.3.1 Pengamatan Sistem Produksi WTP

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

III. METODOLOGI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Mulai. Merancang bentuk alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan. Merangkai alat. Pengelasan. Pengecatan

A. Kerangka Pemikiran

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

Lampiran 1. Flowchart pelaksanaan penelitian. Mulai. Menyiapkan alat dan bahan. Mengambil data anthropometri 10 orang operator

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

LAMPIRAN Lampiran 1. Flow chart pelaksanaan penelitian

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

VII. ANALISIS FINANSIAL

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI RICE MILLING UNIT ONE PHASE (STUDI KASUS DI UD. BELEKE MAJU KABUPATEN LOMBOK BARAT NTB)

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

MODUL 13 PPENGANTAR USAHATANI: KELAYAKAN USAHATANI 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

Pengujian alat. Pengukuran parameter. Analisis data. selesai

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan. menentukan dimensi. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL

A Modal investasi Jumlah (Rp) 1 Tanah Bangunan Peralatan Produksi Biaya Praoperasi*

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

Mulai. Perancangan bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Pengukuran bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk Alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Persiapan bahan dan alat. Mengukur bahan yang akan digunakan

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

BAHAN DAN METODE. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

EVALUASI EKONOMI. Evalusi ekonomi dalam perancangan pabrik meliputi : Modal yang ditanam Biaya produksi Analisis ekonomi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang akan digunakan

II. KERANGKA PEMIKIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

Peternakan Tropika. Journal of Tropical Animal Science

III. KERANGKA PEMIKIRAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. berfokus pada bidang penggemukan sapi.sapi yang digemukkan mulai dari yang

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang.

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan

TUGAS PENGANTAR EKONOMI PRODUKSI ANALISIS USAHA JAHIT ARYAN TAILOR

3.2 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL

III. LANDASAN TEORI A. TEKNIK HEURISTIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI. 3.4 Analisis Data Analisis data yang dilakukan adalah analisis biaya produksi, harga pokok,

Transkripsi:

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan manfaat dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. Kegiatan seperti ini disebut suatu proyek (Pramudya dan Dewi, 1992). Adapun tujuan dari adanya proyek adalah untuk mendapatkan keuntungan, dimana keuntungan tersebut didapatkan dari adanya selisih biaya yang diterima dengan biaya yang telah dikeluarkan. Untuk mengetahui besarnya biaya yang diterima dan biaya-biaya yang dikeluarkan, maka dilakukan analisis biaya. Biaya-biaya suatu proyek terdiri dari biaya investasi dan biaya eksploitasi. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada tahap persiapan, sedangkan biaya eksploitasi dikeluarkan selama proyek tersebut dijalankan. Secara tradisional petani petani dan unit usaha pengilingan mengeringkan gabah dengan menggunakan metoda lamporan (pengeringan langsung menggunakan energi matahari), sehingga membutuhkan lahan yang luas, dengan tebal tumpukan antara 1-2.5 cm, diperlukan luas lahan lamporan antara 80-115 m 2 untuk setiap ton gabah. Dengan cara tersebut petani tidak memperhitungkan biaya pengeringgan, dan biasanya dikeringkan dipinggir jalan atau dititipkan ke penggilingan padi untuk dikeringkan dengan biaya Rp 50.000 per ton, tetapi dengan metoda lamporan, mutu hasil pengeringan tidak dapat ditentukan, oleh karena sangat tergantung cuaca dan keadaan sekelilingnya. Usaha penggilingan pada umumnya mempunyai lahan untuk pengering lamporan yang terbatas, sehingga ketika banyak petani menitipkan gabahnya untuk dikeringkan tidak mampu melakukannya, akibatnya banyak gabah yang mengalami penundaan pengeringan dan akan menurunkan mutu hasil penggilingan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Untuk itu penting bagi pengusaha penggilingan atau kelompok tani merubah cara pengeringan dari secara tradisional menjadi menggunakan pengering mekanis, yang dapat meningkatkan mutu pengeringan juga dapat meningkatkan hasil dari penggilingan.

