TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat
|
|
- Ari Sanjaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Partisipasi adalah turut berperan sertanya seseorang atau masyarakat mulai dari perencanaan sampai dengan laporan di dalam suatu kegiatan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan pembangunan dan ikut serta memanfaatkan hasil-hasil pembangunan (Slamet, 1986). Secara lebih rinci Slamet (1986) menyatakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah ikut memberikan masukan ke dalam pembangunan, yang dapat berupa bantuan tenaga, materi, dana, keahlian, gagasan, alternatif dan keputusan serta mendapat keuntungan atau imbalan dari adanya proses pembangunan dan ikut menikmati hasil pembangunan. Berdasarkan uraian di atas, partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dibagi dalam lima jenis : 1. Ikut memberikan masukan dalam proses pembangunan, menerima imbalan dan ikut menikmati hasilnya, 2. Ikut memberikan masukan dan menikmati hasilnya, 3. Ikut memberikan masukan dan imbalan tanpa ikut menikmati hasil pembangunan secara langsung, 4. Menikmati hasil pembangunan tanpa ikut memberikan masukan, 5. Memberikan masukan tanpa menerima imbalan dan tidak menikmati hasilnya. Selanjutnya dari lima jenis partisipasi tersebut dapat diambil eksistensi dari partisispasi, yaitu :
2 1. Pada suatu partisipasi terdapat adanya kesediaan masyarakat untuk memberikan kontribusi dan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan, 2. Pada partisipasi terkandung didalamnya hal yang akan menguntungkan bagi yang akan berpartisipasi, artinya menyangkut adanya pemuasan akan tercapainya suatu tujuan diri yang berpartisipasi. Slamet (1986) mengemukakan bahwa syarat-syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan dapat dikelompokkan dalam tiga golongan : 1. Adanya kesempatan untuk membangun atau ikut dalam pembangunan, 2. Kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu, dan 3. Adanya kemauan untuk berpartisipasi. Kemampuan untuk berpartisipasi mengandung makna penggunaan terhadap sejumlah pengetahuan, keterampilan dan materi agar dapat memanfaatkan kesempatan yang ada. Kemampuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, umur, pengetahuan, dan status ekonomi (Keesing, 1999). Kemauan untuk berpartisipasi merupakan reaksi psikis dalam diri manusia, sehingga dapat mendorong seseorang untuk melaksanakan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang ada. Hal ini berhubungan juga dengan aspek sikap yang mendalam pada diri seseorang, bersumber pada emosi dan perasaan. Keadaan ini dipengaruhi oleh daya tarik kegiatan dan kedekatan tempat tinggal (Keesing, 1999).
3 Rehabilitasi Hutan dan Lahan Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan kegiatan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai. Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi kesenjangan ketika sistem budidaya hutan dan lahan, sehingga terjadi deforestasi dan degradasi hutan dan lahan. Rehabilitasi hutan dan lahan dapat diimplementasikan pada semua kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional (Anonimus, 2003). Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Menurut Anonimus (2003) manfaat rehabilitasi hutan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Rehabilitasi merubah dari lahan yang tidak produktif menjadi suatu ekosistem yang lestari, 2. Rehabilitasi mencegah kerusakan ekosistem di bagian hilir (downstream), 3. Rehabilitasi mencegah tekanan pada hutan primer dengan demikian mengurangi laju deforestasi, 4. Rehabilitasi dapat memfasilitasi keterlibatan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dalam kegiatan penanaman, penyediaan tenaga kerja dan training (fungsi sosial). Rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman dan penerapan teknik konservasi
