DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA

dokumen-dokumen yang mirip
Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji

X. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

DESKRIPSI KEBUN INTI, KEBUN PLASMA DAN RUMAHTANGGA PETANI PLASMA KELAPA SAWIT

PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA KELAPA SAWIT

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK BIAYA TRANSAKSI, HARGA DAN UPAH TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

V. MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER

Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1. RAMP_LOSSES surplus. kebutuhan_kedelai. inisial_luas_tanam produski_kedelai Rekomendasi_pupuk

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA EKONOMI PERUSAHAAN INTI RAKYAT KELAPA SAWIT

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan

PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KESEJAHTERAAN PELAKU EKONOMI UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG

III. METODOLOGI PENELITIAN

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

PENGGUNAAN MODEL RUMAHTANGGA PETANI UNTUK MENGKAJI PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KELAPA SAWIT DI SUMATERA SELATAN ABSTRAK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

Rahmat Kurniawan Dosen Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang ABSTRAK

CENGKEH DAN KELAPA TAHUN 2014

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT SKALA KECIL (MINI PLANT)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN

Dept.Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,FEM-IPB, 2)

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI ANALISIS RISIKO HARGA

II. TINJAUAN PUSTAKA

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

1.000 ha Kelapa Sawit. Karet. tahun

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

IV. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

VIII. EFEK PERUBAHAN HARGA INPUT DAN HARGA OUTPUT PADA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Pada bab sebelumnya telah ditunjukkan hasil pendugaan model ekonomi

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTANIAN DAN MENTERI KOPERASI DAN PEMBINAAN PENGUSAHA KECIL

IV METODE PENELITIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Disusun Oleh: Wenny Mamilianti Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

ANALISIS KAPABILITAS PETANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI DALAM USAHATANI PADI SAWAH

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

BAB I PENDAHULUAN. alam dan budayanya, serta memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian. Sebagian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

1. JUMLAH RTUP MENURUT GOL. LUAS LAHAN

LEMBAR KERJA MAHASISWA FIELDTRIP MANAJEMEN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) ASPEK SOSIAL EKONOMI

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan.

Komparasi Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Sawit Rakyat dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi dengan Usaha Perkebunan Sawit Tanpa Sistem Integrasi

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

DAFTAR ISI i. DAFTAR TABEL. ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN iv

ANALISIS EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN : STUDI KASUS ISTRI NELAYAN DI KABUPATEN ACEH BESAR, NAD

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

PEREKONOMIAN WILAYAH

Adapun lingkup hunbungan kemitraan meliputi :

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

Transkripsi:

233 IX. DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA Secara teoritis kinerja ekonomi rumahtangga petani dipengaruhi oleh perilaku rumahtangga dalam kegiatan produksi, curahan kerja dan konsumsi. Model ekonomi rumahtangga petani plasma kelapa sawit disusun dalam bentuk sistem persamaan, dimana hubungan antara variabel-variabel endogen dan eksogen terkait secara simultan. Oleh karena itu perubahan kinerja ekonomi rumahtangga petani tersebut dapat diukur secara langsung melalui perubahan perilaku produksi, curahan kerja dan konsumsi yang dicerminkan oleh perubahan variabel-variabel endogen sebagai akibat perubahan faktor eksternal dan internal dalam model simulasi. Pada dasarnya simulasi bertujuan untuk menganalisis dampak perubahan faktor eksternal dan internal terhadap kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma baik perubahan secara individu maupun kombinasi. Simulasi pada model ekonomi rumahtangga petani plasma kelapa sawit di Sumatera Selatan dilakukan berdasarkan pengelompokan jenis kemitraan atau pola PIR. Program komputer dan hasil validasi model dapat dilihat pada lampiran (Lampiran 12, 13, 14 dan 15). 9. 1. Hasil Validasi Model Untuk mengetahui apakah model tersebut cukup baik maka dilakukan validasi. Pada bagian ini hanya dibahas beberapa ukuran validasi yang dianggap penting sehingga dapat dilakukan simulasi. Sebagai dasar penentuan valid tidaknya maka digunakan kriteria nilai kesalahan persenatase akar nilai tengah kuadrat (root mean square pencentage error) atau disingkat RMSPE, nilai U-Theil (Theil s Inequality Coefficient) dan nilai koefisien determinasi (R 2 ) dari 36 variabel endogen (Tabel 31).

