BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

dokumen-dokumen yang mirip
MENINGKATKAN EFISIENSI LINI PADA LINE PROFILING DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING KILBRIDGE-WESTER HEURISTIC DI PT. MULTIKARYA SINARDINAMIKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA HASIL Kondisi Keseimbangan Lintasan Produksi Aktual

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB VII SIMULASI CONVEYOR

BAB VI LINE BALANCING

ANALISIS KESEIMBANGAN LINI PADA LINTASAN TRANSMISI MF06 DENGAN PENERAPAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHT

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI

VI. TOYOTA PRODUCTION SYSTEM. A. Pengertian Toyota Production System (TPS)

ANALISIS PERBAIKAN KESEIMBANGAN LINI PERAKITAN TRANSMISI CURRENT DENGAN MENGGUNAKAN METODE KILLBRIDGE-WESTER

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan produksi dan operasi merupakan kegiatan yang paling pokok

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan

BAB IV PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS HASIL

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diperoleh dari hasil kerja praktek di industri otomotif sunter yaitu data cycle time

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI

Line Balancing (Keseimbangan Lini Produksi)

BAB 2 LANDASAN TEORI

MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI LINE REAR AXLE ASSY DENGAN METODE LINE BALANCING DI PT. XYZ

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir Latar Belakang Masalah. Pada produksi yang mempunyai tipe produksi massal, yang melibatkan

Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP)

BAB I PENDAHULUAN. massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan kedalam beberapa pusatpusat

BAB 1 PENDAHULUAN. Industri Otomotif merupakan salah satu jenis bisnis yang berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kegiatan industri khususnya industri otomotif, ujung tombak yang

BAB VI LINE BALANCING

BAB 1 PENDAHULUAN. rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat

Perbaikan Tata Letak Fasilitas dengan Mempertimbangkan Keseimbangan Lintasan (Studi Kasus)

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric

DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Latar Belakang Penelitian..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN LINE PRODUKSI DRIVE ASSY DI PT. JIDECO INDONESIA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. parts. Perusahaan ini menerima pesanan dari perusahaan otomotif dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap perusahaan akan dihadapkan dengan era persaingan pasar global,

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini adalah pengertian keseimbangan lini (line balancing)

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENULISAN ILMIAH SUGIANTO

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 4 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING

BAB 1 PENDAHULUAN. atau tidak maka dibutuhkan suatu kelayakan proyek. diukur dengan mempertimbangkan untung dan ruginya suatu investasi.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE

OPTIMALISASI BEBAN KERJA DAN STANDARISASI ELEMEN KERJA UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PROSES FINISHING PART OUTER DOOR DI PT TMMIN

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN. dan juga hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

Perbaikan Lintasan CU dengan Metode Line Balancing

Penerapan Metode Line Balancing Produk Tall Boy Cleopatra dan Aplikasinya pada Tata Letak Mesin PT. Funisia Perkasa

PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK TERHADAP PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING PADA PT SCOIL INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. work center. Waktu yang diijinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan itu

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

Seminar Nasional IENACO ISSN PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. Adapun urutan langkah-langkah dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai

Daftar Pertanyaan (Asesmen Mandiri/Self Assessment)

Analisis Line Balancing dengan RPW pada Departemen Sewing Assembly Line Style F1625W404 di PT. Pan Brothers, Boyolali

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PERANCANGAN DAN PENGUKURAN KERJA PADA LINE WELDING STAND COMP MAIN TYPE KZRA UNTUK MENGOPTIMALKAN JUMLAH OPERATOR (STUDI KASUS DI PT DP)

Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Area Produksi Assy Air Cleaner di PT Astra Otoparts Divisi Adiwira Plastik

BAB 4 PEMBAHASAN HASIL

PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI DI PT. X DENGAN MEMPERHATIKAN LINTASAN PERAKITAN DAN TATA LETAK FASILITAS

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan adalah mengurangi pemborosan (waste) ataupun segala sesuatu yang

Peningkatan Kapasitas Produksi pada PT. Adicitra Bhirawa

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Bina Nusantara. Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Teknik Industri Semester Genap tahun 2006/2007

BAB I PENDAHULUAN. tetap menjaga mutu dan produktivitasnya untuk dapat bersaing di pasar dunia, maka PT

OPTIMALISASI PROSES PRODUKSI PADA LINI PERAKITAN PT.X DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINTASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan.

