PENDAHULUAN Latar Belakang Bioteknologi adalah salah satu bentuk pemuliaan non konvensional yang dapat dipakai untuk meningkatkan mutu pemuliaan tanaman. Bioteknologi didefinisikan sebagai penggunaan proses biologi dari mikroba, tanaman atau hewan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi manusia. Apliii bioteknologi dapat memperbaiki sifat tanaman dengan lebih efisien dan akurat karena $en dari sifat tertentu yang ingin ditambahkan sudah diarakterisasi secara akurat szrta dapat dilacak. Teknologi ini memberikan peluang bagi pemulia untuk merakit tanaman yang diinginkan dengan waktu lebih cepat (Bahagiawati & Herman 2008). Dengan bioteknologi diarapkan dapat menyelesaikan masalahmasalah di bidang pertanian yang tidak dapat diselesaikan dengan cara konvensional. Rekayasa genet& merupakan salah satu teknik bioteknologi yang dilakukan dengan cara pemindahan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya yang dikenal juga dengan istilah transgenik. Perkembangan pemanfaatan teknologi modem rekayasa genetika (genetically modijied organism, GMO) melalui rekombinasi DNA, telah menghasilkan produk rekayasa genetika (PRG) baik tanaman transgenik yang mempunyai sifat-sifat baru yang diinginkan untuk mengatasi kendala utama dalam rangka meningkatkan produksi pertanian, maupun menghasiikan produk pangan yang lebii berkwalitas, serta peningkatan daya saing produk di pasar global. Sejak dilepas pada tahun 1996 untuk tujuan komersial, aplikasi bioteknologi PRG di dunia meningkat dengan pesat, temtama untuk produk pangan. Pada tahun 1997 luas tanarn PRG di dunia kurang dari 8 juta ha. Pada tahun 2006 telah menjadi 102 juta ha, meningkat 13 kali lipat. Pada tahun 2007 luas areal penanaman menjadi 114,7 juta ha yang ditanam di 23 negara yang terdiri atas 11 negara industri dm 12 negara berkembang, dan peningkatan luas tanarn yang terbesar adalah di USA, Argentina, Brazil, Canada, India, dan China (ISAAA 2007). Dua komoditas utama PRG pangan yang ditanam luas dan tersebar di berbagai negara adalah produk pangan terutama kedelai (soybean) dan
jagung (maize), sedangkan untuk PRG nonpangan adalah kapas (cotton). PRG bempa tomat, pepaya, alfalfa dan beras masih kecil luas tanamnya. Selama rentang waktu sepuluh tahun, luas tanam kedelai PRG di dunia meningkat drastis dari 1,7 juta ha pada tahun 1996 menjadi sekitar 55 juta ha pada tahun 2006. Luas tanaman kedelai PRG yang signifikan adalah di USA, Argentina, Brazil, Canada, Paraguay, Uruguay, Meksiko, Afiika Selatan dan Romania. Romania pada tahun 2006 menanam 115 ribu ha kedelai PRG, namun dilarang oleh Uni Eropa (EU) karena negara tersebut baru saja menjadi anggota EU. Luas tanam jagung PRG juga meningkat pesat, meskipun tidak sepesat perkembangan peningkatan luas tanaman kedelai. Jika pada tahun 1996 luas tanam jagung belum mencapai 2 ha, maka pada tahun 2006 luas tanam jagung PRG adalah 25.2 juta ha yang ditanam oleh petani di 13 negara, antara lain ditanam di Atiika Selatan dan di Philipina (ISAAA 2007). Pengembangan PRG juga dilakukan di beberapa negara Asia lainnya. Malaysia mengembangkan riset PRG untuk tanaman pangan, tanaman industri, tanaman hias, dan kehutanan. Negara Thailand mengembangkan riset PRG dan uji lapang komoditas tomat, jagung, kacang panjang, dan kapas (Sitepoe 2001). Penelitian tentang PRG pangan dan nonpangan juga telah dilakukan di Indonesia. Untuk tanaman pangan, sejak beberapa tahun terakhir telah diujicobakan tanaman jagung, kedelai, kacang tanah, coklat, teby ubi jalar, kentang, dan padi, sedangkan untuk tanaman nonpangan telah dicobakan penanaman kapas jenis Bt di Sulawesi Selatan menjelang akhir tahun 2000. Namun Oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup saat itu tidak disetujui karena dianggap bertentangan dengan Kesepakatan Cartagena. Salah satu kesepakatan Cartagena adalah bahwa diperlukan persetujuan negara importir bila suatu negara mengimpor PRG (Sitepoe 2001). Pada tahun 2003, pemerintah secara resmi menghentikan komersialisasi program kapas transgenik. Beberapa produk PRG impor seperti kedelai dan jagung serta komponenkomponen dari kedelai dan jagung PRG yang diimpor telah beredar di Indonesia. Berbagai komponen kedelai seperti isolat protein dan lecithin diproduksi secara massal dari kedelai PRG, dan gula sirup jagung di produksi dari jagung PRG.
Komponen-komponen ini digunakan untuk bahan tambahan pangan atau ingredient makananlminuman dalam industri pangan. Demikian pula jagung PRG untuk temak diimpor untuk pakan ternak dan hasil temaknya dimakan penduduk Indonesia. Swastika dan Hardinsyah (2008) mengungkapkan bahwa Indonesia mengimpor tidak kurang dari 300 ribu ton beras, dan masing-masing sekitar satu juta ton jagung dan kedelai tiap tahun. Sebagian besar jagung diimpor dari Argentina dan kedelai dari Amerika serikat, dimana PRG untuk kedua komoditas ini berkembang dengan pesat. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa kedelai tersebut merupakan kedelai transgenik. Sampai saat ini konsumen belum dapat membedakan secara langsung antara kedelai transgenik dan non transgenik, karena mempunyai penampakan yang tidak berbeda (Yuliawati 2003). Beberapa kasus yang ditemukan di pasaran bahwa kedelai-kedelai ini sering dicampur oleh pedagang untuk kemudian dijual sehingga semakin sulit untuk dapat mendeteksi keberadaan kedelai transgenik. Belum jelas apakah ada efek yang merugikan bagi kesehatan manusia dari berbagai produk PRG yang beredar di Indonesia. Regulasi belum jelas mengatumya dan posisi pemerintah belum tegas (LIP1 2004). Ddam Dokumen Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan disebutkan bahwa "Pemerintah Indonesia bersikap pro (menerima) pengembangan dan pemanfaatan produk transgenik, disertai dengan penerapan prinsip kehati-hatian" (DKP 2001). Namun sampai saat ini belum jelas regulasi dan mekanisme "menerima" dan regulasi tentang "kehatihatian" dalam konteks informasi bagi konsumen dan perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang. Kontroversi pangan rekayasa genetik seringkali mengundang masalah pelik yang merugikan petani (Hardinsyah 2000), kemudian diperkirakan introduksi PRG tersebut menimbulkan ketergantungan pada bibit PRG impor dan kemungkinan gangguan lingkungan bisa jadi malapetaka yang lebih buruk lagi. Dalam jangka panjang, seharusnya pemerintah memfasilitasi riset-riset untuk pengembangan PRG lokal yang aman dan membangun pemahaman dan persepsi yang baik bagi semua stakeholders PRG sedini mungkin.
Studi-studi mengenai produk rekayasa genetika terutama pada pangan sangat perlu dilalculcan karena bersinggungan secara langsung dengan masyarakat. Penelitian lcearah sana hendalcnya lebih sering dilakukan untuk mensosialisasikan produk hasil rekayasa genetika, sehingga masyarakat menjadi lebih faham. Kesalahfahaman bisa te rjadi diakibatkan informasi yang tidak seimbang. Sampai saat ini belum pemah ada di Indonesia penelitian skala luas dan komprehensif tentang prod& rekayasa genetika terutama dalam bidang pangan yang melibatkan petani. Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengadaan dan peredaran PRG, menganalisis penerimaan dan faktorfaktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap PRG, serta menganalisis pengetahuan, persepsi, dan harapan petani tentang PRG. Dari penelitian ini diharapkan aka1 dapat dilcetahui lebih jauh tentang pengadaan dan peredaran PRG di Indonesia. Tujuau Umum Secara umum t~ljuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan petani terhadap produk rekayasa genetika. Tujuan Khusus 1. Mengetal~ui pengadaan dm peredaran PRG pangan dan nonpangan di Indonesia. 2. Menganalisis penerimaan petani tentang PRG dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 3. Menganalisis pengetahuan petani tentang PRG 4. Menganalisis persepsi petani tentang peredaran, dampak positif, dan dampalc negatif PRG 5. Menganalisis hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan dan persepsi petani tentang PRG 6. Mengetahui harapan petani tentang PRG
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peredaran PRG pangan dan nonpangan di Indonesia pada masyarakat, khususnya petani, serta diharapkan dapat menjadi masukan bagi para peneliti lainnya yang tertarik pada PRG di masa yang akan datang. Bagi pemerintah, diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam merumuskan implikasi kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia melalui rekayasa genetika dan dapat menentukan arah penelitian tentang produksi, pengadaan benih, dan pemasaran PRG, serta dasar bagi pengembangan penerapan bioteknologi PRG di Indonesia. Selain itu diharapkan dapat menjadi acuan dalam menyusun peraturan dan undang-undang bagi perlindungan dan keamanan konsumen terkait dengan pelepasan dan peredaran PRG.