Tabel 31. Nilai Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Plasma Kelapa Sawit Tahun 2002 Variabel Endogen Pola Sus Pola Trans Pola-PIR/KUK RMSPE U-Theil R² RMSPE U-Theil R² RMSPE U-Theil R² 32.2326 0.1672 0.75 31.498 0.1671 0.47 21.416 0.3309 28.7772 0.1441 0.49 22.477 0.1138 0.47 29.480 0.1281 50.4988 0.2268 0.74 47.385 0.2282 0.39 28.605 0.3257 226.3308 0.2170 0.53 586.517 0.2470 0.63 102.763 0.3128 86.5385 0.2574 0.60 50.536 0.2153 0.37 62.995 0.3778 68.2633 0.1937 0.64 73.338 0.1820 0.62 36.595 0.2503 59.7126 0.1473 0.82 66.319 0.1627 0.73 34.591 0.2419 42.3337 0.2620 0.47 239.288 0.3689 0.49 790.188 0.5178. 0.2918 0.46. 0.4886 0.51. 0.4801 46.2005 0.2331 0.47 385.563 0.2747 0.66 708.929 0.3575 59.8721 0.2795 0.57 48.789 0.3568 0.59 70.426 0.3078 84.6293 0.2132 0.55 74.826 0.1830 0.48 71.983 0.3464 84.6293 0.2151 0.61 74.826 0.1832 0.49 71.983 0.3464 85.1528 0.2142 0.55 75.185 0.1794 0.49 78.049 0.3430 85.1528 0.2183 0.63 75.185 0.1776 0.58 78.049 0.3430 66.9164 0.2105 0.59 68.809 0.2020 0.52 86.297 0.3872 60.6381 0.2436 0.62 46.998 0.3184 0.37 50.853 0.5420 107.2957 0.3394 0.60 76.833 0.2347 0.30 35.410 0.4138 107.2957 0.3394 0.60 76.833 0.2354 0.32 35.410 0.3526. 0.0000 1.00. 0.0000 1.00. 0.0000 77.7435 0.2096 0.57 72.003 0.1846 0.50 69.229 0.3591 47.9912 0.1735 0.77 48.527 0.1745 0.40 36.427 0.3717 50.4988 0.2290 0.74 47.3853 0.2256 0.44 28.605 0.2845 50.4988 0.2290 0.77 47.385 0.2256 0.57 28.605 0.2845 50.4988 0.2290 0.77 47.385 0.2250 0.39 28.605 0.3510 50.4988 0.2268 0.77 47.385 0.2267 0.39 28.605 0.3713 35.7505 0.1699 0.81 36.885 0.1427 0.65 13.739 0.1903 72.8975 0.2630 0.74 130.258 0.2589 0.46 1027 0.4498. 0.0000 1.00. 0.0000 1.00. 0.0000 46.6544 0.0786 0.99 57.291 0.2074 0.68 44.676 0.1454 57.3089 0.3674 0.46 49.344 0.3462 0.19 52.762 0.3785. 0.4660 0.62. 0.5500 0.53. 0.4347 203.5666 0.4757 0.56 233.591 0.3364 0.45 103.424 0.3978. 0.4803 0.44. 0.5130 0.55.. 33.2065 0.1912 0.78 29.130 0.1868 0.57 37.623 0.2349 105.8986 0.2052 0.64 43.853 0.1762 0.46 25.846 0.1380 Luas kebun kelapa sawit plasma Produktivitas kebun kelapa sawit plasma Produksi total kebun kelapa sawit plasma Curahan kerja suami di kebun plasma Curahan kerja istri di kebun plasma Curahan kerja keluarga di kebun plasma Curahan kerja suami di luar kbn plasma Curahan kerja istri di luar kbn plasma Curahan kerja keluarga di luar kbn plasma Total Curahan kerja di kebun plasma Produktivitas tenaga kerja di kebun plasma Penggunaan pupuk Urea Biaya pupuk Urea Penggunaan pupuk Posfat Biaya pupuk Posfat Penggunaan pupuk Kalium Biaya pupuk Kalium Penggunaan pestisida Biaya pestisida Biaya tenaga kerja upahan Biaya produksi kelapa sawit di kebun Penggunaan pupuk gabungan Biaya pengangkutan TBS ke pabrik Biaya pengelolaan KUD Nilai jual produk kelapa sawit Biaya administrasi Biaya total kelapa sawit plasma Pendapatan kelapa sawit plasma Pendapatan luar kebun kelapa sawit Pendapatan keluarga plasma Pengeluaran konsumsi pangan Pengeluaran investasi pendidikan Pengeluaran investasi kesehatan Pengeluaran investasi asuransi Total pengeluaran keluarga petani plasma Periode pelunasan kredit 0.52 0.23 0.52 0.44 0.42 0.60 0.60 0.50 0.52 0.62 0.52 0.54 0.54 0.53 0.53 0.54 0.47 0.50 0.46 1.00 0.54 0.54 0.62 0.53 0.54 0.54 0.81 0.12 1.00 0.93 0.30 0.58 0.49. 0.55 0.37

275 5. Pola Bank Tabungan Negara Pola ini mengadopsi dari dari pola pengembangan perumahan rakyat oleh Bank Tabungan Negara (BTN). Pemerintah bukan hanya menyediakan paket kredit untuk membangun kebun, tetapi juga mengembangkan kelembagaan keuangan perkebunan sebagai lembaga yang membiayai pembangunan kebun atau pabrik yang dilaksanakan oleh developer. Dalam hal ini developer dibatasi hanya BUMN atau BUMS yang kemampuan dan keahlian di bidang perkebunan. Kapling kebun yang telah dibangun dapat dimiliki oleh para peminat dalam investasi bentuk kebun. Koperasi dikembangkan untuk mengelola kawasan perkebunan tersebut secara utuh dengan dukungan dana operasi bersumber dari jasa pengelolaan kawasan perkebunan.

235 Pada hasil validasi yang disajikan pada Tabel 31 terdapat lima variabel yang mempunyai nilai RMSPE yang diberi tanda titik yaitu variabel CTKLKSIP, BTKUKS, PDPTLKS, INVSPEND. Hal ini menunjukkan setidaknya ada satu observasi yang menghasilkan angka RMSPE ekstrim akibat nilai variabel yang menjadi angka pembagi mendekati nol pada rumus perhitungan RMSPE. Semua variabel ASURANSI pola KUK bernilai titik karena tidak satupun rumahtangga contoh membayar asuransi atau besarnya pengeluaran asuransi bernilai nol. Selain itu terdapat beberapa nilai RMSPE yang bernilai lebih dari 100%, yang berarti bila nilai RMSPE pada variabel-variabel ini dibandingkan dengan nilai RMSPE variabel lain dalam setiap pola PIR maka hasil dugaan terhadap variabel-variabel tersebut tidak memuaskan atau kesalahan estimasi dibandingkan dengan data aktual lebih dari 100%. Beberapa nilai RMSPE untuk variabel lain relatif kecil, bahkan bernilai sangat kecil (kurang dari 30). Hasil validasi menggunakan RMSPE dapat menggunakan nilai minimum dan maksimum serta patokan angka tertentu. Dalam tulisan ini digunakan nilai RMSPE < 30 dan nilai RMSPE > 30, lalu dihitung jumlahnya serta persentasenya dan dibahas. Dari hasil validasi yang disajikan pada Tabel 31 tersebut menunjukkan bahwa pada pola Sus, variabel endogen dengan nilai RMSPE < 30 sebanyak 2.78%, nilai RMSPE > 30 adalah sebanyak 97.22%. Pada pola Trans maka variabel endogen dengan nilai RMSPE < 30 sebanyak 5.56%, nilai RMSPE > 30 adalah 94.44% atau lebih banyak daripada pola Sus. Pada pola KUK maka variabel endogen dengan nilai RMSPE < 30 adalah 25.00% atau paling banyak, sedangkan nilai RMSPE > 30 adalah 75.00% atau paling sedikit dibandingkan pola PIR lainnya. Validasi dengan menggunakan kriteria RMSPE ternyata memberikan hasil validasi relatif paling baik pada pola KUK dan hasil validasi relatif paling

