I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tingkat kerusakan hutan di Indonesia akibat degradasi (berkurangnya

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

PENDAHULUAN Latar Belakang

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PENGEMBANGAN KONSEP MANAJEMEN ASET KELEMBAGAAN SUMBERDAYA AIR PADA SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOGAWA I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

BUKU RENCANA MANAJEMEN PLAN SUB DAS GOPGOPAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV.C.3 Urusan Pilihan Kehutanan

OTONOMI DAERAH. Terjadi proses desentralisasi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

PENDAHULUAN. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang


BAB 2 Perencanaan Kinerja

REHABILITASI DAN KONSERVASI DAERAH HULU SUNGAI CITARUM. Oleh: Wahyu Sukiman Komar Kosasih Achmad Pranusetya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

REVITALISASI KEHUTANAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam (SDA) hayati yang didominasi pepohonan yang mempunyai tiga fungsi, yaitu: a. fungsi konservasi, b. fungsi lindung, dan c. fungsi produksi. Hutan juga merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Tingkat kerusakan hutan di Indonesia akibat degradasi (berkurangnya kualitas fungsi hutan) dan deforestasi (berkurangnya luas kawasan hutan) telah mencapai 0,45 juta ha per tahun, terbagi menjadi kerusakan kawasan hutan negara 0,32 juta ha per tahun dan di luar kawasan hutan negara 0,13 juta ha per tahun. Akibat deforestasi, luas lahan kritis di Indonesia telah mencapai 77,8 juta hektar (Kementerian Kehutanan, 2012; Hasan, 2012). Adanya kerusakan hutan di Indonesia, terutama hutan negara, membuat keberadaan hutan rakyat dan pembangunannya menjadi salah satu solusinya (Purnama, 2007). Hutan rakyat sudah sejak puluhan tahun yang lalu diusahakan, meskipun dilakukan secara tradisional, namun terbukti sangat bermanfaat, tidak hanya bagi pemiliknya, tetapi juga masyarakat dan lingkungannya. Keberadaan hutan rakyat sangat penting sebagai pendukung pertanian di pedesaan, penyangga ekosistem, penjaga stabilitas ekologi dan pengatur tata air wilayah. Di dalam Undang- Undang No 41/1999 disebutkan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang merupakan hak milik. Mengelola hutan rakyat ialah suatu bentuk pemanfaatan lahan yang optimal dan merupakan usahatani berbasis hutan dengan 1

hasil berupa komoditas tanaman kehutanan (pepohonan/kayu) dan tanaman pertanian (semusim/non-kayu) (Andayani, 2003). Pola rehabilitasi lahan secara vegetasi adalah dengan membangun hutan rakyat, sehingga akan terjadi peningkatan produktivitas lahan serta menunjang konservasi tanah dan air. Arah kebijakan pembangunan hutan rakyat, diarahkan pada wilayah prioritas yang mempunyai potensi tinggi untuk pengembangan hutan rakyat (Suryanto, 2013). Tujuan pembangunan hutan rakyat diantaranya untuk meningkatkan produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara optimal dan lestari; meningkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya; dan memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan perlindungan daerah hulu daerah aliran sungai (DAS) (Awang, dkk, 2007). Daerah bagian hulu, tengah, dan hilir DAS mempunyai ciri masingmasing, sehingga akan mempunyai daya dukung dan daya tampung lingkungan yang berbeda, akibatnya dalam usaha pengelolaan hutan rakyat DAS harus disesuaikan dengan kondisi tersebut dan diikuti dengan tindakan dan pengambilan kebijakan yang mengikuti ciri khas dan potensi SDA yang ada. Selain itu, keberlanjutan program dan kegiatan, penguatan jejaring serta indikator keberhasilan dalam kegiatan juga harus terukur (Indraningsih, 2014). Pemerintah pada tahun 2003-2009 telah melakukan rehabilitasi hutan dan lahan melalui program pembangunan hutan milik rakyat, yaitu program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan atau Gerakan Rehabilitasi Lahan (GNRHL atau GERHAN) dengan satuan pelaksanaan DAS. Salah satu program 2

Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Pemerintah Kabupaten Banyumas Tahun 2008-2013 antara lain adalah program rehabilitasi hutan dan lahan milik rakyat dalam rangka penghijauan lahan kritis, dan bertujuan meningkatkan pendapatan masyarakat, namun masih terdapat berbagai kendala yang berasal dari instansi maupun masyarakat sasaran program. Permasalahan yang masih dihadapi dalam pelaksanaan pengembangan hutan rakyat adalah sumberdaya manusia (SDM) sebagai pelaku, dan pembina usaha hutan rakyat masih terbatas (Winarno, 2007; Noehdijati dkk, 2009; Distanhutbun Banyumas, 2012). Model pembangunan yang selama ini dikembangkan di Indonesia umumnya bercorak top-down approach, sehingga menempatkan masyarakat sebagai obyek pembangunan. Pendekatan pembangunan yang demikian telah menempatkan masyarakat pada posisi marjinal, tidak berdaya, dan pada akhirnya menjadi beban pemerintah sendiri, apalagi ketika telah kehabisan sumberdayanya. Dengan demikian diperlukan pendekatan pembangunan yang menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan. Pendekatan strategi pembangunan hutan rakyat berbasis Sub DAS diharapkan dapat mengakomodasi kinerja hutan rakyat secara menyeluruh dari hulu sampai ke hilir, sehingga pembangunan hutan rakyat dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan, yaitu berlangsungnya fungsi sosial ekonomi dan fungsi lingkungan. Agar dapat mencapai tujuan dan sasaran pembangunan hutan rakyat di Sub DAS/DAS maka perlu dirumuskan strategi yang tepat, terutama strategi pembangunan hutan rakyat di bagian hulu, tengah, hilir Sub DAS/DAS 3

secara terintegrasi sesuai dengan kondisi lingkungan, sosial ekonomi setempat dengan skala prioritas. Strategi pembangunan hutan rakyat disusun berdasarkan karaktersitik biofisik, sosial ekonomi dan potensi serta permasalahan hutan rakyat dengan kriteria yang umumnya sangat kompleks yang diproritaskan pada kriteria yang paling dominan melalui keterlibatan stakeholders, hal ini belum dilakukan di Sub DAS Logawa di Kabupaten Banyumas. Selama ini kebijakan pembangunan hutan rakyat hanya mempergunakan pendekatan yang mengarah pada konsep biofisik saja atau mengutamakan sosioekonomi saja. Perencanaan program rehabilitasi lahan dan penghijauan juga masih sangat mempertimbangkan masalah teknik cara budidaya tanaman, sehingga kurang mempertimbangkan masalah sosial ekonomi. Padahal pertimbangan sosial ekonomi sangat menentukan dan menjadi pendorong/motivator bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan rehabilitasi lahan dan penghijauan dengan baik, antara lain dalam bentuk pendampingan, kerjasama dalam kelompok tani hutan rakyat (KTHR), pemilihan tanaman komersial dan disukai masyarakat, diversifikasi usaha, dukungan pasar untuk produk/hasil kegiatan penghijauan melalui penyediaan atau perbaikan infrastruktur pasar dan stabilisasi harga. Pengelolaan hutan rakyat masih sangat tergantung pada pemilik, berada pada lahan milik yang terpencar, sehingga sulit dikelola secara kolektif. Kelembagaan hutan rakyat umumnya masih secara individual pada keluarga, belum berkelompok. Meningkatnya kebutuhan hidup dan tingginya permintaan pasar mendorong peningkatan jumlah kayu yang ditebang (tebang butuh). Saat ini, pasar selain menerima kayu dengan ukuran besar juga mulai menerima kayu 4

ukuran kecil. Pemilihan jenis tanaman, waktu tanam, pola tanam, pemeliharan, perencanaan pengaturan hasil, prediksi nilai tebangan akhir, tebangan penjarangan, belum tersusun dengan baik, apalagi untuk memperoleh hasil tebangan optimal dan tetap lestari. Penelitian tentang hutan rakyat telah banyak dilakukan, namun kebanyakan hanya di wilayah hulu sungai saja atau di suatu wilayah desa. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian informasi dari hasil penelitian tentang karakteristik biofisik, sosial ekonomi, potensi dan problematika kondisi hutan rakyat di bagian hulu, tengah, hilir Sub DAS/DAS serta strategi membangunnya, sehingga hutan rakyat dapat dikelola secara lestari. 1.2. Perumusan Masalah Di wilayah Kabupaten Banyumas masih terdapat 9.186,94 ha lahan dalam kondisi kritis. Sub DAS Logawa terletak di Kapubaten Banyumas, mempunyai luas sekitar 35.515,2 ha. Penanganan lahan kritis baru mencapai 1.390 ha, masih sisa lahan kritis sekitar 3.863 ha dari lahan kritis sekitar 4.253 ha. (Distanhutbun Banyumas, 2012). Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pendekatan strategi pembangunan hutan rakyat di bagian hulu, tengah, hilir Sub DAS Logawa di Kabupaten Banyumas sebagai bagian pemanfaatan lahan menjadi sangat relevan seiring dengan semakin lajunya degradasi dan deforestasi SDA di Sub DAS Logawa dan menjadi kajian yang menarik untuk menyiapkan rumusan strategi pembangunan hutan rakyat di Sub DAS Logawa. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang tepat, rumusan strategi disusun melalui 5