96 Penggunaan pengering mekanis tersebut, tentunya diharapkan penambah biaya yang tidak terlampau tinggi, sehingga dibutuhkan pengering mekanis dengan harga terjangkau dan mempunyai unjuk kerja yang baik. Untuk itu, maka pengering gabah tipe resirkulasi dengan menggunakan konveyor pneumatik dan energi minyak jarak dapat menjadi pilihan utama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan dari usaha pengeringan gabah dengan menggunakan pengering tipe resirkulasi yang diteliti, dan diharapkan hasil dari analisis ini dapat dimanfaatkan oleh kelompok tani atau pengusaha penggilingan gabah. 5.2 TINJAUAN PUSTAKA Produksi gabah nasional yang mencapai 59.877 juta ton pada tahun 2008 (BPS 2008) sebagian besar berasal dari lahan petani, kemudian petani menjual ke pedagang penebas, ke KUD atau pengusaha penggilingan padi. Petani biasanya menjual gabah dalam keadaan gabah kering panen(gkp) atau gabah kering giling (GKG), apabila dalam keadaan GKP, maka pedagang penebas, KUD ataupun pengusaha penggilingan yang mengeringkan untuk menjadi GKG. Produksi gabah di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, dengan luas lahan sawah 1155 ha adalah 17134.54 ton gabah kering panen per tahun dalam 3 kali masa tanam. Proses pengeringan gabah yang dilakukan di daerah tersebut masih dengan cara tradisional, yaitu dijemur di atas lantai jemur (lamporan). Lamporan ini biasanya terintegrasi dengan unit penggilingan padi. Adapun jumlah penggilingan padi yang terdapat di Kecamatan Cibungbulang mencapai 28 unit penggilingan yang tersebar di berbagai desa. Apabila dirata-rata dalam setiap musim dihasilkan 5711.513 ton per musim, sehingga diperlukan lamporan untuk setiap unit penggilingan kurang lebih 400 m 2, dengan asumsi hasil setiap musim disebar secara rata di 28 unit penggilingan dan dilakukan dalam 45 hari. Luas lahan yang cukup besar tersebut tidak tersedia di setiap unit penggilingan, mereka pada umumnya hanya memiliki lahan lamporan ± 225 m 2, sehingga petani sering mengeringkan dipinggir jalan desa atau di pekarangan rumah.

97 5.2.1 Kajian Finansial Kajian finansial diawali dengan analisis biaya (biaya tetap dan biaya variabel), penentuan harga pokok dan harga jual. Untuk mengetahui batasan pengambilan keputusan kelayakan suatu proyek, digunakan berbagai indeks yang disebut kriteria investasi. Analisis biaya adalah kegiatan yang meliputi identifikasi biaya, pengukuran, alokasi dan pengendalian, yang merupakan kegiatan penting dalam suatu perusahaan. Penggolongan biaya menurut perubahannya terhadap volume produk terdiri dari biaya tetap, variabel dan semi variable (Simangunsong 1991). Menurut De Garmo et al (1984), biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap/konstan, tidak dipengaruhi oleh perubahan intensitas atau aktivitas volume kegiatan sampai dengan tingkat usaha tertentu. Komponen dalam biaya ini adalah biaya penyusutan, bunga modal investasi, pajak, biaya sewa gudang dan bangunan, gaji pegawai tetap serta dana sosial. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya akan berubah sebanding dengan perubahan intensitas volume kegiatan. Biaya variable meliputi biaya pemeliharaan, biaya bahan bakar, biaya bahan baku/penolong, upah karyawan harian serta jaminan karyawan. Biaya semi variabel adalah biaya variabel yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti beban kerja peralatan dan umur peralatan. Karena penghitungan biaya semi variabel cukup rumit, maka umumnya komponen biaya ini dikelompokkan ke dalam biaya variabel (De Garmo et al. 1984). Dalam menentukan harga pokok, Simangunsong (1991) menyatakan bahwa perhitungan harga pokok berdasarkan obyek biaya dapat dibedakan menjadi: (1) Metode Full Costing/Absorbation Costing/ Metode konvensional, yaitu metode yang memperhitungkan semua biaya produksi (biaya tetap dan biaya variabel) sebagai unsur harga pokok. (2) Metode Direct Costing/Variable Costing, yaitu metode yang hanya memperhitungkan biaya variabel dan tidak menyertakan biaya tetap dalam penentuan harga pokok produksi. Dengan menggunakan metode tersebut akan diperoleh harga pokok yang selanjutnya ditambah dengan prosentase laba yang diinginkan (mark up) sehingga menghasilkan harga jual (target price).