METODE REGION APPROACH UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly

Transkripsi:

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan PT. Multikarya Sinardinamika berdiri pada Desember 1990 dan mulai beroperasi pada Januari 1991. Perusahaan ini bergerak dalam bidang industri manufaktur pembuatan aksesoris spare parts otomotif. Perusahaan ini menerima pemesanan akstesoris spare parts dari perusahaan otomotif lain dan juga melayani pengecatan non automotive spare parts seperti cover pompa air, mesin pompa air dan penyangga mesin pompa air. Gambar 4.1 Gedung PT. Multikarya Sinardinamika Pada awal berdirinya, perusahaan ini hanya sebagai pemasok tingkat kedua automotive small metal stamping. Namun pada tahun 1994, perusahaan ini menjadi pemasok tingkat pertama untuk salah satu perusahaan otomotif yang telah diakui di Indonesia. Pada tahun 1997, perusahaan memindahkan fasilitas produksi ke area yang lebih luas untuk mendukung penambahan volum produksi. Area ini berlokasi di Jalan Wahab Affan No. 41 Pondok Ungu, Bekasi. Saat ini perusahaan memiliki 357 karyawan.

4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan Visi Perusahaan "Menjadi pemasok utama komponen pada part Industri Manufaktur di Indonesia, yang mampu bersaing ditingkat Regional maupun Global" Misi Perusahaan "Sebagai penyedia manufakturing komponen maupun pabrikasi yang memfokuskan pada pemenuhan kepuasan pelanggan melalui kualitas yang stabil, harga yang bersaing dan penghantaran yang tepat waktu, melakukan usaha penyempurnaan terus menerus, disertai penerapan Keselamatan Kerja dan Ramah Lingkungan" 4.1.3 Produk yang Dihasilkan Produk yang dihasilkan oleh PT. MKSD adalah seperti gambar di bawah ini. Namun, yang akan dibahas pada penelitian ini adalah produk spare part roof dari kendaraan Toyota Rush dan Daihatsu Terios, seperti yang diberi tanda merah. Gambar 4.2 Produk yang Dihasilkan Gambar 4.3 Spare Part Roof

4.2 Hasil Observasi Lapangan 4.2.1 Keadaan Awal Lintasan Perakitan Keadaan awal line profiling terbagi menjadi 13 elemen kerja (EK) dengan 9 stasiun kerja (SK) dan menggunakan 9 manpower (operator). 9 operator tersebut mempunyai tugas sebagai berikut : Tabel 4.1 Tabel Elemen Kerja pada SK1

Tabel 4.2 Tabel Elemen Kerja pada SK2

Tabel 4.3 Tabel Elemen Kerja pada SK3 Tabel 4.4 Tabel Elemen Kerja pada SK4 Tabel 4.5 Tabel Elemen Kerja pada SK5

Tabel 4.6 Tabel Elemen Kerja pada SK6 Tabel 4.7 Tabel Elemen Kerja pada SK7 Tabel 4.8 Tabel Elemen Kerja pada SK8 Tabel 4.9 Tabel Elemen Kerja pada SK9 Di bawah ini juga digambarkan area kerja dan flow process material pada line profiling. Ini merupakan gambar flow material sebelum dilakukan improvement (current condition).

Keterangan : Luas Area = 1. 12.00 x 5.00 = 60.00 m 2 2. 4.80 x 3.30 = 15.84 m 2 Total luas area = 75.84 m 2 Gambar 4.4 Flow Material Current Condition pada Line profiling Gambar 4.5 Layout Current pada Line Profiling

4.2.2 Jam Kerja Hari kerja yang tersedia adalah 5 hari kerja per minggu yaitu setiap hari Senin sampai dengan Jumat. Jadwal jam kerjanya yaitu : Tabel 4.10 Tabel Jam Kerja *Untuk hari Jumat, waktu ishoma 11.30 13.00 4.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data 4.3.1 Working Hour per Day & Gaji Operator pada Line Profiling (W/D) Gaji = 7.5 hours/day = 450 min/day = 27000 sec/day = Rp 2.400.000,- per bulan per operator 4.3.2 Data Waktu Operasi Waktu operasi (ti) adalah waktu standar yang digunakan untuk menyelesaikan suatu operasi (dalam detik). Untuk mendapatkan data waktu operasi, peneliti mengadakan pengamatan dan pengukuran kerja dari tiap-tiap elemen kerja. Pengukuran kerja dilakukan dengan menggunakan metode direct stop-watch time study. Berikut ini adalah data waktu operasi tiap-tiap manpower yang berhasil diperoleh :

