BAB II METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

BAB III METODE PENELITIAN

EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOFISIKA DI LAPANGAN PANAS BUMI TAMBU, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH.

BAB 2 LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN

EKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT

BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB III TEORI DASAR (3.1-1) dimana F : Gaya antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2. r : jarak antara dua partikel

BAB II TEORI DASAR METODE GRAVITASI

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan

BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No.

BAB 2 TEORI DASAR. Gambar 2.1. Sketsa gaya tarik dua benda berjarak R.

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

PEMODELAN INVERSI DATA GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR PERLAPISAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI MATALOKO. Abstrak

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT

BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2.

commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data gayaberat. Adapun metode penelitian tersebut meliputi prosesing/

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian.

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan

BAB 5 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH RIA-RIA, SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA, SUMATERA UTARA

Pemodelan Inversi Data Geolistrik untuk Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko

BAB I PENDAHULUAN. Geofisika adalah bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi

III. TEORI DASAR. menyatakan gaya tarik menarik F antara dua massa m 1 dan m 2 dengan dimensi

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

IV. METODOLOGI PENELITIAN

PEMETAAN ANOMALI BOUGUER LENGKAP DAN TOPOGRAFI SERTA PENENTUAN DENSITAS BOUGUER BATUAN DAERAH PANAS BUMI PAMANCALAN

Bab IV Pemodelan dan Pembahasan

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iii. UCAPAN TERIMAKASIH...iv. KATA PENGANTAR...vi. SARI...

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

BAB I PENDAHULUAN I.1.

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI. Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

PENGUKURAN GAYA BERAT DI G. BATUR PEBRUARI - MARET 2009

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor, Jawa Barat

ρ i = f(z i ) (1) V r = ρ ii 2π ρ a = K V AB 2

TEORI DASAR. variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah. eksplorasi mineral dan lainnya (Kearey dkk., 2002).

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1.

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA DAN PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN METODE GAYA BERAT DI DAERAH PROSPEK PANAS BUMI GUNUNG LAWU SKRIPSI

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI SONGA WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, PROVINSI MALUKU UTARA

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat

III. TEORI DASAR. kedua benda tersebut. Hukum gravitasi Newton (Gambar 6): Gambar 6. Gaya tarik menarik merarik antara dua benda m 1 dan m 2.

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

Sistem Hidrothermal. Proses Hidrothermal

Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

III. TEORI DASAR. variasi medan gravitasi di permukaan bumi. Metode gayaberat dilandasi oleh

2014 PROGRAM PEMBUATAN KONTUR ANOMALI GAYABERAT MENGGUNAKAN METODE MESH POLYGON

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA

SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan

Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin SARI BACAAN

BAB III METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data gayaberat daerah

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

Transkripsi:

BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan lokal. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut. Sedangkan peta geologi lokal memberikan informasi mengenai tatanan struktur dan stratigrafi daerah penelitian sebagai petunjuk untuk mengestimasi keberadaan sistem panas bumi di daerah ini. Sistem panas bumi tersusun oleh beberapa parameter, yaitu: sumber panas (heat source), reservoir, batuan penutup (cap/seal rock), sumber fluida, dan siklus hidrologi. Sistem ini erat dengan mekanisme pembentukan magma dan kegiatan vulkanisme. Oleh karena itu, keberadaan sistem ini tertentu posisinya, seperti di sepanjang zona vulkanik punggungan pemekaran benua, di atas zona subduksi, dan anomali pelelehan dalam lempeng. Panas dari sistem ini ditransfer ke permukaan melalui 3 cara: konduksi, konveksi, dan radiasi. Transfer panas melalui bahan akibat adanya interaksi partikel penyusun batuan tersebut tanpa ada perpindahan massa partikel batuan disebut transfer panas konduksi. Transfer panas yang diikuti dengan perpindahan massa partikel batuan disebut transfer panas konveksi. Sedangkan panas yang dihasilkan oleh peluruhan alami unsur radioaktif dalam mantel adalah transfer panas radiasi. Litologi dari sumber panas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besar panas yang dihasilkan dalam suatu sistem panas bumi. Pada umumnya, sumber panas bumi di Indonesia adalah batuan beku dengan derajat pembentukan batuan beku yang berbeda-beda. Sesuai dengan deret 5

