BAB II PERATURAN PERENCANAAN 2.1 Klasifikasi Jembatan Rangka Baja Jembatan rangka (Truss Bridge) adalah jembatan yang terbentuk dari rangkarangka batang yang membentuk unit segitiga dan memiliki kemampuan untuk mendistribusikan beban ke setiap rangka-rangkanya. Rangka batang tersebut terdiri dari batang tarik dan batang tekan. Batang tarik adalah batang yang menerima beban tarik. Desain untuk batang tarik didasarkan atas ijin tegangan tarik dimana tegangan yang terjadi tidak boleh melampaui tegangan ijin. Apabila ada lubang maka luas penampang adalah luas netto (luas brutto-luas lubang). Untuk menahan beban berguna dipakai factor of safety (faktor keamanan) yang cukup terhadap kehancuran. Batang tekan yang merupakan batang dari suatu rangka batang. Batang ini dibebani gaya tekan aksial searah panjang batangnya. Kolom juga merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balok-balok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya yang untuk seterusnya akan melimpahkan semua beban tersebut ke pondasi.
Klasifikasi jembatan berdasarkan letak lantai kendaraan dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: 1. Jembatan lantai bawah, dimana sttuktur rangka utama berada di atas lantai jembatan. Hal ini mengakibatkan batang bagian atas menjadi tertekan dan batang bagian bawah menjadi tertarik. Untuk batang bagian atas diperlukan pengaku untuk mengatasi bahaya tekuk. Biasanya pengaku ini berfungsi ganda karena dapat digunakan sebagai ikatan angin. Gambar 2.1. Jembatan lantai bawah Jembatan rangka terbuka (tanpa rangka atas) Jenis ini tidak memiliki ikatan angin dibagian atas. Jembatan ini cocok untuk lintas kendaraan yang berat karena bagian atas jembatan terbuka sehingga tidak menghalangi jalan untuk kendaraan berat. Jembatan rangka tertutup (dengan rangka atas) Jenis jembatan ini memiliki ikatan angin dibagian atas jembatan sehingga membentuk kotak (tertutup). Jenis jembatan ini cocok
digunakan pada daerah perkotaan dan untuk lintas kendaraan yang ringan. 2. Jembatan lantai atas, dimana struktur rangka jembatan ini berada dibawah deck jembatan. Jenis jembatan ini tidak cocok digunakan untuk sungai yang muka airnya rendah. Hal ini karena jenis jembatan ini memakan ruang yang ada dibawah lantai kendaraan. Gambar 2.2. Jembatan lantai atas Adapun jenis lain dari jembatan rangka lantai atas ini adalah : Gambar 2.3. Jembatan rangka tipe Warren with verticals Gambar 2.4. Jembatan rangka tipe Howe
2.2 Bagian-bagian Jembatan Rangka Baja Sebelum diadakan perencanaan jembatan, tahap-tahap yang perlu diperhatikan dan dipahami adalah mengenai bagian-bagian dari struktur serta fungsi dan manfaatnya. Konstruksi dari jembatan rangka terdiri dari : 2.2.1 Konstruksi bangunan atas (superstructure) Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu lintas kendaraan, gaya rem dan beban pejalan kaki. Struktur atas jembatan meliputi: Trotoar Trotoar merupakan bagian layanan jembatan yang digunakan untuk sarana pejalan kaki, yang berada dibagian pinggir kiri dan kanan lantai kendaraan. Ketinggian trotoar lebih tinggi dari pada ketinggian permukaan lapisan lantai kendaraan. Trotoar terdiri dari: a) Sandaran dan tiang sandaran b) Slab lantai trotoar Lantai kendaraan dan perkerasan Merupakan bagian konstruksi jembatan yang langsung menerima beban yang berjalan diatasnya. Di dalam perencanaan diperhitungkan terhadap beban hidup / muatan (T) dari tekanan roda kendaraan dan termasuk berat sendiri lantai kendaraan. Jika pelat beton dihubungkan pada balok memanjang dengan hubungan geser maka perhitungannya dapat menggunakan prinsip komposit. Pada jembatan rangka ini jenis
