KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR.

dokumen-dokumen yang mirip
KERAGAAN TINGKAT PENERAPAN METODE SLPTT PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR

Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah Ratnaningsih 1. ABSTRAK

ABSTRAK

ABSTRAK. Diarsi Eka Yani Pepi Rospina Pertiwi Argadatta Sigit Program Studi Agribisnis, Jurusan Biologi FMIPA-UT ABSTRACT

PENDAHULUAN Latar Belakang

Diarsi Eka Yani. ABSTRAK

PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MELALUI PENERAPAN KOMPONEN TEKNOLOGI PTT DI SULAWESI TENGGARA

PENDAHULUAN Latar Belakang

MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Oleh: Indah Listiana *) Abstrak

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija

Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

I. PENDAHULUAN *

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGUASAAN TEKNOLOGI BUDIDAYA BELIMBING

TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU

Dampak Minat Petani terhadap Komponen PTT Padi Sawah di Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH PENDAHULUAN

KEMAMPUAN ANGGOTA KELOMPOK TANI DALAM PEMANFAATAN SARANA PRODUKSI PADA USAHATANI BELIMBING

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar)

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP:

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak.

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAN KEPEMIMPINAN KONTAK TANI DALAM PROSES DIFUSI INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU PADI

RESPON PETANI TERHADAP BEBERAPA JAGUNG HIBRIDA VARIETAS BIMA MELALUI PENDAMPINGAN SL-PTT JAGUNG DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADOPSI PETANI PADI SAWAH TERHADAP VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN ARGAMAKMUR, KABUPATEN BENGKULU UTARA, PROVINSI BENGKULU

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul. Abstrak

Hubungan Karakteristik Petani dengan Jasa Pelayanan dan Efektivitas Komunikasi Klinik Agribisnis di Prima Tani Leuwi Sadeng Kabupaten Bogor

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

Peran dan Kontribusi Hand Tractor terhadap Efisiensi Usahatani di Banten

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu negara yang terletak di zona

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memerlukan. salah satu industri primer yang mencakup pengorganisasian sumber daya

POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN WANITA TANI PADA USAHATANI SAYURAN SENTRA SAYURAN DATARAN TINGGI

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN. itu sendiri. Karakter-karakter tersebut yang membedakan tipe perilaku petani pada

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

I. PENDAHULUAN. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun jumlah

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

Kajian Kinerja dan Dampak Program Strategis Departemen Pertanian

KERAGAAN USAHATANI JAGUNG VARIETAS KOMPOSIT PADA BERBAGAI JARAK TANAM DI LAHAN KERING

I. PENDAHULUAN. penting bagi masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena produk yang di

Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Tingkat Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros.

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

BAB VII KARAKTERISTIK INTERNAL, KARAKTERISTIK EKSTERNAL, DAN KARAKTERSTIK INOVASI PRIMA TANI

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

DAMPAK PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas maupun kualitasnya. Keberhasilan pembangunan sub sektor

EFEKTIVITAS PELAKSANA KEGIATAN SL-PTT PADI SAWAH DI PROVINSI BANTEN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran. variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dan

dari semua variabel karakteristik individu dan rumahtangga dapat dilihat pada Lampiran 4.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

Transkripsi:

KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR Diarsi Eka Yani 1 Pepi Rospina Pertiwi 2 Program Studi Agribisnis, Fakultas MIPA, Universitas Terbuka, Tangerang, Indonesia E-mail: diarsi@ut.ac.id Abstrak Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi merupakan satu inovasi pertanian hasil penelitian tanaman pangan di Indonesia. Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) merupakan bentuk sekolah yang seluruh proses belajar mengajarnya dilakukan di lapangan, dan dilaksanakan di lahan petani peserta PTT dalam upaya peningkatan produksi padi Nasional. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan karakteristik petani peserta SLPTT padi. Populasi dalam penelitian adalah semua petani yang menjadi anggota kelompok tani padi di wilayah Kecamatan Ciawi, yang menjadi peserta SLPTT. Terdapat dua desa yang menjadi sasaran SLPTT yaitu desa Cileungsi dan desa Citapen. Pertimbangan sasaran SLPTT karena desa tersebut sudah pernah mengikuti pelatihan SLPTT. Sampel dipilih dari dua kelompok peserta SLPTT di dua desa, masing-masing 20 orang peserta, sehingga sampel keseluruhan berjumlah 40 orang. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani peserta SLPTT sebagian besar berusia dewasa, berpendidikan SD namun cukup banyak yang terlibat dalam kegiatan pelatihan, memiliki pengalaman usahatani yang cukup baik, memiliki kebutuhan usahatani dalam konteks budidaya dan pasca panen, memiliki status sosial dalam kategori rendah (tidak pernah menjadi pemimpin formal maupun non formal) serta memiliki keterlibatan dalam kategori yang cukup baik. Kata kunci: karakteristik petani, Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi merupakan satu inovasi pertanian yang saat ini cukup dikenal di kalangan petani padi. Secara fisik, inovasi PTT Padi terlihat dari paket teknologi usahatani yang diperbaharui dari teknologi usahatani terdahulu. Namun pada dasarnya

PTT bukan hanya merupakan paket fisik, tetapi juga suatu sistem atau pendekatan yang diupayakan pemerintah bagi petani untuk terlibat dalam pengelolaan usahatani padi sesuai spesifik lokasi (Zaini dkk, 2004). Pada tingkat ujicoba, keberhasilan PTT Padi telah dibuktikan di beberapa desa di NTB, yang menunjukkan bahwa peningkatan produksi padi terjadi cukup baik yaitu mencapai produksi lebih dari 7 ton. Kondisi ini terjadi terutama untuk varietas-varietas unggul spesifik lokasi (Kumoro dan Untung, 2005). Adapun berdasarkan ujicoba di BPTP Banten, pada tingkat penelitian, PTT mampu meningkatkan produktifitas padi sekitar 38% atau setara dengan 7-8 ton/hektar, sedangkan di lahan meningkat rata-rata 27% atau sekitar 6,5-8 ton/hektar (Kartono, 2010). Keberhasilan ujicoba PTT Padi menjadikan pemerintah melalui Departemen Pertanian mencanangkan sekolah lapang untuk mengintroduksikan inovasi PTT, yang dinamai dengan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu merupakan bentuk sekolah yang seluruh proses belajar mengajarnya dilakukan di lapangan, yang dilaksanakan di lahan petani peserta PTT dalam upaya peningkatan produksi padi nasional (Deptan, 2008). Terkait dengan sasaran penyuluhan pertanian, SLPTT dilaksanakan bagi para anggota kelompok tani padi. Hal ini karena SLPTT ditujukan untuk memupuk partisipasi dan dinamika petani sesuai dengan tujuan dari pendekatan PTT itu sendiri, sementara pemilihan Sekolah Lapang (SL) dalam introduksi inovasi PTT padi juga terkait dengan sasaran yang akan dilibatkan. Kondisi sasaran seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha tani, kebutuhan petani dan sebagainya merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode penyuluhan (Mardikanto, 2009). Beberapa penyelenggaraan SLPTT Padi memang telah banyak mulai mewujudkan hasil, terutama di wilayah yang merupakan sentra tanaman padi. Di Kabupaten Bogor, Kecamatan Ciawi termasuk wilayah Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K). Wilayah ini juga memiliki lahan yang ditanami padi, dan termasuk wilayah pengembangan SLPTT. Dengan kondisi lahan pertanian yang mulai terancam oleh perumahan dan pembukaan tempat wisata, diharapkan Ciawi masih memberikan kontribusi penyediaan bahan pangan yang dibuthkan masyarakat sekitar. Berdasarkan uraian dan kondisi yang dipaparkan, sepertinya perlu kajian yang lebih mendalam tentang efektifitas penerapan SLPTT di wilayah ini, terutama dikaitkan dengan karakteristik masyarakat penerima inovasi PTT itu sendiri. Artikel ini bertujuan menjelaskan tentang karakteristik petani peserta SLPTT padi.