236 jelek pada pola Sus. Hasil validasi menggunakan U-Theil akan lebih mudah jika menggunakan besaran minimum dan maksimum serta patokan angka tertentu. Dalam tulisan ini menggunakan nilai U-Theil < 0.30 dan nilai U-Theil > 0.30. Pada pola Sus maka variabel endogen dengan nilai U-Theil < 0.30 sebanyak 83.33%, sedangkan nilai U-Theil > 0.30 sebanyak 16.67%. Pada pola Trans maka variabel endogen dengan nilai U-Theil < 0.30 adalah 77.78% atau lebih sedikit, nilai U-Theil > 0.30 adalah 22.22% atau lebih banyak daripada pola Sus. Pada pola KUK maka variabel endogen dengan nilai U-Theil < 0.30 adalah 30.56% atau paling sedikit, sedangkan nilai U-Theil > 0.30 adalah 69.44% atau paling banyak dibandingkaan kedua pola PIR lainnya. Validasi menggunakan nilai U-Theil memberikan hasil validasi terbaik adalah pola Sus dan hasil paling jelek adalah pola KUK. Hasil validasi secara lengkap disajikan ada pada Lampiran 13. Nilai R 2 dari hasil estimasi variabel endogen aktual terhadap variabel endogen prediksi bevariasi cukup besar. Pada pola Sus maka diperoleh nilai R 2 > 0.50 sebanyak 86.11%, sedangkan nilai R 2 < 0.50 sebanyak 13.89%. Pada pola Trans maka diperoleh nilai R 2 > 0.50 adalah 47.22% atau lebih sedikit, sedangkan nilai R 2 < 0.50 adalah 52.78 % atau lebih banyak daripada pola Sus. Sedangkan pada pola KUK diperoleh nilai R 2 > 0.50 adalah 69.44% atau lebih sedikit, sedangkan nilai R 2 < 0.50 adalah 30.56% atau lebih banyak. Validasi menggunakan nilai R 2 dengan hasil terbaik adalah pola Sus dan hasil paling jelek adalah pola Trans. Hasil validasi dengan menghitung nilai R 2 secara lengkap disajikan pada Lampiran 15. Berdasarkan kriteria-kriteria yang dikembangkan di atas, ditemukan beberapa variabel yang mempunyai hasil validasi kurang memuaskan, terutama dilihat

237 dari nilai RMSPE. dan nilai koefisien determinasi (R 2 ). Akantetapi jika dilihat dari nilai U-Theil maka hasil validasi model ekonomi rumahtangga petani plasma kelapa sawit dapat dikatakan cukup baik terutama pada pola Sus dan pola Trans. Selain itu dengan memperhatikan jenis data yang digunakan yaitu cross section, dan terpenuhinya kriteria ekonomi yang ditunjukkan oleh tanda parameter estimasi telah sesuai harapan, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum model ekonomi rumahtangga petani plasma kelapa sawit di Sumatera Selatan dapat dikatakan valid secara teori serta memiliki kemampuan prediksi cukup baik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa walaupun model diestimasi untuk rumahtangga petani secara gabungan untuk ketiga pola PIR di Sumatera Selatan, tetapi model ini masih relatif baik jika diterapkan berdasarkan kelompok atau pola PIR kelapa sawit. 9. 2. Simulasi Model Untuk melihat dampak perubahan beberapa faktor eksternal dan internal terhadap kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma maka dilakukan simulasi dengan merubah beberapa variabel instrument baik secara tunggal maupun kombinasi. Perubahan faktor eksternal yaitu perubahan variabel yang berada di luar kemampuan rumahtangga petani plasma untuk merubahnya, tetapi dampak perubahannya dapat dirasakan melalui perubahan kinerja produksi, curahan kerja maupun konsumsi dalam rumahtangga petani. Perubahan faktor eksternal biasanya berkaitan dengan perubahan harga output (harga TBS), harga input (harga pupuk, pestisida, upah) dan perubahan biaya (ongkos angkut, fee KUD), karena diasumsikan petani sebagai penerima harga (price taker) sehingga tidak mampu mempengaruhi perubahan harga-harga tersebut.

238 Simulasi faktor eksternal menggunakan beberapa skenario yang terdiri dari simulasi 1 sampai simulasi 6 yang disajikan pada Tabel 32, dan 33. Perubahan faktor internal adalah perubahan faktor-faktor dalam pengendalian rumahtangga petani, berupa perluasan areal kebun plasma dan realokasi penggunaan tenaga kerja keluarga. Simulasi faktor internal menggunakan beberapa skenario yang terdiri dari simulasi 7 sampai simulasi 9 yang disajikan pada Tabel 34. Rekapitulasi hasil simulasi damapak faktor eksternal dan internal terhadap kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma kelapa sawit berdasarkan pola PIR disajikan pada Lampiran (Lampiran 18, 19 dan 20). 9. 2. 1. Dampak Perubahan Faktor Eksternal Dampak perubahan faktor eksternal dapat dilihat dari perubahan harga kelapa sawit, harga pupuk, harga pestisida, upah di kebun plasma dan upah di kebun inti, ongkos angkut TBS ke pabrik PKS, iuran untuk manajemen KUD (fee KUD). Perubahan faktor eksternal ini dapat sendiri-sendiri atau berubah secara bersamaan. Berdasarkan trend harga CPO domestik selama kurun waktu 30 tahun, maka harga CPO domestik cenderung meningkat rata-rata 13.00%, selanjutnya mempengaruhi penetapan harga TBS tingkat petani peserta PIR kelapa sawit Sumatera Selatan yang diperkirakan meningkat 15.00% (Simulasi 1) akan berdampak pada kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma sebagai berikut (Tabel 32): 1. Kenaikan harga TBS akan meningkatkan produktivitas kebun plasma dan produksi total, tetapi responnya rendah. Peningkatan produktivitas tertinggi pada pola KUK sedangkan peningkatan produksi tertinggi pada pola Trans.