lantai kendaraan yang digunakan adalah dek lantai bergelombang seperti dalam gambar 2.5. Untuk gelombang dek yang arahnya tegak lurus terhadap balok baja penumpu, tebal beton yang ada di bawah tepi atas dek baja harus diabaikan dalam perhitungan karakterisitik penampang komposit dan dalam penentuan luas penampang pelat beton Ac, yang diperlukan untuk perhitungan kapasitas gaya geser horizontal balok komposit. Jarak antara penghubung-penghubung geser jenis paku sepanjang balok penumpu tidak boleh lebih dari 900 mm. Untuk gelombang dek yang arahnya sejajar balok baja, tebal beton yang berada di bawah tepi atas dek baja dapat diperhitungkan dalam penentuan karakteristik penampang komposit dan juga dalam luas penampang pelat beton Ac, yang diperlukan untuk perhitungan kapasitas gaya geser horizontal balok komposit. Gelombang-gelombang dek baja di atas balok penumpu dapat dipisahkan sepanjang arah longitudinal untuk membentuk voute beton pada tumpuannya. Jika tinggi nominal dek baja lebih besar atau sama dengan 40 mm maka lebar rata-rata dari gelombang yang ditumpu, wr, tidak boleh kurang dari 50 mm + 4(ns-1)ds untuk penampang dengan jumlah penghubung geser jenis paku sama dengan ns pada arah melintang dengan ds adalah diameter penghubung geser jenis paku tersebut. Jika digunakan dek gelombang metal sebagai acuan tetap yang membentang antara balok melintang dan balok memanjang atau balok induk, maka acuan tetap yang membentang antara balok melintang dan
balok memanjang atau balok induk, maka acuan itu harus dirancang dapat memikul berat sendiri beton bertulang (termasuk yang ada di dalam gelombang), beban konstruksi 2400 N/m 2 dan berat sendiri dek gelombang. Acuan harus masih elastis akibat beban-beban tersebut. Lendutan yang timbul akibat beban mati tidak boleh melampaui L/180 atau 13 mm untuk bentang acuan L 3 m atau L/240 atau 19 mm untuk bentang acuan L>3 m.
Gambar 2.5. Jenis dek gelombang lantai jembatan Dalam perencanaan dek baja bergelombang, kuat lentur rencana dari suatu konstruksi komposit yang terdiri dari pelat beton yang diletakkan di atas dek baja bergelombang yang ditumpu pada balok baja dihitung dengan menggunakan prinsip-prinsip berikut. Dek baja yang memiliki tinggi nominal gelombang wr, tidak boleh kurang dari 50 mm dan tidak boleh lebih besar dari lebar bersih minimum pada tepi atas dek baja. 1. Pelat beton harus disatukan dengan balok baja melalui penghubung geser jenis paku yang di las, yang mempunyai diameter tidak lebih dari 20 mm. Penghubung geser jenis paku dapat di las pada dek baja atau langsung pada balok baja. Setelah terpasang, ketinggian penghubung geser jenis paku tidak boleh kurang dari 40 mm diatas sisi dek baja yang paling atas.
