Efek NAA dan BAP terhadap Pembentukan Tunas, Daun, dan Tinggi Tunas Stek Mikro Nepenthes ampullaria Jack.

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

I. PENDAHULUAN. Ekosistemnya dalam pasal 20 ayat 1 dan 2 serta Peraturan Pemerintah No. 77

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

MIKROPROPOGASI TUNAS KANTONG SEMAR (Nepenthes gracillis Korth.) DENGAN PEMBERIAN NAA DAN BAP SECARA IN VITRO

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO

III. METODE PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

III. METODE PENELITIAN A.

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

The Effect of Auxin (NAA) and Cytokinin (BAP, Kinetin and 2iP) on in vitro Growth of Tropical Pitcher Plant (Nepenthes mirabilis)

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Puput Perdana Widiyatmanto Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati S.Si., M.Si. Siti Nurfadilah, S.Si., M.Sc. Tugas Akhir (SB091358)

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

PENGARUH PEMBERIAN BAP (Benzil Amino Purin) DAN NAA (Naftalen Asam Asetat) TERHADAP MORFOGENESIS DARI KALUS SANSEVIERIA (Sansevieria cylindrica)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

INDUKSI TUNAS TIGA AKSESI Stevia rebaudiana Bertoni PADA MEDIA MS DENGAN PENAMBAHAN BAP DAN IAA SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP INISIASI TUNAS MENGKUDU (Morinda citrifolia) SECARA IN VITRO ABSTRAK

Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan

Program Studi Agronomi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

OPTIMASI KOMBINASI NAA, BAP DAN GA 3 PADA PLANLET KENTANG SECARA IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

Jurusan Pendidikan Biologi FKIP, Universitas Siliwangi, Tasikmalaya. 2. Program Studi Ilmu Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, PURWOKERTO.

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

PERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK KULLTUR JARINGAN

Pertumbuhan dan Perkembangan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) secara In Vitro pada beberapa Konsentrasi BAP dan IAA

KAJIAN ZAT PENGATUR TUMBUH DALAM PERKEMBANGAN KULTUR JARINGAN KRISAN

PENGARUH KONSENTRASI BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS ANTHURIUM (Anthurium andraeanum Linden) PADA BEBERAPA MEDIA DASAR SECARA IN VITRO

PERBANYAKAN TUNAS Boesenbergia flava DENGAN PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO SKRIPSI. Oleh :

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

PRAKATA. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan. hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN

MULTIPLIKASI PROPAGULA PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca L.) DARI BERBAGAI JUMLAH TUNAS, DALAM MEDIA MS YANG DIBERI BAP PADA BERBAGAI KONSENTRASI

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1

I. PENDAHULUAN. Kantong semar merupakan tanaman hias yang tumbuh di beberapa hutan

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

PERBANYAKAN TUNAS APIKAL KRISAN (Chrysanthemum morifolium Ram.) DENGAN PENAMBAHAN NAA, BAP DAN AIR KELAPA SECARA KULTUR IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

3. METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Persentase Data Pengamatan Kultur yang Membentuk Kalus. Ulangan I II III. Total A 0 B

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian,

INDOLE ACETID ACID (IAA) VARIATION ON BARANGAN BANANA S BUD GROWTH (Musa acuminata L. AAA triploid.) IN IN VITRO CULTURE

KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH:

Transkripsi:

