, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ", SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10"

Transkripsi

1 PEMODELAN STRUKTUR GEOLOGI DAN ANALISIS SUMBER PANAS MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI, MAGNETIK DAN FAULT FRACTURE DENSITY (FFD) PADA DAERAH PANAS BUMI BITTUANG, SULAWESI SELATAN Adhitya Mangala * Yobel Muhammad Kurniawan Alfadli Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21, Hegarmanah, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat *corresponding author: adityamangala@gmail.com / adityasvl@yahoo.com ABSTRAK Daerah panas bumi Bittuang terletak di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Daerah ini menyimpan potensi panas bumi Indonesia yang belum diproduksi dan dikembangkan hingga sekarang ini. Manifestasi aktif seperti mata air panas dan fumarol menunjukkan bukti adanya aktivitas hidrotermal bawah permukaan. Sistem panas bumi Bittuang terkait dengan produk erupsi Gunung Karua. Sebagai studi lebih lanjut perlu untuk mengetahui zona upflow dan outflow, trend struktur geologi dan sumber panas pada daerah tersebut. Metode yang digunakan adalah metode geofisika gravitasi, magnetik, dan fault fracture density (FFD) pada wilayah seluas 93 km 2.. Metode gravitasi menghasilkan peta anomali gravitasi residual yang kemudian dibuat profil penampang untuk mengetahui struktur bawah permukaan bumi. Peta FFD dibuat berdasarkan kelurusan morfologi dikombinasikan dengan peta residual untuk mengetahui asosiasi struktur bawah permukaan dengan permukaan bumi dan arah trend struktur geologi. Metode magnetik menghasilkan peta anomali magnet yang berguna untuk menginterpretasi sumber panas. Data geokimia digunakan untuk mengetahui tipe air manifestasi dan membantu untuk mengetahui zona upflow dan outflow. Zona upflow berada di utara daerah penelitian berasosiasi dengan manifestasi AP Balla dan Kawah yang muncul pada struktur patahan major graben. Zona outflow berasosiasi dengan manifestasi AP Cepeng yang muncul pada struktur patahan minor. Trend struktur geologi berarah barat laut tenggara. Struktur geologi bawah permukaan bumi dan permukaan memiliki hubungan selaras. Sumber panas berada sebelah utara tepatnya pada manifestasi AP Balla dan Kawah dengan tipe air manifestasi klorida. Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berguna dalam mengidentifikasi target untuk pemboran sumur panas bumi dan pengembangan lapangan panas bumi Bittuang. Kata kunci : Bittuang, panas bumi, struktur geologi, sumber panas 1. Pendahuluan Indonesia memiliki kekayaan panas bumi yang sangat besar, hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki jalur gunung api (Ring of Fire) yang dihasilkan akibat tumbukan 3 lempeng yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Selain itu, panas bumi adalah energi terbarukan dan ramah lingkungan bila dibandingkan energi fosil lain. Panas bumi tidak mencemari lingkungan dan proses terbarukannya ( recovery ) energi ini memiliki jangka waktu cukup cepat sehingga tidak mudah habis. Salah satu daerah potensi panas bumi di Indonesia adalah daerah panas bumi Bittuang yang terletak di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Potensi panas bumi daerah Bittuang belum diproduksi dan dikembangkan hingga sekarang ini. Manifestasi aktif seperti mata air panas dan fumarol menunjukkan bukti adanya aktivitas hidrotermal bawah permukaan. 1566

