BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ASEAN. CAFTA dibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan

Kata kunci: China ASEAN Free Trade Area (CAFTA), ekspor, impor, volume, harga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

PERDAGANGAN BEBAS WILAYAH ASEAN-CHINA : IMPLIKASINYA TERHADAP PERDAGANGAN DAN INVESTASI PERTANIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAMBANG RAHMANTO Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Litbang Pertanian, Jalan A. yani 70 Booogor, Jawa Barat

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Perekonomian Indonesia Dan EFTA

I. PENDAHULUAN. Produk hortikultura memiliki peranan penting bagi pembangunan pertanian yang

LAPORAN AKHIR ANALISIS PERUBAHAN DAN DAMPAK KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN PENETAPAN MODALITAS PERJANJIAN MULTILATERAL DI SEKTOR PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara

KATA PENGANTAR. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli 2013 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, MSc.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari

Bambang Rahmanto 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian ABSTRAK

KAJIAN POTENSI PEMANFAATAN PERJANJIAN PERDAGANGAN BARANG DALAM KERANGKA ASEAN-AUSTRALIA NEW ZEALAND FREE TRADE AREA BAGI PRODUK TERTENTU

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG BARANG KEBUTUHAN POKOK YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan

IV. PERKEMBANGAN IMPOR BUAH-BUAHAN DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang

ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010

Comsumption and Cost

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume IX, Nomor 3/Maret 2015

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 3/Maret 2014

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 10/Oktober 2014

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 9/September 2014

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 8/Agustus 2014

PENDAHULUAN. Setelah peluang pasar diperoleh, baru beranjak ke ketersediaan modal. Dua hal

Comsumption and Cost

ASEAN CHINA FREE TRADE AREA

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Daya Saing Dinamis Produk Pertanian Indonesia di ASEAN

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 5/Mei 2014

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 4/April 2014

642, No MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, SUSWONO

MARKET BRIEF: MAKANAN OLAHAN Atase Perdagangan Tokyo

Perkembangan Ekonomi Makro

KONSUMSI CONSUMPTION

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia

Konsumsi/ Consumption

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 6/Juni 2014

Figur Data Kota Surakarta Tahun

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/Permentan/OT.140/8/2013. Ditanda Tangani oleh. No Kode Tentang

Konsumsi/ Consumption


Lampiran 1: NERACA BAHAN MAKANAN/FOOD BALANCE SHEET KABUPATEN MOJOKERTO

Perkembangan luas panen buah-buahan di Indonesia dalam. lain disebabkan terjadinya peremajaan tanaman tua yang tidak produktif

SUSTAINABLE DIET FOR FUTURE

Konsumsi/ Consumption

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber mata pencarian mayoritas penduduknya. Dengan demikian,

Konsumsi Consumption

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VIII, Nomor 12/Desember 2014

2017, No penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; b. bahwa untuk memberikan kepastian hukum, perlu melakukan penyesuai

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

Konsumsi/ Consumption SEKAT

ANALISIS DAMPAK CAFTA (CHINA-ASEAN FREE TRADE AREA) TERHADAP VOLUME DAN HARGA IMPOR APEL DI SUMATERA UTARA SKRIPSI

BAB XI PENGELUARAN & KONSUMSI

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan

SKENARIO USULAN PEMOTONGAN TARIF G-20 DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA 2

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

x Comsumption and Cost

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan alam Indonesia sangat melimpah, tak heran jika banyak aneka jenis

Statistik Konsumsi Pangan 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Bulanan INDIKATOR MAKRO SEKTOR PERTANIAN Volume VII, Nomor 12/Desember 2013

BUAH BUAHAN TROPIKA Oleh Prof. Dr Ir Roedhy Poerwanto Departemen Agronomi & Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB. XII. KONSUMSI PENGELUARAN PER KAPITA Per Capita Expenditure Consumtion JAWA TENGAH DALAM ANGKA

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

DATA JUMLAH POHON, POHON PANEN, PRODUKSI,PROVITAS DAN HARGA TANAMAN BUAH-BUAHAN TAHUNAN DI PACITAN TAHUN 2010

Konsumsi/ Consumption

PELUANG AGRIBISNIS BUAH

Comsumption and Cost

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

ANALISIS KOMPARASI DAYA SAING PRODUK EKSPOR PERTANIAN ANTAR NEGARA ASEAN DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS AFTA

BPS-Statistics DKI Jakarta Provincial Office 491

I. PENDAHULUAN. dan gaya hidup masyarakat, khususnya masyarakat perkotaan yang. menginginkan kepraktisan dalam mengonsumsi makanan dan minuman

TINJAUAN AKHIR (PEBRUARI 2005) :

