Gambar 4.28 Fender Seibu tipe V.

dokumen-dokumen yang mirip
Perancangan Dermaga Pelabuhan

Beban hidup yang diperhitungkan pada dermaga utama adalah beban hidup merata, beban petikemas, dan beban mobile crane.

Gambar 4.40 Koefisien gaya akibat arus

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok

Bab 4 KRITERIA DESAIN

Beban ini diaplikasikan pada lantai trestle sebagai berikut:

Berat sendiri balok. Total beban mati (DL) Total beban hidup (LL) Beban Ultimate. Tinjau freebody diagram berikut ini

Gambar 5.83 Pemodelan beban hidup pada SAP 2000

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan.

Kriteria Desain LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Bab 4

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB VII PENUTUP. Dari analisa Perencanaan Struktur Dermaga Batu Bara Kabupaten Berau Kalimantan Timur, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

Perhitungan momen pada pile cap tunggal juga dilakukan secara manual sebagai berikut: Perhitungan beban mati : Berat sendiri pilecap.

Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi

ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ABSTRAK

TATA LETAK DAN DIMENSI DERMAGA

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA PETI KEMAS TELUK LAMONG TANJUNG PERAK SURABAYA JAWA TIMUR

Kebutuhan LNG dalam negeri semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar utama kebutuhan rumah tangga (LPG). Kurangnya receiving terminal sehingga

Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat

ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

DESAIN STRUKTUR PERPANJANGAN DERMAGA B CURAH CAIR PELINDO I DI PELABUHAN DUMAI, RIAU

DAFTAR SIMBOL / NOTASI

PERENCANAAN DERMAGA CURAH UREA DI KOTA BONTANG, KALIMANTAN TIMUR. Putri Arifianti

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA UMUM MAKASAR - SULAWESI SELATAN

BAB IV PERANCANGAN JETTY. 4.1 Layout gambar rencana terhadap gambar existing

DESAIN STRUKTUR DERMAGA CURAH CAIR CPO PELINDO 1 DI PELABUHAN KUALA TANJUNG, MEDAN, SUMATERA UTARA

Oleh: Yulia Islamia

BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan

DESAIN STRUKTUR JETTY DI PELABUHAN PENAJAM PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ABSTRAK

n ,06 mm > 25 mm sehingga tulangan dipasang 1 lapis

ANALISA DINAMIK DAN DESAIN DONUT FENDER DI TELUK BINTUNI

Trestle : Jenis struktur : beton bertulang, dengan mtu beton K-300. Tiang pancang : tiang pancang baja Ø457,2 mm tebal 16 mm dengan panjang tiang

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

BAB II STUDI PUSTAKA

2.1.2 American Association ofstate Highway and Transportation 7

Perhitungan Struktur Bab IV

Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal DWT di Wilayah Pengembangan PT. Petrokimia Gresik

Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal DWT di Wilayah Pengembangan PT. Petrokimia Gresik

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sketsa Pembangunan Pelabuhan di Tanah Grogot Provinsi Kalimantan Timur

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

PERENCANAAN JETTY CRUDE PALM OIL (CPO) PRECAST DI PERAIRAN TANJUNG PAKIS LAMONGAN, JAWA TIMUR JEFFWIRLAN STATOURENDA

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

KAJIAN KEDALAMAN MINIMUM TIANG PANCANG PADA STRUKTUR DERMAGA DECK ON PILE

TUGAS AKHIR ANALISIS HIDRO OSEANOGRAFI DAN DESAIN DERMAGA DEAD WEIGHT TON (DWT) DI TERMINAL UNTUK KEPENTIGAN SENDIRI (TUKS)

OPTIMASI FENDER PADA STRUKTUR DERMAGA ABSTRAK

PEMODELAN DERMAGA DENGAN SAP 2000

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BAGIAN BAWAH DERMAGA PONTON DI BABO PAPUA BARAT

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

3.1.2 Jenis Kapal Ferry

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS

R = matriks pembobot pada fungsi kriteria. dalam perancangan kontrol LQR

Perencanaan Detail Jetty LNG DWT Di Perairan Utara Kabupaten Tuban

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR PERPANJANGAN DERMAGA SERBA GUNA DI PELABUHAN TULEHU PROVINSI MALUKU ABSTRAK

Perancangan Buoy Mooring System Untuk Loading Unloading Aframax Tanker Di Terminal Kilang Minyak Balongan

MODIFIKASI SILO SEMEN SORONG DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI STRUKTUR BAJA DAN BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelabuhan perikan merupakan salah satu pelabuhan yang banyak

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

Soal :Stabilitas Benda Terapung

Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Bayuwangi

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

PERENCANAAN TIANG PANCANG UNTUK MOORING DOLPHIN PADA DERMAGA

PERENCANAAN SKIDWAY UNTUK PELUNCURAN OFFSHORE STRUCTURE DI PT.PAL SURABAYA

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK OCBC NISP JALAN PEMUDA SEMARANG

PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDRA TELUK BUNGUS

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR

PERENCANAAN DERMAGA KAPAL PERINTIS DI PULAU KURUDU, PAPUA

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG BOR

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

LEMBAR PENGESAHAN PERENCANAAN GEDUNG PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH, SEMARANG

KAJIAN KINERJA DAN PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN MORODEMAK JAWA TENGAH

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SYARIAH TOWER UNIVERSITAS AIRLANGGA MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DAN BAJA-BETON KOMPOSIT

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

Transkripsi:

Gambar 4.8 Fender Seibu tipe V. Gambar 4.9 Raykin Fender. 4-36

Gambar 4.30 Fender Gravitasi dari blok beton Gambar 4.31 Fender gravitasi gantung. 4-37

