BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA"

Transkripsi

1 BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA III.1 Data Geokimia Dengan menggunakan data geokimia yang terdiri dari data kimia manifestasi air panas, data kimia tanah dan data udara tanah berbagai paramater pengembangan paramater sumber daya panas bumi dapat ditentukan. III.1.1 Kimia Air Panas Pada daerah penelitian terdapat 5 mata air panas, yaitu: MAP Lombok 1 (APDR- 1), MAP Lombok 2 (APDR-2), MAP Lombok 3 (APDR-3), MAP Lombok 4 (APDR-4), dan MAP Talang Kedu (APDRTK). III Kesetimbangan Ion Sebelum melakukan pengolahan data kimia yang ada, data yang ada harus diolah dengan menggunakan metoda kesetimbangan ion, yaitu metoda yang ditujukan untuk mengetahui tingkat keseimbangan antara ion kation dengan ion anion yang ada pada sampel air panas. Data dikatakan baik apabila nilai keseimbangan antara ion kation dengan ion aniondi bawah 5 %. Dari perhitungan (terlampir pada tabel ) yang dilakukan terhadap mata air panas yang ada, hasil yang didapat adalah semua mata air panas memiliki kualitas yang baik dikarenakan harga kesetimbangan ion dari air kelima air panas tersebut di bawah 5%. 20

2 Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan L O K A S I ph Na K Li Ca Mg Fe HCO 3 Cl SO 4 B F SiO 2 (25 o C) APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.1 Data Kimia Air Panas (Pusat Sumber Daya Geologi, 2004 b) 21

3 Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan Kation Fe +2 (meq) Ca +2 (meq) Mg +2 (meq) Na + (meq) Tabel 3.2 Data Analisis Kation Air Panas K + (meq) Li + (meq) Kation Total (meq) APDR APDR APDR APDR APDRTK Anion F - (meq) Cl - (meq) SO 4-2 (meq) HCO 3 - (meq) Anion Total (meq) APDR APDR APDR APDR APDRTK Ion Balance APDR APDR APDR APDR APDRTK 0.62 Tabel 3.3 Data Analisis Anion Air Panas Tabel 3.4 Data Kesetimbangan Ion 22

4 III Sifat Kimia Dari data kimia air panas, dapat diinterpretasikan sifat kimia dari masing-masing mata air panas seperti asal reservoar, kemungkinan terjadinya pencampuran dengan air laut atau air tanah, aliran fluida geotermal, tipe batuan, pemanasan uap air (steam heating), daerah permeabel (zona upflow), bahkan mendelineasi daerah potensi panas bumi (Nicholson, 1993). Schoeller plot log mg/kg Na K Li Ca Mg HCO3 Cl SO4 B SiO2 APDR-1 APDR-2 APDR-3 APDR-4 APDRTK ADSG Gambar 3.1 Schoeller plot Unsur Kimia Air Panas Dari hasil pengeplotan gambar 3.1 menunjukkan bahwa pada umumnya konsentrasi unsur kimia (Na, K, Li, Ca, Mg, HCO 3, Cl, SO 4, B, dan SiO 2 ) dari sampel mata air panas lebih besar dari sampel air dingin. Nilai konsentrasi unsur kimia terbesar umumnya dimiliki oleh mata air panas APDRTK dan nilai terkecil dimiliki oleh air dingin ADSG. 23

5 Golongan Netral Silika (SiO 2 ) Menurut Nicholson (1993), pada umumnya konsentrasi SiO 2 dalam fluida geotermal adalah kurang dari 700 mg/kg dan di beberapa tempat mg/kg. Semakin tinggi konsentrasi silikanya fluida diperkirakan berasal langsung dari reservoar. Konsentrasi silika pada kelima air panas di daerah Danau Ranau berkisar dari mg/kg dengan kecenderungan nilai konsentrasi semakin tinggi dari APDR-1 ke APDRTK, hal ini menandakan bahwa semakin ke arah utara, fluida berasal langsung dari reservoar. Boron (B) Pada umumnya konsentrasi unsur ini di mata air panas ataupun sumur bor adalah sebesar mg/kg, tetapi konsentrasi tinggi hingga mg/kg dapat terjadi oleh karena adanya asosiasi fluida dengan batuan sedimen yang kaya akan bahan-bahan organik. Bila batuan sampingnya berupa batuan beku, maka konsentrasi B akan lebih tinggi pada batuan yang berupa batuan andesitik ataupun riolitik dibandingkan dengan batuan basaltik (Nicholson, 1993). Rasio Cl/B sering digunakan sebagai indikasi kesamaan sumber reservoar (Nicholson, 1993). Perhitungan rasiorasio yang ada menggunakan rumus atomic or molecular ratio (lihat lampiran). Cl B Cl / B APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.5 Data Ratio Atomik Cl / B Dari hasil perhitungan di atas terlihat bahwa air panas Lombok 2 (APDR-2), air panas Lombok 3 (APDR-3), air panas Lombok 4 (APDR-4) dan air panas Talang Kedu (APDRTK) memiliki rasio yang hampir sama besar, sehingga dapat disimpulkan bahwa keempat mata air panas tersebut merupakan fluida yang berasal dari satu reservoar yang sama. 24

6 Bila dilihat pada diagram segitiga Cl-Li-B, semua mata air panas kecuali APDR-1 relatif mengelompok dengan tren yang sama sehingga dapat disimpulkan keempat mata air panas tersebut berasal dari reservoar yang sama. Untuk APDR-1 diperkirakan fluidanya berasal dari reservoar yang sama tetapi telah terjadi proses induksi akibat perubahan litologi ataupun adsorpsi B oleh mineral lempung selama aliran lateral (lihat gambar 3.4 dan tabel rasio 3.5). Golongan Kation Sodium dan Potasium (Na dan K) Dalam fluida geotermal, pada umumnya Na merupakan kation utama dan K merupakan unsur kation utama setelah Na. Menurut Nicholson (1993), rasio Na/K berguna untuk mengetahui zona temperatur tinggi. Rasio dibawah 15 merupakan indikasi bahwa fluida yang berada di permukaan karena adanya proses transportasi dalam waktu yang relatif singkat, dimana hal ini dimungkinkan oleh adanya asosiasi dengan struktur / zona permeabel ataupun merupakan suatu upflow. Na K Na / K APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.6 Data Rasio Atomik Na / K Dari perhitungan pada tabel di atas, terlihat bahwa mata air panas APDR-2, APDR-3, dan APDR-4 memiliki rasio lebih rendah dari 15, yang berarti bahwa ketiga mata air panas tersebut mengindikasikan bahwa fluida yang berada di permukaan dipengaruhi oleh proses transportasi dalam waktu yang relatif singkat atau berasosiasi dengan zona upflow. Sedangkan mata air panas APDRTK dan APDR-1 memiliki rasio lebih tinggi dari 15 yang berarti mata air panas tersebut telah dipengaruhi oleh proses transportasi yang lebih berarti. 25