2. Ketebalan pelat beton di atas dek baja tidak boleh kurang dari 50 mm. Penghubung geser dapat dari jenis paku baja berkepala dengan panjang dalam kondisi terpasang tidak kurang dari 4 kali diameternya atau berupa penampang baja kanal gilas. Massa jenis pelat beton yang digunakan pada struktur balok komposit dengan penghubung geser tidak boleh kurang dari 1500 kg/m 3. Kuat nominal penghubung geser untuk jenis paku yang ditanam dalam pelat beton masif adalah : Keterangan : Asc adalah luas penampang penghubung geser jenis paku, mm 2 fu adalah tegangan putus penghubung geser jenis paku. Mpa Qn adalah kuat nominal geser untuk penghubung geser, N Untuk penghubung geser jenis paku yang ditanam di dalam pelat beton yang berada di atas dek baja bergelombang, suku 0,5 Asc fc Ec di atas harus dikalikan dengan faktor reduksi rs dengan persamaan sebagai berikut: ( ) *( ) + untuk dek baja tegak lurus balok
( ) *( ) + untuk dek baja searah balok dimana: rs adalah faktor reduksi Nr adalah jumlah penghubung geser jenis paku pada setiap gelombang pelat berprofil di perpotongannya dengan balok Hs adalah tinggi penghubung geser jenis paku (hr+75mm) hr adalah tinggi nominal gelombang pelat baja berprofil wr adalah lebar efektif gelombang pelat baja berprofil Untuk menahan pengaruh ungkitan, dek baja harus diangker pada unsur-unsur penumpu dengan jarak antar angker tidak lebih dari 450 mm. Jenis angker yang bisa digunakan dapat berupa penghubung geser jenis paku, kombinasi penghubung geser jenis paku dengan las titik atau jenis lainnya. Sedangkan kuat nominal penghubung geser kanal yang ditanam di dalam pelat beton masif adalah: ( ) dimana: Lc adalah panjang penghubung geser kanal, mm tf adalah tebal pelat sayap, mm
tw adalah tebal pelat badan, mm Balok memanjang Balok ini berfungsi untuk menyalurkan beban-beban lantai kendaraan (beban mati dan beban hidup) ke balok melintang. Balok melintang Balok ini memikul beban-beban melalui gelagar memanjang dan menyalurkannya ke rangka batang. Ikatan angin Ikatan angin berfungsi untuk menyalurkan beban angin kepada struktur induk rangka jembatan. Beban angin tersebut bekerja di titik-titik simpul. Rangka jembatan : a) Rangka diagonal b) Rangka vertikal Pengaku / stiffner Sambungan Sambungan berfungsi sebagai penyaluran beban dari batang yang satu ke batang yang lain. Perletakan (rol dan sendi) Perletakan berfungsi untuk menyalurkan beban jembatan ke keseluruhan struktur jembatan.
2.2.2 Konstruksi bangunan bawah (substructures) Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain yang ditimbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan dan gesekan pada tumpuan untuk kemudian disalurkan oleh pondasi ke tanah dasar. Struktur bawah jembatan meliputi : Pangkal jembatan (abutment) Bagian yang memikul kedua pangkal jembatan yang terletak di ujung bentang jembatan yang berfungsi untuk meneruskan seluruh beban bangunan atas ke pondasi. Pilar jembatan (pier) Merupakan bagian lain dari bangunan bawah yang terletak di bentang jembatan diantara pangkal jembatan, berfungsi seperti abutment yang membagi beban dan memperpendek bentang jembatan. Pondasi jembatan Pondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar. Pada umumnya pondasi jembatan rangka menggunakan pondasi tiang pancang dan bore pile. Pada proyek tugas akhir ini pondasi yang digunakan adalah pondasi bore pile beton bertulang diameter 60 cm. 2.3. Beban Jembatan Adapun kombinasi pembebanan yang akan dipikul oleh struktur jembatan baja adalah :
2.3.1. Beban mati (Berat sendiri) Bagian jembatan yang menjadi satu kesatuan pada badan jembatan dapat dikategorikan sebagai beban mati jembatan. Beban mati ini bisa berupa bagianbagian nostruktural maupun struktural. Cara menentukan beban mati ini adalah dengan cara mengalikan volume/luasan bahan dengan berat satuan material itu sendiri. Berat satuan material adalah sebagai berikut : No. Bahan Berat/satuan isi (KN/m 3 ) Kerapatan massa (kg/m 3 ) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Campuran aluminium 26,7 2720 Lapisan permukaan aspal 22,0 2240 Besi ruang 71,0 7200 Timbunan tanah dipadatkan 17,2 1760 Kerikil dipadatkan 18,8-22,7 1920-2320 Aspal beton 22,0 2240 Beton ringan 12,25-19,6 1250-2000 Beton 22,0-25,0 2240-2560 Beton prategang 25,0-26,0 2560-2640 Beton bertulang 23,5-25,5 2400-2600
11. 12. 13. 14. 15. Baja 777,0 7850 Batu pasangan 23,5 2400 Besi tempa 75,5 7680 Pasir kering 15,7-17,2 1600-1760 Pasir basah 18,018,8 1840-1920 Tabel.1. Berat satuan material 2.3.2. Beban hidup (beban kendaraan) Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur D dan beban truk T. Beban lajur D bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur D ynag bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk T adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk T diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Secara umum beban D akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang sedangkan beban T digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan.