98 Biaya tetap yang diperhitungkan meliputi biaya penyusutan dan bunga modal. Biaya penyusutan meliputi biaya penyusutan lamporan dan peralatan pendukungnya, seperti garpu perata dan tampah. Perhitungan biaya penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus dengan persamaan sebagai berikut: D = P L S 5.1 dimana: D = Biaya penyusutan (Rp / tahun) P = Harga awal (Rp) S = Harga Akhir (Rp) L = Perkiraan umur ekonomis (tahun) Bunga modal dari investasi pada mesin pengering diperhitungkan sebagai biaya, karena uang yang dipergunakan untuk membeli alat atau mesin tidak bisa dipergunakan untuk usaha lain. Bunga modal diperhitungkan sendiri, karena pada perhitungan biaya penyusutan belum memperhitungkan bunga modal. Perhitungan bunga modal diperhitungkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: i P( N +1) I =. 5.2 2N dimana: I = Total bunga modal (Rp / tahun) P= Nilai awal mesin (Rp) i = Tingkat bunga modal (% / tahun) N = Umur ekonomis (tahun) Biaya tidak tetap meliputi biaya pemakaian bahan bakar, biaya pemakaian listrik, biaya buruh/operator dan biaya pemeliharaan. Biaya ini akan dikeluarkan jika mesin dioperasikan. Makin lama dioperasikan maka makin banyak biaya yang dikeluarkan. Biaya bahan bakar adalah biaya sumber tenaga, seperti minyak tanah. Biaya buruh/operator diperhitungkan sebagai biaya

99 tidak tetap karena buruh/operator digaji menurut jam kerjanya. Menurut Waries (2006) gaji operator diperhitungkan sebagai biaya tidak tetap apabila operator digaji berdasarkan jam kerjanya. Lanjutnya, apabila operator digaji sebagai pegawai tetap, maka gajinya termasuk ke dalam biaya tetap. Biaya pemeliharaan meliputi biaya penggantian bagian yang telah aus, upah tenaga kerja mekanik untuk perbaikan khusus, pengecatan, pembersihan, pencucian dan perbaikan-perbaikan karena faktor tak terduga. Biaya tidak tetap ini dihitung dalam satuan Rp/jam. Biaya total merupakan biaya keseluruhan yang diperlukan untuk mengoperasikan suatu mesin. Biaya ini merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya tidak tetap, dan dinyatakan dalam satuan Rp/jam. Biaya total dihitung dengan persamaan (Pramudya dan Dewi. 1992) : BT B = + x M x = k BTT dimana: B = Biaya total (Rp/jam) BT = Biaya tetap (Rp/tahun) BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam) x = Jam kerja per tahun (jam/tahun) M = Perkiraan gabah yang dikeringkan (kg/tahun) k = Kapasitas kerja mesin (kg/jam) Menurut Manullang (1980), biaya pokok produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang, ditambah biaya lainnya sehingga barang tersebut dapat dipergunakan. Pada pengeringan gabah, biaya pokok adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengeringkan satu kilogram gabah (GKP). Biaya pokok dinyatakan dalam satuan Rp/kg. Biaya pokok dihitung dengan persamaan (Pramudya dan Dewi 1992): Bp = B k dimana: B = Biaya total (Rp/jam) k = Kapasitas kerja mesin (kg/jam) 5.3