7 Litium (Li) Oleh Nicholson (1993), konsentrasi unsur ini memiliki hubungan terbalik dengan migrasi fluida menuju permukaan dan aliran lateral. Pada umumnya konsentrasi unsur ini di permukaan < 20 mg/kg. Bila batuan sekitarnya berupa batuan sedimen yang kaya akan unsur organik maka konsentrasi unsur ini di permukaan dapat mencapai 20 mg/kg, namun apabila batuan sekitarnya berupa batuan beku, maka akan memberikan konsentrasi yang berbeda pula dan tentu saja lebih rendah. Untuk batuan andesitik dan riolitik, akan diindikasikan dengan konsentrasi Li berkisar 1 10 mg/kg, sedangkan untuk batuan beku basaltik berkisar < 0.1 mg/kg (Ellis, 1979 op.cit. Nicholson, 1993). Di dekat permukaan Li akan berasosiasi dengan klorida (Cl) dan kuarsa (SiO 2 ) dan mungkin dengan mineral lempung yang menyebabkan unsur litium akan berkurang sehingga rasio B/Li akan meningkat seiring dengan jauhnya transportasi fluida geotermal (Duchi, et al., 1987 op.cit. Nicholson, 1993). B Li B / Li APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.7 Data Rasio Atomik B / Li Dari perhitungan pada tabel di atas, terlihat bahwa nilai Li berkisar antara 0.1 dan 1 mg/kg yang menunjukkan litologi bawah permukaannya dapat berupa batuan beku andesitik atau basaltik, hal ini didukung oleh data geologi dimana litologi daerah penelitian memiliki litologi yang bervariasi dari lava basaltik hingga lava andesitik. Dari nilai rasio B/Li terlihat bahwa nilainya semakin meningkat dari APDR-1 ke APDRTK, hal ini menunjukkan bahwa semakin ke arah utara proses interaksi antara fluida dengan batuan samping atau aliran lateral semakin berpengaruh. 26

8 Kalsium (Ca) Menurut Nicholson (1993), konsentrasi Ca akan rendah (< 50 mg/kg) di temperatur tinggi, dan akan meningkat seiring dengan salinitas dan keasaman fluida. Rasio Na/Ca dapat mengindikasikan zona upflow, dengan nilai rasio tinggi memberi arti bahwa fluida yang termanifestasikan di permukaan merupakan fluida langsung (direct fluid) yang berasal dari reservoar. Na Ca Na / Ca APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.8 Data Rasio Atomik Na / Ca Dari perhitungan rasio Na/Ca, terlihat bahwa nilai memiliki kecenderungan semakin menurun dari APDR-1 ke APDRTK, hal ini mengindikasikan bahwa fluida yang terkena pengaruh aliran lateral ataupun interaksi dengan batuan samping semakin meningkat ke arah utara. Magnesium (Mg) Dalam fluida geotermal bertemperatur tinggi, Mg akan didapati dalam konsentrasi yang sangat rendah, yaitu berkisar mg/kg (Nicholson,1993). Bila konsentrasi Mg tinggi maka hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi reaksi pencucian Mg dari batuan sekitar atau adanya pelarutan (dilution) dengan air tanah yang relatif memiliki konsentrasi Mg yang lebih tinggi. Rasio Cl / Mg yang mencapai 10 mg/kg dapat mengindikasikan adanya proses pencampuran (mixing) fluida geotermal dengan air laut. Sedangkan rendahnya rasio Mg / Ca atau tingginya rasio Na / Mg dapat menjadi indikasi zona upflow. Cl Mg Na Ca Cl / Mg Mg / Ca Na / Mg APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.9 Data Rasio Atomik Cl / Mg, Mg / Ca, Na / Mg 27

9 Dari tabel data kimia air, didapat bahwa konsentrasi Mg pada kelima air panas lebih tinggi dari 0.1 mg/kg. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi dua kemungkinan proses pencucian dan pelarutan terhadap fluida geotermal. Dari rasio Cl / Mg, keseluruhan data di atas mengindikasikan tidak adanya kemungkinan terjadinya pencampuran dengan air laut. Dan untuk rasio Mg / Ca terlihat bahwa nilai cenderung meningkat dari APDR-1 ke APDRTK dan dari rasio Na / Mg terlihat bahwa nilai cenderung menurun dari APDR-1 ke APDRTK yang menandakan bahwa aliran lateral ataupun interaksi dengan batuan samping akibat proses transportasi semakin meningkat pengaruhnya ke arah utara. Golongan Anion Fluor (F) Kandungan F dalam fluida geotermal pada umumnya adalah kurang dari 10 mg/kg. Hal ini dipengaruhi oleh reaksi antara fluida dengan batuan. Konsentrasi F yang rendah biasanya menjadi indikasi temperatur tinggi, dan pada umumnya akan berasosiasi dengan konsentrasi kalsium (Ca) yang tinggi (Nicholson, 1993). Konsentrasi F yang tinggi pada umumnya terletak di area batuan vulkanik, seperti pumice dan obsidian (Mahon, 1964 op.cit. Nicholson, 1993). Dari tabel data kimia air, tertera bahwa konsentrasi F pada umumnya rendah, kurang dari 1 mg/kg sehingga dapat mengindikasikan sistem panas bumi daerah penelitian bertemperatur tinggi. Klorida (Cl) Konsentrasi yang tinggi dari Cl mengindikasikan bahwa air panas yang ada merupakan suatu manifestasi dengan proses pencampuran dan pendinginan konduktif yang minimal. Namun apabila konsentrasi Cl rendah, maka hal tersebut merupakan karakterisasi dari proses pencampuran (dilusi) dengan air tanah (Nicholson, 1993). Dari tabel 3.1, tertera bahwa konsentrasi klorida yang lebih dari 100 mg/kg hampir semua (kecuali APDR-1) dan nilainya cenderung meningkat dari APDR-1 ke APDRTK, sehingga dapat disimpulkan bahwa air panas tersebut merupakan suatu manifestasi dengan proses pencampuran dan pendinginan konduktif yang minimal. 28

10 Bikarbonat (HCO 3 ) Reaksi dari fluida reservoar dengan batuan samping menyebabkan terbentuknya HCO 3, dimana konsentrasinya dipengaruhi oleh permeabilitas dan aliran lateral. Oleh karena itu manifestasi upflow akan cenderung memiliki konsentrasi HCO 3 yang rendah. Aliran yang jauh dari zona upflow akan memiliki kesempatan yang lebih untuk berinteraksi dengan batuan samping dan oleh karenanya dapat menyebabkan konsentrasi HCO 3 akan meningkat dan akan kehilangan H 2 S, sehingga rasio HCO 3 / SO 4 yang tinggi akan jadi indikasi aliran lateral yang menjauhi zona upflow, atau dengan kata lain indikasi manifestasi outflow. Sedangkan untuk rasio Cl / HCO 3 yang semakin tinggi menunjukkan indikasi aliran lateral semakin berkurang pengaruhnya (Nicholson, 1993). HCO 3 SO 4 Cl HCO 3 / SO 4 Cl / HCO 3 APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.10 Data Rasio Molekular HCO 3 / SO 4 dan Cl / HCO 3 Dari tabel perhitungan di atas, jelas terlihat bahwa nilai rasio HCO 3 / SO 4 cenderung menurun dari APDR-1 ke APDRTK dan nilai rasio Cl / HCO 3 cenderung meningkat dari APDR-1 ke APDRTK yang menandakan bahwa semakin ke arah utara pengaruh proses aliran lateral ataupun interaksi dengan batuan samping semakin meningkat. Sulfat (SO 4 ) Konsentrasi SO 4 biasanya rendah untuk fluida geotermal yang berada di reservoar (< 50 mg/kg) dan akan meningkat seiring dengan meningkatnya proses oksidasi H 2 S. Bila konsentrasi SO 4 tinggi pada manifestasi permukaan, maka hal tersebut merupakan hasil dari kondensasi uap air di permukaan (Nicholson, 1993). Dari tabel 3.1, terlihat bahwa nilai konsentrasi SO 4 cenderung meningkat dari APDR-1 ke APDRTK yang menandakan bahwa proses kondensasi uap air semakin dominan terjadi ke arah utara yang berarti bahwa semakin ke utara semakin mendekati zona upflow. 29