194 Biosfera 32 (3) September 2015 Efek NAA dan BAP terhadap Pembentukan Tunas, Daun, dan Tinggi Tunas Stek Mikro Nepenthes ampullaria Jack. Heti Sartika Sari, Murni Dwiati, Iman Budisantosa Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: hety.sartika@yahoo.co.id.; murnidw@yahoo.co.id.; imanbudi_unsoed@yahoo.com Abstract This study aimed to know the interaction between NAA and BAP as well as to obtain the best combination of both treatments in promoting the growth of Nepenthes ampullariamicrocutting.an experiment arranged in a factorial Randomized Complete Block Design (RCBD) wasapplied. Stem segments were used as blocks, where block I was the first segment followed by the next two segments as block II and III respectively. Two factors, i.e. NAA concentrations (0, 5, 10, 15 µm) and BAP concentrations (0, 9, 18, 27 µm) were employed giving rise to 16 combination of treatments. Each treatment combination was replicated threetimes resulting in 48 experimental units. The parametersmeasured were date of shoot initiation, date of root initiation, shoot number, leaf number, root number, length of longest leafand shoot height. The results showed that interactionbetween NAA and BAP in promoting N. ampullariamicrocutting growth was observed. Combination between NAA of 0 µm and BAP of 18 µmwas found to be the best in promoting N. ampullariamicrocutting growth.meanwhile, combination between NAA 0 µm and BAP 27 µm was recommended to promote shoot number of N. ampullaria. Key words:nepenthes ampullaria, microcutting, NAA, BAP Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara NAA dan BAP serta untuk mendapatkan kombinasi terbaik dalam memacu pertumbuhan stek mikro Nepenthesampullaria.Rancangan percobaan berupa Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial. Potongan batang digunakan sebagai blok, blok pertama adalah segmen pertama diikuti oleh dua segmen berikutnya sebagai blok II dan III. Perlakuan terdiri atas 2 (dua) faktor yaitu konsentrasi NAA (0, 5, 10, 15 µm) dan konsentrasi BAP (0, 9, 18, 27 µm). Penelitian terdiri atas16 kombinasi perlakuan,masing-masing diulang sebanyak3 (tiga) kali, sehingga terdapat 48 unit percobaan. Parameter yang diukuradalah waktu inisiasi tunas, waktu inisiasi akar, jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang dari daun terpanjang dan tinggi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara NAA dan BAP dalam menacu pertumbuhan N ampullaria. Kombinasi antara NAA 0 pm dan BAP dari 18 μm merupakan kombinasi terbaik dalam memacu pertumbuhan N. ampullaria. Sementara itu, kombinasi antara NAA 0 pm dan BAP 27 pm disarankan untuk memacu jumlah tunas N. ampullaria. Kata kunci:nepenthes ampullaria, mikropropagasi, NAA, BAP Pendahuluan Tanaman Nepenthes atau yang lebih dikenal dengan sebutan tanaman kantong semar merupakan salah satu tanaman hias unik dan langka. Keunikan Nepenthes terletak pada ujung daunnya yang mengalami modifikasi menjadi kantong. Bentuk, warna, dan ukuran kantong Nepenthes sangat bervariasi. Menurut Direktorat Budidaya Tanaman Hias (2006), Nepenthes merupakan jenis tumbuhan yang termasuk dalam Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) Appendix 1 dan 2 tahun 2003. Tanaman yang terdaftar di dalamnya merupakan jenis-jenis yang telah terancam punah.salah satu contohnya adalah Nepenthes ampullaria Jack., yang saat ini masuk ke dalam daftar merah International Union for Conservation of Natureand Natural Resources(IUCN). Kelangkaan N. ampullaria disebabkan oleh kegiatan eksplorasi yang berlebihan tanpa ada upaya budidaya. Selain itu, dengan semakin menyusutnya luasan hutan yang disertai kerusakan, dikhawatirkan akan berdampak langsung pada berkurangnya populasi dan keanekaragamannya. Hal ini dapat menyebabkan kepunahannya jika t i d a k d i l a k u k a n u p a y a u n t u k menanggulanginya. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha pelestarian melalui mekanisme budidaya dan pemuliaan N. ampullaria (Mansur, 2007). Usaha pelestarian yang dapat