100 Adapun kriteria Investasi yang merupakan indeks yang digunakan untuk mengetahui kelayakan proyek yang akan dilaksanakan. Penghitungan kriteria investasi yang didasarkan pada konsep nilai uang meliputi Net Present Value(NPV), Internal Rate of Return(IRR), Net Benefit Cost Ratio(Net BC ratio) dan analisis kepekaan(sensitivitas). Sedangkan kriteria investasi yang didasarkan pada konsep nilai waktu meliputi Break Even Point (BEP) dan Pay Back Period. Net Present Value (NPV), yaitu selisih harga sekarang dari penerimaan terhadap pengeluaran pada tingkat suku bunga tertentu. NPV sangat dipengaruhi oleh nilai dari pengeluaran dan penerimaan, atau salah satu dari unsur tersebut, dengan menggunakan kriteria NPV, maka proyek dikatakan layak apabila nilai NPV lebih besar atau sama dengan nol. Rumus perhitungan NPV adalah: NPV = n Bt Ct t ( 1 i) t = 1 + B = penerimaan total n = umur ekonomis t = tahun ke- 5.4 C = biaya total i = tingkat suku bunga Internal Rate of Return (IRR), yaitu tingkat suku bunga yang menunjukkan jumlah nilai sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh biaya investasi proyek (Djamin 1984). Nilai IRR merupakan nilai tingkat bunga, dimana nilai NPV-nya sama dengan nol (Pramudya dan Dewi 1992). Dalam persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut: IRR = i' + NPV ' NPV ' NPV " ( i" i' ) 5.5 NPV = NPV pada suku bunga i (bernilai positif) NPV = NPV pada suku bunga i (bernilai negatif) Proyek dinyatakan layak bila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga (i) yang berlaku saat itu. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), merupakan perbandingan antara present value total dari benefit bersih terhadap present value total dari biaya bersih (Kadariah et al. 1988).

101 NetB / C n t = 1 = n t = 1 Bt + t ( 1 i) Ct Ct Bt t ( 1 + i) 5.6 Apabila Net B/C >1 proyek dianggap layak, dan bila Net B/C <1 maka proyek dinyatakan tidak layak. Break Even Point (BEP) adalah salah suatu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan besarnya hasil penjualan sama dengan biaya total (Kadariah et al. 1988), atau dalam hal ini keuntungan sama dengan nol. Q ( unit ) = FC H V Pay Back Period (PBP), menunjukkan waktu sebuah gagasan usaha dapat mengembalikan seluruh modal yang ditanam. Pengembalian dilakukan dengan pembayaran laba bersih ditambah penyusutan (Kadariah et al., 1988). Dengan demikian PBP menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana yang tertanam pada suatu usaha dapat diperoleh kembali. 5.7 Investasi awal PBP = + 1 tahun penerimaan periodik 5.8 Analisis kepekaan/sensitivitas yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh beberapa faktor terhadap hasil analisis investasi yang dilakukan. Dalam melakukan analisis kepekaan, perhitungan yang telah dilakukan perlu diulang kembali dengan perubahan yang terjadi atau mungkin terjadi, dengan melakukan trial and error. 5.2.2 Analisis Data Analisis biaya pengeringan gabah dengan menggunakan pengering resirkulasi ditujukan untuk kelompok petani dan atau pengusaha penggilingan padi Kajian finansial diawali dengan anlisis biaya (biaya tetap dan biaya variabel), penentuan harga pokok dan harga jual. Biaya proyek terdiri dari biaya investasi dan biaya eksploitasi. Analisis biaya investasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar nilai investasi suatu usaha, dalam hal ini biaya investasi adalah harga pengadaan alat pengering resirkulasi yang