4 tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif. Reboisasi dan pemeliharaan dilakukan di hutan produksi, hutan lindung, dan atau hutan konservasi kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Kegiatan penghijauan yang dilakukan meliputi pembangunan hutan hak dan hutan milik, pembangunan usaha kehutanan yang terkait dengan kelestarian hutan, dan pembangunan usaha tani konservasi Daerah Aliran Sungai. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN / GN-RHL) Pemerintah di tahun 2003 memproklamirkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan atau lebih dikenal dengan sebutan GN-RHL / GERHAN dengan tema Gerakan Nasional Rehabiliati Hutan dan Lahan sebagai Komitmen Bangsa untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan dan Kesejahteraan Rakyat yang akan Diprioritaskan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sangat Kritis. GN-RHL yang lahir dari surat Keputusan Bersama Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan nomor : 09/KEP/MENKO/KESRA/III/2003; KEP.16/M.EKON/03/2003; KEP.08/ MENKO/POLKAM/III/2003 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional. Namun hingga akhir 2003, sebuah rencana komprehensif terhadap GN-RHL juga masih belum dihasilkan, bahkan proses perencanaan dari bawah (bottom up) belum juga dilakukan, namun pendanaan untuk GN-RHL mulai diluncurkan, termasuk pengadaan bibit tanaman (Fathoni, 2003). Rehabilitasi dan reboisasi hingga saat ini dipandang sebagai ladang emas baru, setelah ladang emas lainnya di sektor kehutanan, pembalakan hutan menjadi
5 perhatian banyak pihak dengan isu illegal logging, sehingga menutup peluang menggali kekayaan hutan. GN-RHL, DAK-DR bahkan rencana pinjaman pemerintah kepada ADB untuk rehabilitasi akan menjadi sebuah arena korupsi dan kolusi baru, karena hingga saat ini belum ada mekanisme yang jelas dan transparan terhadap proses pelaksanaan aktivitas rehabilitasi hutan dan lahan di Indonesia (Anonimus, 2003). Bahkan hingga saat ini belum satu daerahpun di Indonesia yang telah memiliki master plant rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini akan membuat semakin banyak dana yang terbuang sia-sia atas nama perbaikan hutan di Indonesia. Sehingga ke depan bukan tidak mungkin bencana akan semakin sering terjadi, sedangkan uang sudah tidak ada lagi karena telah berhambur secara sia-sia (Anonimus, 2003). Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan telah dicanangkan Presiden Megawati Soekarno Putri pada 21 Januari 2004 di Gunungkidul, Yogyakarta. Sebuah gerakan yang mengawali kegiatan massal rehabilitasi lingkungan yang diharapkan akan terus bergulir paling tidak lima tahun ke depan. Jaminan keberlanjutan program secara politis sudah diperoleh dari DPR maupun turun tangannya Menko Kesra dan bayak menteri lainnya. Kehutanan mendapat suntikan semangat yang tidak boleh disia-siakan dan industri pembibitan tanaman memperoleh peluang besar untuk berkembang. Pemerintah telah berupaya menangani permasalahan di bidang kehutanan antara lain dengan disusunnya Rencana Strategis Kementrian Negara/Lembaga (Renstra-KL) Departemen Kehutanan Tahun , yang akan memberikan arah pembangunan kehutanan periode tersebut. Renstra-KL ini memperhatikan
6 lima kebijakan prioritas pembangunan kehutanan sebagai mana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan N0. SK. 456/Menhut-VII/2004, yaitu : a. Pemberantasan pencurian kayu di hutan Negara dan perdagangan kayu illegal; b. Revitalisasi sektor kehutanan khususnya sektor kehutanan; c. Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan; d. Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan; e. Pemantapan kawasan hutan. (Departemen Kehutanan, 2005). Pada point ke tiga diatas ditetapkan kebijakan tentang rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam, salah satu pelaksanaannya dengan mencanangkan Gerakan Nasional Rehabiliati Hutan dan Lahan (GERHAN-GN-RHL). GN-RHL merupakan gerakan moral secara nasional untuk menanam pohon disetiap kawasan hutan dan lahan kritis, sebagai wujud komitmen bangsa untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kelestarian hutan, serta kesejahteraan rakyat (Departemen Kehutanan, 2005). Dalam pelaksanaan GN-RHL ini keterpaduan antar sektor akan lebih ditonjolkan sehingga program GN-RHL ini bukan hanya menjadi tanggungjawab Departemen Kehutanan saja, tetapi menjadi tanggungjawab bersama dari semua sektor yang terkait. Namun demikian, dalam pelaksanaannya secara teknis Departeman Kehutanan tetap sebagai sektor yang utama (Anonimus, 2003). Melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan pada dasarnya membangun perwilayahan yang akan terkait dengan wilayah DAS, Propinsi, Kabupaten/Kota, dan wilayah kerjanya. Pada wilayah-wilayah tersebut terkait erat dengan aspek