Bowen, sumber panas basaltik akan menghasilkan panas yang lebih besar daripada sumber panas riolitik. Reservoir panas bumi umumnya berupa lapisan batuan hasil interaksi kompleks dari proses tektonik aktif. Reservoir panas bumi yang produktif memiliki permeabilitas tinggi, geometri reservoir yang besar, dan kandungan fluida air yang tinggi. Intensitas proses tektonik aktif yang tinggi menyebabkan permeabilitas pada reservoir panas bumi berupa rekahan (fracture) yang saling berhubungan. Dengan demikian, litologi reservoir panas bumi dapat berupa apapun, dengan syarat memiliki permebilitas yang baik. Batuan penutup suatu sistem panas bumi yang baik memiliki permeabilitas rendah, sehingga dapat menahan panas atau fluida yang terdapat di reservoir. Pada umumnya litologi batuan penutup dapat berupa aliran batuan vulkanik, batuan sedimen berbutir halus, ataupun batuan yang permeabilitasnya berkurang akibat pengendapan mineral dari fluida panas. Keberadaan suatu sistem panas bumi di permukaan dapat diidentifikasi dengan adanya manifestasi permukaan yang dapat berupa mata air panas, solfatara, fumarola, dan batuan ubahan hasil interaksi fluida panas dengan batuan sekitarnya. Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi merupakan perpindahan panas alami dalam volume tertentu dari kerak bumi yang membawa panas dari sumber panas ke tempat pelepasan panas, yang umumnya adalah permukaan tanah. Sistem panas bumi ini dikategorikan menjadi tiga jenis sistem (Hochstein dan Browne, 2000), yaitu: 1. Sistem Hidrotermal, merupakan proses transfer panas dari sumber panas ke permukaan secara konveksi, yang melibatkan fluida meteorik dengan atau tanpa jejak dari fluida magmatik. Daerah rembesan berfasa cair dilengkapi air meteorik yang berasal dari daerah resapan. 6

Sistem ini terdiri atas: sumber panas, reservoir dengan fluida panas, daerah resapan, dan daerah rembesan panas berupa manifestasi. 2. Sistem Vulkanik, merupakan proses transfer panas dari dapur magma ke permukaan melibatkan konveksi fluida magma. Pada sistem ini jarang ditemukan adanya fluida meteorik. 3. Sistem Vulkanik-Hidrotermal, merupakan kombinasi dua sistem di atas, yang diawali dengan air magmatik yang naik kemudian bercampur dengan air meteorik. Temperatur suatu sistem panas bumi diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan temperatur reservoir (Hochstein dan Browne, 2000): 1. Tinggi (temperatur reservoir lebih besar dari 225 C) 2. Sedang/intermedier (temperatur reservoir 125 C hingga 225 C) 3. Rendah (temperatur reservoir lebih kecil dari 125 C) 2.2. Metode Geofisika Metode geofisika merupakan metode pendukung dalam melakukan analisa geologi bawah permukaan daerah penelitian. Metode geofisika dapat mengestimasi sifat-sifat fisik batuan yang ada di bawah permukaan. Adanya anomali ataupun penyebaran dari sifat fisik batuan dapat kita gunakan untuk memperkirakan keberadaan sistem panas bumi dibawah permukaan. Metode geofisika yang dipergunakan terdiri dari dua metode, yaitu metode gravitasi dan metode resistivitas. Metode gravitasi Metode gravitasi merupakan usaha dalam menggambarkan bentuk struktur geologi bawah permukaan berdasarkan variasi medan gravitasi yang ditampilkan oleh perbedaan densitas antar batuan. Variasi densitas 7

ini digunakan untuk menginterpretasi posisi lateral dari batuan yang berpotensi sebagai sumber panas. Namun, metode ini tidak dapat menentukan litologi dari sumber panas tersebut. Metode ini mengukur besar dari gaya gravitasi di permukaan bumi, yang secara praktis dapat dirumuskan sebagai berikut: g = G M 2 R g = gaya gravitasi di permukaan bumi ( 1 m/detik 2 = 100 cm/detik 2 =10 5 mgal) M = massa bumi (kg) R = radius bumi (m) G = konstanta (6.67 x 10-11 N.m 2.kg -2 ) (Wolfgang, 1989) Berdasarkan persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa besar gaya gravitasi di permukaan bumi tergantung dari posisi pengukuran terhadap pusat bumi (lintang, bujur, dan ketinggian) karena morfologi permukaan bumi yang bervariasi akan memberikan jarak yang berbeda terhadap pusat bumi. Namun, pada prakteknya besar gaya gravitasi hasil pengukuran dapat berbeda jauh dari hasil perhitungan. Hal ini dapat disebabkan oleh suatu zona massa bawah permukaan yang memberikan gangguan medan gravitasi, yang disebut juga dengan anomali gravitasi. Sebagai contoh: batuan dengan densitas yang jauh lebih rendah dari batuan sekitarnya akan menyebabkan anomali gaya gravitasi di daerah tersebut. Anomali gravitasi ini dapat digunakan untuk mengestimasi kondisi batuan dan 8