Beban lajur D terdiri dari beban tersebar merata dan terbagi rata seperti terlihat dalam gambar dibawah ini. Gambar 2.6. Intensitas beban D Beban garis P=12 ton (belum termasuk kejut) sedangkan untuk beban terbagi rata dengan intensitas p ton per meter jalur memiliki nilai tergantung pada panjang jembatan dimana besar p ditentukan sebagai berikut : p = 2,2 ton/m untuk l 30 m p = 2,2 ton/m ( (l-30 m) ) untuk 3 0 m < l < 60 m p = 1,1 ( ) ton/m untuk l > 60 m dimana: l = panjang bentang dalam meter
Dalam perencanaan muatan D untuk jembatan berlaku ketentuan bahwa apabila lebar lantai kendaraan 5,5 m maka muatan D sepenuhnya dipikul pada lebar jalur 5,5 m sedangkan lebar selebihnya hanya dibebani 50 % dari muatan D tersebut sebagaimana ditunjukkan oleh gambar berikut : Gambar 2.7. Distribusi beban D untuk lebar penampang jembatan Pembebanan truk T terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam gambar 2.8. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4 m sampai 9 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
Gambar 2.8. Distribusi beban T 2.3.3. Beban angin Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR 87) menetapkan pengaruh beban angin sebesar 150 kg/m 2 pada jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya beban angin horizontal terbagi rata pada bidamg vertikal jembatan, dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Jumlah luas bidang vertikal bangunan atas jembatan yang dianggap terkena oleh angin ditetapkan sebesar suatu prosentase tertentu terhadap luas bagianbagian sisi jembatan dan luas bidang vertikal beban hidup. Bidang vertikal beban hidup ditetapkan sebagai suatu permukaan bidang vertikal yang mempunyai tinggi menerus sebesar 2 meter diatas lantai kendaraan. Dalam menghitung jumlah luas bagian-bagian sisi jembatan yang terkena angin dapat digunakan ketentuan sebagai berikut :
1. Keadaan tanpa beban hidup a. untuk jembatan gelagar penuh diambil sebesar 100 % luas bidang sisi jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 50 % luas bidang sisi lainnya. b. untuk jembatan rangka diambil sebesar 30 % luas bidang sisi jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 15 % luas bidamg sisi-sisi lainnya. 2. Keadaan dengan beban hidup a. untuk jembatan diambil sebesar 50 % terhadap luas bidang menurut 1.a dan 1.b. b. Untuk beban hidup diambil sebesar 100 % luas bidang sisi yang langsung terkena angin. 3. Jembatan menerus diatas lebih 2 perletakan. Untuk perletakan tetap perlu diperhitungkan beban angin dalam arah longitudinal jembatan yang terjadi bersamaan dengan beban angin yang sama besar dalam arah lateral jembatan, dengan beban angin masingmasing sebesar 40 % terhadap luas bidang menurut keadaan 1 dan 2. Pada jembatan yang memerlukan perhitungan pengaruh angin yang teliti harus diadakan penelitian khusu.