Tabel 32. Dampak Faktor Eksternal (Simulasi 1, 2 dan 3) terhadap Kinerja Ekonomi Rumahtangga Petani Plasma Kelapa Sawit di Sumatera Selatan No Variabel Endogen Simulasi 1 (%) Simulasi 2 (%) Simulasi 3 (%) Sus Trans KUK Sus Trans KUK Sus Trans KUK 1 Luas Areal Kebun Plasma 2.03 3.54 1.74-0.29-0.44-0.26-0.74-1.38-0.67 2 Produktivitas KS Kebun Plasma 6.90 4.87 8.58-0.65-0.56-1.25-0.07-0.11-0.08 3 Curahan TK Suami di Kbn Plasma 0.33 0.70 0.43-0.05-0.09-0.06-0.12-0.27-0.17 4 Curahan TK Istri di Kbn Plasma 0.37 1.08 0.68-0.05-0.13-0.10-0.14-0.42-0.26 5 Curhn TK Suami Luar Kbn Plasma 0.89 1.39 0.76 2.11 2.94 1.50-0.17-0.32-0.13 6 Curhn TK Istri Luar Kbn Plasma -0.23-0.58-0.21 0.03 0.07 0.03 0.08 0.23 0.08 7 Penggunaan Pupuk Urea 1.68 1.26 1.98-2.24-1.50-2.76-0.07-0.09-0.06 8 Penggunaan Pupuk Posfat 0.24 0.29 0.19-0.81-0.75-1.08-0.06-0.08-0.05 9 Penggunaan Pupuk Kalium 5.63 4.94 7.68-8.41-8.62-17.52-0.21-0.26-0.20 10 Penggunaan pestisida 2.16 3.65 1.80-6.23-5.45-6.22-0.79-1.42-0.69 11 Biaya Penggunaan TK Upahan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 12 Biaya Produksi di Kebun Plasma 2.00 2.00 2.56 13.11 15.08 12.25-0.22-0.21-0.09 13 Biaya Total Kelapa sawit 7.23 7.15 4.42 7.13 5.74 3.32 22.54 23.43 13.10 14 Pendapatan dari Kelapa Sawit 34.62 32.95 72.01-5.02-4.07-10.82-12.66-12.84-27.77 15 Pendapatan Keluarga Petani 16.53 26.67 22.11-2.39-3.30-3.30-6.04-10.40-8.50 16 Pengeluaran Konsumsi Pangan 2.09 3.80 1.57-0.37-0.55-0.28-0.93-1.76-0.73 17 Pengeluaran Investasi Pendidikan 5.28 9.45 3.85-0.82-1.25-0.61-2.09-3.99-1.62 18 Pengeluaran Investasi Kesehatan 16.39 20.02 15.57-2.37-2.47-2.34-5.99-7.80-5.99 19 Pengeluaran untuk Asuransi 35.94 33.22-230.05-1.09-1.16 11.14-0.46-1.32 1.54 20 Total Pengeluaran Keluarga 5.66 8.64 5.82-0.46-0.65-0.58-0.99-1.74-1.05 21 Periode Pelunasan Kredit -5.37-11.27-6.49 0.22 0.50 0.16 1.70 4.50 3.04 Keterangan: Simulasi 1: Harga produk TBS naik 15% Simulasi 2: Harga semua input pupuk dan pestisida naik 20% Simulasi 3: Kenaikan biaya pasca panen yaitu ongkos angkut naik 100%, fee KUD naik 20%

240 2. Kenaikan harga TBS memotivasi anggota keluarga meningkatkan curahan kerjanya di kebun plasma, untuk itu terjadi realokasi curahan kerja istri yaitu mengurangi sebagian curahan kerja dari luar kebun ke kebun plasma (terutama pada pola Trans). 3. Peningkatan produksi di kebun plasma menghasilkan peningkatan biaya produksi kebun dan biaya total (responnya rendah), selanjutnya meningkatkan pendapatan kelapa sawit rata-rata 46.53% (responnya tinggi), kenaikan terbesar pada pola KUK. Peningkatan pendapatan selanjutnya meningkatkan pengeluaran rumahtangga petani terutama pengeluaran untuk asuransi (respon paling tinggi), kecuali pada pola KUK. 4. Rumahtangga petani pola Trans mengutamakan pengeluaran untuk investasi (kenaikannya paling tinggi), meskipun kenaikan pendapatan relatif paling rendah dibandingkan pola PIR lainnya. 5. Kenaikan pendapatan kelapa sawit selanjutnya mempercepat periode pelunasan kredit rata-rata 8.30% (responnya rendah), kenaikan terbesar pada pola Trans. Kenaikan harga BBM rata-rata hampir 100.00% akan meningkatkan harga gas sebagai bahan baku utama pupuk, dimana Asosiasi Gas Industri Indonesia (AGII) menyetujui menaikkan harga gas untuk industri 15.00% - 20.00% pada awal tahun 2006 (Kompas, 30 Nopember 2005, halaman 18, kolom 2 5). Selain itu kenaikan harga BBM juga berdampak pada sektor industri pestisida yang diperkirakan harga pestisida naik 20.00% sesuai dengan tingakat inflasi. Kombinasi kenaikan harga pupuk dan pestisida secara bersama diperkirakan naik 20.00% (Simulasi 2) berdampak pada kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma sebagai berikut (Tabel 32).

