BAB 2 LANDASAN TEORI

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan tujuan rancang fasilitas Wignjosoebroto (2009; p. 67) menjelaskan, Tata letak pabrik adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Perancangan tata letak pabrik atau tata letak fasilitas dapat didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. Pengaturan tersebut akan coba memanfaatkan luas area untuk penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya, kelancaran gerakan perpindahan material, penyimpanan material baik yang bersifat temporer maupun permanen, personel pekerja, dan sebagainya. Sedangkan Russel (2000; p.280) menerangkan, Tata letak fasilitas mengarah pada pengatuan mesin, departemen, stasiun kerja, area gudang, jarak, dan area keseluruhan saat ini ataupun fasilitas yang disarankan. Keputusan tata letak memiliki efek yang signifikan yaitu bagaimana operator mengerjakan pekerjaan mereka, seberapa cepat barang tersebut diproduksi, seberapa rumit automatisasi dari sebuah sistem, bagaimana kepekaan suatu sistem dapat dirubah pada design produk ataupun jasa, produk campuran, dan volume permintaan. Apple (1990) menerangkan fasilitas menekankan pada pertimbangan ekonomis, untuk tempat proses produksinya dan departemen-departemen yang berkaitan. Pertimbangan tersebut diambil untuk bisa mencapai tujuan dari penataan letak, mulai dari penataan letak untuk memberi kemudahan dalam proses produksinya, meminimumkan pemindahan barang (material handling), dengan demikian maka pemakaian ruang bangunan untuk produksi dan non-produksi yang terkait bisa dihemat. Penataan letak juga bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kemahiran serta kemudahan kerja dari tenaga kerja, dan memberikan keselamatan dan kenyamanan kerja dari para tenaga kerja, apabila penempatan tata letak tersebut dilakukan sedemikian rupa sesuai dengan perhitungan yang dilakukan, termasuk pertimbangan ekonomis dari alternatif layout yang dibuat. 2.2 Langkah-langkah Perencanaan Tata Letak Pabrik Mengacu pada pendapat Wignjosoebroto (2009; p.76), dapat dikemukakan kembali mengenai langkah-langkah yang diperlukan dalam perencanaan layout 6

2 7 pabrik tersebut secara singkat terurai sebagai berikut: 1. Analisa Produk Yaitu proses menganalisa produk apakah yang harus dibuat, berapa macamnya, serta jumlah yang harus dibuat berdasarkan pertimbangan kelayakan secara teknis perusahaan dan dari segi ekonomis (cost yang harus dikeluarkan dan lain sebagainya). 2. Analisa Proses Setelah ditentukan produk apa yang akan dibuat, apa saja macamnya, dan berapa banyak yang akan dibuat, kemudian ditentukan proses-proses apa saja yang harus dilakukan dalam pembuatan produk tersebut. Hal ini terkait juga dengan sisi ekonomisnya dalam penentuan alternatif proses yang lebih murah, dan paling efisien. 3. Analisa Pasar Dalam hal ini diperlukan memperoleh informasi dari pasar mengenai minat pasar, berkaitan dengan banyaknya jenis dan jumlah produk yang dihasilkan. Ini juga akan berpengaruh pada penggunaan alat dan mesin yang berdampak pada pengaturan tata letak pabrik tersebut. 4. Analisa macam & jumlah mesin/equipment dan luas area yang dibutuhkan Langkah selanjutnya adalah perhitungan jumlah mesin yang dibutuhkan. Dalam hal ini diperhitungkan juga waktu standar yang dibutuhkan, efisiensi mesin, sehingga didapatkan jumlah mesin yang dibutuhkan. 5. Pengembangan altenatif tata letak (layout) Kemudian dikembangkan alternatif layout yang dibuat berdasarkan pertimbangan ekonomi sehingga menghasilkan juga alur material (material handling) dengan tetap memperhatikan volume dan jarak perpindahan material. Alternatif yang dibuat harus tetap dianalisa untuk memperoleh alternatif tata letak yang paling efisien dengan biaya yang paling rendah. 6. Perancangan tata letak mesin dan departemen-departemen dalam pabrik Dari hasil analisa tersebut bisa digunakan pula untuk mengatur keterkaitan antara