11 Dari sifat kimia dan perhitungan rasio terlihat kesimpulan yang berbeda dimana dari perhitungan SiO 2 dan SO 4 semakin ke arah utara air panas berasal dari reservoar langsung atau berasosiasi dengan zona upflow, sementara dari perhitungan rasio B/Li, Na/Ca, Na/Mg, Mg/Ca dan HCO 3 /SO 4 semakin ke arah utara proses interaksi atau pengaruh aliran lateral semakin dominan, hal ini dapat saja terjadi karena fluida yang berasal dari reservoar muncul sebagai mata air panas tersebut naik ke permukaan dan mengalami proses interaksi baik dengan air meteorik ataupun dengan batuan yang berbeda-beda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang menjadi dasar proses arah aliran outflow yang terjadi ialah berdasarkan konsentrasi SiO 2 dan diaram Cl-Li-B yang menyatakan bahwa arah aliran berarah relatif dari utara ke selatan. III Tipe Air Panas Data kimia yang diperlukan dalam penentuan tipe air panas adalah kandungan relatif klorida (Cl), bikarbonat (HCO 3 ), dan sulfat (SO 4 ). Cl SO 4 HCO 3 Total (Cl + SO 4 + HCO 3 ) % Cl (Cl/Total x 100%) % SO 4 (SO 4 /Total x 100%) % HCO 3 (HCO 3 /Total x 100%) APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.11 Tabel Persentase Cl-SO 4 -HCO 3 Dari hasil pengolahan data di atas didapat bahwa semua mata air panas memiliki anion utama berupa HCO 3 dan kandungan Cl lebih rendah dibandingkan SO 4 sehingga semua mata air panas tersebut digolongkan bertipe air bikarbonat. Selain itu, terlihat juga bahwa mata air panas tersebut memiliki tren tertentu (garis panah pada gambar 3.2) yang menandakan bahwa telah terjadi proses-proses tertentu yang semakin dominan dari APDRTK ke APDR-1 seperti proses pencucian, pelarutan ataupun transportasi pada air panas tersebut sehingga menyebabkan perubahan konsentrasi dari Cl, SO 4 dan HCO 3. 30

12 Gambar 3.2 Diagram segitiga Cl-SO 4 -HCO 3 Proses-proses kondensasi uap semakin dominan III Temperatur Reservoar Untuk perhitungan temperatur reservoar metoda yang digunakan adalah geotermometer Na-K-Mg, Na-K-Ca, Na-K (Fournier), Na-K (Giggenbach) serta K- Mg, kuarsa adiabatik dan kuarsa konduktif. Digunakannya metoda Na-K-Mg oleh karena merupakan penggabungan dua persamaan geotermometer yang berbeda, yaitu Na-K dan K-Mg, dimana Na-K mewakili proses kesetimbangan reaksi di dalam reservoar yang lambat, sedangkan K- Mg untuk proses kesetimbangan reaksi yang cepat pada daerah yang mendekati permukaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa geotermometer ini sangat ideal untuk mengevaluasi kondisi reservoar maupun di dekat permukaan (Lawless, 1996). Untuk perhitungan geotermometer Na-K-Mg, data kimia yang diperlukan adalah komposisi kimia dari natrium (Na), kalium (K) dan magnesium (Mg) untuk tiap mata air panas, kemudian data tersebut akan diplot pada diagram segitiga. 31

13 Na K Mg Na / 400 K / 10 Mg Total (Na/400 + K/100 + Mg) %Na/400 (Na/400 / Total x 100%) %K/10 (K/10 / Total x 100%) % Mg ( Mg / Total x 100%) APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.12 Tabel Persentase Na/400-K/10- Mg 32

14 Gambar 3.3 Geotermometer K-Na-Mg Dari pengolahan di atas (gambar 3.3), didapat bahwa semua mata air panas tergolong dalam immature waters, yang artinya air dari sistem geotermal yang tidak mengalami kesetimbangan. Dikarenakan hasil pengeplotan kelima mata air panas terletak berada di daerah immature sehingga cukup sulit untuk mengetahui temperatur reservoar dari tiap manifestasi air panas yang ada, maka dilakukan perhitungan terpisah dengan menggunakan geotermometer K-Na dan K-Mg. T ( 0 C) Fournier(1979) = (1217 / (log (Na/K) )) 273 T ( 0 C) Giggenbach(1988) = (1390 / (log (Na/K) ))

15 Na K Na / K Log Na/K T Na-K (Giggenbach) ( 0 C) T Na-K (Fournier) ( 0 C) APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.13 Tabel Geotermometer Na-K Selain perhitungan dengan menggunakan geotermometer K-Na, temperatur reservoar juga dapat dihitung dengan menggunakan geotermometer K-Mg. Berikut ini adalah rumus yang digunakan dalam perhitungan : T ( 0 C) = (4410 / (14 - log (K 2 /Mg))) 273 K Mg K 2 /Mg log K 2 /Mg T K-Mg ( 0 C) APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.14 Tabel Geotermometer K-Mg Sebagai pembanding digunakan metoda Na-K-Ca. Pengukuran temperatur reservoar dengan metoda Na-K-Ca yang dihitung menggunakan rumus dibawah ini : T Na-K-Ca ( 0 C) Fournier = 1647 / {(log (Na/K) + β [log ( Ca/Na)+2.06] )} Keterangan: Na, K dan Ca = konsentrasi Na, K, Ca dalam mg/kg β=4/3 apabila T C < 100 C β=1/3 apabila T C > 100 C 34