Mengingat energi berthing yang dihasilkan oleh impact kapal cukup besar maka umumnya fender yang dipilih adalah tipe cell / cone. Di samping daya penyerapan yang cukup tinggi, kelebihan fender ini antara lain adalah: Perbandingan antara ruang yang dibutuhkan dengan penyerapan energi berthing sangat baik sehingga dapat mereduksi volume pekerjaan beton. Sebagai perbandingan untuk energi berthing sebesar 81.64 ton.m, jika dipasang cell / cone fender 14050 H maka dibutuhkan areal dudukan kira-kira sebesar m x.5 m sedangkan jika dipasang tipe V maka dibutuhkan V1000 dengan panjang 3.5 m dengan areal pemasangan 4.1 m x m. Tipe cone atau cell sangat fleksibel sehingga secara keseluruhan penyerapan energi juga akan dibantu oleh struktur dermaga. Dalam penentuan sistem fender terdapat beberapa hal yang menjadi bahan acuan yang dipakai antara lain akan diuraikan pada bagian berikut ini: Penyerapan Energi Fender Energi yang diserap oleh sistem fender dan dermaga biasanya ditetapkan (Triatmodjo, 1996); di mana: F E = energi yang diserap oleh fender (knm) = energi berthing (knm) F = E Setengah energi lainnya diserap oleh kapal dan air. Jarak Antar Fender Jarak maksimum antar fender direncanakan dengan mengacu pada persamaan berikut (Fentek Marine Fendering System): Gambar 4.3 Ilustrasi Jarak Antar Fender. 4-38

( δ ) S R R P + + C B B U F R B 1 B L OA = + 8* B Dimana: S = jarak antar fender R B P U = radius bow kapal = proyeksi fender δ F C = defleksi fender = 0,45 * P U = ruang kebebasan Hull Pressure Untuk perencanaan frontal frame, tekanan izin lambung kapal diambil dengan mengacu kepada BS 6349 Part 4, yaitu: Tabel 4.8 Hull Pressure Hull Pressures dapat dihitung dengan menggunakan rumus: R P = W H Dimana P p P = hull pressure (kn/m ) ΣR = total reaksi fender (N/m) W H = lebar panel (m) = tinggi panel (m) P p = permissible hull pressure / tekanan kontak izin (kn/m ) (lihat Tabel 4.8) 4-39

Gambar 4.33 Panel Fender e. Beban Mooring Mooring merupakan sistem penambatan kapal dengan tali atau kabel yang diikatkan pada bollard. Pengikatan kapal dengan sistem mooring ini bertujuan mencegah gerakan-gerakan pada kapal yang berlebihan (heave, yaw, pitch, sway, roll, dan surge) karena gerakan kapal ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan benturan maupun gesekan yang cukup besar. Gaya mooring adalah gaya reaksi dari kapal yang bertambat. Pada prinsipnya gaya mooring merupakan gaya-gaya horisontal yang disebabkan oleh angin dan arus. Sistem mooring ini dianalisa agar mampu mengatasi gaya-gaya akibat kombinasi angin dan arus. Gambar 4.34 Ilustrasi Ukuran Kapal 4-40

Gambar 4.35 Ilustrasi Gaya Mooring yang Bekerja pada Kapal (tampak atas) Gambar 4.36 Ilustrasi Gaya Mooring yang Bekerja pada Kapal (tampak melintang) Gambar 4.37 Ilustrasi Gaya Mooring yang Bekerja pada Kapal (tampak samping) 4-41

Metode ini diambil dari BS 6349: part 1: clause 4. 1. Angin Angin yang berhembus ke badan kapal yang sedang bertambat akan menyebabkan gerakan kapal. Gerakan kapal tersebut bisa menimbulkan gaya pada dermaga. Besarnya beban gaya akibat angin dapat dihitung sebagai berikut: Transversal F = C * ρ * A * V *10 4 TW TW U L W Dimana: C TW = koefisien gaya angin transversal, diambil maksimum dari Gambar 4.38, yakni A L = luas bidang proyeksi longitudinal lambung kapal di atas air, yakni L OA * Freeboard V W = kecepatan angin rencana, diambil kecepatan angin maksimum 1 tahunan. ρ U = massa jenis udara (1,5 ton/m 3 ) Longitudinal 4 FLW = CLW * ρu * AT * VW *10 Dimana: C LW = koefisien gaya angin longitudinal, diambil maksimum dari Gambar 4.38, yakni A T = luas bidang proyeksi transversal lambung kapal di atas air, yakni Beam * Freeboard V W = kecepatan angin rencana, diambil kecepatan angin maksimum 1 tahunan. ρ U = massa jenis udara (1,5 ton/m 3 ) 4-4

Gambar 4.38 Koefisien Gaya Akibat Angin 4-43

. Arus Transversal F = C * C * ρ * A * V *10 4 TC TC CT A L C Dimana: C TC = koefisien gaya arus transversal, diambil dari Gambar 4.39. C CT = faktor koreksi kedalaman, diambil dari Gambar 4.40. A L = luas bidang proyeksi longitudinal lambung kapal di bawah air, yakni L PP * Draft V c = kecepatan arus rencana pada hasil survei ρ A = massa jenis air laut (104 kg/m 3 ) Longitudinal F = C * C * ρ * A * V *10 4 LC LC CL U T C Dimana: C LC = koefisien gaya arus transversal, diambil maksimum dari Gambar 4.39. C CL = faktor koreksi kedalaman, diambil dari Gambar 4.40. A T = luas bidang proyeksi longitudinal lambung kapal di bawah air, yakni Beam * Draft V C = kecepatan arus rencana pada hasil survei ρ A = massa jenis air laut (104 kg/m 3 ) 4-44