2 Oleh karena itu, diperlukan studi geologi dan geofisika lebih lanjut pada daerah ini seperti penentuan zona upflow dan outflow, trend struktur geologi, asosiasi struktur bawah permukaan dan permukaan, dan sumber panas. Hal ini sangat membantu dalam melakukan pengembangan lapangan panas bumi ini dan mengidentifikasi sumur pemboran dimana memiliki tingkat resiko yang tinggi. 1.1 Tujuan Tujuan dilakukannya studi ini adalah untuk mengidentifikasi zona upflow dan zona outflow, trend struktur geologi, asosiasi struktur bawah permukaan dan permukaan, dan sumber panas. Kemudian hasil studi ini dapat dijadikan sebagai data pendukung untuk evaluasi dan pengembangan daerah panas bumi Bittuang. 1.2 Karakteristik geologi Stratigrafi Urutan stratigrafi satuan batuan yang terdapat pada Peta Geologi Lembar Mamuju (Ratman dan Atmawinata, 1993) dari satuan batuan tertua ke muda adalah: 1) Formasi Latimojong Batuan tertua pada daerah studi adalah Formasi Latimojong berada di sebelah barat barat laut. Tersusun atas filit, kuarsit, batulempung malih dan Pualam yang berumur Kapur Akhir. 2) Formasi Gunungapi Talaya Satuan Batuan Gunungapi Talaya diendapkan secara tak selaras diatas Formasi Latimojong berada sebagian besar di utara daerah studi terdiri atas breksi lava, breksi tuf, tuf lapilli dan batupasir (greywacke), rijang, serpih yang berumur Miosen Tengah sampai Pliosen. 3) Satuan Batuan Terobosan Batuan intrusi terdiri dari granit, granodiorit dan riolit berada di sebelah selatan barat daya daerah studi yang diperkirakan berumur Miosen Akhir Pliosen Awal. 4) Satuan Tuf Barupu Satuan Tuf Barupu diendapkan secara tak selaras dengan satuan Batuan Gunungapi Talaya dan Formasi Latimojong. Satuan ini tersusun atas tuf, tuff lapilli, dan sedikit breksi lava yang berumur Pleistosen. Berada sebagian besar bagian selatan dan timur dari daerah studi. 5) Formasi Budong-budong Formasi Budong-budong merupakan satuan batuan termuda pada daerah studi. Memiliki umur Pleistosen Holosen. Satuan ini tersusun atas konglomerat dan batupasir bersisipan batugamping koral dan batulempung Struktur geologi Daerah studi termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi Barat. Tektonik berumur Paleosen yang mempengaruhi daerah studi dicirikan oleh Formasi Latimojong. Kemudian tektonik berumur Miosen Tengah Miosen Akhir membentuk Satuan Gunung Api Talaya dan tektonik pada Kala akhir Miosen Tengah disertai dengan terobosan batolit granit yang menerobos semua batuan yang lebih tua. Tektonik terakhir pada daerah ini diperkirakan pada 1567

