PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Materi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

PRODUKSI DAN KUALITAS KOMPOS DARI TERNAK SAPI POTONG YANG DIBERI PAKAN LIMBAH ORGANIK PASAR. St. Chadijah

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak yang tidak baik bagi manusia. Tumpukan sampah. tersebut jika dibiarkan dapat menimbulkan pencemaran, penyakit serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG BARANGAN SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN PUPUK CAIR

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Pengaruh Nutrisi Terhadap Pertumbuhan Tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

PEMBUATAN BIOEKSTRAK DARI SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN UNTUK MEMPERCEPAT PENGHANCURAN SAMPAH DAUN

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

Nur Rahmah Fithriyah

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

TINJAUAN PUSTAKA. diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA II.

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

Pengaruh Tingkat Konsentrasi dan Lamanya Inkubasi EM4 Terhadap Kualitas Organoleptik Pupuk Bokashi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAN AMPAS TAHU DAN LIMBAH JAMUR DALAM PEMBUATAN KOMPOS ORGANIK UNTUK MEMENUHI UNSUR NITROGEN (N)

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PENAMBAHAN AKTIVATOR BMF BIOFAD TERHADAP KUALITAS PUPUK ORGANIK

Oleh: Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, M. T.

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fabaceae, yang biasa disebut kembang telang (Zussiva et al., 2012). Tanaman

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

Jurnal Biology Education Vol. 4 No. 1 April 2015 PENGARUH PENAMBAHAN EM BUATAN DAN KOMERSIL PADA FERMENTASI PUPUK CAIR BERBAHAN BAKU LIMBAH KULIT BUAH

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia adalah

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

Pupuk organik cair termasuk dalam salah satu pupuk organik yang memiliki manfaat memperbaiki sifat fisik tanah, membantu pembentukan klorofil daun,

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL ) terbuat dari bahan-bahan alami,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar mata

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan perkebunan ataupun pabrik biji kopi yang jika tidak dimanfaatkan akan

Niken Wijayanti, Winardi Dwi Nugraha, Syafrudin Jurusan Teknik Lingkungan,Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro

Pemanfaatan Sampah Sayuran Hijau Dan Limbah Cair Urea Sebagai Pupuk Cair

Transkripsi:

1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak dimanfaatkan secara maksimal, padahal ampas tahu banyak mengandung unsur hara anorganik yang dibutuhkan oleh tanaman, seperti Phosfor (P), Besi (Fe) serta Kalsium (Ca). Melihat banyaknya kandungan unsur hara anorganik yang dibutuhkan tanaman dalam ampas tahu diharapkan ampas tahu dapat menjadi bahan baku alternatif pembuatan kompos. Penelitian ini dilakukan dengan penambahan activator untuk mempercepat proses pengomposan. Ada tiga variasi penambahan activator dalam penelitian yaitu,, dan. Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin banyak penambahan activator maka semakin tinggi kandungan Nitrogen (N), Phosfor (P), dan Kalium (K). Kata kunci : Ampas tahu,. I. PENDAHULUAN Kompos merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman maupun hewan) (Dipo Yuwono, 26). Pembuatan kompos sebenarnya meniru proses terbentuknya humus oleh alam. Melalui rekayasa kondisi lingkungan, kompos dapat dibuat serta dipercepat prosesnya, yaitu hanya dalam jangka waktu 3-9 hari. Waktu ini melebihi kecepatan pembentukan humus secara alami (Dipo Yuwono, 26). Ampas tahu merupakan salah satu bahan organik. Dengan bantuan mikroorganisme seperti mikroorganisme ampas tahu dapat dibuat menjadi kompos dalam waktu yang relatif singkat. Industri tahu di Indonesia sebagian besar masih merupakan industri dengan teknologi sederhana, sehingga di dalam pengolahannya masih banyak protein yang hilang (bersama limbah cairnya) atau tertinggal di dalam ampas tahu karena cara ekstraksi maupun penggumpalan proteinnya kurang sempurna. Ampas tahu banyak mengandung unsur hara anorganik yang dibutuhkan oleh tanaman, seperti senyawa-senyawa Phosfor (P), Besi (Fe) serta Kalsium (Ca). Karena di dalam ampas tahu banyak mengandung senyawa-senyawa yang diperlukan untuk tanaman, maka peneliti ingin melakukan penelitian pembuatan pupuk kompos dengan memanfaatkan ampas tahu dengan bantuan mikroorganisme. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: Limbah padat (ampas) tahu belum bisa dimanfaatkan secara maksimal, belum diketahuinya pengaruh waktu pengomposan limbah padat (ampas) tahu terhadap temperatur dan ph kompos, berapa banyak kandungan Nitrogen, Phosfor dan Kalium yang terkandung dalam kompos yang dihasilkan dan kompos yang dihasilkan dengan penambahan activator, dan belum diketahui kualitasnya. Tujuan dalam penelitian pembuatan kompos dari ampas tahu dengan activator ini adalah: mengetahui apakah limbah padat (ampas) tahu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos, mengetahui pengaruh waktu terhadap temperatur dan ph pada pembuatan kompos dari ampas tahu, mengetahui kandungan Nitrogen, Phosfor dan Kalium pada kompos yang dihasilkan dan mengetahui jumlah activator yang tepat untuk mendapatkan kompos dengan kualitas yang baik. Manfaat dari hasil penelitian ini adalah: dapat memanfaatkan limbah padat (ampas) tahu sebagai bahan baku pembuatan kompos, dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dalam pemanfaatan limbah padat (ampas) tahu sehingga dapat meningkatkan nilai