3 8 pabrik dengan departemen-departemen non-produksi yang terkait, serta bisa ditentukan tata letak masing-masing sesuai dengan kebutuhan, struktur organisasi, dan hubungan antar departemen. 2.3 Jenis jenis Layout Berdasarkan pemaparan Russell (2000; p ), secara garis besar ada tiga jenis tata letak dasar, yaitu process layout, product layout, dan fixed-position layout. 1. Process Layout Process layout, atau yang biasa disebut functional layout, dimana aktivitas dari grup yang sama yang bersama-sama di dalam suatu departemen atau pusat kerja berdasarkan proses atau fungsi kerja mereka. Process layout adalah karakteristik dari operasi berselang, job shops, atau batch production, yang melayani konsumen yang berbeda-beda dengan keinginan yang berbeda. Volume dari masing-masing konsumen adalah order dalam jumlah kecil, dan rentang operasi yang dibutuhkan untuk memenuhi keinginan konsumen sangat beragam. 2. Product Layout Product layouts, yang lebih dikenal dengan assembly lines, mengatur aktivitas di sebuah jalur berdasarkan rentang operasi yang dibutuhkan untuk menunjukkan perakitan sebuah produk tertentu. Masing-masing produk memiliki jalur yang spesifik dirancang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Alur kerjanya teratur dan efisien, pindah dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya hingga produk sampai di akhir jalur. Karena jalur tersebut dirancang untuk satu tipe produk atau jasa, dapat dibeli mesin khusus untuk mencocokkan kebutuhan proses yang spesifik dari produk tersebut. Product layout cocok untuk produksi jumlah besar atau operasi yang berulang-ulang yang volume permintaannya konstan dan tinggi. 3. Fixed-position Layout Fixed-position layout adalah tipe proyek yang produk hasil produksinya terlalu rapuh (mudah pecah), tebal/besar, dan sulit untuk dipindahkan. Pada layout jenis ini, produk yang tinggal seimbang/tetap untuk keseluruhan siklus manufaktur. Peralatan, operator, material, dan sumber daya lainnya dibawa ke lokasi produksi. Penggunaan peralatan rendah, karena biasanya menggunakan biaya

4 9 yang sedikit untuk meninggalkan peralatan menunggu di lokasi dimana peralatan tersebut akan dibutuhkan beberapa hari kemudian, lalu dikembalikan lagi. Pekerja yang digunakan memiliki keahlian yang tinggi untuk kemampuan khusus yang diminta sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. 2.4 Systematic Layout Planning Menurut penjabaran Wignjosoebroto (2009; p ), langkah SLP (Systematic Layout Planning) ini sudah banyak diaplikasikan dalam perancangan baik jalur perakitan sampai pelayanan. Secara ringkas, prosedur pelaksanaan SLP digambarkan dalam diagram sebagai berikut: Data masuk dan aktifitas 1. Aliran material 2. Activity Relationship 3. Relationship Diagram Phase Analisis 4. Kebutuhan luasan 5. Luasan Area Tersedia 6. Space Relationship 7. Pertimbangan Modifikasi 8. Batasan Praktis Phase Sinthesis (Design Process) 9. Perancangan alternatif tata letak 10. Evaluasi Phase Pemilihan Alternatif Gambar 2.1 Prosedur Pelaksanaan Systematic Layout Planning (SLP) Sumber : Wignjosoebroto, 2009 Langkah-langkah dalam perencanaan SLP adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data masukan dan aktivitas Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengumpulkan data informasi yang