16 Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Na K Ca Na / K Log Na / K (Ca Ca/Na Log Ca/Na T ( 0 C) Na-K-Ca APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.15 Tabel Geotermometer Na-K-Ca Dari hasil perhitungan terlihat temperatur berkisar 120 hingga 200 o C. Namun metoda ini tidak dapat digunakan bila komposisi fluidanya telah jauh berubah atau bertipe air bikarbonat (Fournier, 1989 op.cit. Nicholson, 1993). Selain metoda K-Na dan K-Mg sebagai pembanding dalam mengetahui suhu reservoar, metoda geotermometer kuarsa perlu dilakukan oleh karena dalam pengukuran temperatur metoda ini sudah mempertimbangkan adanya proses pelarutan (dilution) dan pendidihan (boiling) yang pada umumnya merupakan proses yang sering dialami oleh fluida selama perjalanannya menuju permukaan. Metoda kuarsa yang digunakan adalah kalsedon, adiabatik (Qad) dan konduktif (Qc). Syarat penggunaan metoda ini ialah sampel air panas bertipe air klorida dengan debit air lebih dari 2 kg/s, bila temperatur air panas >80 o C (boiling) digunakan metoda adiabatik, bila sub-boiling digunakan metoda konduktif. Dalam perhitungannya metoda ini menggunakan rumus berikut : T Qad( 0 C) = (1522 / (5.75 log SiO 2 )) 273 T Qc ( 0 C) = (1309 / (5.19 log SiO 2 )) 273 T Qkals ( 0 C) = (1032 / (4.69 log SiO 2 )) 273 SiO 2 (mg/l) Log SiO2 T Qad ( 0 C) T Qc ( 0 C) T Kalsedon ( 0 C) APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.16 Tabel Geotermometer Kuarsa 35

17 Namun data temperatur yang didapat dari perhitungan metoda geotermometer kuatsa di atas tidak dapat digunakan oleh karena semua air panas yang ada bukan bertipe air klorida, debit air yang rendah (kurang dari 2 kg/s) dan bersifat immature, hal ini terlihat dari kandungan Mg relatif lebih tinggi dibandingkan kandungan relatif K dan Na. T ( 0 C) Na-K-Ca T Na-K (Giggenbach) ( 0 C) Na-K (Fournier) ( 0 C) T K-Mg ( 0 C) T Qad ( 0 C) T Qc ( 0 C) APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.17 Tabel Perhitungan Geotermometer Dari kelima metoda yang digunakan untuk menghitung temperatur reservoar maka temperatur yang dijadikan acuan adalah temperatur yang digunakan oleh metoda K- Na, karena metoda tersebut tidak dipengaruhi oleh proses pelarutan, pencucian dan sebagainya. Kemunculan mineral alterasi berupa haloisit, paragonit, ilit dan smektit yang merupakan mineral dari zona alterasi argilik menunjukkan nilai fluida panas bumi antara o C (lihat lampiran). Dari hasil tabel perhitungan geotermometer (tabel 3.17), nilai temperatur yang dapat digunakan ialah nilai temperatur dari mata air panas APDR-4, karena mata air panas tersebut memiliki nilai temperatur air panas dan debit air yang lebih besar dibandingkan mata air panas lainnya, serta dijumpainya endapan sinter travertin sehingga diasumsikan mata air panas APDR-4 dapat mewakili keadaan reservoar. Nilai temperatur reservoar sistem panas bumi daerah Danau Ranau diperkirakan sekitar 250 o C. II Asal Air Panas Data kimia yang diperlukan dalam penentuan asal fluida reservoar adalah kandungan klorida (Cl), litium (Li), dan boron (B). Kemudian dari data kandungan kimia tersebut untuk setiap mata air panas yang ada diplot dalam diagram segitiga. 36

18 Cl Li B Cl / 100 2Li B / 5 Total (Cl/100+2 Li+B/5) % Cl/100 % 2Li % B/5 APDR APDR APDR APDR APDRTK Tabel 3.18 Tabel Persentase Cl-Li-B Proses interaksi air-batuan semakin dominan Gambar 3.4 Diagram segitiga Cl/100-2Li-B/5 Dari hasil pengeplotan gambar 3.4 kandungan relatif Cl, Li, dan B di atas dari mata air panas yang ada pada daerah penelitian menunjukkan bahwa kandungan Cl relatif lebih tinggi dibandingkan kandungan Li dan B, yang mengindikasikan bahwa air panas yang ada berasal dari aktivitas vulkano magmatik yang mengalami proses pencucian batuan samping yang berupa batuan beku dan batuan piroklastik dan bukan dari pengaruh akibat batuan samping yang berupa batuan sedimen. Pengaruh proses tersebut terlihat semakin tinggi dari APDRTK ke APDR-1. 37

19 III.1.2 Kimia Merkuri Tanah dan CO 2 Udara Tanah Dalam pengukuran tanah dan udara tanah oleh Pusat Sumber Daya Geologi (2004 b) dilakukan pengukuran kandungan pada unsur merkuri dalam tanah dan pada senyawa karbon dioksida (CO 2 ) dalam udara tanah. Selain itu dilakukan juga pengukuran temperatur tanah dan ph tanah untuk mengetahui distribusi dari temperatur dan ph pada permukaan. III Sebaran Temperatur Tanah Oleh Pusat Sumber Daya Geologi (2004 b) temperatur tanah diukur pada horison B, dan didapat temperatur tanah berkisar antara 23.0 hingga C (gambar 3.5). III Sebaran ph Oleh Pusat Sumber Daya Geologi (2004 b) ph tanah diukur pada horison B dengan menggunakan phmeter digital, dan dari hasil pengukuran langsung menunjukkan bahwa sebagian besar daerah penelitian memiliki ph netral antara (gambar 3.6). III Sebaran CO 2 Penyebaran CO 2 dimaksudkan untuk mengetahui daerah permeabel yang menunjukkan keterdapatan rembesan fluida panas di permukaan. Oleh Pusat Sumber Daya Geologi (2004 b) sampel udara tanah berupa CO 2 ini diambil dari kedalaman ± 1 meter kemudian nilainya ditentukan dengan kromatograf gas. Kandungan CO 2 pada daerah penelitian berkisar antara %, dengan harga ambang 0.70 % (perhitungan menggunakan metoda statistik lihat lampiran). Kandungan gas CO 2 terbesar terkonsentrasi di daerah bagian Pesisir Tengah (gambar 3.7) sehingga diinterpretasikan daerah ini merupakan zona permeabel. III Sebaran Hg Unsur merkuri dalam fasa uap akan tertransportasi ke permukaan (Nicholson, 1993). Penyebaran Hg ini dimaksudkan untuk mengetahui struktur atau zona aktif yang terhubung dengan sumber panas. Oleh Pusat Sumber Daya Geologi (2004 b) 38

20 sampel kimia tanah berupa uap merkuri (Hg) ini diambil pada horison B kemudian dianalisa menggunakan larutan teroksidasi dan didapat nilai kandungan berkisar 10 hingga 802 ppb, dengan harga ambang 450 ppb (perhitungan menggunakan metoda statistik lihat lampiran). Kandungan Hg terbesar terkonsentrasi di daerah Lombok hingga Henlarong (gambar 3.8) sehingga diinterpretasikan daerah tersebut merupakan zona permeabel. Hal ini sesuai karena keterdapatan sesar yaitu sesar Lombok dan sesar Talang Kedu yang berada pada daerah tersebut yang memungkinkan membentuk suatu zona yang relatif permeabel. 39

21 Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan Gambar 3.5 Peta Distribusi Temperatur Tanah daerah Danau Ranau 40

22 Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan Gambar 3.6 Peta Distribusi ph daerah Danau Ranau 41

