BAB 1 PENDAHULUAN 1. Pendahuluan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

terendam akibat dari naiknya muka air laut/rob akibat dari penurunan muka air tanah.

BAB I PENDAHULUAN. informasi tersebut. Berkembangnya teknologi informasi dan komputer

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. WebSIGIT - Web Sistem Informasi Geografis Infrastruktur Terpadu

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

III. METODE PENELITIAN

Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Tentang Ruang Publik Di Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2. 1 Pembagian Profil Melintang Sungai Gambar 2. 2 Diagram Kerangka Pemikiran BAB III

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Foto I.1.1. Wisma Atlet Fajar - Senayan. Sumber : Dokumentasi pribadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Polusi maupun efek rumah kaca yang meningkat yang tidak disertai. lama semakin meninggi, sehingga hal tersebut merusak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Rekreasi Area Car Free Day Solo (Penekanan pada Aktivitas Kuliner)

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Survei lapangan atau fieldwork merupakan salah satu bagian dari proses kegiatan pemetaan yang memiliki peranan penting dalam membantu memahami ilmu sains kebumian maupun lingkungan (Cotingham,2002). Pada dasarnya kegiatan survei lapangan merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan maupun ditinggalkan dalam segala bentuk kegiatan pemetaan sekalipun pada saat telah berkembang berbagai macam disiplin ilmu maupun teknologi yang memungkinkan seseorang mampu mengidentifikasi suatu obyek tanpa harus bersentuhan langsung dengan obyeknya. Kegiatan survei lapangan mampu memberi pemahaman baik sifatnya makro, meso, maupun mikro terhadap obyek yang dipetakan maupun dianalisis sehingga melengkapi setiap bagian analisa dan pemecahan masalah yang sedang dikaji maupun diteliti. Setiap kegiatan survei lapangan memiliki tujuan dan metode yang berbedabeda dalam teknik akusisi data, penyimpanan mapun pemrosesan data. Sebagian teknik survei lapangan yang dilakukan pada masa sekarang masih cenderung cukup konvensional meskipun telah dikombinasikan dengan teknologi yang sudah ada dan berkembang. Kertas sebagai peta maupun checklist dianggap suatu instrumen dalam survey lapangan yang sudah cukup mampu mewakili proses akusisi data, pengambilan sampel, maupun sebagai dasar analisa suatu obyek atau masalah yang dikaji, akan tetapi instrumen tersebut tidak lepas dari beberapa kelemahan yang berpengaruh terhadap kualitas data yang diambil serta output yang dihasilkan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Integrasi teknologi penginderaan jauh dengan sistem informasi geografis telah dipercaya mampu menghasilkan peta yang memiliki koordinat, luasan area, maupun kajian analisis hasil dari pengolahan data maupun di lapangan. Akan tetapi untuk survei lapangan masih menggunakan instrumen berupa peta dari kertas dan GPS dimana peta kertas tersebut tidak menunjukkan lokasi absolut suatu area kajian mapun titik sampel yang representatif dan tidak memiliki substansi data attribut di dalamnya sehingga pengolahan, editing, penyusunan 1