3 Kala Pliosen yang membentuk Tuf Barupu dan Formasi Budong-budong (Ratman dan Atmawinata, 1993). Struktur geologi yang berkembang merupakan bagian sisi baratdaya dari zona Sesar Palu Koro yang berada pada timur laut daerah studi. Zona sesar memanjang barat laut tenggara, sejajar dengan Sesar Palu-Koro yang bergerak sinistral. Sesar lain yang ada di sekitarnya bergerak dengan orientasi yang sama, yaitu barat laut tenggara dengan pergerakan sinistral. Hal ini terjadi sebagai akibat dari sifat pergerakan ketiga lempeng besar yang mengakibatkan beberapa daerah mengalami kompresi dan regangan (Ratman dan Atmawinata, 1993). 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode geofisika gravitasi, magnetik, dan fault fracture density (FFD) pada wilayah seluas 93 km Metode gravitasi Metode Gravitasi menggunakan densitas 2.69 gr/cm 3 dalam penghitungan. Data anomali Bouguer diolah dalam software Oasis Montaj menghasilkan peta complete anomali Bouguer ( CBA ). Pemisahan anomali Bouguer menjadi anomali regional dan residual menggunakan metode polynomial regression orde 2. Anomali residual digunakan untuk mengidentifikasi struktur-struktur lokal, dan sebaran densitas batuan yang kemudian dibuat model struktur bawah permukaannya. 2.2 Metode magnetik Data anomali magnetik yang diolah dan difilter menghasilkan peta anomali magnet yang berguna untuk mengetahui tingkat suseptibilitas batuan dimana suseptibilitas rendah umumnya berasosiasi dengan batuan sedimen dan alluvium maupun batuan telah mengalami alterasi sedangkan suseptibilitas tinggi umumnya berasosiasi dengan batuan beku. 2.3 Metode Fault Fracture Density (FFD) Metode FFD dibuat berdasarkan penarikan pola kelurusan morfologi pada citra landsat sehingga berguna untuk mengetahui trend struktur geologi dan sebaran densitasnya. Kemudian, peta anomali residual dan FFD ini dicocokkan untuk melihat hubungan struktur bawah permukaan bumi dan permukaan bumi. 3. Data 3.1 Data gravitasi Data anomali bouguer yang diolah menghasilkan peta CBA yang kemudian dipisahkan menjadi anomali regional dan residual. Peta yang digunakan dalam studi ini adalah peta anomali residual. Kemudian dari peta anomali residual dibuat 2 profil penampang yang memotong terhadap manifestasi permukaan pada wilayah studi. Lalu dibuatlah model struktur bawah permukaan berdasarkan profil penampang tersebut. 3.2 Data magnetik Data anomali magnetik yang diolah menghasilkan peta anomali magnetik. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat suseptibilitas batuan sehingga membantu dalam interpretasi sumber panas. 3.3 Data FFD Data FFD yang didapatkan berdasarkan penarikan kelurusan morfologi citra satelit menghasilkan peta FFD. Hal ini berguna untuk mengetahui trend struktur geologi dan sebaran densitas struktur. 1568

4 3.4 Data geokimia Data geokimia air manifestasi berdasarkan 7 manifestasi pada wilayah studi. Hal ini digunakan untuk mengetahui tipe air manifestasi berdasarkan diagram Cl-SO4-HCO3 ( Giggenbach, 1991 ) dan mature atau immature water berdasarkan diagram Na-K-Mg (Giggenbach, 1991) sehingga membantu dalam menginterpretasi zona upflow dan outflow. Selain itu, hasil dari pengolahan data geokimia ini dikombinasikan dengan peta anomali magnetik untuk menginterpretasi sumber panas. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Peta Anomali Bouguer Residual Peta anomali bouguer residual secara dominan menggambarkan kelurusan gaya berat berarah barat laut tenggara. Namun, terdapat beberapa kelurusan berarah baratdaya timur laut. Hal ini menunjukkan bahwa struktur dangkal bawah permukaan bumi daerah studi memiliki dominan arah barat laut - tenggara. Sebaran anomali bouguer residual dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok anomali tinggi terletak pada utara - selatan dan timur laut timur daerah studi. Kelompok anomali rendah terletak pada utara dan tengah barat daerah studi. (Gambar 2) Model Penampang A-B Model penampang 2 dimensi daerah studi dengan panjang penampang meter terletak pada utara daerah studi. Penampang ini memotong berarah baratdaya timur laut memotong 5 manifestasi permukaan daerah penelitian yaitu AP Balla 1, AP Balla 2, AP Balla 3, AD Balla, dan fumarol. Penampang ini memperlihatkan pola anomali dengan kerapatan nilai yang kontras antara anomali tinggi dengan anomali rendah. Kemunculan manifestasi tersebut berasosiasi dengan struktur patahan yang diduga sebagai sesar normal. (Gambar 3) Model Penampang C-D Model penampang 2 dimensi dengan panjang penampang meter terletak pada selatan daerah studi. Penampang ini memotong berarah baratdaya timur laut memotong 2 manifestasi permukaan daerah penelitian yaitu AP Cepeng 1 dan AP Cepeng 2. Penampang ini memperlihatkan pola anomali dengan kerapatan nilai yang tidak terlalu kontras antara anomali tinggi dengan anomali rendah. Hal ini dapat diinterpretasikan kemunculan manifestasi berasosiasi dengan struktur patahan minor membentuk depresi graben. (Gambar 4). 4.2 Analisis struktur geologi Peta FFD yang telah dibuat berdasarkan penarikan kelurusan morfologi permukaan (Gambar 6). Secara dominan menggambarkan pola kelurusan barat laut - tenggara meskipun ada beberapa kelurusan yang berarah utara selatan (Gambar 7). Densitas fracture dengan nilai menengah tinggi menempati 75 % daerah studi sedangkan densitas fracture dengan nilai rendah menengah menempati 25 % daerah studi. Asosiasi struktur bawah permukaan dan permukaan pada daerah studi menunjukkan adanya keselarasan berdasarkan pola kelurusan gaya berat dan pola kelurusan morfologi permukaan. 4.3 Zona upflow dan outflow Manifestasi yang berada pada wilayah studi adalah mata air panas, fumarole dan alterasi batuan. Manifestasi AP Balla 1, AP Balla 2, AP Balla 3 adalah tipe air klorida (Gambar 8). Hal ini menunjukkan air termasuk dalam mature water yang berasal langsung dari reservoir yang mengalami boiling dan belum mengalami pencampuran dengan air meteorik sehingga 1569