Tabel 4.11 Tabel Waktu Operasi SK1

Tabel 4.12 Tabel Waktu Operasi SK2

Tabel 4.13 Tabel Waktu Operasi SK3 Tabel 4.14 Tabel Waktu Operasi SK4 Tabel 4.15 Tabel Waktu Operasi SK5 Tabel 4.16 Tabel Waktu Operasi SK6

Tabel 4.17 Tabel Waktu Operasi SK7 Tabel 4.18 Tabel Waktu Operasi SK8 Tabel 4.19 Tabel Waktu Operasi SK9 4.3.3 Data Waktu Siklus (Cycle Time) Setelah dilakukan pengamatan dan pengukuran waktu operasi terhadap semua elemen kerja, maka didapat waktu siklus (cycle time) yang diperlukan untuk membuat satu unit produk. Cara untuk mendapatkan waku siklus adalah dengan menjumlahkan waktu proses pada seluruh elemen kerja. Waktu operasi elemen kerja pada MP1 = 32 Waktu operasi elemen kerja pada MP2 = 51 Waktu operasi elemen kerja pada MP3 = 29

Waktu operasi elemen kerja pada MP4 = 29 Waktu operasi elemen kerja pada MP5 = 30 Waktu operasi elemen kerja pada MP6 = 32 Waktu operasi elemen kerja pada MP7 = 41 Waktu operasi elemen kerja pada MP8 = 33 Waktu operasi elemen kerja pada MP9 = 18 Maka waktu siklus (CT) keseluruhan = 295 detik 4.3.4 Yamazumi Chart Current Condition Yamazumi chart merupakan chart yamazumi (susunan) elemen pekerjaan yang ditampilkan pada TSKK (Tabel Standard Kerja Kombinasi), SOP (Standard Operation Procedure), atau Work Elemen Sheet. Yamazumi ini dipakai sebagai alat atau instrumen untuk mengawasi secara visual keseluruhan proses dan mengawasi atau mempertahankan elemen pekerjaan. Berikut ini adalah data yamazumi MP line proffiling current condition yang diperoleh dari hasil perhitungan : Gambar 4.6 Yamazumi MP line proffiling current condition Hasil yamazumi chart menunjukan adaya ketidakseimbangan beban kerja yang diperlihatkan melalui waktu kerja MP yang tidak seimbang. Beban kerja MP 3, 4 dan 9 tidak sebanding jika dibandingkan dengan beban kerja MP 2 dan 7. Langkah perbaikan yang harus dilakukan adalah dengan menyeimbangkan beban kerja dengan mengelompokan beberapa elemen kerja ke dalam satu stasiun kerja yang sama.

4.4 Menetapkan Metode dan Melakukan Perbaikan 4.4.1 Line Balancing untuk Line Profiling dengan Metode Kilbridge- Wester Heuristic Sesuai dengan namanya, metode ini dikembangkan oleh dua orang yakni Kilbridge dan Wester. Langkah-langkah dalam melakukan metode ini adalah : 1. Buat precedence diagram dari data yang ada. Pada line profiling terdapat 13 elemen kerja. Gambar 4.7 Precedence Diagram Line Profiling 2. Dari precedence diagram di atas, tentukan kemungkinan nilai waktu siklus yang akan digunakan, dengan cara mencari faktor dari total waktu pengerjaan seluruh elemen kerja yang ada. Total waktu pengerjaan seluruh elemen kerja adalah 295 detik. Maka faktor total waktu yang akan digunakan sebagai CT adalah 51 karena waktu elemen kerja terbesar pada kasus ini adalah 51. 3. Mendistribusikan elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja Aturan pendistribusian elemen kerja yaitu total waktu elemen kerja yang terdistribusi pada sebuah stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus yang telah ditentukan. Hasil dari pengelompokan elemen kerja berdasarkan CT terdapat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.20 Pengelompokan Elemen Kerja Sebelum Line Balancing, untuk CT = 51