basisdata spasial maupun analisis tidak dapat dilakukan secara maksimal di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknologi sistem informasi geografis yang juga terintegrasi dengan posisi koordinat suatu obyek di muka bumi dengan menggunakan Global Positioning System atau GPS. Sistem Informasi ini disebut juga Mobile-GIS atau Sistem Informasi Geografis berbasis Mobile atau Mobile- GIS. Dalam struktur disiplin ilmu sains informasi geografis, sistem Mobile-GIS dapat diklasifikasikan sebagai fungsi/ perangkat SIG yang memiliki kapabilitas mobilisasi tinggi, terkoneksi dengan perangkat digital, mampu meneirma, memproses, dan menampilkan data spasial secara digital (Mohammed Eleiche,2009).Sistem ini terintegrasi dengan perangkat bergerak seperti Personal Digital Assistant maupun smartphone yang memiliki kemampuan dalam menyimpan data dalam format digital, mengolah, memanejemen, menampilkan data, hingga analisa data. Perangkat ini dapat berintergrasi dengan GPS sehingga sistem informasi geografis yang berbasis mobile ini diharapkan meningkatkan akurasi dan efisiensi dalam kegiatan survei lapangan, kemampuan dalam perolehan data dengan cukup cepat, mengurangi biaya, efisiensi waktu lapangan, lebih akurat dalam pengamatan dan data akusisi di lapangan sehingga dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan maupun analisis di lapangan serta mampu menggantikan teknologi kertas dengan instrumen. Teknologi telah berkembang dengan sangat pesat baik berupa perangkat keras maupun lunak sehingga memungkinkan seseorang melakkan banyak hal dalam satu aktivitas (multitasking), salah satunya memungkinkan seseorang disaat yang bersamaan sedang mempersiapkan file suatu laporan dan sedang menelpon sesorang. Teknologi yang mengakomodir kemampuan tersebut salah satuanya adalah Personal Digital Assistant maupun beberapa smartphone. Kedua perangkat keras tersebut memiliki kapasitas untuk menyimpan data, menampilakannya kembali, memproses data, hingga menyajikan suatu data dengan cukup baik. Perangkat tersebut juga dapat terintegrasi dengan GPS sehingga mampu menunjukkan suatu lokasi maupun koordinat dan bernavigasi menuju lokasi yang dituju. Faktor-faktor memungkinkan kegiatan survei lapangan dapat berintegrasi dengan teknologi Personal Digital Assistant dan menggantikan metode survei 2

lapangan yang konvensional dengan teknologi yang mampu melakukan kegiatan multitasking hingga pemrosesan, analisis, bahkan menghasilkan sutau hasil analasis pada saat itu juga. Wilayah perkotaan merupakan suatu pusat dari segala jenis aktivitas manusia yang selalu mengalami perkembangan secara terus menerus baik dari aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi, dan perkembangan fisik (Yunus, 2006). Aktivitas manusia sangat berperan penting dalam perkembangan suatu kota terutama perkembangan fisik. Salah satu aktivitas manusia tersebut dapat berupa perpindahan (transmigrasi, urbanisasi, ruralisasi), yang dapat memicu perkembangan suatu kota. Laju urbanisasi yang tidak terkendali serta ditambah keterbatasan dan ketidakmampuan fungsi lahan dalam menampung banyak manusia yang hidup dan beraktivitas telah memicu berbagai masalah perkotaan seperti permukiman kumuh, berkurangnya persediaan air bersih, polusi, hingga bencana alam berupa banjir. Berdasarkan data statistik Indonesia keluaran tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Indonesia cenderung mengalami laju pertumbuhan penduduk yang selalu meningkat pada tiap tahunnya. Sebagai contoh pada tahun 2003 jumlah populasi penduduk di Indonesia mencapai 213,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,34%. Pada tahun 2006, jumlah penduduk tersebut mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 222,7 juta jiwa dan meningkat lagi menjadi 237,6 juta jiwa pada tahun 2010 dan cenderung akan terus mengalami peningkatan di tahun-tahun mendatang (BPS, 2012). Ruang Terbuka Hijau perkotaaan merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wlayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung dan atau tidak langsung yang dihasilkan RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut (Ditjen Penataan Ruang,2005) Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat disimpulkan Ruang Terbuka Hijau memiliki fungsi dan peranan penting dalam menjaga stabilitas dari beberapa aspek di wilayah perkotaan. Ruang Terbuka Hijau memiliki fungsi sebagai tempat rekreasi maupun bersantai oleh sebagian penduduk wilayah perkotaan sendiri sehingga dapat 3