23 Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan Permeabel Gambar 3.7 Peta Distribusi CO 2 Udara Tanah daerah Danau Ranau 42

24 Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan Permeabel 250 Gambar 3.8 Peta Distribusi Hg daerah Danau Ranau 43

25 III.2 Data Geofisika Dalam membantu penginterpretasian potensi panas bumi daerah penelitian, maka data geofisika sangat membantu dalam menentukan hal-hal berikut (Gupta & Roy, 2007): Keberadaan sumber panas Keberadaan zona reservoar Zona permeabel dan upflow Dalam penelitiannya di daerah Danau Ranau, Pusat Sumber Daya Geologi (2004 b) melakukan 3 metoda penelitian geofisika, yaitu : metoda geomagnet, gravitasi, dan geolistrik. III.2.1 Geomagnet Dalam ekplorasi geotermal metoda magnetik digunakan untuk mengidentifikasi dan melokalisasi aliran panas yang dapat menurunkan daya kemagnetan batuan. Nilai magnet yang rendah tersebut dapat menginterpretasikan zona-zona potensial sebagai reservoar dan sumber panas. Hasil dari pengukuran yang dilakukan oleh Pusat Sumber Daya Geologi (2004 b) menghasilkan bahwa zona anomali rendah (-400 gamma) tersebar di daerah Tanjung Rapih dan di daerah barat Gunung Seminung yaitu Talang Kedu (gambar 3.9). Daerah tersebut disusun oleh litologi berupa batuan piroklastik yang terdiri dari tuf dan pumis, dan dilalui oleh Sesar Talang Kedu dan Sesar Lombok. Dari hasil pengukuran (gambar 3.9) juga terlihat bahwa zona anomali tinggi (>800 gamma) berada di bagian utara Bukit Kawat Kerambal, sehingga untuk sementara dari data geomagnet ini daerah tersebut diperkirakan sebagai suatu tubuh intrusi yang dapat menjadi sumber panas dalam sistem geotermal daerah Danau Ranau. III.2.2 Gravitasi Survei gravitasi untuk ekplorasi geotermal digunakan untuk menganalisa variasi densitas batuan arah lateral yang berkolerasi dengan tubuh magmatik, yang dapat berupa sumber panas. Densitas batuan pada umumnya akan meningkat oleh karena adanya aliran hidrotermal yang melalui pori batuan, bila diendapkan mineral-mineral alterasi yang memiliki densitas lebih besar dari mineral primernya di pori batuan tersebut. 44

26 Nilai gravitasi tinggi (>0 mgal) hampir tersebar di seluruh daerah penelitian (gambar 3.10) hal ini dikarenakan oleh litologi Danau Ranau yang bagian bawahnya merupakan batuan vulkanik tua yang berumur Tersier. Nilai gravitasi yang rendah (<-10 mgal) berada disekitar Bukit Kawat Kerambal hal ini dapat menunjukkan bahwa pada daerah tersebut terjadi proses alterasi hidrotermal yang membentuk mineral ubahan sehingga densitas batuan yang ada menjadi rendah. III.2.3 Resistivitas Metoda resistivitas atau yang dikenal juga dengan tahanan jenis digunakan untuk memperkirakan kondisi geologi bawah permukaan yang didasarkan pada distribusi resistivitas mediumnya baik secara lateral maupun vertikal. Dalam ekplorasi geotermal yang dicari adalah nilai tahanan jenis yang relatif rendah, yang menandakan adanya porositas dan saturasi fluida yang tinggi. Dalam penelitian ini, Pusat Sumber Daya Geologi (2004 b) hanya melakukan metoda ini di barat Gunung Seminung, dikarenakan dianggap sebagai daerah yang memiliki potensi panas bumi. Dari peta yang ada didapat bahwa daerah bernilai resistivitas rendah (<20 Ωm) dengan warna merah berada di sekitar daerah Lombok (gambar ). Nilai resistivitas yang rendah ini dapat terbentuk karena adanya pengaruh struktur berkembang pada daerah tersebut sehingga memungkinkan fluida mengalir, selain itu litologi yang berupa tuf yang dikenal memiliki porositas baik juga menjadi faktor penentu dalam proses alterasi yang terjadi. Nilai resistivitas sedang ( Ωm) dengan warna hijau diperkirakan menjadi zona reservoar dan berada di bagian barat Gunung Seminung. Pada penampang resistivitas sebenarnya (gambar 3.15) terlihat adanya warna biru pada penampang yang menunjukkan nilai resistivitas yang rendah (<20 Ωm) yang berpotensi menjadi zona penudung, dimana zona tersebut dijumpai pada kedalaman < 400 m. 45

27 Sumber Panas Gambar 3.9 Peta Magnet Total daerah Danau Ranau (Pusat Sumber Daya Geologi, 2004 b) 46

28 Zona Alterasi Gambar 3.10 Peta Anomali Gaya Berat Sisa daerah Danau Ranau (Pusat Sumber Daya Geologi, 2004 b) 47

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA 3.1 Data Geokimia Seperti yang telah dibahas pada bab 1, bahwa data kimia air panas, dan kimia tanah menjadi bahan pengolahan data geokimia untuk menginterpretasikan

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI IV.1 Kehilangan Panas Alamiah Dalam penentuan potensi panas

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR 4.1 Sistem Panas Bumi Secara Umum Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi adalah istilah umum yang menggambarkan transfer panas alami pada volume

Lebih terperinci

BAB 5 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB 5 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA BAB 5 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA Pengolahan dan interpretasi data geokimia untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi penentuan tipe fluida panas bumi dan temperatur reservoar panas bumi. Analisis

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS 4.1 Tinjauan Umum. BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS Salah satu jenis manifestasi permukaan dari sistem panas bumi adalah mata air panas. Berdasarkan temperatur air panas di permukaan, mata air panas dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT 4.1 Tinjauan Umum Manifestasi permukaan panas bumi adalah segala bentuk gejala sebagai hasil dari proses sistem panasbumi

Lebih terperinci

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum BAB V KIMIA AIR 5.1 Tinjauan Umum Analisa kimia air dapat dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter baik untuk eksplorasi ataupun pengembangan di lapangan panas bumi. Parameter-parameter tersebut adalah:

Lebih terperinci

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA IV.1 TINJAUAN UMUM Manifestasi panas bumi adalah keluaran fluida panas bumi dari reservoar ke permukaan melalui rekahan atau melalui suatu unit batuan yang

Lebih terperinci

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI 4.1 Hilang Panas Alamiah Besar potensi panas bumi dapat diperkirakan melalui perhitungan panas alamiah yang hilang melalui keluaran manifestasi panas bumi (natural heat

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA Tujuan metode geokimia digunakan dalam penelitian eksplorasi energi panasbumi adalah untuk mengkaji kemungkinan pengembangan sumber daya panasbumi. Parameter

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN 6. 1 Hilang Panas Alamiah Dalam penentuan potensi panas bumi disuatu daerah diperlukan perhitungan kehilangan panas alamiah. Hal ini perlu dilakukan

Lebih terperinci

BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA Pada Tahun 2008, tim dari kelompok penelitian Program Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi, melakukan penyelidikan geokimia pada daerah lapangan panas bumi Tambu. Penyelidikan