2 ekonominya, memberikan informasi kepada masyarakat tentang pembuatan kompos dari ampas tahu dan dapat mengetahui jumlah activator yang tepat dalam pembuatan kompos antara pembuatan kompos dengan menggunakan stardec sebanyak 15 gr, dan 35gr. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TAHU Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dan diambil sarinya. Teknologi pembuatan tahu yang ada di Indonesia pada umumnya masih sederhana, sesuai dengan skala industrinya yaitu industri kecil. Dalam proses pembuatan tahu terdapat dua macam limbah yaitu limbah padat yang berupa ampas tahu dan limbah cair (whey). Yang biasanya digunakan sebagai pupuk adalah limbah cairnya karena langsung dapat digunakan atau diberikan pada tanaman tanpa melalui proses, sedangkan limbah padat berupa ampas tahu biasanya digunakan untuk pembuatan oncom, tempe enyes dan juga untuk makanan ternak.. Ampas tahu memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan limbah cairnya. Ampas tahu banyak mengandung senyawa-senyawa anorganik yang dibutuhkan oleh tanaman, seperti senyawasenyawa Phosfor (P), Besi (Fe) serta Kalsium (Ca). Kandungan unsur kimia dan kalori pada ampas tahu terdiri dari : Tabel 2.1. Komposisi Kimia dari Ampas Tahu Unsur Jumlah Air 4,9 gr Protein 17,4 gr Mineral 4,3 gr Kalsium 19 mg Posfor 29 mg Zat besi 4 mg Sumber : Daftar Analisis Bahan Makanan Fak. Kedokteran UI, Jakarta, 1992 2.2. KOMPOS Kompos merupakan pupuk yang dihasilkan dari proses fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos disebut juga sebagai pupuk organik karena penyusunnya terdiri dari bahan-bahan organik (Dipo Yuwono, 26). Proses pembuatan kompos sebenarnya meniru proses terbentuknya humus oleh alam yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Secara alami proses pembusukan berjalan dalam kondisi aerobik dan anaerobik secara bergantian (Dipo Yuwono, 26). Pembuatan kompos dapat dipercepat prosesnya hanya dalam jangka waktu 3-9 hari dengan penambahan EM-4,, Starbio, Orgadec, Harmony dan Fix-up Plus (Yovita Hety, 25). Unsur-unsur di dalam kompos terdiri dari dua kelompok unsur hara, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. 1. Unsur hara makro Unsur hara makro terbagi dua, yaitu unsur hara makro primer dan unsur hara makro skunder. Unsur hara makro primer adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, yang terdiri dari Nitrogen (N), Phospor (P) dan Kalium (K). Sedangkan unsur hara makro skunder adalah unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedang, terdiri dari Kasium (Ca), Magnesium (Mg) dan belerang (S). 2. Unsur hara mikro Unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, terdiri dari zat Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu) dan Seng (Zn). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional, kualitas pupuk kompos berdasarkan kandungan unsur N, P, dan K dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.2. Standar Nasional Indonesia (SNI) Kompos Parameter Satuan Minimum Nitrogen (N) Phospor (P 2 O 5 ) Kalium (K) % % %,4,1,2 Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) Pupuk Kompos III. METODOLOGI PENELITIAN PROSES PENGOMPOSAN Pembuatan Kompos ini meliputi tiga tahap. Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan kompos sekitar 3 minggu, yaitu 1 minggu tahap I, 1 minggu tahap II dan 1 minggu tahap III. a. Tahap I Memasukkan kotoran sapi sebanyak 1 kg dengan 1 kg ampas tahu kedalam baskom, lalu menambahkan serta mencampur rata dengan 1 gr serbuk gergaji dan dengan konsentrasi masing-masing, dan.