menciptakan rasa nyaman sebagai tempat melepas penat setelah seharian beraktifitas. Ruang Terbuka Hijau juga memiliki kemampuan untuk membentuk iklim mikro di sekitarnya untuk dalam menjaga stabilitas suhu perkotaan agar tetap rendah dan sejuk. Dilihat dari fungsi estetika, ruang terbuka hijau dapat menambah nilai visual dari suatu permukiman maupun lingkungan karena dapat di desain secara artistik lansekap keruangannya. Perkembangan kota yang cukup tinggi mengakibatkan perubahan pemanfaatan lahan yang cukup tinggi pula dan pergeseran pemanfaatan lahan untuk ruang terbuka hijau juga mengalami peningkatan. Tidak banyak dari pihak pemerintah maupun swasta yang cukup berani berinvestasi dalam menjaga kelestarian ruang terbuka hijau suatu wilayah perkotaan. Padahal ruang terbuka hijau tersebut memiliki peranan yang cukup penting dalam suatu wilayah dan berkurangnya luasan ruang terbuka hijau dapat menyebabkan masalah yang cukup serius yang dapat terjadi di wilayah perkotaan Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah dengan pekembangan wilayah yang cukup pesat dengan ditandainya pembangunan mencakup fasilitas umum maupun perkembangan permukiman (wilayah Solobaru). Kota Surakarta merupakan salah satu kota tujuan wisata karena terkenal dengan budaya Kraton Surakarta, selain itu kota ini juga menjadi kota tujuan menuntut ilmu, maupun perdagangan dan jasa. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa kurun waktu terakhir terdapat pembangunan fasilitas umum berupa pusat perbelanjaan, kantor-kantor pusat perdagangan dan jasa, dan juga pertumbuhan rumah sewa kos untuk mahasiswa yang menuntut ilmu di kota tersebut. Pada era pemerintahan Walikota Joko Widodo yang dimulai pada tahun 2004, pemerintah mulai memberi perhatian khusus terhadap pembangunan kota yang memperhatikan keseimbangan dan kesehatan lingkungan. Beberapa langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah antara lain, relokasi pedagang kaki lima pada beberapa lokasi dan dikonsentrasikan di suatu tempat khusus, karena ruas jalan yang digunakan oleh pedagang kaki lima tersebut akan dijadikan kawasan City Walk (Harian KOMPAS: 29 Oktober 2012). Pada kawasan City Walk 4

tersebut rencananya akan di tanami beberapa jenis vegetasi sebagai pohon pelindung untuk pejalan kaki yang melintasi kawasan tersebut maupun meningkatkan estetika kondisi ruang pejalan kaki. Bahkan Pemerintah Kota Surakarta mulai mengembangkan konsep Surakarta City of Garden sebagai konsep Kota yang ramah lingkungan dengan rencana memperbanyak jumlah ruang terbuka hijau di beberapa titik yang telah ditentukan (Harian Joglosemar: 5 Oktober 2011). Pemerintah Kota Surakarta juga membuat peraturan dan kebijakan mengenai kependudukan, pelayanan publik, transportasi hingga kebijakan menyangkut perencanaan dan pengelolaan tata ruang Kota pada umumnya dan perencanaan ruang terbuka hijau pada khususnya. Ruang terbuka hijau baik yang sifatnya privat maupun publik tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai sarana beraktifitas masyarakat Kota Surakarta seperti sarana bersantai, sarana berolahraga, hingga kawasan resapan air yang semua aspek yang telah disebutkan tersebut sangat menunjang tingkat kenyamanan hunian suatu kota. Taman Sriwedari, Solo Techno Park, dan Stadion Manahan Kota Surakarta merupakan beberapa wujud kepedulian Pemerintah Kota Surakarta terhadap perencanaan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau dalam upaya mewujudkan Kota Surakarta sebagai City of Garden yang mengedepankan konsep kota ramah lingkungan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5/PRT/M/2008 mengenai Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, suatu wilayah perkotaan diharuskan mengalokasikan sebagian luasan wilayahnya untuk dibangun ruang terbuka hijau sebanyak kurang lebih 30% dari luasan wilayahnya untuk ruang terbuka hijau privat mapun publik, bahkan berdasarkan Rencana Detil Tata Ruang dan Tata Kota Surakarta, pemerintah telah menetapkan alokasi luasan suatu ruang terbuka hijau privat maupun publik secara kuantitatif. 1.2. Rumusan Masalah Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah yang pertumbuhan penduduknya cenderung meningkat dari tahun ke tahun secara 5