5 dapat diinterpretasikan bahwa zona upflow berada pada ketiga manifestasi ini. Manifestasi AP Cepeng 1 dan AP Cepeng 2 adalah tipe air bikarbonat. Kedua manifestasi ini berada pada daerah transisi antara anomali magnet rendah dan sedang sehingga mengindikasikan telah terjadi proses demagnetisasi akibat proses hidrotermal (Gambar 5). Demagnetisasi terjadi akibat interaksi fluida hidrotermal dengan batuan yang kaya mineral magnetis menghasilkan alterasi mineral. Hal ini juga menunjukkan bahwa kedua manifestasi ini telah mengalami pencampuran dengan air permukaan sehingga masuk dalam immature water dan dapat diinterpretasikan bahwa zona outflow berada pada kedua manifestasi ini. Anomali magnet rendah pada zona outflow ini kemungkinan berasosiasi dengan batuan sedimen non-vulkanik sehingga kurang menjadi prospek panas bumi pada zona ini. 4.4 Analisis sumber panas Sumber panas pada daerah studi berkaitan dengan sistem vulkanik Gunung Karua yang berada di sebelah utara. Hal ini juga dibuktikan dengan tingginya nilai anomali magnetik pada utara wilayah studi. Selain itu, dibuktikan dengan adanya manifestasi AP Balla 1, AP Balla 2, dan AP Balla 3 yang menjadi zona upflow. Anomali magnet tinggi menggambarkan batuan yang kompak dan kaya akan mineral magnetik umumnya berasosiasi dengan batuan beku. 5. Kesimpulan Anomali residual menggambarkan dominan trend struktur bawah permukaan berarah barat laut tenggara. Model penampang A-B menggambarkan struktur sesar normal yang menyebabkan munculnya manifestasi AP Balla 1, AP Balla 2, AP Balla 3, AD Balla, dan Kawah. Model penampang C-D menggambarkan struktur patahan yang membentuk depresi graben yang menyebabkan munculnya manifestasi AP Cepeng 1 dan AP Cepeng 2. Trend struktur permukaan selaras dengan struktur bawah permukaannya. Zona upflow berada pada manifestasi AP Balla 1, AP Balla 2, AP Balla 3 dengan tipe air klorida sehingga menjadi prospek panas bumi Bittuang. Zona outflow berada pada manifestasi AP Cepeng 1 dan AP Cepeng 2 dengan tipe air bikarbonat. Sumber panas berkaitan dengan system vulkanik Gunung Karua berada di sebelah utara wilayah studi. Acknowledgements Kami mengucapkan terimakasih kepada Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) atas datadata yang diberikan. Juga kami mengucapkan terimakasih kepada Fakultas Teknik Geologi Unpad khususnya Himpunan Mahasiswa Geologi (HMG) Unpad atas diskusi, bantuan materi dan waktu yang telah diberikan. Daftar Pustaka Fournier dan Truesdell, (1973). An Empirical Na-K-Ca Geothermometer for Natural Waters. Geochim. Cosmochim. Fournier, R.O., (1981). Application of Water Geochemistry Geothermal Exploration and Reservoir Engineering, Geothermal System: Principles and Case Histories. John Willey & Sons. New York. Giggenbach, W.F., (1991). Chemical techniques in geothermal exploration, Application of Geochemistry in Geothermal, Roma, UNITAR, Hamilton W., (1979). Tectonic of Indonesia Region. Geol.Surv.Prof.Papers,U.S.Govt.Print Off.,Washington. 1570