Gambar 4.39 Koefisien Gaya Akibat Arus 4-45

Gambar 4.40 Koefisien Koreksi Kedalaman Akibat Arus 4-46

Gaya Mooring Total Gaya Mooring sejajar as kapal FL = FLW + FCW Gaya Mooring tegak lurus as kapal FT = FTW + FTC Layout Mooring Line Untuk dermaga ini sistem mooring line terdiri dari: Stern Line After Breast Line Spring Line Head Line Karakteristik Mooring Line tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Stern/Head Line dan Spring Line akan menahan beban angin/arus yang datangnya dari depan maupun belakang kapal. Breast Line akan menahan beban angin/arus yang datangnya dari samping kapal. Berdasarkan karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa Stern/Head Line berfungsi memikul beban angin/arus baik arah melintang maupun memanjang. Oleh karena itu sudut pemasangan Stern Line dan Head Line dianjurkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan tahanan 50% arah memanjang serta 50% arah melintang. Berdasarkan BS 6349, part 4, dapat ditentukan posisi titik tambat kapal (Bollard) sebagai berikut: Stern Line dan Head Line membentuk sudut 45 terhadap axis memanjang dermaga. Spring Line membentuk sudut maksimum 15 terhadap axis memanjang dermaga. After dan Forward Breast Line membentuk sudut tegak lurus terhadap axis memanjang dermaga. Kemudian hasil perhitungan tersebut diatas dianalisa untuk memperoleh beban maksimum yang bekerja pada bollard sebagai berikut Beban arah melintang akan dipikul oleh: a) 1 Head line dan 1 Stern Line, yang masing-masing membentuk sudut maksimum 45 terhadap axis memanjang dermaga. b) Breast Line (after dan forward), yang masing-masing membentuk sudut tegak lurus terhadap axis memanjang dermaga. Beban arah memanjang akan dipikul oleh: a) Spring Line, yang masing-masing membentuk sudut maksimum 15 terhadap axis memanjang dermaga. 4-47

Gambar 4.41 Sketsa Mooring Line Agar tali dapat menahan beban dengan efektif maka sudut vertikal juga dibuat sedatar mungkin, dan maksimum besar sudutnya adalah 5. Oleh karena itu perlu diperhatikan posisi tali pada saat terjadinya perubahan muka air akibat pasang seperti pada Gambar 4.4 dibawah ini: Gambar 4.4 Sketsa perubahan Mooring Line akibat perubahan muka air pasang 4-48

Gambar 4.43 Posisi Mooring Line akibat perubahan muka air pasang Untuk menghitung sudut vertikal pada tali tambat, terlebih dahulu harus diketahui perbedaan ketinggian muka air laut takibat pasang surut terhadap lantai dermaga. 4-49

4.4 Perhitungan Pembebanan Pada Struktur Dermaga 4.4.1 Struktur Wharf Seperti telah disebutkan sebelumnya, pembangunan dermaga ini akan dilaksanakan per tahap dengan panjang masing-masing modul adalah 50 m, sehingga perhitungan pembebanan berdasarkan panjang modul tersebut. Berikut adalah data-data umum yang menjadi acuan dalam perhitungan pembebanan: Ukuran Dermaga Ukuran Dermaga Lebar Dermaga 0 m Panjang Dermaga 50 m Elevasi Dermaga 1 Elevasi Dermaga = HWS + H + freeboard Dimana: HWS = high water spring(m) H = tinggi gelombang rencana, hasil analisis refraksi difraksi (m) 1 Elevasi Dermaga = HWS + H + freeboard 3 Elevasi Dermaga = 1,8 + + 0,5 Elevasi Dermaga = 3,8 m Parameter Gelombang (Joseph W. Tedesco: Structural Dynamic) Tinggi gelombang rencana untuk perhitungan struktur, dengan perioda ulang 50 tahunan: 5,33 m. Perioda gelombang rencana (OCDI, hal. 44) T 1 = 3,86 H 1 = 3,86 3 = 6, 7 dt 3 3 Bilangan gelombang (k), didapat dengan cara trial dan error menggunakan persamaan dispersi: ω = ω = gk tanh ( kh) π T Dimana: h = kedalaman perairan + HHWL = 15 + 1,8 = 16,8 m g = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt T = perioda gelombang = 6,7 detik Dengan memasukkan variabel-variabel di atas, didapat nilai k sebesar 0,088. 4-50

Panjang gelombang (L), didapat dengan menggunakan persamaan: 1 ( ) π h L = π hlo 1 3 Lo gt Lo = π Dimana: L = panjang gelombang L o = panjang gelombang di laut dalam = 69,8 m. Sehingga L bernilai 64, m. Parameter Material Berat jenis beton = ρ beton = 400 kg/m 3 Berat jenis baja = ρ baja = 7800 kg/m 3 a. Beban Mati (keseluruhan) 1) Pelat Dimensi Pelat Panjang (l) m 50 Lebar (b) m 0 Tebal (t) m 0,4 q pelat = ρ beton * l * b * t = 400 * 50 * 0 * 0,4 = 960 ton ) Balok Dimensi Balok Panjang (l) m 490 Lebar (b) m 0,6 Tebal (t) m 1 q balok = ρ beton * l * b * t = 400 * 490 * 0,6 * 1 = 705,6 ton 4-51

3) Pile Cap Pile Cap pada dermaga ada tipe, yakni menahan tiang tunggal dan menahan tiang ganda. Tipe 1: Menahan Tiang Tunggal Dimensi Pile Cap Tinggi (h) m 1,7 Lebar (b) m 1,7 Jumlah (n) m 40 Volume 1 Pile Cap q pile cap = ((b * h) Luas Penampang Balok) * b = ((1,7 * 1,7) (1 * 0,6) * 1,7 = 1,87 m 3 = ρ beton * volume * n = 400 * 1,87 * 40 = 179,5 ton Tipe : Menahan Tiang Ganda Dimensi Pile Cap Tinggi (h) m 1,7 Lebar (b) m, Jumlah (n) m 0 Volume 1 Pile Cap q pile cap = ((b * h) Luas Penampang Balok) * b = ((1,7 *,) (1 * 0,6) * 1,7 =,7 m 3 = ρ beton * volume * n = 400 *,7 * 0 = 130,56 ton 4) Tiang Dimensi Tiang Diameter (d) m 0,8 Tebal (t) m 0,015 Jumlah (n) m 80 1 * π * d d t 4 Luas 1 tiang (A) = ( ) ( ) Fixity point (Zr) = 0,018673 m SF = β dimana β = k 4 hd 4 EI 4-5