241 1. Terjadi penurunan penggunaan ketiga jenis pupuk dan pestisida (responnya rendah), dimana penurunan penggunaan pupuk terkecil adalah pupuk P, penurunan terbesar adalah pupuk K (lebih dari 10.00%), sedangkan penggunaan pestisida menurun sekitar 6.00%. Penggunaan pupuk K dianggap tidak berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kelapa sawit dalam jangka pendek sehingga petani memilih mengurangi sementara penggunaan pupuk K paling besar ketika terjadi kenaiakan harga pupuk. 2. Penurunan penggunaan input pupuk dan pestisida terbesar pada pola KUK, sedangkan peningkatan biaya produksi kebun terbesar pada pola Trans (mendekati elastis). Petani pola KUK mempunyai sumber dana paling kecil sehingga ketika terjadi kenaikan harga input pupuk dan pestisida, respon penurunan penggunaan input paling besar. Hal sebaliknya pada petani pola Trans yang tetap berusaha mengelola kebun plasma secara baik, tercermin dari kenaikan biaya pupuk dan biaya pestisida tertinggi untuk mengimbangi kenaikan harga input tersebut. 3. Kenaikan harga pupuk dan pestsida ini selanjutnya menurunkan pendapatan kelapa sawit kurang dari 10% (inelastis), dimana dampak terbesar pada pola KUK (10.82%) sedangkan dampak terkecil pada pola Trans (4.07%). 4. Penurunan pendapatan kelapa sawit selanjutnya menurunkan pengeluaran rumahtangga petani berkisar satu hingga dua persen (responnya sangat rendah). 5. Penurunan pendapatan kelapa sawit selanjutnya memperlambat periode pelunasan kredit meskipun dampaknya sangat kecil (kurang dari satu persen). Jika kenaikan BBM berdampak pada biaya pasca panen terutama ongkos angkut TBS (naik 100%) dan kenaikan fee KUD sebesar 20.00% diberlakukan

242 bersama (Simulasi 3) maka akan berdampak pada perubahan kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma sebagai berikut (Tabel 32): 1. Peningkatan ongkos angkut TBS dan fee KUD secara bersama hanya menurunkan produksi relatif kecil (kurang dari satu persen), tetapi dampak langsung adalah menaikkan biaya produksi total cukup besar (rata-rata 19.69%). 2. Komponen ongkos angkut dan fee KUD merupakan komponen yang cukup besar pada biaya total kelapa sawit terutama pada pola Sus dan pola Trans (lebih dari 30.00%), sehingga berdampak langsung pada kenaikan biaya produksi total (naik lebih dari 20.00%). Petani pola KUK mempunyai beban biaya cicilan kredit yang relatif lebih tinggi (hampir 40.00% dari biaya total) karena umumnya belum lunas kredit, sehingga kenaikan biaya ini berdampak paling besar pada pola KUK dalam menurunkan pendapatan kelapa sawit (hampir 30.00%) 3. Dampak selanjutnya akan menurunkan semua pengeluaran rumahtangga petani, dimana penurunan terbesar pada pengeluaran untuk investasi kesehatan (lebih dari 5.00%) dan penurunan terkecil pada pengeluaran konsumsi pangan (hanya satu persen). 4. Meskipun penurunan pendapatan paling kecil akantetapi rumahtangga petani pola Trans menekan paling besar semua pengeluaran rumahtangga sebagai kiat menyeimbangkan anggaran rumahtangga yang terganggu akibat kenaikan harga BBM. 5. Kenaikan ongkos angkut dan fee KUD ini selanjutnya memperlambat periode pelunasan kredit terutama pada pola Trans (naik 4.50%)

243 Dengan merujuk pada perkembangaan upah minimum regional (UMR) Sumatera Selatan tahun 1991-2001 yaitu naik rata-rata 17.72% dan perkembangan upah buruh di perkebunan tahun 1980-2000, naik rata-rata 8.96% (BPS, 2003) maka untuk simulasi 4 adalah jika upah di kebun kelapa sawit (kebun plasma atau kebun inti) naik 15% maka akan berdampak pada kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma (Tabel 33): 1. Peningkatan curahan kerja keluarga di kebun plasma kurang dari 2.00% (inelastis), peningkatan terbesar adalah curahan kerja suami terutama pada pola Trans (2.79%). Penigkatan upah inti juga akan meningkatkan curahan kerja keluarga di luar kebun plasma (kebun inti) terutama oleh suami, tertinggi pada pola KUK (7.55%). Kenaikan upah hanya direspon sangat rendah oleh curahan kerja istri petani di kebun plasma, bahkan istri petani mengurangi curahan kerjanya di luar kebun plasma. 2. Peningkatan curahan kerja keluarga baik di kebun plasma maupun di luar kebun plasma akan meningkatkan penggunaan pupuk dan pestisida, selanjutnya akan meningkatkan produktivitas dan produksi total kelapa sawit (lebih dari satu persen) tetapi menurunkan produktivitas tenaga kerja (kurang dari satu persen). 3. Kenaikan upah akan meningkatkan biaya produksi kelapa sawit di kebun (lebih dari 5 persen), dampaknya pada pendapatan kelapa sawit sedikit meningkat pada Trans dan sedikit menurun pada pola PIR lainnya. Dampaknya pada pengeluaran rumahtangga sedikit menurun pada pola Sus dan KUK dan sedikit meningkat pada Trans. 4. Dampak kenaikan upah selanjutnya memperlambat proses pelunasan kredit (kurang dari satu persen).