signifikan. Selain itu Kota Surakarta juga merupakan penghubung beberapa daerah hinterland seperti Kabupaten Boyolali, Sukoharjo, Karangaanyar, Sragen, Wonogiri dan Klaten. Sebagai kota yang terhubung dengan kota-kota lain dan menjadi pusat pertumbuhan, terjadi peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan di Kota Surakarta mendorong terjadinya perubahan lahan atau alih fungsi lahan, sebagai contoh adalah banyak tumbuh kawasan permukiman, jasa dan perusahaan Gambar 1. 1 Diagram Tata Guna Lahan Kota Surakarta Tahun 2010 Sumber: : Rencana Detil Tata Ruang dan Tata Kota, 2012 Berdasarkan data tata guna lahan yang telah diuraikan tersebut maka dapat diketahui bahwa luasan ruang terbuka hijau di Kota Surakarta menunjukkan setiap tahun selalu berkurang dan digantikan dengan bangunan-bangunan fisik penunjang aktivitas perdagangan, industri maupun jasa. Jika pembangunan secara fisik tersebut tidak diimbangi dengan pembangunan ruang terbuka hijau, maka dalam beberapa kurun waktu tertentu akan timbul masalah-masalh perkotaan yang akan mengurangi nilai kenyamanan hunian suatu kota. Vegetasi sangat berperan penting dalam penyerapan emisi dan gas polutan yang mencemari udara, gas tersebut akan diserap oleh vegetasi dan kemudian vegetasi akan menghasilkan gas oksigen yang memperbaiki kualitas udara. Vegetasi tersebut dapat dikembangkan dalam bentuk taman kota, hutan kota, jalur hijau pejalan kaki, mapun jalur hijau lalu lintas. Aktivitas kota yang cenderung padat dan melelahkan menjadikan 6

masyarakat membutuhkan suatu tempat yang dapat digunakan untuk melepaskan lelah maupun stress setelah bekerja seharian, tempat untuk berolahraga di pagi hari mapun aktivitas kemasyarakatan sebagai sarana sosialisai antar warganya. Selain itu diperlukan suatu area yang ditanamai vegetasi sebagai daerah resapan air tanah yang memiliki fungsi sebagai jalur resapan dan menjaga kualitas air tanah area l perotaan. Berdasarkan keterang tersebut maka ruang terbuka hijau lah dengan alokasi luasan tertentu dapat menjadi solusi permasalah wilayah perkotaan. Kondisi fisik ruang terbuka hijau yang kurang baik dan tidak dikelola secara berkala dapat menimbulkan masalah bahkan suatu bencana. Kondisi vegetasi yang rusak seperti terkena penyakit, daun berguguran, akar mulai merusak penahan dan menembus sempadan jalan, bahkan kanopi vegetasinya yang tumbuh hingga merintangi jalan dan mengganggu jarak pandang pengendara kendaran lain bisa menjadi masalh yang cukup serius dan perlu penanganan khusus. Gambar 1. 2 (a) Akar pohon merintangi jalan. (b) Pohon tumbang Sumber: http://twistedsifter.com/ Suatu tindakan berupa analisa dan evaluasi terhadap kondisi secara eksisting ruang terbuka hijau di lapangan perlu dilakukan berupa aktivitas pengukuran, pemetaan, survei serta manajemen data mengenai kondisi secara nyata ruang terbuka hijau hingga saat ini. Berdasarkan evaluasi terebut diharapkan dapat diperoleh informasi secara spasial mengenai distribusi ruang terbuka hijau yang ada, cakupan luasan, inventarisasi terhadap ruang terbuka hijau yang perlu mendapat penanganan akibat vegetasi yang rusak maupun mati atau vegetasi yang rusak akibat aktivitas warga disekitarnya. Berdasarkan 7