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON 4.1 Tinjauan Umum Pada metoda geokimia, data yang digunakan untuk mengetahui potensi panasbumi suatu daerah adalah data kimia

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA IV.1 TINJAUAN UMUM Pengambilan sampel air dan gas adalah metode survei eksplorasi yang paling banyak dilakukan di lapangan geotermal.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek yang akan diamati dalam penelitian ini adalah manifestasi panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. Penelitian dikhususkan kepada aspek-aspek

Lebih terperinci

Bab IV Sistem Panas Bumi

Bab IV Sistem Panas Bumi Bab IV Sistem Panas Bumi IV.1 Dasar Teori Berdasarkan fluida yang mengisi reservoir, sistem panas bumi dibedakan menjadi 2, yaitu sistem panas bumi dominasi air dan sistem panasbumi dominasi uap. 1. Sistem

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI MAPOS, KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI MAPOS, KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI MAPOS, KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Lano Adhitya Permana, Dede Iim Setiawan Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Geokimia 5.1.1. Hasil Penelitian Sampel Air dan Gas Berdasarkan hasil pengambilan sampel air dan gas yang telah dilakukan oleh Tim Survey Geokimia Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN III.1 Teori Dasar III.1.1 Sistem Panasbumi Sistem geotermal merupakan sistem perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui proses konveksi air meteorik

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan lokal. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut.

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

Penyelidikan Pendahuluan Panas Bumi Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Timur

Penyelidikan Pendahuluan Panas Bumi Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Timur Penyelidikan Pendahuluan Panas Bumi Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Timur Dahlan, Dikdik R., dan Edi M. KP Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi, Badan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penelitian dengan judul Pendugaan Suhu Reservoar Lapangan Panas. Bumi X dengan Metode Multikomponen dan Pembuatan Model Konseptual

KATA PENGANTAR. Penelitian dengan judul Pendugaan Suhu Reservoar Lapangan Panas. Bumi X dengan Metode Multikomponen dan Pembuatan Model Konseptual iii KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan kuasa-nya penyusun dapat menyelesaikan proposal tugas akhir ini. Penelitian dengan judul Pendugaan

Lebih terperinci

Analisis Geokimia Fluida Manifestasi Panas Bumi Daerah Maribaya

Analisis Geokimia Fluida Manifestasi Panas Bumi Daerah Maribaya Analisis Geokimia Fluida Manifestasi Panas Bumi Daerah Maribaya Oleh: Extivonus K.Fr (12012060) 1. GEOLOGI REGIONAL Daerah Maribaya terletak di utara Kota Bandung dan berdekatan dengan Lembang. Secara

Lebih terperinci

SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA

SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA PULAU WETAR, PROVINSI MALUKU Robertus S.L.S, Herry S, Andri Eko A. W. Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara umum Pulau

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi Metode geologi yang dipakai adalah analisis peta geologi regional dan lokal dari daerah penelitian. Untuk peta geologi regional, peta yang dipakai adalah peta geologi

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN SOPPENG, PROVINSI SULAWESI SELATAN

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN SOPPENG, PROVINSI SULAWESI SELATAN PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN SOPPENG, PROVINSI SULAWESI SELATAN Eddy Mulyadi, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB IV MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI DIENG DAN SEKITARNYA

BAB IV MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI DIENG DAN SEKITARNYA BAB IV MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI DIENG DAN SEKITARNYA 4.1 Tinjauan umum Sistem panasbumi yang ada di Indonesia umumnya berasal dari sistem afiliasi volkanik. Sistem ini ditandai

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Daerah Sumatera merupakan salah satu daerah yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks, baik dari segi sedimentologi, vulkanologi, tektonik dan potensi sumber daya

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2.

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN.... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR. iv SARI... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL xiv BAB I. PENDAHULUAN. 1 I.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bantarkawung merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes bagian selatan. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap di sebelah

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor adalah tingkat ketebalan tanah yang tinggi dengan kekuatan antar material yang rendah. Salah satu pembentuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iii. UCAPAN TERIMAKASIH...iv. KATA PENGANTAR...vi. SARI...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iii. UCAPAN TERIMAKASIH...iv. KATA PENGANTAR...vi. SARI... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERSEMBAHAN...iii UCAPAN TERIMAKASIH...iv KATA PENGANTAR...vi SARI...vii DAFTAR ISI...viii DAFTAR GAMBAR...xii DAFTAR TABEL...xv BAB

Lebih terperinci

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI 4.1 LATAR BELAKANG Lembah Sungai Cimandiri telah diketahui banyak peneliti merupakan daerah yang dipengaruhi oleh struktur geologi atau lebih dikenal dengan Zona

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kimia airtanah menunjukkan proses yang mempengaruhi airtanah. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. Nitrat merupakan salah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. yang diambil dari beberapa manifestasi yang tersebar di sekitar area lapangan panas

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. yang diambil dari beberapa manifestasi yang tersebar di sekitar area lapangan panas BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Metode Geokimia Analisis kimia menggunakan data sekunder berupa data kimia unsur dari sampel air yang diambil dari beberapa manifestasi yang tersebar di sekitar area lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya panas bumi yang terdapat di daerah vulkanik, graben (vulkano-tektonik) dan non-vulkanik. Hingga saat ini, telah teridentifikasi 265 daerah

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI Dedi Kusnadi, Lano Adhitya Permana, Dikdik Risdianto Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Dedi Kusnadi 1, Anna Y 1 1 Kelompok Program Penelitian Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi ABSTRAK Penyelidikan geokimia

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS Metode resistivitas atau metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan, yaitu dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46 BAB VI DISKUSI 6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno,

Lebih terperinci

EKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT

EKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT EKSPLORASI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH BONJOL, KABUPATEN PASAMAN SUMATERA BARAT TUGAS AKHIR B Diajukan sebagai syarat kelulusan tingkat Sarjana Strata Satu di Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem panas bumi umumnya berkembang pada daerah vulkanik dan non vulkanik. Seting tektonik Indonesia yang dilalui oleh jalur pegunungan aktif menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas bumi terbesar (p otensi cadangan dan potensi diketahui), dimana paling tidak terdapat 62 lapangan

Lebih terperinci

Jurnal Einstein 2 (2) (2014): Jurnal Einstein. Available online

Jurnal Einstein 2 (2) (2014): Jurnal Einstein. Available online Jurnal Einstein () (14): 33-37 Jurnal Einstein Available online http://jurnal.unimed.ac.id/1/index.php/einstein PENGUKURAN SUHU RESERVOIR PANAS BUMI DENGAN MENGGUNAKAN PERSAMAAN GEOTERMOMETER EMPIRIS DI

Lebih terperinci

SURVEI PENDAHULUAN DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN MAHAKAM HULU DAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

SURVEI PENDAHULUAN DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN MAHAKAM HULU DAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR SURVEI PENDAHULUAN DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN MAHAKAM HULU DAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Eddy Mulyadi dan Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya

Lebih terperinci

PREDIKSI TEMPERATUR RESERVOAR PANASBUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODA GEOTERMOMETER KIMIA FLUIDA. Yoga Aribowo *)