Sari, Heti Sartika, dkk. Efek NAA dan BAP terhadap Pembentukan Tunas, Daun, dan Tinggi Tunas : 195-201 195 dilakukan adalah melalui teknik kultur in vitro, salah satunya dengan cara memperbanyak tanaman menggunakan stek mikro, agar dapat dihasilkan bibit tanaman dalam jumlah cukup banyak dalam waktu relatif singkat. Stek mikro merupakan potongan batang yang berasal dari hasil kultur in vitro. Dalam memperbanyak stek diperlukan medium dengan penambahan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Medium yang digunakan adalah medium Murashige & Skoog. ZPT yang sering dimanfaatkan untuk memperbanyak stek mikro adalah NAA dan BAP. Naphthaleneacetic Acid (NAA) merupakan golongan auksin yang berfungsi dalam menginduksi pembentangan sel dan inisiasi pengakaran. Sementara itu, 6- Benzylamino Purin (BAP) berfungsi merangsang pembelahan sel dalam jaringan eksplan dan merangsang pertumbuhan tunas (Wattimena et al., 1992). NAA dan BAP yang ditambahkan diharapkan dapat merangsang pertumbuhan stek mikro, sehingga stek segera tumbuh dan akan memacu pembentukan tunas dan akar. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui interaksi antara NAA dan BAP dalam memacu pertumbuhan stek mikro N. ampullaria dan mendapatkan kombinasi perlakuan NAA dan BAP terbaik dalam memacu pertumbuhan stek mikro N. ampullaria. Metode Penelitian P e n e l i t i a n d i l a k s a n a k a n d i Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, pada bulan Agustus November 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial. Sebagai blok digunakan letak ruas batang. Faktor pertama adalah NAA yang terdiri atas empat taraf konsentrasi, yaitu 0, 5, 10, dan 15 µm. Faktor kedua adalah BAP dengan empat taraf konsentrasi, yaitu 0, 9, 18, dan 27 µm. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Cara Kerja Medium tanam yang digunakan adalah medium ½ MS, dalam pembuatan medium tanam dibuat larutan stok terlebih dahulu. Pembuatan larutan stok dilakukan dengan cara menimbang bahan-bahan kimia sesuai komposisi medium MS. Pembuatan medium tanam dimulai denganmemasukkan 1.000 ml akuades ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 160 ml larutan stok A; 1,6 ml stok B; 1,6 ml stok C; 0,8 ml stok D; 1,6 ml stok E; 32 gram gula dan ditambahkan akuades sampai volume mencapai 1600 ml selanjutnya dihomogenkan. Larutan tersebut dibagi ke dalam 16 beaker glass. NAA dan BAP ditambahkan pada masing-masing beaker glass sesuai perlakuan. Akuades ditambahkan sampai volume 180 ml. Keasaman medium diukur menggunakan ph meter hingga mencapai ph 5,8. Agaragar ditambahkan sebanyak 1,6 gram. Akuades ditambahkan kembali hingga volume 200 ml. Larutan medium tersebut dipanaskan diatas kompor pemanas sampai mendidih. Medium tanam yang telah mendidih dituang ke botol kultur yang telah disiapkan. Botol-botol yang telah terisi medium disterilkan dengan autoklaf pada 0 suhu 121 C dan tekanan 0,15 MPa selama 20 menit. Penanaman eksplan dilakukan dengan cara mengambil tanaman dari botol dengan pinset dan meletakkannya di dalam cawan petri yang dialasi dengan kertas saring steril. Pucuk apikal dibuang, tanaman dibagi ke dalam beberapa ruas (ruas I, ruas II, dan ruas III), tiap potongan masingmasing memiliki 1 daun. Eksplan tersebut ditanam ke dalam botol kultur yang telah berisi medium perlakuan. Selanjutnya, mulut botol dipanaskan di atas api bunsen dan ditutup dengan aluminium foil dan wraper serta diikat dengan karet gelang. Botol kultur yang telah berisi eksplan kemudian disimpan dalam ruang kulturpada suhu 18-0 22 C, dengan intensitas cahaya yang berasal dari lampu TL sebesar 2000-3000 lux yang dinyalakan secara terus menerus. Variabel yang diamati berupa pertumbuhan stek mikro N. ampullaria. Parameter yang diamati meliputi waktu inisiasi tunas, waktu inisiasi akar, jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang daun terpanjang, panjang akar terpanjang, dan tinggi tunas. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Ragam (ANOVA) pada taraf kepercayaan 95 % dan 99 %.