keterlibatan pemangku kepentingan, berdasarkan potensi dan problematika dengan kriteria yang sangat kompleks yang diproritaskan pada kriteria yang paling dominan. Alasan dipilihnya Sub DAS Logawa untuk penelitian didasarkan beberapa pertimbangan, antara lain: a) bagian hulu Sub-DAS Logawa terdapat areal hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi yang mulai terdegradasi karena penjarahan, dan sebagian telah digunakan penduduk sebagai lahan pertanian; b) terdapat hutan rakyat sekitar 1.390 ha dengan budidaya yang belum intensif, disebabkan keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan serta permodalan; rendahnya kepemilikan lahan, dan minimnya pendampingan; c) masih terdapat lahan kritis sekitar 3.863 ha, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi hutan rakyat; d) daerah irigasi di bagian hilir (areal pertanian) sangat memerlukan debit dan jumlah air yang mencukupi sepanjang tahun; e) kekurangan air pada musim kemarau dan banjir pada musim penghujan, terutama di hilir sungai Logawa (daerah Patikraja) akan semakin meningkat, hal ini disebabkan telah terjadi fenomena perubahan tataguna lahan di Sub DAS dari kawasan resapan menjadi kawasan terbangun akibat tekanan jumlah penduduk yaitu bertambahnya pemukiman/perumahan baru, dan kawasan wisata. Berdasarkan permasalahan di atas, maka perumusan masalahnya adalah : 1) Bagaimana karakteristik biofisik, sosial-ekonomi, teknik budidaya tanaman pertanian dan kehutanan yang dilakukan oleh penduduk di Sub DAS Logawa? 2) Apa saja potensi dan problematika pengelolaan hutan rakyat yang ada di Sub DAS Logawa di bagian hulu, tengah dan hilir? 6

3) Bagaimanakah strategi pembangunan pengelolaan hutan rakyat Sub DAS Logawa secara terintegrasi mulai dari bagian hulu, tengah, hilir? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui karakteristik pengelolaan hutan rakyat di Sub DAS Logawa berdasarkan aspek biofisik, sosial-ekonomi, teknik budidaya tanaman pertanian dan kehutanan yang dilakukan oleh masyarakat. 2. Mengetahui potensi dan problematika pengelolaan hutan rakyat di Sub DAS Logawa dari bagian hulu, tengah, dan hilir. 3. Merumuskan strategi pembangunan hutan rakyat secara terintegrasi dari bagian hulu, tengah, dan hilir di Sub DAS Logawa. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang mencirikan berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang kehutanan dan pertanian. 2. Acuan akademis bagi kegiatan rehabilitasi lahan di wilayah bagian hulu, tengah, hilir Sub DAS Logawa Kabupaten Banyumas, sekaligus penyelesaian masalah pembangunan hutan rakyat di wilayah yang lebih luas untuk meningkatkan kesejahteraan petani. 3. Manfaat jangka panjang merupakan penyelesaian masalah pembangunan wilayah, yang meliputi pemanfaatan SDA dan SDM yang sesuai dengan keadaan setempat, sekaligus menanggulangi bencana alam, serta menjaga kelestarian lingkungan 7