6 Nicholson, K., (1993). Geothermal Fluids Chemistry and Exploration Technique. Springer Verlag, Inc. Berlin Ratman, N. dan Atmawinata, S., (1993). Peta Geologi Lembar Mamuju, Sulawesi, Skala 1: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung. Setiawan, Dede Iim. (2010). Sistem Panas Bumi Gunung Karua Daerah Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Bandung : Thesis Program Magister Institut Teknologi Bandung. Tim Survei Geofisika Terpadu. (2009). Laporan Survei Terpadu Daerah Panas Bumi Bittuang, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Bandung : Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Badan Geologi, Pusat Sumber Daya Geologi. 1571

7 Gambar 1. Peta geologi daerah studi berdasarkan pada Peta Geologi Lembar Mamuju (Dede Setiawan, 2010). 1572

8 Gambar 2. Peta anomali residual daerah studi. Terdapat 2 garis penampang yang memotong manifestasi permukaan. 1573

9 Gambar 3. Model penampang bawah permukan A-B. Terdapat 5 manifestasi permukaan yang berhubungan dengan model penampang ini. Gambar 4. Model penampang bawah permukaan C-D. Terdapat 2 manifestasi permukaan yang berhubungan dengan model penampang ini. 1574

10 Gambar 5. Peta anomali magnetik daerah studi. Simbol titik-titik hitam menggambarkan lokasi manifestasi. 1575

11 Gambar 6. Peta sebaran densitas struktur daerah studi 1576

12 Gambar 7. Peta FFD Daerah Studi berdasarkan penarikan kelurusan morfologi beserta diagram roset untuk menggambarkan trend strukturnya. Gambar 8. Diagram Cl-SO 4-HCO

13 Gambar 9. Diagram Na-K-Mg 1578

GUNUNGAPI KARUA DI DAERAH PANAS BUMI BITTUANG, TANA TORAJA, SULAWESI SELATAN: SALAH SATU GUNUNGAPI AKTIF TIPE B(?) DI INDONESIA

GUNUNGAPI KARUA DI DAERAH PANAS BUMI BITTUANG, TANA TORAJA, SULAWESI SELATAN: SALAH SATU GUNUNGAPI AKTIF TIPE B(?) DI INDONESIA GUNUNGAPI KARUA DI DAERAH PANAS BUMI BITTUANG, TANA TORAJA, SULAWESI SELATAN: SALAH SATU GUNUNGAPI AKTIF TIPE B(?) DI INDONESIA Oleh : Soetoyo Kelompok Program Penelitian Panas Bumi, Pusat Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT Oleh : Edy Purwoto, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara administratif

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara

Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara Oleh : Tony Rahadinata, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan aspek tektoniknya, Indonesia berada pada jalur tumbukan tiga lempeng besar dengan intensitas tumbukan yang cukup intensif. Tumbukan antar lempeng menyebabkan

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu BAB IV INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN GRAVITASI Salah satu metode geofisika yang digunakan dalam menentukan potensi suatu daerah panas bumi adalah metode gravitasi. Dengan metode gravitasi diharapkan dapat

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI SAJAU KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA

SURVEI TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI SAJAU KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA SURVEI TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI SAJAU KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA Andri Eko Ari Wibowo, Mochamad Nur Hadi, Suwarno Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI LAINEA, KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI LAINEA, KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI LAINEA, KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Dikdik Risdianto, Arif Munandar, Sriwidodo, Hari Prasetya Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi Jl.