5 10 berkaitan dengan aktivitas pabrik, seperti desain produk dan urutan proses perakitannya dengan disimpulkan menggunakan Route Sheet atau Operation Process Sheet dengan simbol ASME, serta schedule kerja yang nantinya akan berpengaruh pada waktu kerja. 2. Analisa aliran material dan aktivitas operasional Analisa ini berkaitan dengan perpindahan material diantara aktivitas-aktivitas operasional. Setelah didapat informasi data masukan, terlebih dahulu dilakukan analisa aliran material, peralatan kerja serta operatornya, karena layout pada dasarnya dirancang untuk pengaturan kelancaran aliran kerja pembuatan produk. Kemudian dibuat pola aliran materialnya, dan menentukan macam layout yang akan dipilih, yang akan berpengaruh pada layout yang akan dibuat, apakah product layout atau process layout. Dalam hal ini akan dilakukan perubahan menjadi product layout. Setelah itu baru dilakukan analisa pendekatan aliran material dengan menggunakan berbagai simbol ASME. 3. Activity Relationship Chart Activity Relationship Chart (ARC) bisa digunakan untuk menganalisa suatu layout dengan melihat sisi kualitatifnya, dan melihat hubungan keterkaitan antar bagian dari suatu pabrik, dan hal ini dilakukan dengan menganalisa pemindahan material dengan aspek kuantitatif (material handling cost) 4. Relationship Diagram Berisikan kombinasi antara aliran material dengan keterkaitan satu departemen dengan departemen lainnya dalam pertimbangan pembuatan suatu layout. Pertimbangan tersebut dengan memperhatikan segi kuantitatif dan kualitatif. 5. Kebutuhan luas area dan yang tersedia Langkah selanjutnya adalah menganalisa jumlah kebutuhan area (space) yang dibutuhkan untuk fasilitas pabrik. Analisa ini menyangkut luas area pabrik yang dibutuhkan dan mempertimbangkan juga luas area yang tersedia untuk membangun fasilitas dari pabrik tersebut.

6 11 6. Perancangan Layout Langkah yang paling akhir dan paling utama adalah membuat alternatif-alternatif layout yang bisa diusulkan untuk kemudian diambil alternatif yang paling baik yang sesuai dengan tolak ukur yang ditetapkan. 2.5 Perencanaa Produksi Menurut Gaspersz (2009; p. 131) yang memaparkan bahwa perencanaan produksi yang ideal adalah rencana produksi yang mengacu pada perbaikan Just-In- Time, yang bertujuan meminimumkan stock. Dengan sistem Just-In-Time tersebut, rencana produksi bulanan diterjemahkan kedalam rencana produksi harian dengan perhitungan sebagai berikut : Dengan hasil perhitungan harian tersebut, dapat dihitung siklus waktu produk (product cycle time) sebagai berikut: Gaspersz juga memaparkan bahwa definisi dari cycle time dan tact time sebagai berikut: Dalam teknik industri, cycle time merupakan waktu antara penyelesaian dua unit diskrit dari produksi. Dalam manajemen material, istilah itu mengacu kepada panjang waktu dari material masuk ke fasilitas produksi sampai ia keluar. Tact time adalah waktu yang dibutuhkan di antara penyelesaian unit-unit produk akhir secara berturut-turut Sedangkan lead time, dalam master production schedule (MPS) dikemukakan sebagai waktu (banyaknya periode) yang dibutuhkan untuk memproduksi atau membeli suatu item. 2.6 Line Balancing Dalam penjelasannya, Gaspersz menjelaskan bahwa line balancing dilakukan pada mesin-mesin atau personel yang tidak seimbang, kemudian dilakukan proses tersebut hingga hasil minimum, sehingga target hasil akhir dari jalur perakitan tersebut terpenuhi. Untuk bisa melakukan proses line balancing tersebut, harus

7 12 diketahui terlebih dahulu metode kerja dari jalur perakitan tersebut, peralatan dan permesinan yang digunakan, personel yang melakukan perakitan tersebut, dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas tersebut. Dalam perhitungan line balancing, selain menghitung cycle time dan tact time produk yang dibutuhkan, dilakukan perhitungan jumlah minimum banyaknya stasiun kerja untuk kemudian ditentukan tugas-tugas spesifik dari masing-masing stasiun kerja agar kerja masing-masing personel menjadi optimal, dengan rumus perhitungan sebagai berikut: Keseimbangan kerja dari masing-masing stasiun kerja akan efisien apabila masing-masing stasiun kerja tersebut dapat menyelesaikan proses perakitan dengan mengikuti siklus proses yang sudah ditetapkan, dan idle yang dilakukan dalam stasiun kerja tersebut menjadi sangat minimum. Setelah proses line balancing tersebut dilakukan, kemudian besarnya persentase efisiensi dari hasil line balancing tersebut dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut: Proses line balancing ini dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus dengan mengharapkan hasil akhir waktu menyelesaikan proses operasi menjadi lebih cepat, sehingga manufacturing lead time menjadi lebih pendek, dan waktu menghasilkan suatu produk menjadi lebih cepat, dan pemborosan waktu proses juga dapat dikurangi. 2.7 Studi Kelayakan Bisnis Aspek Finansial Definisi Studi Kelayakan Bisnis Johan (2011; p.3) memaparkan penjelasan definisi studi kelayakan sebagai berikut, Untuk menjalankan usaha diperlukan sebuah studi kelayakan apakah sebuah usaha layak dijalankan atau tidak layak dijalankan. Studi kelayakan usaha bisa disimpulkan untuk menentukan seberapa besar pengembalian sebuah investasi atas suatu aktivitas usaha dan implikasi usaha tersebut, tentunya dalam sebuah investasi, selalu ada nilai investasi awal atau disebut sumber daya yang akan