196 Biosfera 32 (3) September 2015 Apabila terdapat perbedaan nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji BNT. Hasil dan Pembahasan A. PengaruhHormon NAA dan BAP terhadapwaktuinisiasi Tunas N. ampullaria Hasil analisis ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap waktu inisiasi tunas menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara NAA dan BAP yang diberikan dalam mempengaruhi waktu inisiasi tunas. Hasil uji BNT aplikasi NAA dan BAP terhadap waktu inisiasi tunas menunjukkan bahwa waktu inisiasi tunas tercepat terjadi pada kombinasi perlakuan NAA 10 µm dan BAP 9 µm (N2B 1) yaitu pada hari ke 7,33 (Tabel 1). Hal ini sesuai dengan George dan Sherrington (1984) yang menyatakan bahwa inisiasi tunas dan akar diatur oleh interaksi antara auksin dan sitokinin yang diberikan ke dalam medium. Auksin atau sitokinin eksogen yang diberikan akan mempengaruhi kandungan total auksin dan sitokinin endogen. Oleh karena itu, eksplan perlakuan (N B ) inisiasi 2 1 tunas lebih cepat apabila dibandingkan dengan eksplan perlakuan tanpa auksin dan sitokinin (N B ) yang muncul pada hari ke 0 0 21,33. Selanjutnya, setelah perlakuan N B 2 1 terdapat perlakuan N B (NAA 0 µm dan BAP 18 µm) yang memacu inisiasi tunas pada hari ke 14. Penambahan NAA dan BAP ke dalam medium mampu mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Wareing dan Phillips (1981) sitokinin merupakan ZPT yang jika dikombinasikan dengan auksin dapat merangsang pembelahan dan menentukan arah diferensiasi sel. Peran BAP dalam menstimulir pertumbuhan tunas akan lebih efektif, apabila dalam medium kultur cukup tersedia auksin. Tabel 1. Uji BNT Interaksi Perlakuan NAA dan BAP terhadap Waktu Inisiasi Tunas N. ampullaria (hari) NAA BAP N0 (0 µm) 21,33 a 25,67 b 14,00 a 18,33 ab (pq) (q) (p) (pq) N1 (5 µm) 24,67 a 22,00 b 16,67 ab 17,00 a (q) (pq) (p) (pq) N2 (10 µm) 23,33 a 7,33 a 23,67 b 19,00 ab (q) (p) (q) (q) N3 (15 µm) 24,00 a 18,33 b 21,67 ab 25,00 b BNT 0,05 = 7,90 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 B. PengaruhHormon NAA dan BAP terhadap Jumlah Tunas N. ampullaria Jumlah tunas merupakan faktor terpenting dalam multiplikasi tanaman pada kultur in vitro. Semakin banyak tunas yang terbentuk, semakin banyak peluang didapatkan calon tanaman. Selanjutnya, tunas-tunas tadi dapat dipisahkan sehingga akan diperoleh tunas-tunas baru dalam jumlah yang banyak. Eksplan yang ditanam pada media perlakuan secara keseluruhan mampu membentuk tunas. Hal ini menunjukkan bahwa eksplan yang ditanam sangat responsif terhadap perlakuan yang diberikan. ZPT yang digunakan tidak kehilangan aktivitasnya dalam memacu pembentukan tunas. Hasil analisis ragam pengaruh NAA dan BAP terhadap jumlah tunas N. ampullaria menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara NAA dan BAP yang diberikan dalam mempengaruhi jumlah tunas pada pengamatan 8 mst dan 12 mst. Namun, pada pengamatan 4 mst hanya faktor tunggal NAA saja yang berpengaruh nyata. Hasil uji lanjut perlakuan NAA