METODE Penelitian dilakukan di wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi didasarkan pada kenyataan bahwa Kecamatan Ciawi masih memiliki potensi untuk ditanami padi sawah, dan pernah menjadi salah satu lokasi penerapan metode SLPTT pada tahun 2012 Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik petani penerima SLPTT padi. Untuk mencapai tujuan tersebut, rancangan penelitian ini berbentuk explanatory research. Populasi dalam penelitian ini adalah semua petani yang menjadi anggota kelompok tani padi di wilayah Kecamatan Ciawi, yang menjadi peserta SLPTT. Terdapat 13 desa di Ciawi, namun tidak semua desa dijadikan sasaran SLPTT. Dari informasi penyuluh, hanya gapoktan dari dua desa yang saat itu menerima pelatihan dalam bentuk SLPTT, karena desa lain tidak memenuhi syarat luas lahan untuk kegiatan SLPTT. Desa yang dimaksud sebagai sasaran SLPTT adalah Desa Cileungsi dan Citapen. Adapun sampel diambil dari populasi petani secara purposive sehubungan dengan populasi bersifat homogen, yaitu petani padi dengan varietas bibit yang sama serta sistem tanam yang sama. Identifikasi terhadap kelompok tani dan peserta SLPTT bersama penyuluh dibutuhkan dalam penentuan kelompok tani. Sampel tersebut dipilih dari dua kelompok peserta SLPTT di dua desa, masing-masing 20 orang peserta, sehingga sampel keseluruhan berjumlah 40 orang. Variabel yang disajikan adalah karakteristik petani (X) meliputi (1) umur, (2) tingkat pendidikan, (3) pengalaman usahatani, (4) kebutuhan sasaran, (5) status sosial, (6) keterlibatan dalam penyuluhan. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensial yaitu dengan menampilkan distribusi frekuensi, dan persentase. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik individu Karakteristik individu adalah sifat-sifat yang ditampilkan seseorang yang berhubungan semua aspek kehidupannya di dunia atau lingkungan sendiri (Reksowardoyo, 1983).

Karakteristik individu petani yang pertama disajikan dalam artikel ini adalah umur yang tersaji dalam Tabel 1. Tabel 1. Sebaran Responden Berdasarkan Umur Kategori umur Muda (25 38 tahun) 14 35.0 Dewasa (39 51 tahun) 20 50.0 Tua (52 65 tahun) 6 15.0 Dari Tabel 1 menunjukkan sebaran normal, dimana responden dengan kategori dewasa merupakan responden yang terbanyak. Responden peserta SLPTT umumnya tergolong dewasa. Pada usia dewasa, seseorang telah memiliki kestabilan dalam mengelola pekerjaan, berkonsentrasi penuh dalam mencari penghasilan dan juga tergolong pada usia yang produktif (Kurnianingtyas, 2009). Karakteristik individu petani kedua adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan tergolong unsur penting dalam menilai aspek sosiografis responden. Tabel 2 menyajikan data sebaran responden berdasarkan latar belakang tingkat pendidikan formal. Tabel 2. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Tidak sekolah 4 10.0 Tamat SD 21 52.5 Tamat SLTP 5 12.5 Tamat SLTA 9 22.5 Tamat Perguruan Tinggi 1 2.5