BAB 10 KETERSEDIAAN BAHAN MAKANAN & PENGELUARAN PENDUDUK CHAPTER 10 FOOD SUPPLY AND POPULATION EXPENDITURE Pengeluaran dan Konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting di Indonesia, oleh sebab itu

Banyak kalangan pebisnis yang memprediksi bahwa tren pasar consumer. naiknya permintaan maupun konsumsi produk-produk fast moving consumer

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA DAN KLASIFIKASI BUAH

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN KOTA PEKALONGAN

Transkripsi:

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Dibanyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan pendapatan perkapita suatu negara (Budiarta, 2011). Perkembangan perdagangan internasional yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir mengarah pada bentuk perdagangan bebas yang disertai dengan berbagai bentuk kerjasama bilateral, regional dan multilateral. Seperti halnya dengan CAFTA yang telah disetujui yaitu perdagangan bebas antara Indonesia dengan China. Sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004 tentang Pengesahan Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the Associaton of Southeast Asean Antions and the People s Republic of China (Direktorat Jenderal Perdagangan Internasional, 2010). Komoditas pertanian yang diperdagangkan Indonesia dengan Negara ASEAN dan China dikelompokkan berdasarkan klasifikasi HS 2 digit, Chapter 01-24 tahun 1999-2013 sebagai berikut:

13 1. HS 01 Live Animals (Hewan yang Hidup). 2. HS 02 Meat and Edible Meat Offal (Daging dan Daging Jeroan yang Dapat Dimakan). 3. HS 03 Fish, Crustaceans, Mollucs, Aquatic Invertebrates Nes (Ikan, krustasea, Moluska, Invertebrata Air, dan sejenisnya). 4. HS 04 Dairy Products, Eggs, Honey, Edible Animal Product Nes (Produk Susu, Telur, Madu, Produk Hewani yang Dapat Dimakan, dan sejenisnya). 5. HS 05 Products of Animal Origin, Nes (Produk yang Berasal dari Hewan dan Sejenisnya). 6. HS 06 Live Trees, Plants, Bulbs, Roots, Cut Flowers, Etc (Pohon, Tanaman, Umbi, Akar, Bunga Potong, dan Sebagainya yang Segar). 7. HS 07 Edible Vegetables and Certain Roots and Tubers (Tumbuhan serta Akar dan Umbi Tertentu yang Dapat Dimakan). 8. HS 08 Edible Fruit, Nuts, Peel of Citrus Fruit, Melons (Buah, Kacang, Kulit, Buah Jeruk, Melon yang Dapat Dimakan). 9. HS 09 Coffee, Tea, Mate and Spices (Kopi, The, Bumbu, dan Rempah- Rempah). 10. HS 10 Cereals (Serealia). 11. HS 11 Milling Produts, Malt, Starches, Inulin, Wheat Gluten (Produk Penggilingan, Malt, Pati, Inulin, Gluten Gandum). 12. HS 12 Oil Seed, Oleagic Fruits, Grain, Seed, Fruit, Etc, Nes (Minyak Biji, Bulir, Biji, Buah, dan Sebagainya yang Mengandung Minyak, dan Sejenisnya).

14 13. HS 13 Lac, Gums, Resins, Vegetable Saps and Extracts Nes (Lak, Getah, Resin, Getah dan Ekstrak Tumbuhan, dan Sejenisnya). 14. HS 14 Vegetable Plaiting Materials, Vegetable Products Nes (Bahan Anyaman dari Tumbuhan, Produk dari Tumbuhan, dan Sejenisnya). 15. HS 15 Animal and Vegetable Fats, Oils, Cleavage Products, Etc (Lemak, Minyak, Produk Pembelahan, dan Sebagainya dari Hewan dan Tumbuhan). 16. HS 16 Meat, Fish and Seafood Food Preparations Nes (Olahan Makanan dari Daging, Ikan, dan Seafood, dan Sejenisnya). 17. HS 17 Sugars and Sugar Confectionery (Gula dan Olahan Gula). 18. HS 18 Cocoa abd Cocoa Preparations (Kakao dan Olahan Kakao). 19. HS 19 Cereal, Flour, Starch, Milk Preparations and Products (Olahan dan Produk dari Serealia, Tepung, Pati, Susu). 20. HS 20 Vegetable, Fruit, Nut, Etc Food Preparations (Olahan Makanan dari Sayuran, Buah, Kacang, dan Sebagainya). 21. HS 21 Miscellaneous Edible Preparations (Berbagai Olahan yang Dapat Dimakan). 22. HS 22 Beverages, Spirits and Vinegar (Minuman, Alkohol, dan Cuka). 23. HS 23 Residues, Wastes of Food Industry, Animal Fodder (Residu, Limbah Industri Makanan, Pakan Hewan). 24. HS 24 Tobbaco and Mannufactured Tobbaco Substitutes (Tembakau dan Pengganti Tembakau yang Buatan). Menurut Kuncoro (2012), China ASEAN Free Trade Area (CAFTA) digagas dan diberlakukan sebagai kerjasama perdagangan dan ekonomi antara negara-negara ASEAN dan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dan