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI 4.1 Hilang Panas Alamiah Besar potensi panas bumi dapat diperkirakan melalui perhitungan panas alamiah yang hilang melalui keluaran manifestasi panas bumi (natural heat

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng besar dunia, antara lain Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia. Karena pertemuan ketiga

Lebih terperinci

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Oleh: Yadi Supriyadi, Asep Sugianto, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LIMBONG KABUPATEN LUWU UTARA, SULAWESI SELATAN. Oleh: Wiwid Joni 1), Muhammad Kholid 1)

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LIMBONG KABUPATEN LUWU UTARA, SULAWESI SELATAN. Oleh: Wiwid Joni 1), Muhammad Kholid 1) SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LIMBONG KABUPATEN LUWU UTARA, SULAWESI SELATAN Oleh: Wiwid Joni 1), Muhammad Kholid 1) 1) Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan SARI Pengukuran magnetotellurik

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI Dedi Kusnadi, Lano Adhitya Permana, Dikdik Risdianto Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Dedi Kusnadi 1, Anna Y 1 1 Kelompok Program Penelitian Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi ABSTRAK Penyelidikan geokimia

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia memiliki kandungan sumber daya alam berupa mineral dan energi yang cukup tinggi, salah satunya adalah panas bumi. Sumber energi panas bumi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bantarkawung merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes bagian selatan. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap di sebelah

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SID- RAP, PROVINSI SULAWESI SELATAN. Mochamad Nur Hadi, Suparman, Arif Munandar

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SID- RAP, PROVINSI SULAWESI SELATAN. Mochamad Nur Hadi, Suparman, Arif Munandar SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SID- RAP, PROVINSI SULAWESI SELATAN Mochamad Nur Hadi, Suparman, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi S A R

Lebih terperinci

Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kadidia Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah

Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kadidia Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kadidia Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah Oleh : Tony Rahadinata, dan Nizar Muhamad Nurdin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI AMOHOLA KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI AMOHOLA KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI AMOHOLA KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Edy Purwoto, Yuanno Rezky, Dede Iim Setiawan Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH RIA-RIA, SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA, SUMATERA UTARA

EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH RIA-RIA, SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA, SUMATERA UTARA EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH RIA-RIA, SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA, SUMATERA UTARA Tugas Akhir Disusun sebagai syarat menyelesaikan tahap Sarjana

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA 3.1 Data Geokimia Seperti yang telah dibahas pada bab 1, bahwa data kimia air panas, dan kimia tanah menjadi bahan pengolahan data geokimia untuk menginterpretasikan

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan

Lebih terperinci

Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan

Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi, KESDM Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

EKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT

EKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT EKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT TUGAS AKHIR B Diajukan sebagai syarat kelulusan tingkat Sarjana Strata Satu di Program Studi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iii. UCAPAN TERIMAKASIH...iv. KATA PENGANTAR...vi. SARI...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iii. UCAPAN TERIMAKASIH...iv. KATA PENGANTAR...vi. SARI... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERSEMBAHAN...iii UCAPAN TERIMAKASIH...iv KATA PENGANTAR...vi SARI...vii DAFTAR ISI...viii DAFTAR GAMBAR...xii DAFTAR TABEL...xv BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah

BAB I PENDAHULUAN. uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Panas bumi (Geothermal) adalah sumber daya alam berupa air panas atau uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah permukaan oleh batuan panas.