Tabel 2 memperlihatkan kondisi bahwa responden sebagian besar merupakan petani yang memiliki tingkat pendidikan sampai tamat SD (52,5%). Namun demikian, dari observasi di lapangan, tingkat pendidikan tersebut tidak menjadikan responden lemah dalam menerima informasi baru. Hal ini karena pendidikan nonformal sangat berperan terhadap sikap responden dalam menerima ide-ide baru, misalnya keterlibatannya dalam penyuluhan dan pelatihan. Kondisi ini sejalan dengan pendapat Soekartawi (1988) yang menyebutkan bahwa untuk menanamkan perilaku yang positif, dapat digunakan jalur pendidikan non formal. Karakteristik individu petani yang ketiga adalah pengalaman berusahatani. Pengalaman berusahatani diukur dari jumlah tahun responden dalam mengelola usahatani. Tabel 3 menyajikan kondisi tersebut. Tabel 3. Sebaran Responden Berdasarkan Pengalamannya dalam Berusahatani Kategori Rendah (4-13 tahun) 14 35.0 Cukup (14-24 tahun) 18 45.0 Tinggi (25-34 tahun) 8 20.0 Sebagian besar responden berada dalam kategori pengalaman yang cukup dalam berusahatani (45%). Pengalaman ini menjadi modal bagi responden dalam mempelajari teknikteknik baru atau dalam memahami informasi baru terkait usahataninya. Berdasarkan wawancara kepada beberapa petani, beberapa teknik usahatani padi yang selama ini dilakukan hampir mirip dengan materi PTT, namun responden menganggap bahwa PTT merupakan pengembangan teknik-teknik lama. Misalnya pemilihan bibit unggul sudah sering dilakukan, namun belum sampai memilih bibit unggul yang berlabel, kemudian pola tanam jajar legowo dikatakan sebagai modifikasi dari pola tanam lama. Pengalaman yang belum pernah ada bagi responden adalah pemberian pupuk N berdasarkan pengamatan warna daun. Karakteristik individu petani yang keempat adalah kebutuhan sasaran. Kebutuhan sasaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebutuhan yang dirasakan responden dalam mendukung kelancaran kegiatan usahatani, antara lain kebutuhan teknik budidaya, kegiatan pasca panen, dan pemasaran.

Tabel 4. Sebaran Responden Berdasarkan Kebutuhan Sasaran Kebutuhan Teknik budidaya 14 35.0 Teknik budidaya dan pasca panen 18 45.0 Teknik budidaya, pasca panen dan pemasaran 8 20.0 Tabel 4 menunjukkan bahwa selain kebutuhan teknik budidaya, responden cenderung memerlukan informasi yang banyak tentang pasca panen (45%). Kegiatan pasca panen padi bagi responden adalah bagaimana menyimpan gabah dengan baik ketika panen raya tiba, atau ketika belum memperoleh pasar yang tepat untuk menjual gabah. Responden mengeluhkan tempat penyimpanan yang lembab karena kultur cuaca di wilayah Ciawi yang sering turun hujan. Namun demikian, untuk beberapa responden, faktor pemasaran dirasa penting juga, karena mereka ingin hasil panennya segera terjual. Karakteristik individu petani yang kelima adalah status sosial. Status sosial menyangkut posisi atau kedudukan sosial responden di dalam kelompok masyarakat, yang ditunjukkan dengan kepemimpinan formalnya di masyarakat. Tabel 5 menyajikan sebaran responden berdasarkan status sosial. Tabel 5. Sebaran Responden Berdasarkan Status Sosial Kebutuhan Rendah (tidak pernah menjadi pemimpin) 30 75.0 Sedang (pernah menjadi pemimpin) 3 7.5 Tinggi (masih menjadi pemimpin) 7 17.5 Dari keseluruhan responden, ternyata 75% belum atau tidak pernah menjadi pemimpin, baik formal maupun informal. Sementara itu 17,5% mengaku sedang menjadi pemimpin, di