Tabel 33. Dampak Faktor Eksternal (Simulasi 4, 5 dan 6) terhadap Kinerja Ekonomi Rumahtangga Petani Plasma Kelapa Sawit di Sumatera Selatan No Variabel Endogen Simulasi 4 (%) Simulasi 5 (%) Simulasi 6 (%) Sus Trans KUK Sus Trans KUK Sus Trans KUK 1 Luas Areal Kebun Plasma 0.03 0.26 0.13 0.04 0.20 0.33 0.92 1.77 0.82 2 Produktivitas KS Kebun Plasma 0.80 0.79 1.28 0.46 0.33 0.28 6.99 4.98 8.52 3 Curahan TK Suami di Kb Plasma 0.52 2.79 2.17 3.19 6.87 8.78 0.66 3.09 2.34 4 Curahan TK Istri di Kbn Plasma 0.01 0.08 0.05 0.01 0.06 0.13 0.17 0.54 0.32 5 Curhn TK Suami Luar Plasma 5.30 6.88 7.55 3.11 4.29 2.59 8.29 11.11 9.89 6 Curhn TK Istri Luar Kbn Plasma -0.09-1.61-0.55-1.91-4.93-3.75-0.20-1.86-0.63 7 Penggunaan Pupuk Urea 4.12 5.28 7.23 2.07 3.95 4.76 3.77 5.12 6.74 8 Penggunaan Pupuk Posfat 4.23 5.33 7.19 3.61 4.75 6.38 3.58 4.78 6.23 9 Penggunaan Pupuk Kalium 4.82 5.69 8.90-3.35-2.72-8.23 1.79 1.71-1.18 10 Penggunaan pestisida 0.89 1.73 1.63-5.02-3.33-4.12-4.09-1.71-3.60 11 Biaya Penggunaan TK Upahan 15.00 15.00 15.00 15.00 15.00 15.00 15.00 15.00 15.00 12 Biaya Produksi di Kebun Plasma 5.07 5.38 6.76 19.10 21.68 20.66 21.10 23.47 23.13 13 Biaya Total Kelapa sawit 3.24 2.64 2.34 11.15 9.10 6.32 42.71 41.42 25.08 14 Pendapatan dari Kelapa Sawit -0.39 0.29-0.53-4.89-3.41-10.61 14.73 14.39 28.20 15 Pendapatan Keluarga Petani -0.18 0.23-0.15-2.33-2.76-3.24 7.03 11.65 8.67 16 Pengeluaran Konsumsi Pangan -0.05 0.00-0.06-0.37-0.50-0.28 0.65 1.27 0.39 17 Pengeluaran Invests Pendidikan -0.09 0.06-0.05-0.82-1.09-0.63 2.00 3.71 1.30 18 Pengeluaran Invests Kesehatan -0.18 0.18-0.11-2.32-2.07-2.28 6.97 8.74 6.10 19 Pengeluaran untuk Asuransi 1.27 1.44-12.36 1.04 0.93-7.20 35.23 31.44-227.16 20 Total Pengeluaran Keluarga 0.08 0.25 0.14-0.28-0.28-0.30 4.10 6.15 4.16 21 Periode Pelunasan Kredit 0.45 0.77 0.58 0.10 0.10-0.05-2.99-5.46-2.69 Keterangan: Simulasi 4: Upah tenaga kerja di kebun kelapa sawit (plasma dan inti) naik 15% Simulasi 5: Kenaikan komponen biaya produksi (kombinasi Simulasi 2, 3, dan 4) Simulasi 6: Kenaikan harga produk TBS dan biaya produksi (kombinasi Simulasi 1 dan 5)

245 Kombinasi kenaikan semua komponen biaya produksi yaitu harga input variabel pupuk dan pestisida naik 20.00%, upah tenaga kerja di kebun naik 15.00%, ongkos angkut nik 100.00% dan fee KUD naik 20.00% (Simulasi 5) akan berdampak pada perubahan kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma sebagai berikut (Tabel 33): 1. Peningkatan biaya produksi akan menurunkan penggunaan input pupuk K dan pestisida, tetapi meningkatkan penggunaan pupuk N dan P. Respon peningkatan penggunaan pupuk N dan P terbesar pada pola Trans, tetapi penurunan penggunaan pupuk K dan pestisida paling rendah pada pola Trans dimana petani pola Trans tetap berusaha mengelola kebun kelapa sawitnya dengan baik meskipun harus meningkatkan biaya produksi di kebun paling tinggi (21.68%). 2. Peningkatan biaya produksi ini selanjutnya menurunkan pendapatan kelapa sawit kurang dari 10.00% (inelastis), dimana dampak terbesar pada petani pola KUK (10.61%) sedangkan dampak terkecil pada pola Trans (4.41%). 3. Penurunan pendapatan ini selanjutnya akan menurunkan pengeluaran rumahtangga satu hingga dua persen (inelastis), kecuali pengeluaran asuransi pada pola Sus dan Trans yang sedikit meningkat, dan relatif tidak menganggu waktu periode pelunasan kredit (berubah hanya 0.10%). Jika kombinasi kenaikan harga TBS dan biaya produksi atau kombinasi simulasi 1 dan 5 (Simulasi 6) maka akan berdampak pada kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma sebagai berikut (Tabel 33): 1. Secara keseluruhan peningkatan harga produk dan biaya produksi masih tetap meningkatkan kinerja produksi kecuali penggunaan pestisida sedikit menurun (kurang dari 5.00%), curahan kerja istri di luar kebun plasma sedikit menurun

246 2. Kenaikan harga ini akan meningkatkan biaya produksi kelapa sawit di kebun lebih dari 20.00%, responnya relatif sama pada ketiga pola PIR. 3. Meskipun kombinasi kenaikan harga TBS dan harga input ini meningkatkan biaya produksi total akan tetapi tetap meningkatkan pendapatan kelapa sawit rata-rata hampir 20.00%, dimana dampak terbesar pada pola KUK (28.20%). 4. Peningkatan pendapatan ini selanjutnya meningkatkan pengeluaran untuk konsumsi pangan dan investasi pendidikan (kurang dari 4.00%) untuk kesehatan (lebih dari 8.00%), peningkatan pengeluaran untuk asuransi relatif besar (lebih dari 30.00%), kecuali pola KUK yang menurun. 5. Kenaikan harga produk dan biaya produksi ini selanjutnya mempersingkat waktu pelunasan kredit yang menurun rata-rata 4.00% (terbesar pada pola Trans). 9. 2. 2. Dampak Perubahan Faktor Internal Dampak perubahan faktor internal dinyatakan dalam persentase perubahan kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma kelapa sawit. Dampak perubahan faktor internal ini dapat dilihat dari perluasan areal kebun kelapa sawit rumahtangga petani, peningkatan curahan kerja keluarga untuk menggantikan tenaga kerja upahan dan realokasi curahan kerja keluarga petani di kebun plasma dan luar kebun plasma (Tabel 34). Berdasarkan hasil wawancara banyak rumahtangga petani berminat memperluas skala usaha untuk memanfaatkan waktu luang anggota keluarga. Rata-rata rumahtangga petani plasma mempunyai lahan di luar kebun plasma seluas 0.95 hektar. Jika lahan yang ada diubah penggunaannya menjadi kebun kelapa sawit maka luas kebun plasma kelapa sawit bertambah kira-kira 50.00%.