2.3.4. Kejut Kejut merupakan pengaruh dinamis dari beban-beban yang bekerja secara tiba-tiba. Beban mati merupakan beban statis yang tidak mempunyai pengaruh selain dari beratnya sendiri sehingga tidak mempunyai pengaruh terhadap kejut, namun beban hidup bisa statis ataupun dinamis. Untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh getaran-getaran dan pengaruh dinamis lainnya, tegangan-tegangan akibat beban garis P harus dikalikan dengan koefisien kejut yang akan memberikan hasil maksimum, sedangkan beban merata q dan beban T tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Koefisien kejut ditentukan dengan rumus : K = 1 + dimana : K = koefisien kejut L = panjang bentang dalam meter Koefisien kejut tidak diperhitungkan terhadap bangunan bawah apabila bangunan bawah dan bangunan atas tidak merupakan satu kesatuan. Bila bangunan bawah dan bangunan atas merupakan satu kesatuan maka koefisien kejut diperhitungkan terhadap bangunan bawah.
2.4. Persamaan Perencanaan 2.4.1. Batang Tarik Tegangan rata-rata pada suatu penampang yang melalui lubang dari suatu batang tarik tidak boleh lebih besar dari 0,75 kali tegangan dasar. Tegangan ratarata tersebut dihitung dengan persamaan : dimana: Ptr = gaya normal tarik pada batang tersebut Fn = luas penampang netto (0,85. F brutto ) f baja = tegangan dasar baja Rumus untuk mencari luas profil rencana untuk dimensi batang tarik adalah : Kontrol kelangsingan pada batang tarik dirumuskan sebagai berikut: dimana: Lk = panjang tekuk i min = jari-jari kelembaman
2.4.2. Batang Tekan Menurut Oentoeng (2000) untuk mendimensi batang tekan dapat menggunakan rumus: Imin = = = 0,484 n. P. Lk 2 Dimana : P = beban dalam ton Lk = panjang tekuk dalam m E = modulus elastisitas baja = 2,1. 10 6 kg/cm 2 n = nilai n untuk BJ 37 adalah 3,04 Batang-batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga stabilitasnya (tidak ada bahaya tekuk). Hal ini diperlihatkan dengan persamaan: = σ izin dimana : N = gaya tekan pada batang tersebut A = luas penampang batang σ izin = tegangan izin profil
ω = faktor tekuk yang bergantung pada kelangsingan (λ) dan macam bajanya Harga ω dapat ditentukan dengan persamaan: λ = λ g = λ s = untuk λ s 0,183 ω = 1 untuk 0,183 < λ s < 1 ω = untuk λ s 1 ω = 2,381. λ s 2 Kontrol kelangsingan pada batang tekan dirumuskan sebagai berikut: dimana: Lk = panjang tekuk (sendi-sendi L = Lk, Euler) i min = jari-jari kelembaman
2.5. Perencanaan Gelagar Komposit Adapun yang harus diperhatikan didalam merencanakan gelagar komposit adalah sebagai berikut : a. menentukan nilai b eff be L/5 be 12 * tb be A dimana : A = jarak antar gelagar melintang tb = tebal pelat lantai minimum L = bentang gelagar b. menghitung nilai n n = dimana : Es = modulus elastis baja (2*10 5 MPa) Ec = modulus elastis beton (4700* MPa) c. ukuran-ukuran komposit Yc = jarak antara serat teratas beton sampai garis netral
Ys = jarak antara serat teratas baja sampai garis netra Yb komp = jarak garis netral bagian bawah penampang komposit tb = tebal pelat beton Yd = jarak titik berat pelat beton terhadap serat terbawah Yt komp = jarak garis netral bagian atas penampang komposit d. cek kekuatan (tegangan) - pada serat atas σ tc = 0,45 * fc σ ts = ( ) 0,45 * fc - pada serat bawah σ bs = σ baja