Pada tabel di atas, terlihat ada 13 elemen kerja yang dikelompokan ke dalam 9 stasiun kerja. Hal tersebut didasarkan pada kondisi awal dari line profiling sebelum dilakukan perbaikan. Sebelum perbaikan di line profiling menggunakan 9 manpower. Penggunaan manpower didasarkan pada jumlah stasiun kerja. 4. Dari hasil pengelompokan di atas, terlihat masih kurang meratanya beban kerja untuk tiap-tiap stasiun kerja. Untuk itu diperlukan perpindahan elemen kerja. 5. Pada perubahan ini, ternyata waktu elemen kerja terbesar untuk tiap-tiap stasiun kerja adalah 51, sehingga waktu siklus (CT) yang akan digunakan tetap 51. Stasiun kerja yang terbentuk adalah sebagai berikut : N = 295 = 5,78 = 6 stasiun kerja 51 Penetapan jumlah stasiun kerja yang baru ini digunakan juga sebagai cara untuk menetapkan jumlah optimum manpower yang dibutuhkan sebenarnya. Menurut perhitungan di atas, maka idealnya menggunakan 6 stasiun kerja yang berarti juga idealnya menggunakan 6 manpower. Akan tetapi aktual di lapangan setelah proses perbaikan menggunakan 7 manpower. Hal itu disebabkan oleh beberapa pertimbangan, antara lain : Waktu untuk melakukan proses improvement pendek, hanya sekitar 1 minggu. Jika menggunakan 6 manpower maka harus ada penggabungan elemen kerja satu lagi yang akan mengakibatkan waktu siklusnya melebihi waktu siklus stasiun kerja yang paling tinggi yang telah ditentukan. Menggunakan 7 manpower untuk mengantisipasi jika terjadi lonjakan terhadap permintaan produk. 6. Gambar precedence diagram line profiling sesudah dilakukan line balancing adalah sebagai berikut : Gambar 4.8 Precedence Diagram Line Profiling Setelah Dilakukan Line Balancing

Secara lengkap perbaikan pengelompokan elemen kerja dapat ditabulasikan sebagai berikut : Tabel 4.21 Pengelompokan Elemen Kerja Setelah Dilakukan Line Balancing, untuk CT = 51 4.5 Hasil Perbaikan Tabel di atas menunjukan bahwa kondisi setelah dilakukan line balancing atau penyeimbangan, beban kerja tiap-tiap stasiun kerja lebih seimbang dibandingkan sebelum dilakukan penyeimbangan. 4.5.1 Berdasarkan Perhitungan Kriteria Pembanding Untuk membandingkan kondisi sebelum dan setelah perbaikan atau dilakukan line balancing dengan metode Kilbridge-Wester Heuristic, maka dilakukan perhitungan-perhitungan kriteria pembanding sebagai berikut : 1. Tingkat efisiensi line profiling Sebelum dilakukan perbaikan lintasan : Eff = 295 x 100 % = 64,27 % 51 x 9

Setelah proses perbaikan lintasan : Eff = 295 x 100 % = 82,63 % 51 x 7 Dari perhitungan di atas, tingkat efisiensi mengalami kenaikan setelah lintasan dilakukan penyeimbangan. Kenaikan efisiensi lini sebesar 18,36 %. 2. Balance delay pada line profiling Sebelum proses keseimbangan lintasan : BD = (51 x 9) 295 x 100% 51 x 9 = 164 x 100% 459 = 35,72% Setelah proses keseimbangan lintasan : BD = (51 x 7) 295 x 100% 51 x 7 = 62 x 100% 357 = 17,36 % Dari perhitungan di atas, tingkat balance delay berkurang setelah lintasan dilakukan penyeimbangan. Penurunan tingkat balance delay sebesar 18,36 %.

3. Idle time pada line profiling Sebelum proses keseimbangan lintasan : Idle time (IT) = (51 x 9) - 295 = 164 detik Setelah proses keseimbangan lintasan : Idle time (IT) = (51 x 7) - 295 = 62 detik Dari perhitungan di atas, idle time berkurang setelah lintasan dilakukan penyeimbangan. Berkurangnya idle time sebesar 102 detik. Agal lebih jelas, maka ditampilkan dalam bentuk tabel sebelum dan sesudah perbaikan seperti di bawah ini : Tabel 4.22 Tabel Hasil Sebelum dan Sesudah Perbaikan 4.5.2 Berdasarkan Perbandingan Tabel Elemen Kerja Setelah dilakukan perbaikan lintasan dengan metode Kilbridge- Wester Heuristic, maka ada beberapa pengelompokan elemen kerja yang menyebabkan terjadinya perubahan jumlah stasiun kerja yang juga mengakibatkan terjadinya perubahan jumlah manpower. Awalnya ada 13 elemen kerja yang dikelompokan menjadi 9 stasiun kerja dan meggunakan 9 manpower. Namun setelah ada perbaikan lintasan, sekarang tetap ada 13 elemen kerja tetapi dikelompokan menjadi 7 stasiun kerja dan menggunakan 7 manpower. Di bawah ini merupakan perbandingan tabel elemen kerja sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan balancing job manpower :

Tabel 4.23 Tabel Perbandingan Elemen Kerja Sebelum dan Sesudah Dilakukan Perbaikan pada SK1 Tidak ada perubahan pada SK1 karena tidak ada elemen pekerjaan yang dikurangi ataupun yang ditambahkan pada SK1.