PREDIKSI TEMPERATUR RESERVOAR PANASBUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODA GEOTERMOMETER KIMIA FLUIDA. Yoga Aribowo *) PREDIKSI TEMPERATUR RESERVOAR PANASBUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODA GEOTERMOMETER KIMIA FLUIDA Yoga Aribowo *) Abstract In the preliminary study of Geothermal field development, one the most important thing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah administrasi di Kabupaten Temanggung, Kabupaten dan Kota Magelang. Secara morfologi CAT ini dikelilingi

Lebih terperinci

PENGUJIAN UAP/MONITORING SUMUR PANAS BUMI MATALOKO, NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006

PENGUJIAN UAP/MONITORING SUMUR PANAS BUMI MATALOKO, NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006 PENGUJIAN UAP/MONITORING SUMUR PANAS BUMI MATALOKO, NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN Dahlan, Soetoyo Kelompok Program Penelitian Panas Bumi ABSTRAK Dalam rangka pengembangan lanjut lapangan panas bumi Mataloko,

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI LAINEA, KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI LAINEA, KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI LAINEA, KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Dikdik Risdianto, Arif Munandar, Sriwidodo, Hari Prasetya Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi Jl.

Lebih terperinci

SURVEI TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI SAJAU KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA

SURVEI TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI SAJAU KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA SURVEI TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI SAJAU KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA Andri Eko Ari Wibowo, Mochamad Nur Hadi, Suwarno Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. Teori Dasar Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat adanya interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Alterasi dan Endapan Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia batuan. Proses tersebut

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT Oleh : Edy Purwoto, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara administratif

Lebih terperinci

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada. ` BAB IV ALTERASI HIDROTHERMAL 4.1 Pendahuluan Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN MINAHASA UTARA DAN KOTA BITUNG - PROVINSI SULAWESI UTARA SARI

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN MINAHASA UTARA DAN KOTA BITUNG - PROVINSI SULAWESI UTARA SARI PENYELIDIKAN PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI KABUPATEN MINAHASA UTARA DAN KOTA BITUNG - PROVINSI SULAWESI UTARA Dede Iim Setiawan, Eddy Mulyadi, Herry Sundhoro Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

Pengembangan Persamaan Geotermometer Empiris Untuk Estimasi Suhu Reservoir Sumber Mata Air Panas

Pengembangan Persamaan Geotermometer Empiris Untuk Estimasi Suhu Reservoir Sumber Mata Air Panas 191 Pengembangan Persamaan Geotermometer Empiris Untuk Estimasi Suhu Reservoir Sumber Mata Air Sismanto 1 dan Helda Andayany 2 1.Lab. Geofisika FMIPA, UGM; 2. Kependidikan Fisika, UNPATI, Ambon Email:

Lebih terperinci

PENENTUAN TIPE FLUIDA SUMBER MATA AIR PANASDI KECAMATAN GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK

PENENTUAN TIPE FLUIDA SUMBER MATA AIR PANASDI KECAMATAN GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK PENENTUAN TIPE FLUIDA SUMBER MATA AIR PANASDI KECAMATAN GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK Rahmatul Hidayat, Ardian Putra Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Gunung Api Arjuno Welirang (KGAW) merupakan bagian dari rangkaian gunung api aktif di Pulau Jawa yang berada di bagian selatan ibukota Surabaya, Jawa Timur.

Lebih terperinci

Karakterisasi Temperatur Bawah Permukaan Daerah NZU : Integrasi Data Geotermometer, Mineral Alterasi dan Data Pengukuran Temperatur Bawah Permukaan

Karakterisasi Temperatur Bawah Permukaan Daerah NZU : Integrasi Data Geotermometer, Mineral Alterasi dan Data Pengukuran Temperatur Bawah Permukaan Karakterisasi Temperatur Bawah Permukaan Daerah NZU : Integrasi Data Geotermometer, Mineral Alterasi dan Data Pengukuran Temperatur Bawah Permukaan Nisrina Zaida Ulfa (1), Dr. Ir. Johanes Hutabarat, M.si

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOKIMIA PANAS BUMI DAERAH LOMPIO KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Oleh: Dedi Kusnadi, Supeno, dan Sumarna SUBDIT PANAS BUMI

PENYELIDIKAN GEOKIMIA PANAS BUMI DAERAH LOMPIO KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Oleh: Dedi Kusnadi, Supeno, dan Sumarna SUBDIT PANAS BUMI PENYELIDIKAN GEOKIMIA PANAS BUMI DAERAH LOMPIO KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Oleh: Dedi Kusnadi, Supeno, dan Sumarna SUBDIT PANAS BUMI SARI Penyelidikan geokimia panas bumi di daerah Lompio dan sekitarnya

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

PATIR - BATAN. Satrio, Wibagiyo, Neneng L., Nurfadhlini

PATIR - BATAN. Satrio, Wibagiyo, Neneng L., Nurfadhlini PATIR - BATAN Satrio, Wibagiyo, Neneng L., Nurfadhlini Indonesia memiliki potensi energi panas bumi yaitu sebesar 27000 MW baru dimanfaatkan 1100 MW. Pemerintah mentargetkan kontribusi energi panas bumi

Lebih terperinci

Pengujian Uap/Monitoring Sumur Panas Bumi MT-2, MT-3, dan MT-4 Mataloko Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur Tahun 2005

Pengujian Uap/Monitoring Sumur Panas Bumi MT-2, MT-3, dan MT-4 Mataloko Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur Tahun 2005 Pengujian Uap/Monitoring Sumur Panas Bumi MT-, MT-3, dan MT- Mataloko Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur Tahun Oleh: Bangbang Sulaeman, Syuhada Arsadipura, dan Dahlan Sub Direktorat Panas Bumi SARI Monitoring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan hidup masyarakat dengan penggunaan tertinggi urutan ketiga setelah bahan bakar minyak dan gas. Kebutuhan energi listrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan energi yang tersimpan dalam air panas ataupun uap panas pada kondisi geologi tertentu yang terletak

Lebih terperinci

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PEMODELAN STRUKTUR GEOLOGI DAN ANALISIS SUMBER PANAS MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI, MAGNETIK DAN FAULT FRACTURE DENSITY (FFD) PADA DAERAH PANAS BUMI BITTUANG, SULAWESI SELATAN Adhitya Mangala * Yobel Muhammad

Lebih terperinci

SISTEM PANAS BUMI DAERAH WANAYASA, BANJARNEGARA

SISTEM PANAS BUMI DAERAH WANAYASA, BANJARNEGARA Vol. 13 No. 1 (2017) Hal. 43-49 p-issn 1858-3075 e-issn 2527-6131 SISTEM PANAS BUMI DAERAH WANAYASA, BANJARNEGARA GEOTHERMAL SYSTEM OF WANAYASA REGION, BANJARNEGARA Sachrul Iswahyudi Email: sachrul.iswahyudi@unsoed.ac.id