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT Muhammad Kholid, M. Nurhadi Kelompok Program Penelitian Panas Bumi Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR 4.1 Sistem Panas Bumi Secara Umum Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi adalah istilah umum yang menggambarkan transfer panas alami pada volume

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LOMPIO, KABUPATEN DONGGALA, PROPINSI SULAWESI TENGAH

PENYELIDIKAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LOMPIO, KABUPATEN DONGGALA, PROPINSI SULAWESI TENGAH PENYELIDIKAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LOMPIO, KABUPATEN DONGGALA, PROPINSI SULAWESI TENGAH Oleh Dendi S.K 1, Liliek 2, Hasan 3,Sumarna 4 Sub.Dit. Panas Bumi, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 bagian besar zona fisiografi (Gambar II.1) yaitu: Zona Bogor, Zona Bandung, Dataran Pantai Jakarta dan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOGRAFIS Jawa bagian barat secara geografis terletak diantara 105 0 00-108 0 65 BT dan 5 0 50 8 0 00 LS dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN SOPPENG, PROVINSI SULAWESI SELATAN

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN SOPPENG, PROVINSI SULAWESI SELATAN PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN SOPPENG, PROVINSI SULAWESI SELATAN Eddy Mulyadi, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA

SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA PULAU WETAR, PROVINSI MALUKU Robertus S.L.S, Herry S, Andri Eko A. W. Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara umum Pulau

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Jawa barat dibagi atas beberapa zona fisiografi yang dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan aspek geologi dan struktur geologinya.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dinamika aktivitas magmatik di zona subduksi menghasilkan gunung api bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). Meskipun hanya mewakili

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN 6. 1 Hilang Panas Alamiah Dalam penentuan potensi panas bumi disuatu daerah diperlukan perhitungan kehilangan panas alamiah. Hal ini perlu dilakukan

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOFISIKA DI LAPANGAN PANAS BUMI TAMBU, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH.

EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOFISIKA DI LAPANGAN PANAS BUMI TAMBU, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOFISIKA DI LAPANGAN PANAS BUMI TAMBU, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Tugas Akhir Disusun sebagai syarat menyelesaikan tahap sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DI DAERAH PANAS BUMI SAJAU, KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DI DAERAH PANAS BUMI SAJAU, KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DI DAERAH PANAS BUMI SAJAU, KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA Ahmad Zarkasyi, Dikdik Risdianto Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT

GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT Dudi Hermawan, Sri Widodo, Robertus S, Dedi K, M.Kholid, A.Zarkasyi, Wiwid J Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan energi yang tersimpan dalam air panas ataupun uap panas pada kondisi geologi tertentu yang terletak

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Anomali Bouguer U 4 3 mgal 4 3 Gambar 5.1 Peta anomali bouguer. Beberapa hal yang dapat kita tarik dari peta anomali Bouguer pada gambar 5.1 adalah : Harga anomalinya

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI MARITAING, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI MARITAING, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI MARITAING, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Yadi Supriyadi, Iqbal Takodama, Nizar Muhammad Nurdin Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

Manifestasi Panas Bumi Gradien Geothermal Eksplorasi Panas Bumi Analisis Geologi

Manifestasi Panas Bumi Gradien Geothermal Eksplorasi Panas Bumi Analisis Geologi DAFTAR ISI Halaman SARI.. i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI.. v DAFTAR GAMBAR. viii DAFTAR TABEL... xi BAB I PENDAHULUAN.. 1 1.1. Latar Belakang Penelitian... 1 1.2. Identifikasi dan Batasan

Lebih terperinci

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 TATANAN GEOLOGI BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LILLI-MATANGNGA KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LILLI-MATANGNGA KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT SURVEI MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LILLI-MATANGNGA KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT Muhammad Kholid, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) secara fisiografi membagi Jawa Barat menjadi 6 zona berarah barat-timur (Gambar 2.1) yaitu: Gambar 2.1. Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Daerah Jawa Barat memiliki beberapa zona fisiografi akibat pengaruh dari aktifitas geologi. Tiap-tiap zona tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Gunung Api Arjuno Welirang (KGAW) merupakan bagian dari rangkaian gunung api aktif di Pulau Jawa yang berada di bagian selatan ibukota Surabaya, Jawa Timur.