struktur bawah permukaan sehingga membantu untuk memperkirakan keberadaan sistem panas bumi di daerah tersebut. Dalam prakteknya, nilai gravitasi hasil pengukuran di lapangan harus diolah terlebih dahulu dengan beberapa koreksi sampai dapat diinterpretasi. Secara umum terdapat dua jenis koreksi, yaitu koreksi internal dan koreksi eksternal. Koreksi internal terdiri dari kalibrasi gravimeter, koreksi pegas, dan koreksi pasang-surut, sedangkan koreksi eksternal terdiri dari koreksi lintang/elipsoid, koreksi udara bebas (free air), koreksi Bouguer, dan koreksi topografi (terrain) (Wolfgang, 1989). 1. Kalibrasi gravimeter Kalibrasi dilakukan untuk mencegah kesalahan pembacaan, dilakukan dengan cara mengikat satu titik di lapangan penelitian dengan titik referensi. Cara mengikat titik ini adalah dengan mengukur gravitasi di titik lapangan, kemudian mengukur di titik referensi dengan gravimeter yang sama. Hal ini dilakukan berulang kali dalam 1 hari, kemudian membandingkan nilai bacaan yang diperoleh di kedua titik sehingga nilai bacaan yang benar di titik lapangan dapat ditentukan (Wolfgang, 1989). Di daerah Bandung terdapat 5 titik referensi, yaitu: Museum Geologi, LIPI Bandung, UPI Bandung, Observatorial Volkanologi Tangkuban Perahu, dan puncak Gunung Tangkuban Perahu. 2. Koreksi pasang surut (tidal correction) Efek pasang surut yang seiring dengan perubahan posisi relatif benda-benda langit seperti bumi, bulan, dan matahari akan mempengaruhi pembacaan nilai gravitasi pada titik pengukuran. Untuk koreksi ini digunakan software berbasis bahasa FORTRAN dengan menggunakan formula Longman (Wolfgang, 1989). 9

3. Koreksi pegas (drift correction) Koreksi ini digunakan untuk mengkoreksi hasil bacaan pegas akibat adanya kelelahan pegas (fatigue). Secara umum sejalan dengan berjalannya waktu maka mesin akan semakin panas mengakibatkan pegas akan makin lelah dan merenggang, hal ini akan menghasilkan data pengukuran yang tidak akurat. Untuk itu pada akhir pengukuran dilakukan pengukuran kembali pada titik awal, dari hasil pengukuran tersebut dapat dibuat grafik dari perubahan nilai gravitasi akibat perenggangan pegas terhadap waktu (gambar 2.1). Umumnya nilai pembacaan gravitasi adalah linear terhadap nilai waktu (Wolfgang, 1989). 5/6 y = 0.0693x + 3074.8 3074.87 3074.86 3074.85 3074.84 3074.83 0:00 4:48 9:36 14:24 19:12 Gambar 2.1. Contoh grafik perubahan bacaan gravitasi terhadap waktu (Wolfgang, 1989). 4. Koreksi lintang/elipsoid (latitude correction) Bumi tidak sepenuhnya bulat, sehingga diperlukan koreksi lintang/elipsoid. Koreksi ini merupakan nilai gravitasi elipsoid bumi berdasarkan kedudukan titik pengamatan pada elipsoid bumi. Koreksi ini juga untuk mengurangi efek rotasi bumi. Perumusannya adalah sebagai berikut: gø = 978.03185 ( 1 + 0.005278895 * sin 2 θ + 0.000023462 * sin 4 θ ) dimana, gø = nilai gravitasi lintang/elipsoid bumi (miligal) 10