15 menghilangkan atau mengurangi biaya perdagangan barang (tarif maupun non tarif), peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak CAFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ASEAN-China sepakat untuk menurunkan dan menghapus tarif berdasarkan 3 tahap yaitu (1) Early Harvest Programme (2) Normal Track Programme (3) Senscitive Track yang meliputi Sensitive List dan Highly Sensitive List. Tabel 1. Skema Pemberlakuan Tarif Kelompok Komoditas Pertanian yang Diperdagangkan HS 01-24 (HS 2 Digit) Year HS 01-08 HS 09-24 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber: Direktorat Kerja Sama Regional, 2010 Dalam Direktorat Jenderal Perdagangan Indonesia (2005) dijelaskan bahwa EHP adalah tahapan awal liberalisasi CAFTA yang terdiri dari penghapusan tarif antara produk negara ASEAN dengan produk China dan sebaliknya untuk delapan jenis produk yang terdiri dari produk hewan hidup (live animals), daging dan jeroan yang bisa dimakan (meat and edible meat and offal), ikan termasuk udang (fish),

16 produk susu (dairy products), produk hewan lainnya (other animal products), tanaman hidup (live trees), sayur (edible vegetables) dan produk buah serta kacang-kacangan (edible fruits and nuts) dengan pengecualian untuk jagung manis (sweet corn). Liberalisasi dilakukan bertahap dimulai dari tahun 2004 dan mencapai penghapusan tarif untuk kedelapan produk tersebut di tahun 2006. Karena penghapusan tarif ini produk China - ASEAN yang masuk ke Indonesia dan bersaing ketat dengan produk dalam negeri adalah buah-buahan. Adapun dampak positif dengan adanya CAFTA adalah produk-produk dari Indonesia dapat masuk ke China dengan pajak 0%. Dengan demikian produk dari Indonesia dapat dijual dengan harga yang relatif murah karena tidak diberlakukannya pajak. CAFTA juga menuntut para pengusaha-pengusaha dalam negeri dapat bersaing secara kompetitif dengan lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan suatu produk yang bersifat global. Selain itu dapat diprediksi bahwa sejumlah produk barang dan jasa buatan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasar China. Produk-produk hasil perkebunan seperti kakao, minyak kelapa sawit, dan lain-lain misalnya akan lebih mudah diterima dan dibeli konsumen China sebab lebih kompetitif. Hal ini dapat dijadikan motivasi Indonesia untuk lebih membangun masyarakat yang lebih produktif dan kreatif serta mandiri secara ekonomi. Adapun dampak negatif dari diberlakukannya CAFTA adalah produk-produk dalam negeri harus dapat bersaing dengan produk-produk yang berasal dari China. Namun jika pengusaha dari dalam negeri tidak dapat mewujudkan hal tersebut maka kemungkinan terburuk yang akan terjadi adalah adanya pemutusan

17 hubungan kerja (PHK), dengan demikian maka jumlah pengangguran akan meningkat. CAFTA akan mematikan banyak industri di Indonesia. Hal ini akan menyebabkan melonjaknya ketiadaan lapangan usaha di kalangan rakyat jelata. Selain itu juga dapat mematikan pedagang kecil dan UKM (Usaha Kecil Menengah). CAFTA dapat menyebabkan ketergantungan antara Indonesia terhadap China semakin besar. Buah-buahan merupakan salah satu dari produk Early Harvest Package (EHP) yang ditetapkan dalam perdagangan bebas China-ASEAN. Keunggulan yang menjadi daya tarik dari buah impor adalah harga buah impor yang bersaing dengan harga buah dalam negeri, warna yang menarik, kepraktisan dalam mengkonsumsi dan banyak buah impor yang mempunyai penampilan yang lebih menggoda konsumen untuk membayar. Selain itu, konsistensi rasa dari buah impor menyebabkan konsumen setia membeli buah impor. Buah impor yang paling banyak masuk ke Indonesia adalah apel, pir, jeruk Mandarin, lengkeng dan jeruk. Apel merupakan buah yang sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Sayangnya di Indonesia buah apel hanya dapat tumbuh di daerah dataran tinggi. Di Sumatera Utara sendiri budidaya apel tidak ada karena tidak sesuai dengan keadaan alam di wilayah Sumatera Utara. Dataran tinggi yang ada di Sumatera Utara lebih banyak ditanami jeruk, marqisa, dan sayuran. Konsumsi buah apel di Sumatera Utara disuplai oleh impor apel yang berasal dari China biasanya merupakan apel Fuji (Anonimous, 2012).