Lampiran 6. Pembagian Tugas Peserta Proyek Perusahaan Inti Rakyat Kelapa Sawit Berdasarkan Tahap Pembagunan Tahap Persiapan / Pembangunan Tahun ke0 ke 3 Konversi / Pembinaan Tahun ke 4 ke 6 Pasca Konversi-Pelunasan Kredit Tahun ke 6 seterusnya Perusahaan Inti Pada Kebun Plasma Pada Kebun Plasma Pada Kebun Plasma -Pembukaan dan persiapan lahan -Pembibitan dan penanaman bibit KS -Penanaman tanaman penutup tanah -Pemeliharaan tanaman & pemupukan -Membantu usahatani tanaman pangan -Mengalihkan pengelolaan tanaman menjadi milik petani secara kredit. -Pengadaan sarana produksi kebun -Pembinaan/ pengawasan tanaman -Pembinaan dalam pemeliharaan tanaman KS -Pembinaan pemetikan hasil panen Prasarana/Sarana -Membangun desa, pemukiman, rumah petani, sarana air dan jalan di kebun. -Menyiapkan sertifikat tanah -Memberikan penyuluhan, bimbingan dan latihan pada petani -Pembentukan organisasi Koperasi atau KUD Petani Plasma Tahap Pertanaman Tahap Produksi Tahap Produksi dan Panen -Menjadi karyawan Inti dibayar upah -Menanam tanaman pangan -Menerima tanaman KS dari Inti dalam bentuk kredit (sesuai akad kredit) -Pemeliharaan tanaman pokok (KS) -Mengusahakan tanaman pangan -Menjadi nasabah bank secara perorangan -Pemeliharaan tanaman pokok yang produktif -Pemetikan hasil panen petani -Mengusahakan tanaman pangan

248 Jika luas areal kebun plasma kelapa sawit bertambah 50.00% (Simulasi 7) maka akan berdampak pada kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma sebagai berikut (Tabel 34): 1. Penambahan areal kebun plasma akan meningkatkan curahan kerja istri dengan mengurangi curahan kerja di luar kebun plasma (meskipun pengurangan lebih rendah), respon peningkatan curahan kerja paling tinggi pada pola KUK. 2. Perluasan lahan kebun plasma akan meningkatkan penggunaan input pupuk dan pestisida (tertinggi pada pola KUK), selanjutnya meningkatkan produksi dan biaya produksi, akan tetapi masih meningkatkan pendapatan kelapa sawit pada ketiga pola PIR yaitu berkisar 67.42% - 304.00%, peningkatan terbesar pada pola KUK dan terkecil pada pola Trans. Petani pola KUK sangat antusias dengan perluasan kebun kelapa sawit, mengingat waktu luang masih banyak dan sumber pendapatan di luar kebun plasma relatif kecil (hanya dari sektor non usahatani). 3. Peningkatan pendapatan ini selanjutnya meningkatkan pengeluaran rumahtangga petani pada ketiga pola PIR, peningkatan pengeluaran terkecil pada konsumsi pangan (kurang dari 10.00%), peningkatan pengeluaran terbesar adalah pengeluaran untuk asuransi pada pola Trans dan pola Sus (yang meningkat lebih dari 50.00%) kecuali pada pola KUK. Selanjutnya perluasan kebun plasma ini kan berdampak pada percepatan pelunasan kredit (terbesar pada pola Trans). Pada awal penempatan setiap petani menggarap lahan kebun plasma seluas kira-kira dua hektar. Setelah di konversi petani mulai merasakan banyak waktu luang jika hanya mengusahakan kebun kelapa sawit seluas dua hektar. Rata-rata curahan kerja keluarga hanya 16.47% dari total waktu untuk kegiatan poduktif.

249 Curahan kerja ini hanya untuk pemupukan kiraa-kira 2-3 kali setahun, pembersihan gulma pada lahan kebun dan pohon kelapa sawit, serta penyemprotan pestisida dua kali setahun, pembersihan pelepah daun menjelang panen serta kegiatan panen dua kali sebulan (Hakim, 2005). curahan kerja keluarga petani yang relatif kecil tercermin pada kondisi kebun dan jalan sekitar kebun yang rusak serta sulit dilalui terutama setelah turun hujan. Kondisi paling parah dijumpai pada kebun plasma di kabupaten Musi Banyuasin. Peningkatan curahan kerja anggota keluarga petani plasma sebesar 22.00% diharapkan dapat menggantikan curahan tenaga kerja upahan (rata-rata 18.00%) dari total tenaga kerja yang dibutuhkan di kebun plasma (Simulasi 8) akan berdampak pada kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma (Tabel 34): 1. Peningkatan produktivitas kebun rata-rata 3.00% dimana peningkatan terbesar pada kebun plasma KUK, akan tetapi luas areal di kebun plasma Sus dan Trans akan berkurang 3.72% dan 1.26%, kecuali pada kebun plasma KUK yang justru meningkat 7.73%. Rumahtangga petani pola Sus dan Trans mempunyai kegiatan diluar kebun plasma lebih banyak dibandingkan dengan pola KUK sehingga mereka membutuhkan tenaga kerja upahan untuk mengerjakan beberapa kegiatan tertentu di kebun plasma seperti: kegiatan panen dan pengumpulan hasil panen. 2. Peningkatan curahan kerja keluarga di kebun plasma akan mengurangi curahan kerja suami di kebun plasma (pada pola Sus dan Trans), tetapi relatif tidak mengganggu curahan kerja suami pola KUK di luar kebun plasma, hal sebaliknya terjadi pada curahan kerja istri petani.

250 3. Pengurangan curahan kerja tenaga upahan akan menurunkan penggunaan input pupuk dan pestisida pada pola Sus dan Trans, tetapi justru meningkatkan penggunaan input pupuk dan pestisida pada pola KUK 4. Peningkatan curahan kerja keluarga di kebun plasma akan meningkatkan pendapatan kelapa sawit yang beragam pada ketiga pola PIR (0.11% - 35.23%) dimana tertinggi pada pola KUK dan terendah bahkan relatif konstan pada pola Sus. 5. Petani pola Sus mempunyai aktivitas yang beragam di luar kebun plasma sehingga mereka membutuhkan tenaga kerja upahan paling banyak akibat besarnya curahan kerja keluarga di luar kebun plasma. Sebaliknya pada pola KUK, peningkatan curahan kerja keluarga dengan memanfaatkan waktu luang akan memperbaiki kinerja kebun plasma. Seperti diuraikan di atas bahwa rata-rata curahan kerja keluarga hanya 16.47% dari total waktu untuk kegiatan poduktif. Rumahtangga petani banyak yang mencari usaha produktif lain sebagai sumber pendapatan tambahan di luar kebun plasma. Jika dilakukan realokasi tenaga kerja keluarga agar terjadi peningkatan curahan kerja keluarga di kebun plasma sebesar 50.00% dengan menurunkan curahan kerja keluarga di luar kebun plasma sebesar 10.00% (Simulasi 9) akan berdampak pada kinerja ekonomi rumahtangga petani plasma sebagai berikut (Tabel 34): 1. Peningkatan produktivitas kebun plasma lebih dari 10.00% pada pola KUK dan Sus dan kurang dari 10.00% pada pola Trans. Produktivitas kebun plasma pola Trans relatif paling tinggi dibandingkan pola PIR lainnya sehingga peningkatan produktivitas akibat peningkatan curahan kerja saja tanpa peningkatan penggunaan input lain hanya akan direspon relatif kecil.

251 2. Peningkatan produktivitas kebun selanjutnya akan meningkatkan biaya produksi di kebun (kira-kira 6.00%) dan biaya produksi total (hampir 9.00%), dimana peningkatan terbesar pada pola KUK dan terkecil pada pola Trans. 3. Peningkatan produktivitas dan produksi ini selanjutnya meningkatkan pendapatan petani (8.69% - 60.02%), peningkatan tertinggi pada pola KUK dan terendah pada Trans. 4. Peningkatan pendapatan ini selanjutnya akan berdampak pada pengeluaran konsumsi yang meningkat relatif kecil tetapi meningkat paling besar pada pengeluaran investasi terutama pengeluaran untuk asuransi (tertinggi pada pola KUK) 5. Peningkatan pendapatan ini selanjutnya akan memperpendek waktu pelunasan kredit (0.29% - 3.04%), dimana respon paling tingi pada pola Trans dan terendah pola Sus. 9. 3. Ringkasan Validasi model ekonomi rumahtangga petani plasma kelapa sawit menggunakan nilai Root Mean Square Percent Error (RMSPE), nilai U-Theil (Theil s Inequality Coefficient) dan nilai koefisien determinasi (R 2 ) dari 36 variabel endogen. Secara keseluruhan nilai validasi dengan menggunakan RMSPE relatif kurang baik, akan tetapi nilai validasi menggunakan nilai U-Theil (Theil s Inequality Coefficient) dan nilai koefisien determinasi (R 2 ) pada ketiga pola PIR memberikan hasil yang relatif sama dan cukup baik. Kedua ukuran validasi ini mencerminkan pola nilai prediksi yang sudah mengikuti pola nilai aktualnya sehingga dengan menggunakan kedua ukuran validasi ini maka model ekonomi rumahtangga petani plasma dapat

252 digunakan untuk simulasi yaitu melihat pengaruh beberapa faktor eksternal dan internal terhadap kinerja rumahtangga petani plasma kelapa sawit. Simulasi dengan menggunakan beberapa faktor eksternal dan internal memberikan dampak yang berbeda untuk ketiga pola PIR. Peningkatan harga output (TBS) umunya akan meningkatkan kinerja rumahtangga petani plasma, yaitu meningkatkan penggunaan input, produksi dan pendapatan kelapa sawit (tertinggi pada pola KUK), pengeluaran investasi dan mempercepat pelunasan kredit (terutama pola Trans). Sebaliknya kenaikan biaya produksi yaitu harga-harga input pupuk, pestisida, fee KUD, ongkos angkut dan upah tenaga kerja akan menurunkan kinerja produksi rumahtangga petani plasma yaitu menurunkan penggunaan pupuk Kalium dan pestisida (terutama pada pola Trans). Untuk mengantisipasi hal tersebut, rumahtangga meningkatkan curahan kerja baik di kebun plasma (terutama pola KUK) agar kebun tetap terawat dengan baik, maupun di luar kebun plasma untuk menutupi kenaikan biaya produksi (terutama oleh curahan kerja suami pola Trans). Untuk mengantisipasi kenaikan curahan kerja di kebun plasma maka curahan kerja istri di luar kebun plasma berkurang. Peningkatan harga produk TBS dan peningkatan biaya produksi bersamaan secara umum masih memberikan dampak positif terhadap kinerja rumahtangga petani plasma. Dampak perubahan harga TBS secara langsung terhadap peningkatan penggunaan input, produktivitas dan pelunasan kredit, sedangkan dampak tidak langsung terhadap pengeluaran rumahtangga melalui variabel pendapatan kelapa sawit. Meskipun dampak kenaikan biaya produksi paling tinggi akan tetapi masih menaikan pendapatan kelapa sawit akibat peningkatan produktivitas kebun (tertinggi pada pola KUK).

253 Peningkatan tenaga kerja keluarga untuk menggantikan tenaga kerja upahan di kebun plasma secara umum masih meningkatkan produktivitas kebun (terutama pola KUK), tetapi sedikit menurunkan luas areal kelapa sawit (pola Sus dan Trans), akibat menurunnya kegiatan penggunaan input. Secara keseluruhan peningkatan tenaga kerja keluarga ini masih meningkatkan pendapatan kelapa sawit dan mempercepat periode pelunasan kredit (tertinggi pada pola KUK). Realokasi tenaga kerja keluarga (dari luar kebun plasma ke kebun plasma) umumnya memberikan dampak positif pada kinerja rumahtangga petani plasma terutama pada pola KUK. Penurunan curahan kerja keluarga di luar kebun plasma hanya dilakukan oleh tenaga kerja istri. Peningkatan curahan kerja keluarga di kebun plasma akan meningkatkan penggunaan input, selanjutnya produksi dan pendapatan kelapa sawit (tertinggi pada pola KUK). Realokasi tenaga kerja keluarga juga memperpendek waktu pelunasan kredit (terutama pada pola Trans).