Zr = = SF k D 4 4 h EI 1.5 1,8 x81, 4 6 4x,1* 10 x98318,3 = 54,78 cm = 5,43 m Panjang 1 tiang (L) Total berat tiang = kedalaman + elevasi dermaga + fixity point = 15 + 3,8 + 5,43 = 4,3 m = ρ baja * L* n * A = 7800 * 4,3 * 80 * 0,018673 = 8,99 ton b. Beban Hidup Beban hidup yang bekerja pada dermaga berupa beban UDL maksimum, berupa container tumpuk. UDL kg/m 4000 Lebar Dermaga (b) m 0 Panjang Dermaga (l) m 50 Total beban hidup = UDL * b * l = 4000 * 0 * 50 = 4000 ton 4-53

c. Beban Gelombang i. Gelombang Pada Tiang +3. 8 m Pelat Balok Pile cap HWS +1,8 m LWS 0,0-15. 0 m Sea bed Gambar 4.44 Gaya Gelombang pada Tiang Gaya gelombang ini hanya bekerja dari LWS hingga elevasi atas dermaga. ρ air laut = 105 kg/m 3 g = 9,81 m/dt h = tinggi muka air = kedalaman + HWS = 15 + 1,8 = 16,8 m k = bilangan gelombang = 0,088 D = diameter tiang pancang dermaga = 0,8 m 4-54

k D = 0,1 H = tinggi gelombang rencana 50 tahunan = 5,33 m C D = koefisien drag ( C D =1 ) C M = koefisien inersia ( C M =1,7 ) Gaya Drag Maksimum F d max ( kh) + ( kh) 1 sinh kh = ρgcd DH 16 sinh F d max = 1,87 ton Gaya Inersia Maksimum π = ρ 8 tanh ( ) Fi max gc m D H kh F i max =,056 ton Total gaya horizontal yang terjadi pada struktur tiang adalah : F x = F d max cosωt cosωt F i max sinωt Gaya gelombang pada tiang pancang akan maksimum jika nilai ω t = 0 sehingga besar gaya gelombang per m tiang pancang adalah F x = 0,086 ton/m 4-55

ii. Gelombang Pada Tepi Dermaga Gambar 4.45 Gaya Gelombang pada Tepi Dermaga Gaya ini hanya bekerja pada elevasi atas tepi dermaga yang terkena gelombang. ρ air laut = 105 kg/m 3 g = 9,81 m/dt h H = tinggi muka air = kedalaman + HWS = 15 + 1,8 = 16,8 m = tinggi gelombang rencana 50 tahunan = 5,33 m k = bilangan gelombang = 0,088 t = tebal pelat dermaga = 0,4 m S = Elevasi atas HWS t = 3,8 1,8 0,4 = 1,6 m Gaya gelombang pada tepi dermaga diturunkan dari OCDI (hal 35): ρ g H P = k h + s + t k h + s k cosh kh ( sinh ( ) sinh ( )) P = 1,6 ton/m 4-56

d. Beban Arus +3. 8 m Pelat Balok Pile cap HWS +1,8 m LWS 0,0-15. 0 m Sea bed Gambar 4.46 Gaya Arus Gaya arus bekerja dari fixity point hingga HHWL. A = luas penampang yang kena arus = (kedalaman + HHWL) * Diameter tiang pancang = 13,44 m U = kecepatan arus = 1,7 m/s ρ = berat jenis air laut = 1.03 t/m 3 C D = koefisien Drag (C d = 1 untuk tiang pancang silinder) C L = koefisien Lift ( C L = untuk tiang pancang silinder ) 4-57

Drag Forces F D 1 = CD ρ 0 AU 1 *1*1,03*(16,8*0,8)*1,7 = = ton = 0 kn Lift Forces 1 FL = CL ρ 0 ALU 1 **1,03*(16,8*0,8)*1,7 = = 4 ton = 40 kn Beban arus merata arah horizontal = F D h 0,00 = = 1,19 kn/m = 0,119 ton/m 16,8 e. Beban Gempa Faktor keutamaan (I) = 1 Faktor respons gempa (C i ) = 0,9 Faktor daktalitas (R) = 5,6 W t = berat total struktur = total beban mati + 50% beban hidup = (berat pelat + berat balok + berat pile cap + berat tiang) + 50% beban hidup = (960 + 705,6 + 179,5 + 130,56 + 8,99) + 50% * 4000 = 457,979 ton V Ci. l =. Wt R V = 0,50 ton (beban gempa ini akan terbagi rata pada tiap portal) 4-58

f. Beban Berthing dan Pemilihan Fender i. Bulk Carriers 60000 DWT Uraian Satuan Bulk Carriers DWT / GRT ton 60000 LOA m 0 BEAM m 33,5 DRAFT m 1,8 Kecepatan merapat m/dt 0,04 Sudut merapat derajat 10 Beban Berthing Beban berthing pada perencanaan dermaga ini diambil dari OCDI. Koefisien Eksentrisitas (C e ) C e 1 = 1+ l r Diambil nilai C e maksimum = 1 Koefisien Masa Semu (C m ) C m = 1+ π d x C B b C b = L Bd pp Dimana: = volume air yang dipindahkan kapal = log ( ) = 0,3 + 0, 956 log ( DWT ) = 79417 ton L pp = panjang garis air (m) = log ( Lpp) = 0, 793 + 0,3 log ( DWT ) = 15 m B d = lebar kapal = 33,5 m = bagian kapal yang tengelam = 1,8 m 4-59