102 didapat dari hasil optimasi biaya pada bagian disertasi ini, sedangkan penentuan harga pokok dapat dianalisis dengan menggunakan analisis biaya produksi, sehingga dapat diperoleh biaya per satuan produk keluaran, semakin rendah biaya produksi semakin tinggi keuntungan yang didapat. Untuk memudahkan analisis kelayakan usaha pengeringan gabah secara mekanis ini diperlukan beberapa asumsi yaitu: Investasi awal, harga-harga faktor produksi dan biaya pengeringan berdasarkan harga yang berlaku selama penelitian berlangsung, Umur ekonomis untuk unit pengering mekanis adalah 5 tahun, Nilai akhir untuk unit pengering adalah 10% dari investasi awal. Pendapatan dan pengeluaran dianggap tetap sepanjang umur ekonomis alat. Tingkat suku bunga (discount rate) adalah tingkat bunga yang diperkirakan dan dipakai untuk mendiskon pembayaran dan penerimaan dalam satu periode. Besarnya tingkat suku bunga adalah 15% yang didekati dari tingkat suku bunga Bank Indonesia ketika penelitian berlangsung. Hari kerja unit pengering mekanis selama 240 hari/tahun.tidak ada pajak yang dikenakan dalam perhitungan. 5.3 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis ekonomi untuk pengeringan gabah secara mekanis ini dilakukan dengan menggunakan data harian jumlah gabah yang dijemur pada pengeringan gabah secara tradisional. Dari data harian diperoleh rata-rata gabah yang dijemur per hari sebesar 2050 kg GKP atau sebesar 369 ton GKP per tahun pada salah satu unit usaha penggilingan 5.3.1 Biaya Investasi Dalam pengembangan usaha pengeringan gabah secara mekanis, komponen yang termasuk biaya investasi adalah pengadaan mesin pengering. Besarnya dana yang dibutuhkan untuk membeli mesin pengering sebesar Rp 10 juta dan semuanya adalah modal sendiri atau modal bersama anggota kelompok tani.

103 5.3.2 Biaya Tetap Biaya tetap yang diperhitungkan dalam pengembangan usaha pengeringan gabah ini adalah biaya penyusutan mesin dan bunga modal. Perhitungan biaya penyusutan mesin dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus. Nilai sisa untuk mesin ditetapkan 10% dari harga awal. Biaya penyusutan dari hasil perhitungan diperoleh sebesar Rp 1.800.000 per tahun. Bunga modal diperhitungkan sebagai biaya, karena uang yang dipergunakan untuk membeli mesin tidak bisa dipergunakan untuk usaha lain (Pramudya dan Dewi 1992). Besarnya suku bunga yang dipergunakan adalah 15%. Besarnya bunga modal ini adalah Rp 900.000 per tahun. Dari hasil perhitungan diperoleh total biaya tetap sebesar Rp 2.700.000,-. Rincian biaya tetap disajikan pada Lampiran 4. 5.3.3 Biaya Tidak Tetap Yang termasuk biaya tetap adalah biaya operasional mesin, biaya operator dan biaya pemeliharaan. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besar dan kecilnya tergantung pada produk yang dihasilkan dan pemakaian alat atau mesin produksi. Biaya operasional mesin meliputi biaya listrik dan minyak tanah. Tarif listrik yang digunakan dalam perhitungan adalah tarif listrik untuk rumah tangga sebesar Rp 675/kWh berdasarkan TDL (Tarif Dasar Listrik) pada bulan Mei 2008. Konsumsi listrik mesin pengering adalah 0.01 kwh/kg. Biaya pemakaian listrik diperoleh dari hasil perkalian antara konsumsi listrik mesin pengering (kwh/kg), jumlah gabah yang dikeringkan per jamnya dan tarif listrik. Konsumsi bahan bakar adalah 1.1 liter per jam. Ini didapat dari rata-rata konsumsi bahan bakar pada unjuk kerja mesin. Biaya pemakaian bahan bakar diperoleh dengan mengalikan konsumsi bahan bakar dengan harga bahan bakar. Harga bahan bakar khususnya minyak tanah ini berbedabeda di setiap tempat. Harga minyak tanah yang berlaku di pasaran sebesar Rp 6.000 per liter dan harga minyak jarak dipasaran saat ini juga Rp 6.000 per liter. Jumlah tenaga operator yang dibutuhkan untuk mengoperasikan mesin pengering sebanyak satu orang. Operator dibayar dengan upah yang sama dengan upah pada penjemuran gabah, yaitu sebesar Rp 20.000 per orang setiap hari kerja. Sedangkan untuk biaya pemeliharaan yang dikeluarkan sebesar Rp 350 per jam. Dari hasil perhitungan diperoleh total biaya tidak tetap sebesar Rp 10.937 per jam atau Rp 22.290.000 per tahun. Rincian biaya tidak tetap disajikan pada Lampiran 5.