7 sosial, ekonomi dan lingkungan yang harus didukung oleh investasi, kelembagaan, dan pelaksanaannya harus dilakukan secara terpadu. Atau dengan kata lain, Gerakan Nasional Rehabiliati Hutan dan Lahan perlu memperhatikan dimensi lintas sektor, lintas pelaku RHL dan lintas wilayah. Untuk hal tersebut perlu dibangun sistem GN-RHL yang berlandaskan fungsi manajemen dan unsurunsur manajemennya (Departemen Kehutanan, 2005). Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie mengatakan Keputusan Presiden sebagai payung hukum sangat diperlukan untuk dapat mempercepat gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan kritis yang luasnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam konfrensi pers dikantornya di Jakarta, Senin (22/1) usai memimpin rapat koordinasi tentang Gerakan Nasional Rehabiliati Hutan dan Lahan (GERHAN/GN-RHL), Aburizal menjelaskan bahwa hasil yang sudah di capai di tahun 2006 masih sangat rendah (dari tahun 2003 sampai 2006, target hutan dan lahan yang hendah direhabilitasi adalah sekitar 9.6 juta hektar, tapi hasil yang baru dicapai hanya sekitar 3 juta hektar) dan karena itu di tahun 2007 gerakan rehabilitasi hutan dan lahan harus lebih diintensifkan dan dipercepat. Tanpa harus mengatakan siapa yang salah, marilah kita menyingkirkan segala persepsi dan anggapan negatif dari program ini. Yang utama, marilah kita bekerja secara multipihak, karena bagaimanapun GN-RHL ini adalah gerakan rakyat, buka proyek pemerintah seperti tahun-tahun sebelumnya yang selalu memakai prosedur standar top down (Fathoni, 2004). Sampai lima tahun ke depan program GN-RHL akan difasilitasi oleh pemerintah, selanjutnya masyarakat dan pihak swasta diharapkan secara suka rela
8 dan swadaya mau melakukan rehabilitasi hutan dan lahan di daerah masingmasing. Dengan demikian, GN-RHL akan tumbuh menjadi kesadaran seluruh komponen masyarakat untuk mengembalikan dan meningkatkan fungsi hutan dan lingkungan (Fathoni, 2004)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan dan lahan mendorong munculnya lahan kritis yang semakin luas setiap tahun di seluruh Indonesia. Kekritisan lahan ditunjukan oleh meningkatnya bencana alam
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai modal dasar pembangunan perlu dipertahankan keberadaannya dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Luas kawasan hutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) berupa : lahan kritis, lahan gundul, erosi pada lereng-lereng
Lebih terperinciPelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Visi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah adalah Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat. Pelayanan
Lebih terperinciBAB II PERENCANAAN STRATEGIS
BAB II PERENCANAAN STRATEGIS 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Lebih terperinciINDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN
INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu
Lebih terperinciRESUME DATA INFORMASI REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2007 I. PENDAHULUAN
RESUME DATA INFORMASI REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2007 I. PENDAHULUAN Hutan tropis Indonesia seluas ± 120 juta Ha yang kaya akan keanekaragaman hayati merupakan sumber daya alam yang harus dijaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan keberadaan hutan disekitarnya, pemanfaatan hutan dan hasil hutan oleh masyarakat dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
Lampiran : Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.25/Menhut-II/2006 Tanggal : 8 Mei 2006 Tentang : PEDOMAN PENILAIAN PELAKSANAAN GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GNRHL/GERHAN) TAHUN 2003 DAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan tropis Indonesia merupakan kekayaan alam yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan terjamin kelestariannya dan
Lebih terperinciBAB 2 Perencanaan Kinerja
BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Lebih terperinciMemperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.
BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan aset nasional, bahkan aset dunia yang harus dipertahankan keberadaannya secara optimal. Menurut Undang-Undang No.41 Tahun
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN
Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam berupa hutan merupakan salah satu kekayaan alam yang memiliki nilai sangat strategis. Meskipun sumberdaya alam ini termasuk kategori potensi alam
Lebih terperinciREPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004
I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi
Lebih terperinciBAB II. PERENCANAAN KINERJA
BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada
Lebih terperinciREVITALISASI KEHUTANAN
REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki keleluasaan untuk mengelola daerah dan sumberdaya alam yang ada di daerahnya. Dengan keleluasaan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sumberdaya alam yang siap dikelola dan dapat memberikan manfaat ganda bagi umat manusia baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Manfaat hutan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 39/Menhut-II/2010 TENTANG POLA UMUM, KRITERIA, DAN STANDAR REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 39/Menhut-II/2010 TENTANG POLA UMUM, KRITERIA, DAN STANDAR REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah dan air dalam wilayah
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi
Lebih terperincitertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang
PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuhtumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN
PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS KEHUTANAN RUT 2011 Jl. Patriot No. O5 Tlp. (0262) 235785 Garut 44151 RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN 2014-2019 G a r u t, 2 0 1 4 KATA PENGANTAR Dinas Kehutanan
Lebih terperinciPolicy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau
Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU Fitra Riau 1 Skema Pendanaan Perhutanan Sosial SKEMA PENDANAAN PERHUTANAN SOSIAL LANDASAN KEBIJAKAN (HUKUM) Banyak
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan dan penghidupan manusia
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Berdasarkan penyelenggaraan pelayanan pada Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah
Lebih terperinciGubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 106 Tahun 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KHUSUS UNTUK GERAKAN REHABILITASI LAHAN KRITIS TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk
Lebih terperinci1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1
1.1. Latar Belakang RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Bupati Mandailing Natal yang akan dilaksanakan dan diwujudkan dalam suatu periode masa jabatan. RPJMD Kabupaten Mandailing Natal
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 20
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional (TN) Gunung Merapi ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar
Lebih terperinciNOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 20
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)
Page 1 of 6 Penjelasan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 20
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN
RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN 2011-2015 No. Tujuan Sasaran Target Indikator Rp. (dlm jutaan) Target Indikator Rp. (dlm jutaan) Target Indikator Rp. (dlm jutaan) Target Indikator Rp. (dlm jutaan) Target
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 16/Menhut-II/2011 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 16/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 9 /Menhut-II/2011. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2011
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati Indonesia menduduki posisi kedua setelah Columbia
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 126,8 juta hektar yang merupakan kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brasil dan Zaire, mempunyai fungsi utama sebagai paru-paru
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN
Lebih terperinciGubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 48 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN/KOTA UNTUK KEGIATAN PENANAMAN MASSAL DALAM RANGKA PROGRAM GREEN SCHOOL
Lebih terperinci2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind
No.68, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Bidang Kehutanan. 9PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 9/Menhut-II/2011. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Laswell dan Kaplan (1970) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program yang memroyeksikan tujuan, nilai, dan praktik yang terarah. Kemudian Dye (1978) menyampaikan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciSESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.
SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : 08.00 12.00 WIB. Oleh : HARRY SANTOSO Kementerian Kehutanan -DAS adalah : Suatu
Lebih terperinciBAB IV TUJUAN DAN SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV TUJUAN DAN SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DAERAH Visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah adalah sebagai berikut: Visi : MENUJU JAWA TENGAH SEJAHTERA DAN BERDIKARI
Lebih terperinci2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.299, 2014 LINGKUNGAN. Tanah. Air. Konservasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5608) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN
Lebih terperinciISU ISU STRATEGIS KEHUTANAN. Oleh : Ir. Masyhud, MM (Kepala Pusat Humas Kemhut) Pada Orientasi Jurnalistik Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011
ISU ISU STRATEGIS KEHUTANAN Oleh : Ir. Masyhud, MM (Kepala Pusat Humas Kemhut) Pada Orientasi Jurnalistik Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011 1 11 PRIORITAS KIB II (2010-2014) 1. Mewujudkan reformasi birokrasi
Lebih terperinciBAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA
BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi
Lebih terperinciDISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)
DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT) DASAR HUKUM DAN ARAHAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI PROV. NTT UUD 1945; Pasal 33 BUMI, AIR DAN KEKAYAAN ALAM YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI SELATAN,
1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciRENCANA KERJA (RENJA)
RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN 2015 KOTAWARINGIN BARAT DINAS KEHUTANAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas Kehutanan Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciPERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA TIMUR DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2013 NOMOR TENTANG
PERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA TIMUR DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2013 NOMOR TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI SOLO GUBERNUR JAWA TIMUR DAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PASAMAN BARAT DINAS KEHUTANAN. Komplek Pertanian Sukomananti Padang Tujuah
PEMERINTAH KABUPATEN PASAMAN BARAT DINAS KEHUTANAN Komplek Pertanian Sukomananti Padang Tujuah KEPUTUSAN KEPALA DINAS KEHUTANAN KABUPATEN PASAMAN BARAT Nomor : 522/ /DINHUT/2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS
Lebih terperinci2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I
No.2023, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LHK. Pelimpahan. Urusan. Pemerintahan. (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan. Tahun 2015 Kepada 34 Gubernur. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT
1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai
Lebih terperinciPengelolaan Dana Reboisasi: Analisis Kebijakan Sistem dan Prosedur
Pengelolaan Dana Reboisasi: Analisis Kebijakan Sistem dan Prosedur Disusun oleh Herry Suhermanto BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Nopember 2004 I. Latar Belakang Kehutanan merupakan penyumbang terbesar
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PENANAMAN BAGI PEMEGANG IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REHABILITASI DAERAH ALIRAN SUNGAI Menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.51/Menhut-II/2008 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.51/Menhut-II/2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.21/Menhut-V/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN GERAKAN NASIONAL REHABILITASI
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA
5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menduduki posisi yang sangat vital (Mardikanto,1993). Sector pertanian
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor pertanian terhadap petumbuhan ekonomi nasional selalu menduduki posisi yang sangat vital (Mardikanto,1993). Sector pertanian memberikan kontribusi yang
Lebih terperinciDinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur 1. Visi dan Misi Provinsi Jawa Timur Visi Provinsi Jawa Timur : Terwujudnya Jawa Timur Makmur dan Berakhlak dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Misi Provinsi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan
Lebih terperinciVISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI
TATA KELOLA SUMBERDAYA ALAM DAN HUTAN ACEH MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN DAN RENDAH EMISI VISI DAN MISI PEMERINTAH ACEH VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN
- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.202,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER
PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dengan upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
Lebih terperinci2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.
No.247, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penggunaan DAK. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi bidang
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT
INSTRUKSI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT, Dalam rangka mempercepat pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dan sebagai tindak lanjut
Lebih terperinciBAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,
Lebih terperinciIV.C.3 Urusan Pilihan Kehutanan
3. URUSAN KEHUTANAN Sumber daya hutan di Kabupaten Wonosobo terdiri dari kawasan hutan negara seluas + 20.300 Ha serta hutan rakyat seluas ± 19.481.581 Ha. Kawasan hutan negara di wilayah Wonosobo secara
Lebih terperinciMENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta
MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta ABSTRAK : Arah kebijakan pembangunan hutan rakyat diarahkan pada wilayah-wilayah prioritas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengelolaan sumber daya alam, khususnya hutan yang berkelanjutan dimasa kini telah menjadi keharusan, dimana keberadaan serta keberlangsungan fungsi sumber daya
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN PEMBUKAAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MOR : P.25/Menhut-II/2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2013 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Hutan dengan fungsi lindung yaitu hutan sebagai satu kesatuan
Lebih terperinci2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MALANG
No. Tujuan Sasaran Sasaran Kode RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MALANG 2011-2015 (Outcome) Capaian kinerja program kerangka penaan 1 Menjamin kepastian usaha dalam Peningkatan pemanfaatan Peningkatan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa kondisi
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa sehubungan
Lebih terperinci