Dengan memasukkan nilai-nilai variabel yang ada, maka diperoleh besar: C b = 1,11 dan C m = 1,56 Koefisien Softness (C S ) Nilai koefisien softness diambil sebesar 1 (OCDI). Koefisien Konfigurasi penambatan (C C ) C c = 1 untuk jenis struktur dermaga dengan pondasi tiang. Sehingga besar energi berthing adalah: E 79417*0,04 = *1*1,56*1*1 = 15,5 ton Energi yang diserap fender = 15,5 = 7,75 ton Gaya Berthing adalah : F M sv = C C C C f e m s c Berthing MsV = t = 79417*0,04 1 = 794 ton Pemilihan Fender Hasil perhitungan energi berthing di atas akan menentukan jenis fender yang akan digunakan. Dalam pemilihan ini, akan menggunakan rumus dari Fentek Marine Fendering System. Dari hasil analisa energi berthing, maka diperoleh energi berthing maksimum sebesar: E A = E *SF, di mana SF diambil sebesar, sehingga E A adalah 30,9 ton atau 309,98 f kn. Dengan energi sebesar itu, maka dipilih fender super cone tipe SCN 1000, dengan spesifikasi sebagai berikut: 4-60

Tabel 4.9 Energi Fender SCN 1000 (sumber: Fentek Marine Fendering System) Vendor Fentek Tipe Super Cone SCN 1000 E3.0 Energi (E) knm 605 Reaksi kn 1165 Dengan menggunakan performance curve untuk fender SCN 1000 E3.0, maka performance dari fender tersebut pada saat terdefleksi 45% adalah: Energi = E 45 = 356,95 kn ( > 309,98 kn OK!) Reaksi = R 45 = 1071,8 knm Tabel 4.10 Dimensi Fender SCN 1000 (sumber: Fentek Marine Fendering System) Head Weight Fender H ØW ØU C D ØB Anchors ØS Z Bolts (kg) SCN 1000 1000 1600 980 50~65 35 1460 6-M36 855 6-M36 150 110 Gambar 4.47 Dimensi fender. 4-61

Gambar 4.48 Kurva energi. Untuk menghitung performance dari fender tersebut pada kondisi terdefleksi akibat bow flares atau berthing angles adalah dengan menggunakan Energy And Reaction Angular Correction Factors sebagai berikut: Gambar 4.49 Energy And Reaction Angular Correction Factors 4-6

Maka performance dari fender tersebut akibat angular compression sebesar 15 0 adalah sebagai berikut: Energi = Eα Reaksi = Rα = 0,86 * 605 = 50,333 kn = 0,96 * 1165 = 1118,4 knm Jarak Antar Fender Gambar 4.50 Ilustrasi Jarak Antar Fender. ( δ ) S R R P + + C B B U F R B 1 B L OA = + 8* B Dimana: S = jarak antar fender R B = radius bow kapal P U = proyeksi fender δ F C = defleksi fender = 0,45 * P U = ruang kebebasan 4-63

Tabel 4.11 Jarak Antar Fender Jenis Jenis Rb Pu δf C S maks Kapal Fender (m) (m) (m) (m) (m) 60000 DWT Super Cone SCN 1000 E3.0 98,67 0,90 1,00 8,88 Dari hasil perhitungan di atas, maka jarak antar fender yang diambil dan memenuhi kriteria adalah 9 m. Hull Pressure Untuk perencanaan frontal frame, tekanan izin lambung kapal diambil dengan mengacu kepada BS 6349 Part 4, yaitu: Tabel 4.1 Hull Pressure Hull Pressures dapat dihitung dengan menggunakan rumus: R P = W H P p Dimana P = hull pressure (kn/m ) ΣR W H = total reaksi fender (N/m) = lebar panel (m) = tinggi panel (m) P p = permissible hull pressure/tekanan kontak izin (kn/m ) Tabel 4.13 Perhitungan Hull Pressure Jenis Jenis Pp Rmax W H Areq P Kapal Fender kn/m kn m m m kn/m 60000 DWT Super Cone SCN 1000 E3.0 50,00 1165,00 5 10,00 116,50 4-64

Elevasi Pemasangan Fender Untuk mengantisipasi bervariasinya ukuran kapal yang bersandar maka perlu diperhitungkan elevasi rencana pemasangan fender frame terhadap kapal yang terkecil pada saat air surut. Elevasi frame juga akan menentukan elevasi pemasangan fender sehingga titik kontak pada saat air terendah untuk kapal dengan freeboard kecil tidak merusak sistem fender yang dipasang. KONDISI PASANG Elevasi Dermaga Elevasi Dermaga +4, +3,8 155 m HWS +1,8 m HWL +1, 8 LWS 0,0 m LWL +0, 0 Freeboard 4, 9 m Bulk Carriers 60000 DWT Super Cone SCN 1000 E 3,0 Struktur Dermaga Draft 1, 8 m -15, 0 m Gambar 4.51 Ilustrasi Pemasangan Fender Bulk Carriers 60000 DWT Kondisi Pasang. 4-65

KONDISI SURUT HWS +1,8 m HWL +1, 8 m LWS 0,0 m LWL +0, 0 m Freeboard 4, 9 m Bulk Carriers 60000 DWT Elevasi Dermaga Elevasi Dermaga +3,8 m +4, 155 m Super Cone SCN 1000 E 3,0 Struktur Dermaga Draft 1, 8 m -15, 0 m Gambar 4.5 Ilustrasi Pemasangan Fender Bulk Carriers 60000 DWT Kondisi Surut. Frontal Frame / Pad Berdasarkan kebutuhan yang disajikan pada tabel sebelumnya maka ukuran minimal fender frame / pad adalah seperti yang disajikan pada Tabel 4.13 berikut: Tabel 4.14 Dimensi Pad Jenis Jenis Dimensi Pad Kapal Fender m 60000 DWT Super Cone SCN 1000 E3.0,5 x 5,5 4-66

Gambar 4.53a Super cone fender clearances. Koefisien Friksi Koefisien friksi mengacu pada Tabel 4.15 berikut: Tabel 4.15 Koefisien Friksi Material Koefisien Friksi µ Polyethylene 0. Nylon 0. Rubber 0.5 Timber 0.3 Pada pekerjaan ini diasumsikan bahwa material frontal pad adalah Polyethylene dengan koefisien friksi 0.. 4-67