Sari, Heti Sartika, dkk. Efek NAA dan BAP terhadap Pembentukan Tunas, Daun, dan Tinggi Tunas : 195-201 197 terhadap jumlah tunas N. Ampullaria memperlihatkan bahwa perlakuan NAA 0 µm (N 0) mampu menghasilkan tunas terbanyak yaitu sebesar 3,75 buah (Tabel 2). Hal ini diduga karena kandungan auksin endogen pada eksplancukup tinggi, sehingga tanpa penambahan NAA pun tanaman dapat manghasilkan tunas yang cukup banyak. Tabel 2. Uji BNT Perlakuan NAA terhadap Jumlah Tunas N. ampullaria pada Pengamatan 4 mst NAA Rata-rata N0 (0 µm) 3,75 b N1 (5 µm) 2,5 a N2 (10 µm) 3,25 b N3 (15 µm) 2,75 a BNT 0,05 0,30 Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 Hasil uji BNT aplikasi NAA dan BAP terhadap jumlah tunas N. Ampullaria pada pengamatan 8 mst dan 12 mst menunjukkan bahwa jumlah tunas pada perlakuan NAA 0 µm (N ) meningkat sejalan dengan 0 peningkatan konsentrasi BAP. Peningkatan NAA tanpa penambahan BAP (B ) 0 cenderung menghambat jumlah tunas(tabel 3). Sementara itu, uji lanjut aplikasi NAA dan BAP terhadap jumlah tunas pada pengamatan 12 mst menunjukkan bahwa jumlah tunas terbanyak di peroleh pada kombinasi perlakuan NAA 0 µm dan BAP 27 µm (N B ) yaitu sebanyak 7 buah, kemudian diikuti oleh perlakuan NAA 0 µm dan BAP 18 µm (N0B 2) yang menghasilkan jumlah tunas sebanyak 5 buah. Antara N0B 3 dan N0B2 tidak berbeda nyata. Artinya, N0B2 merupakan perlakuan yang efisien dalam memacu jumlah tunas N. ampullaria pada umur 12 mst. Hal ini sesuai dengan penelitian Harahap (2010) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan akan meningkatkan pertambahan jumlah tunas pada tanaman Nepenthes gracilis. Hartman et al. (1997) menyatakan bahwa penambahan sitokinin ke dalam medium kultur in vitrodapat menginduksi jumlah tunas lebih banyak dalam konsentrasi tinggi. Tabel 3. Uji BNT Interaksi Perlakuan NAA dan BAP terhadap Jumlah Tunas N. ampullaria (buah) pada pengamatan 8 mst dan 12 mst Umur NAA BAP 8 mst N0 (0 µm) 1,33 a 2,00 a 3,33 b 4,67 b (p) (p) (q) (r) N1 (5 µm) 2,67 b 2,00 a 1,00 a 1,67 a (q) (pq) (p) (pq) N2 (10 µm) 1,33 a 1,67 a 1,00 a 1,00 a N3 (15 µm) 1,00 a 1,33 a 1,67 a 1,00 a BNT 0,05 = 1,22 12 mst N0 (0 µm) 1,67 a 2,67 a 5,00 b 7,00 b (p) (p) (q) (r) N1 (5 µm) 4,00 b 2,00 a 1,00 a 2,00 a (q) (p) (p) (p) N2 (10 µm) 1,67 a 1,67 a 1,00 a 1,00 a N3 (15 µm) 1,00 a 1,67 a 2,00 a 1,00 a BNT 0,05 = 1,44 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05