18 Berikut disajikan tabel produksi buah-buahan Sumatera Utara selama 5 tahun terakhir : Tabel 2. Produksi Buah-Buahan Sumatera Utara 5 Tahun Terakhir No. Jenis Buah 2008 2009 2010 2011 2012 1. Alpukat 9.093 7.481 7.644 8.063 7.954 2. Jeruk 679.073 728.796 788.747 579.471 362.250 3. Mangga 27.402 21.971 28.131 31.742 35.470 4. Rambutan 67.639 60.153 43.777 30.527 26.908 5. Duku 15.986 15.526 13.258 20.807 32.713 6. Durian 128.803 102.580 66.206 79.659 102.767 7. Jambu Biji 22.782 24.682 35.261 20.716 19.861 8. Sawo 10.721 13.833 6.710 7.543 9.379 9. Pepaya 23.287 27.659 29.040 36.057 31.658 10. Pisang 233.124 335.790 403.390 29.626 363.061 11. Nenas 144.266 134.077 102.437 183.213 262.089 12. Salak 229.911 259.103 328.877 360.813 350.011 13. Manggis 9.387 9.957 7.750 9.332 13.182 14. Nangka 24.008 19.401 15.054 14.241 16.443 15. Sirsak 1.323 1.080 1.163 916 1.066 16. Belimbing 6.816 4.799 4.732 5.091 7.245 Sumber: Sumatera Utara Dalam Angka, 2012 Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa produksi buah Sumatera Utara yang paling tinggi adalah jeruk, kemudian pisang dan salak. Sumatera Utara tidak memiliki produksi apel di daerahnya sendiri. Maka untuk memenuhi permintaan akan buah apel di Sumatera Utara dilakukanlah impor buah apel dari negara-negara penghasil buah apel contohnya Amerika dan China karena di Indonesia sendiri apel bukan tanaman yang banyak dibudidayakan sehingga tidak bisa dilakukan perdagangan antar wilayah di Indonesia dalam pemenuhan permintaan apel di Sumatera Utara Pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2012 setelah perjanjian CAFTA disajikan volume impor buah Indonesia dari negara China-ASEAN disajikan pada tabel berikut :

19 Tabel 3. Volume Impor Buah Sumatera Utara Tahun Apel Pir Jeruk Jeruk Mandarin Anggur 2004 6.167.113 2.959.640 892.567 379.259 1.255.311 2005 8.587.337 5.525.397 1.181.602 1.228.262 1.524.011 2006 10.958.957 6.311.869 794.672 2.315.030 1.778.590 2007 18.748.052 11.363.581 1.647.913 2.605.109 2.878.913 2008 18.363.348 11.044.429 1.185.226 3.860.647 2.623.900 2009 17.262.977 10.602.526 1.355.371 5.140.333 3.457.638 2010 18.867.161 11.559.313 1.379.509 3.275.035 2.880.452 2011 22.051.774 15.649.943 2.021.880 5.435.161 4.330.484 2012 18.693.666 16.748.911 1.835.434 4.364.551 4.137.342 Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2012 Dari Table 3 dapat dilihat bahwa buah apel memiliki volume terbesar setiap tahunnya diantara buah impor yang lain seperti pir, jeruk, anggur, dan jeruk mandarin yang masuk ke wilayah Sumatera Utara dalam kurun waktu 10 tahun selama diberlakukannya CAFTA. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk menganalisis dampak perjanjian CAFTA terhadap impor apel di Provinsi Sumatera Utara. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

20 1. Bagaimana dampak volume apel impor dari China ke Sumatera Utara sebelum dan sesudah adanya CAFTA? 2. Bagaimana dampak total volume apel impor dari ASEAN ke Sumatera Utara sebelum dan sesudah adanya CAFTA? 3. Bagaimana dampak harga apel impor dari China ke Sumatera Utara sebelum dan sesudah adanya CAFTA? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk: 1. Menganalisis dampak volume apel impor dari China ke Sumatera Utara sebelum dan sesudah adanya CAFTA 2. Menganalisis dampak total volume apel impor dari ASEAN ke Sumatera Utara sebelum dan sesudah adanya CAFTA 3. Menganalisis harga apel impor dari China ke Sumatera Utara sebelum dan sesudah adanya CAFTA 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka kegunaan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui dampak CAFTA terhadap impor apel di Sumatera Utara. 2. Sebagai bahan masukan dan bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan yang berhubungan dengan penelitian ini. 3. Sebagai bahan informasi terhadap pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan CAFTA.