104 5.3.4 Biaya Pokok Pengeringan Biaya pokok pengeringan (Rp/kg) dapat dianalisis dari komponen biaya tetap (Rp/th) dan tidak tetap (Rp/jam), kapasitas pengeringan (kg/jam), dan hari kerja rata-rata per tahun (jam/th). Dari hasil perhitungan diperoleh biaya pokok untuk pengeringan gabah tipe resirkulasi denga menggunakan konveyor pneumatik sebesar Rp 241 per kg GKP. Semakin besar jumlah jam kerja dalam satu tahun maka biaya pokok per unit produk akan semakin rendah, sehingga untuk mendapatkan keuntungan maksimal, biaya pokok harus diusahakan serendah mungkin (Pramudya dan Dewi 1992). Hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan volume gabah yang akan dikeringkan atau meningkatkan waktu kerja lebih besar dari hari kerja rata-rata. Agar hal ini bisa tercapai maka pengusaha jasa pengeringan gabah harus memaksimalkan kerja mesin ketika musim hujan berlangsung dan ketika terjadi kelebihan produksi gabah sehingga penjemuran gabah secara tradisional tidak bisa dilakukan. 5.3.5 Analisis Titik Impas Analisis titik impas perlu diketahui untuk mengetahui hari pengoperasian mesin pengering gabah setiap tahun agar usaha jasa pengeringan gabah tidak mengalami kerugian. Komponen analisis titik impas adalah biaya tetap (Rp/th), biaya tidak tetap (Rp/jam), dan upah pengeringan. Upah pengeringan yang dikenakan Rp 250 per kg atau dalam bentuk natura (GKG) sebesar 0.074 kg. Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh volume gabah masuk pada titik impas untuk usaha pengeringan gabah tersebut adalah sebesar 86.400 kg GKP per tahun dan 1728 jam kerja per tahun. Dari data yang diperoleh dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa usaha jasa pengeringan gabah tersebut harus mengeringkan gabah dengan jumlah gabah yang dikeringkan minimal pada titik impas agar tidak mengalami kerugian. 5.3.6 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengeringan Gabah Perhitungan analisis finansial dilakukan dengan tiga macam analisis yaitu: 1. Net Present Value (NPV)

105 2. Internal Rate of Return (IRR) 3. B/C Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan pada analisis biaya, upah untuk pengeringan, jam kerja per tahun dan jumlah gabah yang dikeringkan per tahun pada tingkat bunga 15%. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 8.186.391,-, IRR sebesar 31.19% dan B/C sebesar 1.82. Dari hasil perhitungan untuk kelayakan finansial yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa usaha pengeringan gabah secara mekanis dari segi finansial adalah layak dengan rata-rata jumlah gabah 500 kg GKP per hari atau sebesar 86.400 kg GKP per tahun. Ini terlihat dari semua nilai NPV yang lebih besar dari 0 (nol), nilai IRR yang lebih besar dari discount rate yang berlaku (15%), dan B/C yang lebih besar dari 1 (satu). 5.3.7 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas pada usaha pengeringan gabah ini dilakukan untuk mempelajari kemungkinan bila terjadi perubahan pada salah satu komponen biaya. Sebelum dilakukan analisis sensitivitas, perlu ditentukan terlebih dulu variabel kritis yang mungkin akan mengalami perubahan karena pengaruh dari keadaan sosial, politik dan ekonomi saat itu dan dapat mengakibatkan perubahan biaya dan kelayakan pada usaha. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap kenaikan harga bahan bakar (minyak tanah) sebesar 10%, 12.5%, 15% dan 17,5%. Selain itu, dilakukan analisis sensitivitas untuk kenaikan upah operator sebesar 30%, 40%, dan 50%. Analisis lainnya adalah terhadap penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per hari sebesar 15%, 20%, 25%, 30%, dan 35% serta terhadap penurunan harga Gabah Kering Giling (GKG) sebesar 5%, 7.5%, dan 10%. Untuk analisis sensitivitas terhadap kenaikan tarif listrik tidak dilakukan, karena tidak begitu berpengaruh terhadap hasil kelayakan. Hasil perhitungan dari analisis sensitivitas disajikan pada tabel berikut ini.