198 Biosfera 32 (3) September 2015 C. PengaruhHormon NAA dan BAP terhadap Jumlah DaunN. ampullaria Hasil analisis ragam pengaruh NAA d a n B A P t e r h a d a p j u m l a h d a u n menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara NAA dan BAP dalam mempengaruhi jumlah daun, baik pada pengamatan 4 mst, 8 mst, maupun 12 mst. Hasil uji BNT aplikasi NAA dan BAP terhadap jumlah daun pada pengamatan 12 mst, jumlah daun terbanyak dihasilkan oleh NAA 0 µmdan BAP 27 µm (N0B 3) yaitu sebanyak 12,33 helai (Tabel 4). Sementara itu, terdapat perlakuan lain yaitu perlakuan NAA0 µm dengan penambahan BAP 18 µm (N B ) yang cukup memacu jumlah daun dengan hasil 10,67. Jumlah daun pada perlakuan N B tidak signifikan terhadap N B. Artinya, perlakuan tersebut cukup baik dalam memacu jumlah daun. Perlakuan N B menghasilkan jumlah daun paling banyak yakni 4,33 pada pengamatan 4 mst. Sementara itu, pada umur yang sama (4 mst) perlakuan N0B3 mempunyai jumlah daun lebih rendah daripada N B yakni sebanyak 2,00. Artinya, perlakuan N B pada umur 4 mst paling baik memacu pertumbuhan jumlah daun. Tabel 4.Uji BNT Interaksi Perlakuan NAA dan BAP terhadap Jumlah Daun N. ampullaria (helai) pada pengamatan 4, 8, dan 12 mst Umur NAA BAP 4 mst N0 (0 µm) 1,00 a 1,00 a 4,33 b 2,00 b (p) (p) (q) (p) N1 (5 µm) 1,00 a 1,33 a 1,00 a 2,00 b N2 (10 µm) 1,33 a 3,67 b 2,00 a 0,67 a (pq) (r) (q) (p) N3 (15 µm) 0,33 a 1,00 a 1,00 a 0,00 a BNT 0,05 = 1,25 8 mst N0 (0 µm) 5,33 bc 2,67 a 6,33 b 9,00 c (q) (p) (q) (r) N1 (5 µm) 6,67 c 4,67 ab 3,67 a 6,00 b (q) (pq) (p) (pq) N2 (10 µm) 3,67 ab 6,67 b 2,00 a 4,00 ab (p) (q) (p) (p) N3 (15 µm) 2,67 a 3,00 a 2,67 a 2,67 a BNT 0,05 = 2,59 12 mst N0 (0 µm) 8,33 b 4,33 a 10,67 b 12,33 c (q) (p) (qr) (r) N1 (5 µm) 12,00 c 7,00 ab 5,33 a 7,33 b (q) (p) (p) (p) N2 (10 µm) 5,00 ab 8,00 b 3,00 a 5,33 ab (pq) (q) (p) (pq) N3 (15 µm) 3,67 a 4,33 a 3,33 a 3,00 a BNT 0,05 = 3,58 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05

Sari, Heti Sartika, dkk. Efek NAA dan BAP terhadap Pembentukan Tunas, Daun, dan Tinggi Tunas : 195-201 199 Pada pengamatan 4 mst, jumlah daun perlakuan N0B2 sebanyak 4,33 helai. Pertambahan jumlah daun perlakuan N 0 B 2 pada pengamatan 8 mst tidak pesat hanya 2 helai saja. Namun, pada perlakuan N 0 B 3 pengamatan 4 mst menghasilkan jumlah daun sebesar 2,00 helai dan pada pengamatan 8 mst jumlah daun bertambah menjadi 9,00 helai. Penambahan cukup pesat sebesar 7 helai daun selama 4 minggu. Ada pergeseran penambahan jumlah daun terbanyak pada pengmatan 4 dan 8 mst dari N0B2 menjadi N0B 3 (Tabel 4 dan Gambar 1). Hal tersebut diduga terjadi karena perubahan respon fisiologi pada masing-masing tanaman yang bervariasi, terkait dengan kecocokan dari ZPT yang diberikan ke dalam medium. Gambar 1. Grafik Hubungan antara Jumlah Daun Perlakuan N B, N B, N B, 0 0 0 1 N B padapengamatan 4, 8, dan 12 mst Penelitian sebelumnya oleh Adrian (2011), menggunakan media MS dengan penambahan BAP 1,3 µm dapat memacu jumlah daun N. alata terbanyak sebesar 12,00 helai pada pengamatan 12 mst. Hasil penelitian ini, jumlah daun N. ampullaria terbanyak dihasilkan pada perlakuan NAA 0 µm dan BAP 27 µm (N0B 3) sebesar 12,33 helai daun pada pengamatan 12 mst. Penelitian lain yang dilakukan oleh Yudhanto (2012) menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman N. mirabilis yang ditanam pada media MS dengan kombinasi NAA 10,7 µm dan BAP 11,1 µmmenghasilkan jumlah daun terbanyak yaitu sebesar 19,5 helai daun pada pengamatan 10 mst. D. Pengaruh Hormon NAA dan BAP terhadap Panjang DaunTerpanjang N. ampullaria Hasil analisis ragam aplikasi NAA dan BAP terhadap panjang daun terpanjang menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara NAA dan BAP. Hasil uji BNT aplikasi NAA dan BAP terhadap panjang daun terpanjang pada pengamatan 12 mst, panjang daun terpanjang dihasilkan oleh NAA 0 µmdan BAP 18 µm (N B )yaitu 1,47 cm. Pada konsentrasi NAA 0 µm dan dengan ditingkatkannya konsentrasi BAP menjadi 27 µm (N B ), diperoleh panjang daun terpanjang sebesar 0,63 cm. Hal ini mengindikasikan bahwatanpa NAA, BAP efektif mempengaruhi panjang daun terpanjang dalam konsentrasi yang sedang (Tabel 5). Penelitian sebelumnya oleh Alitalia (2008), menunjukkan bahwa pemberian BAP 4,4 µm mampu menghasilkan panjang daun terpanjang sebesar 1,98 cm. Apabila konsentrasi BAP ditingkatkan menjadi 8,8 µm, maka panjang daun sebesar 0,91 cm. Hal ini mengindikasikan bahwa BAP efektif digunakan dalam konsentrasi yang sedang.