Lebih terperinci

STUDI AWAL KARAKTERISTIK POLA RESISTIVITAS SISTEM PANAS BUMI TEMPERATUR RENDAH-MENENGAH DI INDONESIA

STUDI AWAL KARAKTERISTIK POLA RESISTIVITAS SISTEM PANAS BUMI TEMPERATUR RENDAH-MENENGAH DI INDONESIA STUDI AWAL KARAKTERISTIK POLA RESISTIVITAS SISTEM PANAS BUMI TEMPERATUR RENDAH-MENENGAH DI INDONESIA Dadan Wildan *), Syafrima Wahyu **) Ilmu-Fisika Eksplorasi Geothermal Universitas Indonesia, Salemba,

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN GEOKIMIA PANAS BUMI DAERAH PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG S A R I

GEOLOGI DAN GEOKIMIA PANAS BUMI DAERAH PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG S A R I GEOLOGI DAN GEOKIMIA PANAS BUMI DAERAH PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG Dede Iim Setiawan, Lano Adhitya Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi S A R I Keterdapatan

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG Edy Purwoto, Yuanno Rezky, Robertus S.L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN POTENSI PANAS BUMI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) SUMATERA SELATAN

PENYELIDIKAN POTENSI PANAS BUMI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) SUMATERA SELATAN SARI PENYELIDIKAN POTENSI PANAS BUMI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) SUMATERA SELATAN Oleh : Asnawir Nasution, A. Rahman Hasan, Kasbani, Bakrun, B. Sulaeman (Direktorat Vulkanologi) Geologi daerah

Lebih terperinci

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, NTT TAHUN

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, NTT TAHUN MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, NTT TAHUN 2012-2014 Anna Yushantarti, S.Si dan Santia Ardi M., ST Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi,

Lebih terperinci

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] III.1. Komponen Sistem Panasbumi Menurut Goff & Janik (2000) komponen sistem panasbumi yang lengkap terdiri dari

Lebih terperinci

III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon

III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon Kuarsa sekunder adalah mineral silika yang memiliki temperatur pembentukan relatif panjang, berkisar 180 0 C hingga lebih dari 300 0 C (Reyes, 1990). Kehadiran kuarsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

SURVEI PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA PANAS BUMI KABUPATEN BANGGAI DAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH

SURVEI PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA PANAS BUMI KABUPATEN BANGGAI DAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SURVEI PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA PANAS BUMI KABUPATEN BANGGAI DAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH Eddy Mulyadi, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI MASSEPE KABUPATEN SINDENRENG RAPPANG PROVINSI SULAWESI SELATAN

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI MASSEPE KABUPATEN SINDENRENG RAPPANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI MASSEPE KABUPATEN SINDENRENG RAPPANG PROVINSI SULAWESI SELATAN Bangbang Sulaeman 1, Andri Eko Ari. W 1, Supeno 1 1 Kelompok Program Penelitian Panas Bumi ABSTRAK

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI G. KAPUR KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI G. KAPUR KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI G. KAPUR KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI Yuanno Rezky, Andri Eko Ari. W, Anna Y. Kelompok Program Peneylidikan Panas Bumi SARI Daerah panas

Lebih terperinci

STUDI GEOKIMIA AIR PANAS AREA PROSPEK PANASBUMI GUNUNG KENDALISODO KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH. Yoga Aribowo*, Heri Nurohman**)

STUDI GEOKIMIA AIR PANAS AREA PROSPEK PANASBUMI GUNUNG KENDALISODO KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH. Yoga Aribowo*, Heri Nurohman**) STUDI GEOKIMIA AIR PANAS AREA PROSPEK PANASBUMI GUNUNG KENDALISODO KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH Yoga Aribowo*, Heri Nurohman**) Abstract Fluid geochemistry is a useful method to analyse lateral

Lebih terperinci

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015 MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015 Anna Yushantarti, Nizar Muhamad Nurdin, dan Muhammad Kholid Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH RIA-RIA, SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA, SUMATERA UTARA

EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH RIA-RIA, SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA, SUMATERA UTARA EKSPLORASI ENERGI PANAS BUMI DENGAN METODE GEOFISIKA DAN GEOKIMIA PADA DAERAH RIA-RIA, SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA, SUMATERA UTARA Tugas Akhir Disusun sebagai syarat menyelesaikan tahap Sarjana

Lebih terperinci

GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT

GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT Dudi Hermawan, Sri Widodo, Robertus S, Dedi K, M.Kholid, A.Zarkasyi, Wiwid J Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber

Lebih terperinci

aptudika.web.ugm.ac.id

aptudika.web.ugm.ac.id aptudika.web.ugm.ac.id 41. Siklus hidrologi berperan serta dalam merubah bentuk permukaan bumi melalui proses: A. presipitasi dan evaporasi B. evaporasi dan transpirasi C. transpirasi dan infiltrasi D.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Panas bumi (Geotermal) adalah sumber daya alam berupa air panas atau uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah permukaan oleh

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1 Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SARI Sumur WSL-1 berlokasi di desa Tanjung Besar dengan koordinat 367187 me dan 9477147 mn, elevasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Panas bumi, reservoar, geotermometer, Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi.

ABSTRAK. Kata kunci : Panas bumi, reservoar, geotermometer, Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi. ABSTRAK ANALISIS KANDUNGAN KIMIA MATA AIR PANAS DI DAERAH MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNTUK PENENTUAN KARAKTERISTIK RESERVOAR PANAS BUMI Panas bumi merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB Mochamad Nur Hadi, Anna Yushantarti, Edi Suhanto, Herry Sundhoro Kelompok Program Penelitian Panas Bumi SARI

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. permukaan bumi. Sumber panas di bawah permukaan ini berasal dari intrusi magma

BAB III TEORI DASAR. permukaan bumi. Sumber panas di bawah permukaan ini berasal dari intrusi magma BAB III TEORI DASAR 3.1 Sistem Panasbumi Sumber panasbumi berasal dari distribusi suhu dan energi panas di bawah permukaan bumi. Sumber panas di bawah permukaan ini berasal dari intrusi magma yang menerobos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Air merupakan kebutuhan utama setiap makhluk hidup, terutama air tanah. Kebutuhan manusia yang besar terhadap air tanah mendorong penelitian

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI AMOHOLA, KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI AMOHOLA, KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI AMOHOLA, KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA Anna Yushantarti dan Yuanno Rezky Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-2. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-2. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-2 Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SARI Sumur WSL-2 berlokasi di desa Teluk Agung dengan koordinat 365980 me dan 9478012 mn, elevasi

Lebih terperinci

Survei Terpadu Geologi Daerah Panas Bumi Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara SARI

Survei Terpadu Geologi Daerah Panas Bumi Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara SARI Survei Terpadu Geologi Daerah Panas Bumi Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara Andri Eko Ari Wibowo 1) dan Dikdik Risdianto 1) 1) KP.Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Sistem

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH BANDA NEIRA DAN HUBUNGANNYA TERHADAP SISTEM PANAS BUMI KEPULAUAN BANDA

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH BANDA NEIRA DAN HUBUNGANNYA TERHADAP SISTEM PANAS BUMI KEPULAUAN BANDA GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH BANDA NEIRA DAN HUBUNGANNYA TERHADAP SISTEM PANAS BUMI KEPULAUAN BANDA Lano Adhitya Permana, Andri Eko Ari Wibowo, Edy Purwoto Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci