Bab 3 Metodologi Penelitian Percobaan ini melewati beberapa tahap dalam pelaksanaannya. Langkah pertama yang diambil adalah mempelajari perkembangan teknologi mengenai barium ferit dari berbagai sumber yang telah lebih dahulu meneliti barium ferit. Sumber yang penulis gunakan adalah dari buku dan juga jurnal-jurnal baru, khususnya jurnal terbaru yang membahas mengenai pembuatan barium ferit dengan metode solgel auto combustion, sesuai dengan yang akan penulis kerjakan dalam penelitian ini. Langkah berikutnya adalah merancang percobaan yang akan dilakukan, perancangan yang dilakukan adalah penentuan parameter-parameter yang digunakan dalam mensintesis bahan-bahan yang akan dipakai, serta menentukan prosedur percobaan yang akan dilakukan. Hal ini dilakukan supaya ketika dilakukan percobaan tidak muncul kekeliruan dalam mengambil langkah apa selanjutnya yang harus dilakukan, karena akan mengganggu jalannya penelitian ini. Setelah selesai merancang percobaan, maka percobaan dapat segera dilakukan. Langkah berikutnya yang penulis lakukan setelah menyelesaikan percobaan adalah melakukan karakterisasi serbuk menggunakan alat X-Ray Diffraction (XRD) dan juga karakterisasi SEM, selain itu untuk mengukur sifat magnet yang didapatkan digunakan karakterisasi sifat magnet dengan alat permagraph. Karakterisasi XRD dan SEM dilakukan untuk melihat fasa apa saja yang terbentuk dan juga untuk mengukur bentuk serbuk, ukuran serbuk, serta distribusi serbuk yang terjadi. Setelah selesai melakukan percobaan dan melakukan karakterisasi, maka data-data yang didapatkan langsung dianalisa, sehingga akan didapatkan suatu kesimpulan. Dalam subbab berikut akan dijelaskan mengenai percobaan yang dilakukan dan juga diagram alir dari percobaan yang telah dilakukan. 17
3.1 Diagram percobaan Diagram alir yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut : Penentuan komposisi Larutan Ba(NO 3 ) 2 + Larutan Fe(NO 3 ) 3.9H 2 O + Larutan asam sitrat Penambahan oksidan Penetesan NH 4 OH Larutan sitrat - nitrat Larutan sitrat nitrat - oksidan Larutan sitrat nitrat dengan ph 7 Dehidrasi termal Gel Auto combustion Serbuk hasil pembakaran Kalsinasi Serbuk BaFe 12 O 19 Karakterisasi XRD Serbuk BaFe 12 O 19 Karakterisasi SEM Kompaksi Karakterisasi sifat magnet Diagram 3.1 Diagram Alir Percobaan 18
3.2 Alat dan Bahan Peralatan dan juga bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut : PERALATAN BAHAN Gelas kimia Fe(NO 3 ) 3.9H 2 O analytical grade Ultrasonic cleaner Ba(NO 3 ) 2 analytical grade Batang pengaduk Asam sitrat 98% technical grade Neraca analitik Aqua bidestilat Indikator universal (kertas) NH 4 OH 25% Hot plate H 2 O 2 50% Mortar & penumbuk Boat Jangka sorong Tungku pemanas Dies cetakan magnet Alat kompaksi hidrolik Permagraph Tabel 3.1 Tabel Peralatan dan Bahan Gambar 3.1 Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan 19
3.3 Penentuan Komposisi Untuk membuat BaFe 12 O 19, rasio stoikiometri Fe/Ba harus 12, atau dengan kata lain untuk 1 mol kation Ba 2+ diperlukan 12 mol Fe 3+. Namun, dalam percobaan, rasio Fe/Ba 12 belum tentu menghasilkan serbuk dengan fasa tunggal BaFe 12 O 19 pada akhir kalsinasi karena ada Ba yang menguap. [6] Pada percobaan yang dilakukan rasio Fe/Ba yang digunakan adalah 7 dan 12. Berdasarkan percobaan yang telah dilkakukan Bahadur dan rekan-rekannya, yang melihat pengaruh perbedaan rasio konsenterasi ion logam dan juga asam sitrat sebagai bahan bakarnya, didapatkan bahwa rasio terbaik untuk menghasilkan magnet dengan sifat magnet dan ukuran partikel yang paling baik adalah 1 : 2 (mol ion logam : mol asam sitrat). Pada percobaan ini akan ditambahkan oksidan pada larutan dengan berbagai konsenterasi oksidan yang berbeda, sehingga perbandingan yang terjadi adalah mol ion logam : mol asam sitrat : mol oksidan. Perbandingan yang akan digunakan adalah 1 : 2 : 1, 1 : 2 : 2, 1 : 2 : 3, dan 1 : 2 : 4. Penghitungan pertama adalah menghitung massa bahan-bahan yang digunakan Rasio Fe/Ba = 7 Massa Fe(NO 3 ) 3. 9H 2 O = 75 gram Mol Fe(NO 3 ) 3. 9H 2 O = massa / Mr = 75 / 404 = 0,186 mol Mol Fe : Mol Ba = 1 : 7 Mol Ba = 0,186 / 7 = 0,0266 mol Massa Ba(NO 3 ) 2 = mol Ba(NO 3 ) 2 x Mr Ba(NO 3 ) 2 = 0,0266 x 261,3 = 6,95 gram Total mol ion logam = 0,186 + 0,0266 = 0,2126 mol Mol ion logam : mol asam sitrat = 1 : 2 Mol asam sitrat = 0,2126 x 2 = 0,4252 mol. Massa asam sitrat = mol C 6 H 8 O 7 x Mr C 6 H 8 O 7 = 0,4252 x 192,027 = 81,65 gram Asam sitrat memiliki kemurnian 98 %, sehingga massa asam sitrat yang ditambahkan menjadi 100 / 98 x 81,65 = 83,3 gram. 20
Rasio Fe / Ba = 12 Mol Fe(NO 3 ) 3. 9H 2 O = 75 / 404 = 0,18564 mol Mol Ba(NO 3 ) 2 = 0,18564 / 12 = 0,01547 mol Massa Ba(NO 3 ) 2 = 0,01547 x 261,3 = 4 gram Total mol ion logam = 0,18564 + 0,01547 = 0,20111 mol Mol asam sitrat = 2 x 0,20111 = 0,40222 mol Massa asam sitrat = 0,40222 x 192,027 = 77,23 gram Penghitungan selanjutnya adalah jumlah pelarut untuk melarutkan bahanbahan tersebut. Rasio Fe/Ba = 7 Kelarutan Fe(NO 3 ) 3 = sangat larut dalam air. Untuk melarutkan 75 gram Fe(NO 3 ) 3. 9H 2 O digunakan 75 ml aqua bidestilat. - Kelarutan Ba(NO 3 ) 2 = 11g/100mL air pada 25 C dan 20g/100 ml air pada 60 C Untuk melarutkan 6,79 gram Ba(NO 3 ) 3 diperlukan 6,95/20 x 100 ml = 34,75 ml Dalam percobaan, untuk melarutkan barium nitrat, digunakan 35 ml aqua bidestilat 60 C. - Kelarutan asam sitrat = 133g/100 ml air. Untuk melarutkan 83,3 gram asam sitrat digunakan 70 ml aqua bidestilat. Rasio Fe/Ba = 12-75 gram Fe(NO 3 ) 3. 9H 2 O dilarutkan dalam 75 ml aqua bidestilat, 4 gram Ba(NO 3 ) 2 dalam 35mL aqua bidestilat 40 o C, dan 77 gram asam sitrat dalam 60 ml aqua bidestilat. 21
Penghitungan dilanjutkan dengan menghitung banyaknya oksidan yang harus ditambahkan pada larutan yang telah dibuat tadi. Rasio Fe/Ba = 7 Sampel dibagi menjadi empat bagian ke dalam gelas kimia,masing- masing 21 ml, masing- masing sampel ini akan ditambahkan oksidan H 2 O 2, sehingga rasio mol ion logam : mol asam sitrat : mol oksidan menjadi 1:2:1, 1:2:2, 1:2:3, dan 1:2:4, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal. Oksidan H 2 O 2 : Massa molekul = 34 gram/mol Massa jenis = 1,4 gram/ml Mol H 2 O 2 (1:2:1) = 21 / 278 x 0, 2126 = 0,016 mol Massa H 2 O 2 = 0,016 x 34 = 0,546 gram Volume H 2 O 2 = 0,546 /1,4 = 0,39 ml Volume H 2 O 2 50%= 0,39 x 2 = 0,78 ml 0,78 ml adalah jumlah H 2 O 2 yang harus ditambahkan untuk membuat rasio menjadi 1:2:1, untuk meningkatkan rasio menjadi 1:2:2, 1:2:3, dan 1:2:4, jumlah H 2 O 2 yang harus ditambahkan cukup digandakan saja, sehingga perhitungannya menjadi seperti berikut : - Volume H 2 O 2 yang harus ditambahkan untuk membuat rasio menjadi 1:2:2 adalah 1,56 ml. - Volume H 2 O 2 yang harus ditambahkan untuk membuat rasio menjadi 1:2:3 adalah 3,12 ml. - Volume H 2 O 2 yang harus ditambahkan untuk membuat rasio menjadi 1:2:4 adalah 6,24 ml. Rasio Fe/Ba = 12 Pada rasio ini, sampel dibuat menjadi dua kondisi, yang pertama sampel tidak ditambahkan oksidan. Kondisi yang kedua, dengan menambahkan oksidan H 2 O 2 pada larutan. Volume total larutan sitrat nitrat yang terbentuk sebelumnya adalah 238 ml 22
yang kemudian dibagi menjadi 5, dengan volume masing-masing sekitar 47,5 ml. Perhitungan jumlah oksidan yang ditambahkan adalah sebagai berikut. Oksidan H 2 O 2 : Mol H 2 O 2 = 47,5/238 x 0,20178 = 0,04 mol Massa H 2 O 2 = 0,04 x 34 = 1,37 gram Volume H 2 O 2 = 1,37/1,4 = 0,9 ml Volume H 2 O 2 50% = 100/50 x 0,9 ml = 1,8 ml 3.4 Proses Sol-Gel Auto Combustion Langkah selanjutnya setelah menghitung komposisi dari larutan yang akan dibuat, adalah memproses larutan sesuai dengan langkah yang ada pada diagram alir percobaan. Pada awalnya 75 gram serbuk Fe(NO 3 ) 3.9H 2 O dilarutkan dalam 75 ml aqua bidestilat, 6,79 gram Ba(NO 3 ) 2 dilarutkan dalam 35 ml aqua bidestilat yang telah dipanaskan sampai dengan temperatur kurang lebih 60 C sehingga terbentuk larutan nitrat yang seharusnya memiliki perbandingan mol Fe/Ba = 12 (pada percobaan pertama, rasio Fe/Ba = 7,14). 131,68 gram asam sitrat dilarutkan dalam 100 ml aqua bidestilat. Ketiga larutan yang telah terbentuk tadi dicampurkan dan diaduk di dalam satu gelas kimia sampai terbentuk larutan yang berwarna merah hitam dengan volume total 278 ml. Empat gelas kimia berukuran 50 ml masingmasing diisi dengan 29 ml larutan sitrat-nitrat yang telah dibuat tadi. Ke dalam setiap gelas kimia tersebut kemudian ditambahkan oksidan H 2 O 2 yang berbeda konsenterasinya untuk setiap gelas kimia tersebut, yaitu sebanyak 0,78 ml, 1,56 ml, 3,12 ml, dan 6,24 ml. Ketika proses penambahan oksidan ini terjadi reaksi panas dan timbul gas beberapa saat setelah penuangan oksidan ke dalam larutan asam sitrat, terutama pada larutan yang ditambahkan oksidan dengan jumlah paling banyak, sehingga penuangan oksidan harus dilakukan dengan perlahan-lahan agar larutan tidak tumpah. 23
Gambar 3.2 Larutan asam-sitrat-oksidan Setelah selesai dilakukan penuangan oksidan, maka larutan tersebut masingmasing ph-nya harus dibuat netral, caranya dengan menambahkan NH 4 OH ke dalam larutan. NH 4 OH ditambahkan dengan cara diteteskan sedikit-sedikit supaya ph yang tercapai tepat 7, tidak berlebih. Penuangan NH 4 OH juga dilakukan sambil digetarkan didalam penggetar ultrasonik, tujuannya agar larutan benar-benar tercampur dan bereaksi sempurna. Indikator bahwa ph larutan telah netral adalah pengukuran dengan kertas indikator universal. Setalah didapat kan ph 7, maka larutan dipanaskan diatas hot plate agar pelarut yang ada di dalam larutan tersebut menguap. Suhu yang digunakan untuk memanaskan larutan antara 80-90 o C. Pemanasan dilakukan sambil diaduk dengan stirrer. Pemanasan dilakukan sampai larutan menjadi gel, proses pembuatan larutan sampai menjadi gel ini berlangsung selama 3 jam. Gambar 3.3 Gel hasil pemanasan (kiri), larutan sebelum dipanaskan (kanan) Gel yang terbentuk dari proses pemanasan tadi tidak terlalu kental. Setelah didapatkan gel, maka gel tersebut dipindahkan ke dalam gelas kimia 600mL, dan dipanaskan di dalam tungku pada suhu 250 o C. Setelah beberapa menit dipanaskan, gel tersebut mengembang dengan cepat, sampai memenuhi gelas kimia, lalu gel mulai 24
terbakar. Setelah proses pembakaran benar-benar tuntas, maka terbentuk serbuk yang telah mengembang, tapi strukturnya sangat rapuh, sehingga dapat dengan mudah digerus. Sebelum penggerusan serbuk berwarna hitam kecoklatan, dan setelah melalui proses penggerusan, warna serbuk menjadi hitam. Langkah yang telah diuraikan di atas dilakukan juga pada larutan sitrat nitrat hasil percobaan yang kedua (rasio Fe/Ba = 12), hasil yang didapatkan struktur serbuk hasil penggerusan sangat halus. (a) (b) Gambar 3.4 (a) gel setelah dibakar di dalam tungku 250 o C (b) serbuk sebelum digerus 3.5 Kalsinasi Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, gel yang dibakar di tungku membentuk serbuk, langkah selanjutnya adalah pemanasan serbuk pada temperatur tertentu selama batas waktu yang telah ditentukan, atau kalsinasi. Tujuan dari kalsinasi ini adalah untuk memastikan bahwa fasa yang terbentuk adalah barium ferit (BaFe 12 O 19 ). Untuk serbuk dengan rasio Fe/Ba = 7, pemanasan dilakukan bertahap, yaitu pada suhu 700 o C selama 3 jam, kemudian dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 900 o C selama 3 jam, dan dilanjutkan lagi dengan pemanasan pada suhu 1100 o C selama 3 jam. Untuk serbuk dengan rasio Fe/Ba=12 kalsinasi yang dilakukan berbeda dengan rasio Fe/Ba=7, yaitu pemanasan dilakukan secara langsung, pada suhu 1100 o C selama 3 jam. Perbedaan proses ini diharapkan akan memberikan perbedaan dari hasil yang didapat. 25
Gambar 3.5 Tungku untuk kalsinasi serbuk Gambar 3.6 Hasil serbuk setelah dikalsinasi 3.6 Kompaksi Setelah sebagian serbuk disisihkan untuk keperluan karakterisasi, maka serbuk dicetak menjadi sampel magnet sesuai dengan bentuk magnet yang diinginkan, sehingga sampel tersebut dapat diukur sifat magnetnya. Kompaksi magnet dilakukan dengan mesin hidraulik. Gambar 3.7 Alat kompaksi dan dies yang digunakan untuk mencetak 26
3.7 Karakterisasi Serbuk dan Pengukuran Sifat Magnet Sebuk hasil kalsinasi dikarakterisasi dengan menggunakan alat XRD dan SEM, serta pengukuran sifat magnet digunakan permagraph yang terdapat di LIPI Jalan Sangkuriang, Bandung. Gambar 3.8 Alat Permagraph MPS EP2/100053 27