200 Biosfera 32 (3) September 2015 Tabel 5. Uji BNT Interaksi Perlakuan NAA dan BAP terhadap Panjang Daun Terpanjang N. ampullaria (cm) pada Pengamatan 12 mst NAA BAP N0 (0 µm) 0,87 b 0,30 a 1,47 c 0,63 ab (q) (p) (r) (pq) N1 (5 µm) 1,33 c 0,43 a 1,30 c 0,83 b (q) (p) (q) (p) N2 (10 µm) 0,33 a 1,13 b 0,77 b 0,37 a (p) (r) (qr) (pq) N3 (15 µm) 0,43 a 0,47 a 0,30 a 0,47 ab BNT 0,05 = 0,42 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 E. Pengaruh Hormon NAA dan BAP terhadap Tinggi Tunas N. ampullaria Hasil analisis ragam aplikasi NAA dan BAP terhadap tinggi tunas N. ampullaria menunjukkan bahwa terdapat interaksi NAA dan BAP. Hasil uji BNT pengaruh NAA dan BAP terhadap tinggi tunas menunjukkan bahwa tinggi tunas yang paling baik dihasilkan pada kombinasi perlakuan NAA 5 µm dan BAP 0 µm (N1B 0) yaitu sebesar 1,20 cm (Tabel 6). Hasil yang tidak berbeda jauh juga ditunjukkan oleh perlakuan NAA 0 µm dan BAP 18 µm (N0B 2) yaitu sebesar 1,13 c m. H a l i n i m e n u n j u k k a n u n t u k menghasilkan tanaman yang cukup tinggi hanya diperlukan konsentrasi NAA yang cukup rendah bahkan tanpa pemberian BAP. Pertumbuhan tanaman N. ampullaria cukup lambat. Secara genetis tanaman tinggi N. ampullaria relatif lebih pendek apabila dibandingkan dengan tinggi tanaman Nepenthes spesies lain. Tabel 6.Uji BNT Interaksi Perlakuan NAA dan BAP terhadap Tinggi TunasN. ampullaria (cm) pada Pengamatan 12 mst NAA BAP N0 (0 µm) 1,00 bc 0,63 a 1,13 b 0,87 a (q) (p) (q) (pq) N1 (5 µm) 1,20 c 0,73 ab 0,87 ab 0,73 a (q) (p) (p) (p) N2 (10 µm) 0,67 a 1,03 b 0,83 ab 0,67 a (p) (q) (pq) (p) N3 (15 µm) 0,80 ab 0,87 ab 0,67 a 0,67 a BNT 0,05 = 0,33 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 Aplikasi NAA dan BAP pada penelitian ini tidak dapat memacu pembentukan akar N. ampullaria. Diduga faktor browning pada b a g i a n b a w a h e k s p l a n l a h y a n g menyebabkan ketidakmampuan eksplan dalam membentuk akar. Faktor lain yang