Chain / Rantai Chain atau rantai direncanakan berdasarkan spesifikasi pabrik. Untuk memperhitungkan beban pada chain dilakukan perhitungan sebagai berikut: T R fender 30º Gambar 4.53b Sketsa freebody diagram tegangan rantai. Tabel 4.16 Perhitungan Rantai Jenis R Fsh T Kapal ton ton ton 60000 DWT 118,76 3,75 7,43 Di mana: R = reaksi fender (ton) Fsh = 0. * R (ton) T = Fsh / cos 30 0 (ton) Kapasitas Geser Fender Kapasitas geser fender dipertimbangkan dalam perencanaan untuk menghindari kerusakan sistem fender sebagai akibat gerakan arah lateral (vertical and longitudinal motion of vessel). Untuk mengantisipasi kurangnya kapasitas geser fender maka perlu dipasang tension chain maupun shear chain. 4-68

ii. General Cargo 35000 DWT Uraian Satuan General cargo Ships DWT / GRT ton 35000 LOA m 199 BEAM m 8,9 DRAFT m 1 Kecepatan merapat m/dt 0,04 Sudut merapat derajat 10 Beban Berthing Beban berthing pada perencanaan dermaga ini diambil dari OCDI. Koefisien Eksentrisitas (C e ) C e 1 = 1+ l r Diambil nilai C e maksimum = 1 Koefisien Masa Semu (C m ) C m = 1+ π d x C B b C b = L Bd pp Dimana: = volume air yang dipindahkan kapal = log ( ) = 0, 511+ 0,913log ( DWT ) = 45681 ton L pp = panjang garis air (m) = log ( Lpp) = 0, 964 + 0, 85 log ( DWT ) = 18 m B d = lebar kapal = 8,9 m = bagian kapal yang tenggelam = 1 m 4-69

Dengan memasukkan nilai-nilai variabel yang ada, maka diperoleh besar: C b = 0,73 dan C m = 1,9 Koefisien Softness (C S ) Nilai koefisien softness diambil sebesar 1 (OCDI). Koefisien Konfigurasi penambatan (C C ) C c = 1 untuk jenis struktur dermaga dengan pondasi tiang. Sehingga besar energi berthing adalah: E 45681*0, 04 = *1*1,9*1*1 = 6,9 ton Energi yang diserap fender = 6,9 = 3,45 ton Gaya Berthing adalah : F M sv = C C C C f e m s c Berthing MsV = t = 45681*0, 04 1 = 187,7 ton 4-70

Pemilihan Fender Hasil perhitungan energi berthing di atas akan menentukan jenis fender yang akan digunakan. Dalam pemilihan ini, akan menggunakan rumus dari Fentek Marine Fendering System. Dari hasil analisa energi berthing, maka diperoleh energi berthing maksimum sebesar: E A = E *SF, di mana SF diambil sebesar, sehingga E A adalah 13,8 ton atau 138,8 kn. f Dengan energi sebesar itu, maka dipilih fender V-shaped tipe SV 500 V1, dengan spesifikasi sebagai berikut: Tabel 4.17 Energi Fender V-shaped tipe SV 500 V1 Fender Vendor Tipe Steel V-Shaped SV 500 V1 Energi (E) knm 143 Reaksi kn 855 Tabel 4.18 Dimensi Fender V-shaped tipe SV 500 V1 H A B C D E Anchors Weight SV 500 500 1000 800 34 175 180 w1 1/ 68 (kg) Gambar 4.54 Dimensi fender. 4-71

Gambar 4.55 Kurva energi. Jarak Antar Fender Gambar 4.56 Ilustrasi Jarak Antar Fender. 4-7

( δ ) S R R P + + C B B U F R B 1 B L OA = + 8* B Dimana: S = jarak antar fender R B = radius bow kapal P U = proyeksi fender δ F = defleksi fender = 0,45 * P U C = ruang kebebasan Tabel 4.19 Jarak Antar Fender Jenis Jenis Rb Pu δf C S maks Kapal Fender (m) (m) (m) (m) (m) 35000 DWT V-Shaped SV 500 V1 9,87 0,90 1,00 8,6 Dari hasil perhitungan di atas, maka jarak antar fender yang diambil dan memenuhi kriteria adalah 9 m. Hull Pressure Untuk perencanaan frontal frame, tekanan izin lambung kapal diambil dengan mengacu kepada BS 6349 Part 4, yaitu: Tabel 4.0 Hull Pressure 4-73

Hull Pressures dapat dihitung dengan menggunakan rumus: R P = W H P p Dimana: P = hull pressure (kn/m ) ΣR = total reaksi fender (N/m) W H = lebar panel (m) = tinggi panel (m) P p = permissible hull pressure/tekanan kontak izin (kn/m ) Tabel 4.1 Perhitungan Hull Pressure Jenis Jenis Pp Rmax W H Areq P Kapal Fender kn/m kn m m m kn/m 35000 DWT V-Shaped SV 500 V1 600,00 855 1,30 1,3 1,69 505,9 4-74

Elevasi Pemasangan Fender Untuk mengantisipasi bervariasinya ukuran kapal yang bersandar maka perlu diperhitungkan elevasi rencana pemasangan fender frame terhadap kapal yang terkecil pada saat air surut. Elevasi frame juga akan menentukan elevasi pemasangan fender sehingga titik kontak pada saat air terendah untuk kapal dengan freeboard kecil tidak merusak sistem fender yang dipasang. KONDISI PASANG Freeboard 4, 3 m Elevasi Dermaga Elevasi Dermaga +3,8 m +4, 155 m HWS +1,8 m HWL +1, 8 m LWS 0,0 m LWL +0, 0 m General Cargo 35000 DWT V- Shaped SV 500 V1 Struktur Dermaga Draft 1 m -15, 0 m Gambar 4.57 Ilustrasi Pemasangan Fender General Cargo Ship 35000 DWT Kondisi Pasang 4-75