aktivitas tersebut dapat diperoleh data secara eksisting kondisi nyata ruang terbuka hijau yang dapat menjadi evaluasi rencana tata ruang kota Surakarta serta tindakan lanjut maupun kebijakan dalam penanganan ruang terbuka hijau kawasan kota Surakarta. Citra satelit dengan resolusi tinggi seperti Quickbird bisa menjadi masukan data yang baik dalam memetakan kondisi ruang terbuka hijau di lapangan. Hasil akusisi informasi ruang terbuka hijau tersebut kemudian dapat diolah dengan menggunakan bantuan software Sistem Informasi Geografis (SIG). Software tersebut mampu memetakan, mengukur, bahkan menghasilkan database spasial yang berisi informasi bertingkat serta menghasilkannya dalam bentuk peta kertas maupun digital. Data yang dihasilkan dari pengolahan dengan software Sistem Informasi Geografis ini masih berupa data tentatif yang perlu dilakukan pengecekan kondisi eksisting dilapangan. Meskipun begitu penggunaan media kertas dirasa belum maksimal dalam kegiatan survei lapangan. Oleh karena itu penelitan ini mencoba mengaplikasikan metode berbasis Sistem Informasi Geografis berbasis Mobile. Penggunaan teknologi ini dikarenakan instrumen dan software Sistem Informasi Geografis berbasis Mobile mampu bekerja layaknya penggunaan software SIG berbasis Desktop di kondisi lapangan. Teknologi yang biasa digunakan oleh seorang surveyor adalah peta kertas dan GPS sat melakukan pengecekan lapangan dirasa tidak cukup praktis dalam perbaikan/ revisi peta maupun akusisi data bahkan manajemen dan perhitungan luasan saat di lapangan. Teknologi Sistem Informasi Geografis berbasis Mobile mampu menangani kondisi tesebut dengan cukup baik. Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Sejauh mana Citra Quickbird mampu mmetakan dan inventarisasi obyek ruang terbuka hijau publik 2. Apakah teknologi sistem informasi geografis berbasis mobile sudah mampu melakukan proses mobile mapping, survei dan akusisi data di lapangan dengan efisien. 8

3. Apakah metode pemetaan secara konvensional masih relevan untuk digunakan atau metode pemetaan dengan memanfaat teknologi Mobile-GIS sudah lebih relevan dalam aplikasinya. 1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui sejauh mana kemampuan citra Quickbird mampu digunakan untuk mengidentifikasi dan invetrasisasi obyek Ruang Terbuka Hijau Publik 2. Mengkaji teknologi mobile GIS mampu memetakan, dan menyusun basisdata spasial, analisis dan menggantikan peta kertas serta GPS ketika dilakukan survei lapangan 3. Membandingkan dan menganalisis keunggulan dan kelemahan metode pemetaan secara konvensional dengan pemetaan dengan menggunakan teknologi Mobile-GIS 1.4. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam ilmu Penginderaan Jauh, khususnya yang berkaitan dengan interpretasi dan analisa ruang terbuka hijau publik 2. Hasil penelitian yang berupa peta sebaran dan luasan ruang terbuka hijau untuk sebagian area Surakarta dan menjadi acuan untuk arahan tata ruang daerah perkotaan. Penelitian ini diharapkan dapat membantu penelitian berikutnya yang sejenis dan berhubungan dengan tema ini. 9