Sari, Heti Sartika, dkk. Efek NAA dan BAP terhadap Pembentukan Tunas, Daun, dan Tinggi Tunas : 195-201 201 diduga menjadi penyebabnya adalah potongan bagian batang yang diharapkan menjadi tempat munculnya akar dengan jarak terlalu pendek. Sebagian besar eksplan tidak mampu menumbuhkan akar, sampai akhir waktu pengamatan 12 mst. Sebanyak tiga buah eksplan mampu menumbuhkan akar yaitu perlakuan N B, 0 0 N B, dan N B. 1 1 2 2 Hasil pengamatan secara visual menunjukkan bahwa pertumbuhan eksplan yang paling baik ditunjukkan pada perlakuan N B. Hal ini dapat dilihat dari kesehatan eksplan, jumlah daun, ukuran daun terpanjang, banyaknya tunas, dan kemampuan tanaman dalam membentuk kantong. Selanjutnya, diikuti oleh tanaman N B dengan jumlah tunas dan jumlah daun yang paling banyak. Akan tetapi, tunas dan daun yang dihasilkan pada tanaman perlakuan N B berukuran kecil serta tidak membentuk kantong. Simpulan dan Saran A. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan terdapat interaksi pemberian hormon NAA dan BAP dalam memacu pertumbuhan N. ampullaria. Kombinasi perlakuan NAA 0 µm dan BAP 18 µm (N0B 2) merupakan kombinasi yang paling baik dalam memacu pertumbuhan N. ampullaria. B. Saran Untuk memacu pertumbuhan N. ampullaria secara in vitro dapat digunakan BAP 18 µm. Sementara itu, untuk meningkatkan jumlah tunas dapat digunakan BAP 27 µm. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjang usaha konservasi tanaman N. ampullaria yang semakin sedikit jumlahnya di alam dan usaha budidaya N. ampullaria. Daftar Pustaka Adrian, 2011. Pengaruh Pemberian Hormon BAP terhadap Multiplikasi Tunas T u m b u h a n K a n t u n g S e m a r (Nepenthes alata Blanco) pada Media Tanam Murashige dan Skoog dengan Teknik In Vitro. Skripsi. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Alitalia, Y., 2008. Pengaruh Pemberian BAP dan NAA terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tunas Mikro Kantong Semar (Nepenthes mirabilis) secara In Vitro. Skripsi. Bogor: Program Studi Hortikultura Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Direktorat Budidaya Tanaman Hias, 2006. Profil Tanaman Hias: Zingiberaceae, Phalaenopsis, Cordyline. Direktorat Jenderal Hortikultura. Departemen Pertanian. George, E. F. & Sherrington, P. D., 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. H a n d b o o k a n d D i r e c t o r y o f Commercial Laboratories. England: Exegetis Ltd. Harahap, A. S., 2010. Mikropropogasi Tunas Kantong Semar (Nepenthes gracillis Korth.) dengan Pemberian NAA dan BAP secara In Vitro. Skripsi. Medan: Departemen Budidaya Pertanian Universitas Sumatera Utara. Hartmann H. T., Kester D. E., Davies F. T., & G e n e v e, R. L., 1 9 9 7. P l a n t P r o p a g a t i o n. P r i n c i p l e s a n d Practicles. Sixth Edition. New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited. Mansur, M., 2007. Nepenthes Kantong Semar yang Unik. Cetakan ketiga. Jakarta: Penebar Swadaya. Wareing, P. F. & Phillips, I. D. J., 1981. The Control of Growth and Differentation in Plant. Oxford: Pergamon Press. Wattimena, G. A., Gunawan, L. W., Mattjik, N. A., Syamsudin, E., Wiendi, N. M. A., & Ernawati, A., 1992. Bioteknologi Tanaman. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Yudhanto, A. S., 2012. Pengaruh Kombinasi NAA dengan Sitokinin (BAP, Kinetin dan 2iP) terhadap Daya Ploriferasi Tanaman Kantong Semar (Nepenthes mirabilis) secara In Vitro. Skripsi. Bogor: Departemen Agronomi danhortikultura. Institut Pertanian Bogor.