Elevasi Dermaga +3,8 m HWS +1,8 m LWS 0,0 m Gambar 4.58 Ilustrasi Pemasangan Fender General Cargo Ship 35000 DWT Kondisi Surut g. Beban Mooring dan Bollard i. Mooring Data Kapal Uraian Satuan Bulk Carriers DWT / GRT ton 60000 LOA m 0 BEAM m 33,5 DRAFT m 1,8 Freeboard m 4,4 LPP m 10 ρ UDARA = 1,5 kg/m 3 ρ AIR LAUT = 104 kg/m 3 4-76

Akibat Gaya Angin 1. Transversal F = C * ρ * A * V *10 4 TW TW U L W Dimana: C TW = koefisien gaya angin transversal, diambil maksimum dari Gambar 4.40, yakni sebesar 3. A L = luas bidang proyeksi longitudinal lambung kapal di atas air, yakni L OA * Freeboard V W =kecepatan angin rencana, diambil kecepatan angin maksimum 1 tahunan, yakni 1,34 m/dt. Sehingga besar gaya angin transversal / F TW yang terjadi adalah: F TW ( ) ( ) 4 = 3*1,5* 0 * 4,4 * 1,34 *10 F = 55,7 kn = 5,5 ton TW. Longitudinal F = C * ρ * A * V *10 4 LW LW U T W Dimana: C LW = koefisien gaya angin longitudinal, diambil maksimum dari Gambar 4.40, yakni sebesar 0,8. A T = luas bidang proyeksi transversal lambung kapal di atas air, yakni Beam * Freeboard V W = kecepatan angin rencana, diambil kecepatan angin maksimum 1 tahunan, yakni 1,34 m/dt. Sehingga besar gaya angin transversal / F LW yang terjadi adalah: F LW ( ) ( ) 4 = 0,8*1,5* 9 * 4,4 * 1,34 *10 F =,91 kn = 0,3 ton LW Akibat Gaya Arus 1. Transversal F = C * C * ρ * A * V *10 4 TC TC CT A L C Dimana: C TC = koefisien gaya arus transversal, diambil dari Gambar 4.39, yakni sebesar 1. C CT = faktor koreksi kedalaman, diambil dari Gambar 4.40, yakni sebesar. A L = luas bidang proyeksi longitudinal lambung kapal di bawah air, yakni L PP * Draft = kecepatan arus rencana pada hasil survei didapat sebesar 1,17 m/dt V c 4-77

Sehingga besar gaya arus transversal / F TC yang terjadi adalah: F TC ( ) ( ) 4 = 1* *104 * 10 *11,5 * 1,17 *10 F = 677 kn = 67,7 ton TC. Longitudinal F = C * C * ρ * A * V *10 4 LC LC CL U T C Dimana: C LC = koefisien gaya arus transversal, diambil maksimum dari Gambar 4.39, yakni sebesar 0,4. C CL = faktor koreksi kedalaman, diambil dari Gambar 4.40, yakni sebesar 0,5. A T = luas bidang proyeksi longitudinal lambung kapal di bawah air, yakni Beam * Draft = kecepatan arus rencana pada hasil survei didapat sebesar 1,17 m/dt V C Sehingga besar gaya angin transversal / F LC yang terjadi adalah: F LC ( ) ( ) 4 = 0,4 * 0,5*104 * 9 *11,5 * 1,17 *10 F = 8 kn =,8 ton LC Sehingga beban tambat untuk masing-masing arah adalah: Arah Longitudinal: FL = FLC + FLW F =,8 + 0,3 L F = 3,1 ton L Arah Transversal FT = FTC + FTW F = 67,7 + 5,5 T F = 73, ton T 4-78

ii. Bollard Kemudian hasil perhitungan tersebut di atas dianalisa untuk memperoleh beban maksimum yang bekerja pada bollard sebagai berikut: Beban arah melintang / transversal akan dipikul oleh: 1 Head Line dan 1 Stern Line, yang masing-masing membentuk sudut maksimum 45 0 terhadap axis memanjang dermaga Breast Line (after dan forward), yang masing-masing membentuk sudut tegak lurus terhadap axis memanjang dermaga Sehingga beban pada titik tambat adalah: 73, = 1,45 ton *0,707 + *1 ( ) ( ) Beban arah memanjang / longitudinal akan dipikul oleh: Spring Line, masing-masing membentuk sudut maksimum 15 0 terhadap axis memanjang dermaga. Sehingga beban pada titik tambat adalah: 3,1 ( ) 1,6 ton *0,699 = Sehingga berdasarkan perhitungan di atas, pemasangan bollard 60 ton untuk dermaga Garongkong cukup memadai. 4-79

4.4. Struktur Trestle Seperti telah disebutkan sebelumnya, pembangunan dermaga ini akan dilaksanakan per tahap dengan panjang masing-masing modul adalah 50 m, sehingga perhitungan pembebanan berdasarkan panjang modul tersebut. Berikut adalah data-data umum yang menjadi acuan dalam perhitungan pembebanan: Ukuran Trestle Ukuran Trestle Lebar Trestle 8 m Panjang Trestle 50 m Elevasi Trestle 1 Elevasi Trestle = HWS + H + freeboard Dimana: HWS H = high water spring (m) = tinggi gelombang rencana, hasil analisis refraksi difraksi (m) 1 Elevasi Trestle = HWS + H + freeboard 3 Elevasi Trestle = 1,8 + + 0,5 Elevasi Trestle = 3,8 m Parameter Gelombang (Joseph W. Tedesco: Structural Dynamic) Tinggi gelombang rencana untuk perhitungan struktur, dengan perioda ulang 50 tahunan: 5,33 m. Perioda gelombang rencana (OCDI, hal. 44) T 1 = 3,86 H 1 = 3,86 3 = 6, 7 dt 3 3 Bilangan gelombang (k), didapat dengan cara trial dan error menggunakan persamaan dispersi: ω = ω = gk tanh ( kh) π T Dimana: h = kedalaman perairan + HHWL = 15 + 1,8 = 16,8 m g = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt T = perioda gelombang = 6,7 detik Dengan memasukkan variabel-variabel di atas, didapat nilai k sebesar 0,088. 4-80