8 13 dialokasikan. Pengembaliannya adalah perbandingan antara input investasi dengan dibandingkan dengan output yang akan dihasilkan dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang dijalankan. Studi kelayakan dilakukan sebelum sebuah usaha benar-benar dijalankan, masih dalam tahap awal perencanaan dan sangat penting dalam pengambilan keputusan strategis. Berdasarkan pemaparannya lebih lanjut, studi kelayakan investasi ini dilakukan bukan hanya untuk sebuah usaha baru, namun dilakukan juga pada usaha yang sudah ada dan sedang mengeluarkan produk baru, atau perubahan dan pengembangan dari suatu perusahaan yang sudah berdiri tersebut Analisis Kelayakan Aspek Finansial Pada umumnya, ada 4 metode yang dapat dilakukan untuk menganalisa kelayakan dalam aspek finansial. Menurut pemaparan Johan (2011; p.119) keempat metode tersebut adalah: 1. Metode Payback Period (Pengembalian Investasi) Metode ini menghitung berapa lama jangka waktu pengembalian investasi awal. Caranya adalah dengan menjumlahkan semua pemasukan yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu, kemudian dibandingkan dengan investasi awal. Kelebihan dari metode ini adalah selain perhitungannya yang relatif lebih mudah daripada metode yang lainnya, masa pengembalian investasi yang dihitung dalam metode ini dapat dijadikan alat untuk memprediksi ketidakpastian pada masa yang akan datang. Namun kelemahan dari metode ini adalah dalam metode ini mengabaikan perubahan nilai mata uang dari waktu sekarang dan waktu yang akan datang. 2. Metode Net Present Value (Penyesuaian Nilai Sekarang) Nilai uang akan berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, metode ini memasukkan perubahan nilai uang di dalam perhitungannya, yaitu mengalikan faktor nilai dengan nilai uang di masa sekarang, sehingga seolah-olah nilai di tahun mendatang sama dengan nilai sekarang. Kelebihan dari metode perhitungan ini adalah metode ini memperhitungkan nilai uang, sehingga hasil perhitungan lebih realistis dan mewakili kondisi di masa mendatang. Namun kekurangan metode ini adalah dalam proses perhitungannya yang lebih

9 14 sulit daripada perhitungan dengan metode sebelumnya. 3. Metode Profitability Index (Indeks Keuntungan) Metode ini memperhitungkan perbandingan antara nilai pengembalian di tahun terakhir, yang dihitung dari kas tahun pertama hingga tahun terakhir tanpa investasi awal, dengan investasi awal. Apabila nilai perbandingan lebih dari satu, maka investasi ini layak untuk dijalankan. Namun apabila nilai perbandingan kurang dari satu, makan investasi tidak layak untuk dijalankan. 4. Metode Internal Rate of Return (Tingkat Balikan Internal) Metode ini menghitung berapa besar faktor nilai uang agar sama atau mendekati sama dengan investasi awal yang dikeluarkan. Kelebihan dari metode ini adalah dengan metode ini sudah dapat menghitung nilai uang yang dipengaruhi oleh faktor waktu, dan pihak bank bisa dengan lebih mudah menentukan persentase bunga maksimum yang bisa di-cover oleh proyek tersebut. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah proses perhitungannya lebih sulit lagi, karena walaupun bisa diatasi dengan program komputer, masih digunakan pula metode trial and error, sehingga perhitungannya menjadi lebih sulit.