Tabel 4.24 Tabel Perbandingan Elemen Kerja Sebelum dan Sesudah Dilakukan Perbaikan pada SK2 Tidak ada perubahan pada SK2 karena tidak ada elemen pekerjaan yang dikurangi ataupun yang ditambahkan pada SK2.

Tabel 4.25 Tabel Perbandingan Elemen Kerja Sebelum dan Sesudah Dilakukan Perbaikan pada SK3 Ada penambahan elemen pekerjaan pada SK3, sehingga waktu siklus pada SK3 berubah dari 29 detik bertambah menjadi 45 detik. Elemen pekerjaan diambil dari SK5 yaitu elemen pekerjaan 8 (EK8) Baritori. Tabel 4.26 Tabel Perbandingan Elemen Kerja Sebelum dan Sesudah Dilakukan Perbaikan pada SK4 Ada penambahan elemen pekerjaan pada SK4, sehingga waktu siklus pada SK4 berubah dari 29 detik bertambah menjadi 43 detik. Elemen pekerjaan diambil dari SK5 yaitu elemen pekerjaan 9 (EK9) Buffing. Tabel 4.27 Tabel Perbandingan Elemen Kerja Sebelum dan Sesudah Dilakukan Perbaikan pada SK5

Pada SK5, kedua elemen pekerjaannya digabungkan ke SK3 dan SK4 sehingga tidak ada elemen pekerjaan lagi di SK5. Oleh karena itu MP5 dihilangkan. Tabel 4.28 Tabel Perbandingan Elemen Kerja Sebelum dan Sesudah Dilakukan Perbaikan pada SK6 Tidak ada perubahan elemen pekerjaan pada SK6. Hanya saja berubah menjadi SK5 dan MP5 karena MP5 yang sebelumnya sudah dihilangkan. Tabel 4.29 Tabel Perbandingan Elemen Kerja Sebelum dan Sesudah Dilakukan Perbaikan pada SK7 Sama seperti pada SK6, tidak ada perubahan elemen pekerjaan pada SK6. Hanya saja berubah menjadi SK6 dan MP6. Tabel 4.30 Tabel Perbandingan Elemen Kerja Sebelum dan Sesudah Dilakukan Perbaikan pada SK8

Ada penambahan elemen pekerjaan pada SK8, sehingga waktu siklus pada SK8 berubah dari 33 detik bertambah menjadi 51 detik. Elemen pekerjaan diambil dari SK9 yaitu elemen pekerjaan 13 (EK13) QC2. Terjadi perubahan nama menjadi SK7 dan MP7 Tabel 4.31 Tabel Perbandingan Elemen Kerja Sebelum dan Sesudah Dilakukan Perbaikan pada SK9 Pada SK9, elemen pekerjaannya digabungkan ke SK8 sehingga tidak ada elemen pekerjaan lagi di SK9. Oleh karena itu MP9 dihilangkan. Berikut ini merupakan grafik perubahan yang terjadi pada line profiling, berdasarkan jumlah MP yang digunakan : Gambar 4.9 Grafik Perubahan Jumlah MP 4.5.3 Layout Target Line Profiling Setelah dilakukan perbaikan, terjadi pengurangan MP pada line profiling, maka terjadi perubahan tata letak dari masing-masing WS. Di bawah ini merupakan layout dari WS line profiling yang sudah diubah :

Gambar 4.10 Layout existing line profiling Dengan adanya perubahan layout line profiling, maka terjadi perubahan flow material. Di bawah ini merupakan perubahan flow material pada line profiling setelah dilakukan improvement : Gambar 4.111 Flow Material Existing Condition pada Line Profiling Karena ada perubahan layout WS maka terjadi perubahan luas area pada line profiling, yaitu menjadi : Luas area = 12.00 x 6.00 = 60.00 m 2 Setelah dilakukan pengukuran area, maka terjadi pengurangan luas area sebesar 15.84 m 2 dari yang semula 75.84 m 2 menjadi 60.00 m 2 pada

line profiling. Berikut ini merupakan grafik perubahan yang terjadi pada line profiling berdasarkan area kerja yang digunakan : Gambar 4.12 Grafik Perubahan Luas Area Kerja Line Profiling 4.6 Membuat Standardisasi Kerja yang Baru Karena hasil yang ingi dicapai sudah sesuai dengan target, maka untuk selanjutnya dibuatlah standardisasi proses kerja yang baru sesuai dengan perbaikan yang sudah dilakukan. Namun untuk pembuatan standardisasi kerja yang baru tidak dibahas dalam penelitian ini.