Panjang gelombang (L), didapat dengan menggunakan persamaan: 1 ( ) π h L = πhlo 1 3 Lo gt Lo = π Dimana: L = panjang gelombang L o = panjang gelombang di laut dalam = 69,8 m. Sehingga L bernilai 64, m. Parameter Material Berat jenis beton = ρ beton = 400 kg/m 3 Berat jenis baja = ρ baja = 7800 kg/m 3 4-81

a. Beban Mati (keseluruhan) 1) Pelat Dimensi Pelat Panjang (l) m 50 Lebar (b) m 8 Tebal (t) m 0,35 W pelat = ρ beton * l * b * t = 400 * 50 * 8 * 0,35 = 336 ton ) Balok Dimensi Balok Panjang (l) m 46 Lebar (b) m 0,5 Tebal (t) m 0,8 W balok = ρ beton * l * b * t = 400 * 46 * 0,5 * 0,8 = 36,16 ton 3) Pile Cap Pile Cap pada trestle hanya ada 1 tipe, yakni menahan tiang tunggal. Dimensi Pile Cap Tinggi (h) m 1,7 Lebar (b) m 1,7 Jumlah (n) m 36 Volume 1 Pile Cap W pile cap = ((b * h) Luas Penampang Balok) * b = ((1,7 * 1,7) (0,8 * 0,5) * 1,7 =,1 m 3 = ρ beton * volume * n = 400 *,1 * 36 = 190,944 ton 4-8

4) Tiang Dimensi Tiang Diameter (d) m 0,6 Tebal (t) m 0,015 Jumlah (n) m 36 1 * π * d d t 4 Luas 1 tiang (A) = ( ) ( ) = 0,01396 m Panjang 1 tiang (L) W tiang = kedalaman + elevasi dermaga + fixity point = 15 + 3,8 + 5,43 = 4,3 m = ρ baja * L* n * A = 7800 * 4,3 * 36 * 0,01396 = 949,75 ton b. Beban Hidup Beban hidup yang bekerja pada trestle berupa beban UDL, berupa truk T45. UDL kg/m 860 Lebar Trestle (b) m 8 Panjang Trestle (l) m 50 W LL = UDL * b * l = 860 * 8 * 50 = 1144 ton 4-83

c. Beban Gelombang iii. Gelombang Pada Tiang +3. 8 m Pelat Balok Pile cap HWS +1,8 m LWS 0,0-15. 0 m Sea bed Gambar 4.59 Gaya Gelombang pada Tiang Gaya gelombang ini hanya bekerja dari LWS hingga elevasi atas trestle. ρ air laut = 105 kg/m 3 g = 9,81 m/dt h = tinggi muka air = kedalaman + HWS = 15 + 1,8 = 16,8 m k = bilangan gelombang = 0,088 D k D = diameter tiang pancang dermaga = 0,6 m = 0,1 4-84

H = tinggi gelombang rencana 50 tahunan = 5,33 m C D = koefisien drag ( C D =1 ) C M = koefisien inersia ( C M =1,7 ) Gaya Drag Maksimum F d max ( kh) + ( kh) 1 sinh kh = ρgcd DH 16 sinh F d max = 1,4 ton Gaya Inersia Maksimum π = ρ 8 tanh ( ) Fi max gc m D H kh F i max = 1,16 ton Total gaya horizontal yang terjadi pada struktur tiang adalah : F x = F d max cosωt cosωt F i max sinωt Gaya gelombang pada tiang pancang akan maksimum jika nilai ω t = 0 sehingga besar gaya gelombang per m tiang pancang adalah F x = 0,069 ton/m 4-85

iv. Gelombang Pada Tepi Trestle Gambar 4.60 Gaya Gelombang pada Tepi Trestle Gaya ini hanya bekerja pada elevasi atas tepi trestle yang terkena gelombang. ρ air laut = 105 kg/m 3 g = 9,81 m/dt h H = tinggi muka air = kedalaman + HWS = 15 + 1,8 = 16,8 m = tinggi gelombang rencana 50 tahunan = 5,33 m k = bilangan gelombang = 0,088 t = tebal pelat trestle = 0,35 m S = Elevasi HHWL t = 3,8 1,8 0,4 = 1,6 m Gaya gelombang pada tepi dermaga diturunkan dari OCDI (hal 35): ρ g H P = k h + s + t k h + s k cosh kh ( sinh ( ) sinh ( )) P = 1,11 ton/m 4-86

d. Beban Arus +3. 8 m Pelat Balok Pile cap HWS +1,8 m LWS 0,0-15. 0 m Sea bed Gambar 4.61 Gaya Arus Gaya arus bekerja dari fixity point hingga HWS. A = luas penampang yang kena arus = (kedalaman + HWS) * Diameter tiang pancang = 10,08 m U = kecepatan arus = 1,7 m/s ρ = berat jenis air laut = 1.03 t/m 3 C D = koefisien Drag (C d = 1 untuk tiang pancang silinder) C L = koefisien Lift ( C L = untuk tiang pancang silinder ) 4-87

Drag Forces F D 1 = CD ρ 0 AU 1 *1*1,03*(16,8*0,6)*1,7 = = 1,59 ton Lift Forces 1 FL = CL ρ 0 ALU 1 **1,03*(16,8*0,6)*1,7 = = 3,18 ton Beban arus merata arah horizontal = F D h 15,90 = = 0,95 kn/m = 0,095 ton/m 16,8 e. Beban Gempa Faktor keutamaan (I) = 1 Faktor respons gempa (C i ) = 0,9 Faktor daktalitas (R) = 5,6 W t = berat total struktur = total beban mati + 50% beban hidup = (berat pelat + berat balok + berat pile cap + berat tiang) + 50% beban hidup = (336 + 36,16 + 190,944 + 949,75) + 50% * 1144 = 1430,079 ton V = Ci. I RW. t V = 740,58 ton Beban gempa ini akan terbagi rata pada tiap portal. 4-88