θ = kedudukan lintang titik observasi (Wolfgang, 1989) 5. Koreksi udara bebas (free air correction) Koreksi ini merupakan perbaikan perubahan nilai elevasi antar stasiun pengukuran gravitasi, atau koreksi nilai gravitasi akibat adanya jarak vertikal dari titik pengukuran terhadap muka laut ratarata. Koreksi ini tidak memperhitungkan material yang terdapat antara stasiun pengukuran dan bidang datum, yaitu muka laut ratarata. Koreksi udara bebas (FAC) dirumuskan sebagai berikut, FAC = - 0.3086 * h, mgal h = elevasi titik observasi (m) (Wolfgang, 1989) 6. Koreksi Bouguer Koreksi Bouguer adalah seluruh efek gravitasi disebabkan sejumlah massa di atas muka laut rata-rata dan di bawah stasiun pengukuran, yang tidak diperhitungkan oleh koreksi udara bebas. Koreksi Bouguer (BC) dapat diperoleh dari pesamaan berikut: BC = 2h ρ Gh = 0.04187 * ρ * h, mgal Dimana, G = 6.67 x 10-9 (satuan Cgs) ρ = perkiraan densitas batuan (g/cm 3 ) h = elevasi titik observasi (m) (Wolfgang, 1989) 11

Perkiraan densitas batuan diperoleh dari berbagai cara, seperti: analisa laboratorium untuk densitas tiap sampel batuan, atau dengan metode Parasnis. 7. Koreksi topografi (terrain correction) Pada kenyataannya di lapangan, observasi gravitasi pada suatu stasiun pengukuran terletak di atas permukaan yang tidak rata. Oleh karena itu, diperlukan koreksi perubahan nilai gravitasi akibat kondisi dataran sekitar titik pengukuran, misalnya kontur yang sangat kasar. Nilai koreksi topografi ini (TC) dapat diperoleh dari tabel Hammer (Wolfgang, 1989). 8. Koreksi-koreksi di atas diolah lagi untuk mendapatkan nilai-nilai seperti: Anomali Udara Bebas (Free Air Anomaly/FAA) FAA = gobs gø + FAC, miligal Anomali Bouguer Sederhana (Simple Bouguer Anomaly/SBA) SBA = gobs gø + FAC + TC, miligal atau, SBA = FAA + TC, miligal Anomali Bouguer Lengkap (Complete Bouguer Anomaly/CBA) CBA = gobs gø + FAC + TC ± BC, miligal atau, CBA = SBA ± BC, miligal Pengolahan data gravitasi akan diperoleh hasil akhir berupa anomali Bouguer lengkap (CBA). Data CBA ini diolah dengan 12

menggunakan program Surfer 8, sehingga diperoleh peta penyebaran anomali Bouguer lengkap. Data anomali Bouguer ini kemudian diolah dengan metode polinomial orde 2 untuk mencari nilai anomali regional pada daerah tersebut. anomali regional mencerminkan penyebaran umum dari nilai gravitasi di daerah tersebut. Kemudian nilai anomali Bougeur kita kurangi dengan nilai anomali regional untuk mendapatkan anomali residual. Anomali residual ini mencerminkan distribusi gravitasi secara lokal di daerah tersebut. Hasil perhitungan nilai anomali residual ini dapat digunakan untuk interpretasi kondisi geologi dibawah permukaan, seperti adanya sesar serta keberadaan sumber panas dari suatu sistem panas bumi. Pada interpretasi data geofisika kita akan berhadapan dengan masalah ambiguitas, yaitu adanya beberapa fenomena geologi yang berbeda namun menghasilkan data geofisika yang serupa. Gambar 2.2 menunjukkan terjadinya ambiguitas pada metode gravitasi, tubuh batuan berdensitas kecil namun dekat dengan permukaan akan memberikan respons yang sama dengan tubuh berdensitas lebih besar namun berada jauh dari permukaan. Gambar 2.2 Ambiguitas Adanya ambiguitas pada metode geofisika menyebabkan satu metode geofisika tidak dapat dipakai untuk melakukan interpretasi 13