106 Tabel 21 Analisis sensitivitas kenaikan harga bahan bakar Kenaikan Harga (%) 10 12,5 15 17,5 NPV (Rp) B/C IRR (%) 2876578 1549124 221671-1105782 1.29 1.15 1.02 0.89 27.78 19.99 17.98 9.01 Dari Tabel 21 terlihat bahwa kenaikan harga bahan bakar hingga mencapai 17.5% dari sekarang (harga sekarang Rp 6.000 per liter) akan mempengaruhi kelayakan usaha jasa pengeringan. Hal ini terlihat dari nilai NPV sebesar - Rp 1.105.782 ; B/C sebesar 0.89 dan IRR 9.01, menjadi tidak karena dengan nilai NPV yang kurang dari nol, nilai B/C yang kurang dari 1, dan nilai IRR yang kurang dari suku bunga. Tabel 21 Analisis sensitivitas kenaikan upah operator Kenaikan Upah (%) 30 40 50 NPV (Rp) B/C IRR (%) 3.359.288 1.34 38.36 2.118.991 1.21 34.23 141.219 1.1 22.37 Dari Tabel 22 terlihat kenaikan upah operator hingga mencapai 50% dari sekarang (upah operator sekarang Rp 20.000 per orang per hari) tidak akan mempengaruhi kelayakan usaha jasa pengeringan. Ini terlihat dari nilai NPV sebesar Rp 141.219 B/C sebesar 1.1, dan IRR sebesar 22.37%. Nilai NPV yang lebih dari nol, nilai B/C yang lebih dari 1, dan nilai IRR yang lebih dari suku bunga menunjukkan saat kenaikan upah operator mencapai 50% maka usaha jasa pengeringan dengan rata-rata jumlah gabah yang masuk 500 kg per hari masih layak. Dari Tabel 23 terlihat penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per hari sebesar 35% akan mempengaruhi kelayakan usaha jasa pengeringan. Ini terlihat dari nilai NPV sebesar Rp -1.571.084., B/C sebesar 0.89 dan IRR sebesar 11.08%. Nilai NPV yang kurang dari nol, nilai B/C yang kurang dari 1, dan nilai IRR yang kurang dari suku bunga menunjukkan saat

107 penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per hari mencapai 35% maka usaha jasa pengeringan menjadi tidak layak. Tabel 23 Analisis sensitivitas penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per hari Penurunan Ratarata Jumlah Gabah per Hari (%) 20 25 30 35 NPV (Rp) B/C IRR (%) 3.830.883 2.030.226 229.569-1.571.084 1.25 1.13 1.01 0.89 24.47 2.06 15.63 11.08 Penurunan harga Gabah Kering Giling (GKG) dapat juga mempengaruhi jumlah penerimaan dari usaha jasa pengeringan tersebut. Upah pengeringan pada pengeringan ini selain dapat dibayar dengan menggunakan uang, dapat juga dibayar dengan menggunakan gabah (GKG) sebesar 0.074 kg. Nilai ini merupakan konversi dari upah pengeringan sebesar Rp 250 per kg (harga gabah yang dipakai sebesar Rp 2.840 per kg GKG, harga ini berdasarkan pada harga pembelian GKG di tingkat Bulog menurut Inpres No.1 Maret 2008). Tabel 24 Analisis sensitivitas penurunan harga Gabah Kering Giling (GKG) Penurunan Harga GKG (%) 5 7.5 10 NPV (Rp) B/C IRR (%) 4.906.740 1.33 27.11 1.230.680 1.08 18.19-1.832.700 0.88 10.35 Dari Tabel 24 terlihat penurunan harga gabah kering giling (GKG) mencapai 10% akan mempengaruhi kelayakan usaha jasa pengeringan. Ini terlihat dari nilai NPV sebesar Rp -1.832 700, B/C sebesar 0.88 dan IRR sebesar 10.35%. Nilai NPV yang kurang dari nol, nilai B/C yang kurang dari 1, dan nilai IRR yang kurang dari suku bunga menunjukkan saat penurunan harga gabah kering giling (GKG) mencapai 10% maka usaha jasa pengeringan menjadi tidak layak.