antaranya sebagai ketua koperasi, humas gapoktan, sekretaris BPD dan bendahara desa. Rogers dan Shoemaker (1995) menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki status sosial yang lebih tinggi merupakan orang yang cepat tanggap terhadap inovasi. Hasil pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa responden yang sedang menjadi pemimpin sangat tanggap dalam menjawab pertanyaan seputar PTT padi. Namun tidak berbeda dengan yang pernah menjadi pemimpin manapun sekarang sudah tidak lagi, responden juga lebih vokal dalam mendiskusikan PTT padi. Dengan demikian kelompok yang pernah dan sedang menjadi pemimpin di daerahnya, merupakan orang-orang yang mampu menyerap pengetahuan PTT dengan baik. Karakteristik individu yang keenam adalah keterlibatan petani dalam penyuluhan. Keterlibatan petani dalam kegiatan penyuluhan di dalam kelompok taninya merupakan faktor penting dalam proses perubahan perilaku. Tabel 6 menyajikan kondisi keterlibatan responden dalam kegiatan penyuluhan. Tabel 6. Sebaran Responden Berdasarkan Keterlibatannya dalam Penyuluhan Kebutuhan Hanya menjadi anggota kelompok tani 19 47.5 Menjadi anggota dan mengikuti penyuluhan 11 27.5 Menjadi anggota, mengikuti penyuluhan dan mengikuti pelatihan 10 25.0 Tabel di atas menunjukkan responden yang hanya menjadi anggota kelompok tani yang pasif adalah 47,5%. Namun demikian, responden yang aktif lebih banyak, yaitu sejumlah 52,5%. Responden yang aktif hanya dalam kegiatan penyuluhan di kelompok tani dengan mereka yang pernah mengikuti pelatihan cukup imbang. Kondisi ini dapat mendukung terciptanya dinamika dalam masyarakat tani. Hasil observasi menunjukkan bawa ikatan kekeluargaan di Desa Cileungsi dan Citapen masih terlihat kuat. Hal ini memudahkan penyebaran inovasi secara non formal, terutama dari para petani yang rajin mengikuti kegiatan penyuluhan maupun pelatihan.

KESIMPULAN Karakteristik petani peserta SLPTT Padi dikaji berdasarkan beberapa komponen, yaitu umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, kebutuhan sasaran, status sosial dan keterlibatan dalam penyuluhan. Petani peserta SLPTT sebagian besar berusia dewasa, berpendidikan SD namun cukup banyak yang terlibat dalam kegiatan pelatihan, memiliki pengalaman usahatani yang cukup baik, memiliki kebutuhan usahatani dalam konteks budidaya dan pasca panen, memiliki status sosial dalam kategori rendah (tidak pernah menjadi pemimpin formal maupun non formal) serta memiliki keterlibatan dalam kategori yang cukup baik. DAFTAR PUSTAKA Deptan. 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL- PTT). http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/18/. Diakses 22 April 2013 Kartono. 2010. Penerapan dan Persepsi Petani tentang Inovasi Teknologi pengelolaan Tanaman terpadu (PTT) Padi (Kasus petani padi di lokasi Prima Tani Kabupaten Serang). Thesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kumoro,K. dan Untung, S. 2006. Keragaan hasil Ujicoba Varietas Unggul Baru Padi Sawah. http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2006/ BPTP Nusa Tenggara Barat. Diakses 18 April 2013. Kurnianingtyas. 2009. Penerimaan Diri pada Wanita Bekerja Usia Dewasa Dini Ditinjau dari Status Pernikahan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UMY. Mardikanto, T. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS. Reksowardoyo. 1983. Hubungan Beberapa Karakteristik Warga Desa Sarampad Kabupaten Cianjur dan Persepsi Mereka tentang Ternak Kelinci. Karya Ilmiah. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Rogers, E.M., and F.E. Shoemaker. (1995). Communication of Innovation. New York: Free Press Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Zaini, Z., Diah W.S., dan Syam, M. 2004. Petunjuk Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. Bogor: BPTP Bogor.