keadaan geologi bawah permukaan tanpa bantuan metode lainnya. Untuk itu digunakan data gravitasi, resistivitas batuan, geokimia manifestasi permukaan, dan peta geologi untuk menginterpretasi keadaan geologi daerah penelitian. Metode Resistivitas Metode resistivitas atau disebut juga metode geolistrik, merupakan metode yang menggunakan aliran listrik berupa kuat arus, yang kemudian ditangkap oleh elektroda untuk dihitung beda potensialnya. Kemudian diperoleh resistivitas semu yang mewakili nilai resistivitas sebenarnya. Secara teoritis, metode resistivitas mengukur besar tahanan jenis batuan, yang didapat dari persamaan : L R = ρ A Dimana, R = tahanan jenis (ohm) L = panjang (m) A = luas (m 2 ) ρ = konstanta (Ohm meter) (Telford, 1978) Resistivitas batuan dapat kita pergunakan untuk memperkirakan lebih lanjut sifat-sifat dari batuan tersebut. Contohnya batuan dengan resistivitas rendah dapat di interpretasikan bahwa batuan tersebut mengandung material konduktif, contohnya mineral logam, atau dapat juga mengandung fluida, yang dapat diartikan sebagai adanya porositas, yang sangat berpengaruh dalam identifikasi reservoir sistem panas bumi. Pada studi ini diperoleh data resistivitas yang diukur dengan menggunakan metode Schlumberger (gambar 2.3). Pada studi ini data resistivitas batuan akan diolah menjadi dua bagian penting, yaitu 14

pemetaan (mapping) dan penampang (sounding) resistivitas. Data mapping dipakai untuk membuat peta penyebaran resistivitas batuan secara lateral pada beberapa kedalaman tertentu. Sedangkan data sounding dipakai untuk mengetahui penyebaran resistivitas batuan secara vertikal pada beberapa tempat. Gambar 2.3. Konfigurasi elektrode metode Schlumberger Pada elektroda A dan B dialirkan Arus I, sedangkan nilai beda potensial ΔV diukur dari elektroda M dan N. Besar resistivitas dapat dihitung dari persamaan : ρ = k * ΔV/I dimana, ρ = resistivitas semu (Ohm meter) k = faktor geometri ΔV = beda potensial I = arus listrik yang dipakai (A) (Telford, 1978) Besar jarak antara A ke B menentukan kedalaman observasi, sebagai contoh untuk jarak AB 1000 meter maka kedalaman maksimal yang dapat dihitung adalah 500 meter. Untuk pemetaan (mapping), 15

umumnya dipakai kedalaman observasi AB/2 250 m, 500 m, 800 m, dan 1000 m. Sedangkan untuk penampang (sounding), pada studi ini dipakai kedalaman observasi dengan menaikkan jarak AB/2 secara logaritmik. Semakin besar AB/2, semakin dalam jangkauan arus, sehingga informasi yang diperoleh semakin dalam, tapi arus yang diperlukan juga semakin besar. 2.3. Metode Geokimia Metode geokimia sangat diperlukan dalam mendukung data geologi untuk menentukan jenis sistem panas bumi. Metode ini bertujuan untuk mengkaji kemungkinan pengembangan sumber daya panas bumi. Data-data yang digunakan berupa data kandungan kimia dari manifestasi mata air panas. Data-data yang didapat di lapangan akan diolah di laboratorium kemudian diplot pada diagram terner Cl-HCO 3 -SO 4 (gambar 2.4) untuk diketahui tipe air panasnya dan juga diplot pada diagram geotermometer (gambar 2.5) untuk mengetahui suhu reservoir. Hasil yang diharapkan adalah dapat mengetahui jenis fluida panas bumi, selain itu juga dapat diketahui suhu perkiraan dari reservoir dengan metode geotermometer. Fluida panas bumi dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu air klorida, air bikarbonat, dan air sulfat. Tipe air klorida adalah tipe fluida yang berasosiasi dengan reservoir panas bumi. Jadi, tipe air klorida adalah tipe air panas yang cocok untuk perhitungan suhu reservoir dengan metode geotermometer. Solute geotermometer meliputi penentuan temperatur reservoir dengan kelarutan mineral, silika dan pertukaran ion-ion alkali tanah. Dalam solute geotermometer dikenal beberapa metode penentuan suhu reservoir seperti Na/K, Na-K-Ca, Na/Li, K/Mg, Li/Mg, Na-K-Mg. Aplikasi metode metode diatas ditentukan oleh kondisi-kondisi tertentu. 16

Gambar 2.4. Diagram terner Cl-SO 4 -HCO 3 (Giggenbach, 1988 op.cit. Nicholson, 1993) Gambar 2.5. Diagram geotermometer Na-K-Mg (Giggenbach, 1988 op.cit. Nicholson, 1993) 17