108 Perhitungan biaya dengan skenerio kapasitas pengering 500 kg ; 1000 kg dan 2000 kg ditampilkan pada Lampiran 4, 11 dan 13 5.4 KESIMPULAN 1) Mengingat harga alat dan mesin pertanian, khususnya mesin pengering gabah, secara umum tidak terjangkau oleh daya beli petani, sedangkan alat dan mesin pertanian sangat diperlukan untuk membantu usaha tani dalam peningkatan produksi dan mutu. Bagi petani yang diperlukan adalah ketersediaan jasa alat dan mesin pertanian tersebut, bukan kepemilikan alat dan mesin. Jasa itu disediakan secara komersial, oleh karena itu pengadaan alat dan mesin tersebut harus dilaksanakan dalam konteks yang layak secara teknis dan ekonomi bagi pengusaha jasa bersangkutan. Peningkatan usaha jasa pelayanan pengeringan akan merangsang pengembangan penggunaan mesin pengering. 2) Usaha jasa pengeringan gabah ini biasanya terintegrasi dengan unit penggilingan padi, sehingga pengembangan usaha jasa pengeringan gabah melalui pengusaha penggilingan padi, petani ataupun kelompok tani yang mengelola usaha penggilingan padi mempunyai prospek yang cukup baik. Biaya investasi untuk pengering gabah kapasitas 500 kg adalah Rp 10 juta, - ; kapasitas 1000 kg adalah Rp 15 juta,- dan kapasitas 2000 kg adalah Rp 30 juta,-. Berdasarkan hasil analisis biaya, Hasil analisis finansial usaha pengeringan gabah dengan menggunakan pengering resirkulasi menunjukkan bahwa nilai NPV adalah sebesar Rp 8.186.391,-. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tingkat suku bunga 15 % nilai NPV masih menunjukkan positif sehingga pada tingkat opportunity (discount rate) 15 % investasi usaha pengeringan layak untuk dilakukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai net B/C sebesar 1.82 dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi usaha pengeringan gabah layak untuk dilaksanakan. Hasil analisisi menunjukkan bahwa nilai IRR sebesar 31.19% yang berarti bahwa bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga bank sebesar 15% investasi usaha pengeringan gabah masih menguntungkan.

109 3) Analisis titik impas (BEP) perlu diketahui untuk mengetahui hari pengoperasian mesin pengering gabah setiap tahun agar usaha jasa pengeringan gabah tidak mengalami kerugian. Upah pengeringan yang dikenakan Rp 250 per kg atau dalam bentuk natura (GKG) sebesar 0.074 kg. Dari perhitungan yang dilakukan, menunjukkan kapasitas volume gabah masuk yang harus diusahakan adalah sebesar 86.4 ton GKP per tahun dan 1728 jam kerja per tahun. Dari hasil perhitungan PBP, usaha ini menunjukkan waktu pengembalian modal investasi pada tahu ke dua, yang berarti investasi yang dikeluarkan akan kembali pada tahun ke dua. 4) Dengan kenaikan harga bahan bakar hingga 15% dan kenaikan upah pekerja naik 15% usaha tersebut masih layak, jika kenaikan hanya terjadi pada upah pekerja, kenaikan hingga 50% juga masih layak untuk usaha jasa pengeringan dengan menggunakan pengering resirkulasi tersebut.