1.5. Keaslian Penelitian Karya berupa pemikiran dan pembahasan tentang pembangunan hutan rakyat di suatu DAS telah banyak dilakukan peneliti. Secara singkat hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Penjelasan singkat hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan tema penelitian ini. No. Peneliti dan judul Metode Hasil 1. Agus dan Aam (2010). Analisis Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keputusan Petani untuk Mengkonversi Hutan Rakyat di DAS Ciliwung Hulu (Anaysis Of The Factors Leading Private Forest Conversion In Upstream Ciliwung Watershed). Jurnal. Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. Vol.7 No.3 September 2010, Hal.209 220. Departemen Kehutanan. BPPK. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Bogor. Indonesia. 2. Hotmauli Sianturi. 2011. Analisis Penggunaan Lahan Di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba Berdasarkan Model Answers untuk Fungsi DAS yang Berkelanjutan (Studi Kasus Sub DAS Aek Silang Hulu): Disertasi. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan 3. Hariyanto dan Hendro. 2002. Alokasi Penggunaan Lahan Di DAS dan Prospek Hutan Rakyat. Jurnal hutan Rakyat. Sustensi Hutan Rakyat dan Pengelolaan di DAS. Pusat Kajian Hutan Rakyat (Center For Community Forestry Studies). Fakultas Kehutanan. UGM. 4. Sulistya Ekawati, Syahrul Donie, S. Andy Cahyono dan Nana Haryanti., 2005. Kelembagaan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pada Tingkat Mikro DAS Kabupaten dan Propinsi Di Era Otonomi Daerah.(Land Rehabilitation And Conservation Institution At Micro Watershed, Regency And Province Levels In The Decentralization Era). Jurnal Penelitian Sosial & Ekonomi Kehutanan Vol 2. No. 2 Juli 2005, Hal 141-154. 5. Jariyah Dan Wahyuningrum. 2008. Karakteristik hutan rakyat Di Jawa (Characteristics Of Private Forest In Java). Jurnal penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 5 No. 1 Maret 2008, Hal.43 56. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Bogor Penelitian Kuantitatif Yuridis normatif dan kuantitatif Kuantitatif. Kualitatif Kuan- titatif Hutan rakyat memiliki opportunity cost yang tinggi. Nilai ekonomi lahan hutan rakyat masih dapat ditingkatkan karena sebagian besar lahan hutan rakyat tidak dikelola secara optimal. Upaya konservasi pada lahan DAS Ciliwung hulu tidak bisa mengandalkan pada inisiatif masyarakat atau pemda setempat. Analisis kelembagaan menggunakan metode Analithycal Hierarchy Process (AHP). Hasilnya perlu lembaga khusus pengelolaan DTA Danau Toba sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) lintas administrasi pemerintahan. Hutan rakyat perlu diperluas guna peningkatan upaya konservasi dan komplemen terhadap produksi hutan produksi. Kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga tani masih kecil. Kayu dijual saat berumur muda karena tebang butuh. Kegiatan RLKT pada level DAS lokal, regional, nasional belum berjalan dengan baik. RLKT di DAS Progo sudah mulai dirintis. Aplikasi lapangan belum berjalan baik. Komitmen hulu, tengah dan hilir DAS terhadap RLKT adalah baik, sudah paham manfaat RLKT. Masyarakat di daerah hulu, tengah dan hilir DAS belum bersedia untuk melakukan sharing dalam pembiayaan RLKT. (1). Perbedaan hasil hutan rakyat terjadi karena perbedaan biofisik setempat dan juga kerapatan tanaman, (2). Penanaman jenis tanaman berdasarkan ring ketinggian tempat, (3). Pemilihan jenis tanaman, harga jual yang tinggi, mudah dalam pengelolaan dan pemasaran, daur tebang dan kerapatan tanaman. 8

Berdasarkan kajian beberapa penelitian terdahulu seperti tersebut di atas, terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian ini, yaitu : 1. obyek penelitian adalah hutan rakyat di Sub DAS Logawa DAS Serayu Kabupaten Banyumas yang berlokasi di bagian hulu, tengah, hilir. 2. kajian penelitian adalah mengetahui karakteristik hutan rakyat untuk mengetahui potensi dan problematika utama yang ada di wilayah tersebut, sehingga dapat dirumuskan strategi pembangunan hutan rakyat pada Sub DAS Logawa Kabupaten Banyumas. Penelitian tentang strategi pembangunan pengelolaan hutan rakyat secara terintergrasi mulai dari bagian hulu, tengah, hilir Sub DAS Logawa di Kabupaten Banyumas belum pernah dilakukan oleh para peneliti kehutanan sebelumnya. Melalui analisis hirarki proses (AHP) untuk mendapatkan skala prioritas dengan cara menstrukturkan masalah dalam bentuk hirarki dengan temuan menyintesakan dan menginterpretasikan hasil. Prioritas yang dihasilkan akan bersifat konsisten dengan teori, logis, tranparans, dan partisipatif. AHP sangat cocok digunakan untuk penyusunan prioritas kebijakan publik yang menuntut tranparansi dan partisipasi, sehingga diharapkan aplikasi AHP dalam strategi pembangunan hutan rakyat di Sub DAS Logawa mempunyai tingkat keberhasilan yang memadai, sehingga merupakan temuan rumusan strategi di bagian hulu, tengah, hilir Sub DAS. 9