Lebih terperinci

Dudi Hermawan, Asep Sugianto, Anna Yushantarti, Dahlan, Arif Munandar, Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi

Dudi Hermawan, Asep Sugianto, Anna Yushantarti, Dahlan, Arif Munandar, Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi KAJIAN PANAS BUMI NON VULKANIK DAERAH SULAWESI BAGIAN TENGGARA Dudi Hermawan, Asep Sugianto, Anna Yushantarti, Dahlan, Arif Munandar, Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT Diah Ayu Chumairoh 1, Adi Susilo 1, Dadan Dhani Wardhana 2 1) Jurusan Fisika FMIPA Univ.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografis Regional Secara fisiografis, Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Antiklinorium Bandung, Zona Depresi Bandung,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

BAB V SEJARAH GEOLOGI

BAB V SEJARAH GEOLOGI BAB V SEJARAH GEOLOGI Berdasarkan data-data geologi primer yang meliputi data lapangan, dan data sekunder yang terdiri dari ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan, serta pola struktur dan mekanisme

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian barat. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Van Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan lokal. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut.

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN INTERPRETASI. panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan

V. HASIL DAN INTERPRETASI. panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan 37 V. HASIL DAN INTERPRETASI A. Pengolahan Data Proses pengolahan yaitu berawal dari pengambilan data di daerah prospek panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),

Lebih terperinci

MODEL SISTEM PANAS BUMI BERDASARKAN DATA GRAVITY PADA DAERAH SONGA - WAYAUA, PULAU BACAN, MALUKU UTARA

MODEL SISTEM PANAS BUMI BERDASARKAN DATA GRAVITY PADA DAERAH SONGA - WAYAUA, PULAU BACAN, MALUKU UTARA MODEL SISTEM PANAS BUMI BERDASARKAN DATA GRAVITY PADA DAERAH SONGA - WAYAUA, PULAU BACAN, MALUKU UTARA Oleh: Ahmad Zarkasyi dan Yuanno Rezky Pusat Sumber Daya Geologi Jln. Soekarno - Hatta No. 444 Bandung

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OGAN KEMIRING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OGAN KEMIRING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OGAN KEMIRING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Moch. Budiraharja, Arif Munandar Keywords : panas bumi, temperatur, gradien termal,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu: 1. Dataran Pantai Jakarta. 2. Zona Bogor 3. Zona Depresi Tengah Jawa Barat ( Zona

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem panas bumi umumnya berkembang pada daerah vulkanik dan non vulkanik. Seting tektonik Indonesia yang dilalui oleh jalur pegunungan aktif menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH BANDA NEIRA DAN HUBUNGANNYA TERHADAP SISTEM PANAS BUMI KEPULAUAN BANDA

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH BANDA NEIRA DAN HUBUNGANNYA TERHADAP SISTEM PANAS BUMI KEPULAUAN BANDA GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH BANDA NEIRA DAN HUBUNGANNYA TERHADAP SISTEM PANAS BUMI KEPULAUAN BANDA Lano Adhitya Permana, Andri Eko Ari Wibowo, Edy Purwoto Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional Terdapat 4 pola struktur yang dominan terdapat di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) (gambar 2.1), yaitu : Pola Meratus, yang berarah Timurlaut-Baratdaya. Pola Meratus

Lebih terperinci

SURVEI PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA PANAS BUMI KABUPATEN BANGGAI DAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH

SURVEI PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA PANAS BUMI KABUPATEN BANGGAI DAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SURVEI PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA PANAS BUMI KABUPATEN BANGGAI DAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH Eddy Mulyadi, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Daerah Sumatera merupakan salah satu daerah yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks, baik dari segi sedimentologi, vulkanologi, tektonik dan potensi sumber daya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang relatif bergerak ke arah Barat Laut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA Asep Sugianto, Tony Rahadinata, dan Yadi Supriyadi Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan SARI Secara geologi daerah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB V SINTESIS GEOLOGI BAB V INTEI GEOLOGI intesis geologi merupakan kesimpulan suatu kerangka ruang dan waktu yang berkesinambungan mengenai sejarah geologi. Dalam merumuskan sintesis geologi, diperlukan semua data primer maupun

Lebih terperinci