3 Mendiamkan campuran ini selama 1 minggu dalam baskom. Melakukan pengukuran awal ph dan suhu sebelum proses pengomposan. b. Tahap II Membalik tumpukan dan menambahkan abu sebanyak 1 gr ke dalam bahan kompos tersebut. Proses pengomposan pada tahap II berlangsung selama 1 minggu. c. Tahap III Tahap ini disebut juga tahap pematangan atau penstabilan karena dekomposisi telah selesai, tinggal menstabilkan hasil pengomposan tersebut. Setelah 3 minggu tumpukan dibalik. Disini bahan dibiarkan sekitar 1 minggu. Pada tahap ini suhu akan turun, nutrisi stabil, terjadi perubahan bentuk menjadi remah, bau hilang, warna yang semula hijau akan menjadi coklat atau hitam. TAHAP ANALISA a. Analisa Harian Analisa yang dilakukan setiap hari adalah pengukuran temperatur. Alat yang digunakan untuk mengukur temperatur adalah termometer air raksa berukuran 25 o C. Titik yang dapat mewakili suhu tumpukan adalah bagian tengah tumpukan dengan ketinggian kira-kira 1/3 dari dasar tumpukan. Cara pengukuran tumpukan adalah sebagai berikut: 1. Membuat lubang pada bagian tengah tumpukan dengan menggunakan besi. Kedalaman lubang ± 1/3 tinggi tumpukan. 2. Memasukkan termometer ke dalam lubang tersebut yang telah diikat tali dan setelah itu dirapatkan lagi. Termometer didiamkan kirakira selama 5 menit. 3. Setelah lima menit termometer dikeluarkan dan dilakukan pembacaan terhadap nilai suhu yang ditunjuk termometer tersebut. b. Pengukuran ph Pengukuran ph dilakukan setiap tiga hari sekali dengan cara: 1. Timbang sampel kompos yang akan diukur ph-nya. 2. Larutkan sampel dalam 25 ml air aquadest. 3. Ukur ph larutan dengan menggunakan kertas lakmus. c. Analisa Hasil Untuk menentukan kadar Nitrogen, Phosfor dan Kalium yang terkandung dalam kompos yang dihasilkan dilakukan analisa laboratorium. Analisa Nitrogen (N) %N = ( Vol NaOH Blanko Vol NaOH x N NaOH x 14,8 x 1% gr x1 Analisa Phosfor (P) %P 2 O 5 = endapan x pengenceran x,3295 x1% bobot sampel Analisa Kalium (K) endapan x,3399 %K 2 O = x1% bobot sampel IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL Dari hasil penelitian pembuatan kompos dari ampas tahu didapat data Temperatur, data ph dan data hasil Analisa persentase Nitrogen, Phosfor dan Kalium Tabel 4.1. Temperatur Harian Kompos dari Ampas Tahu No Tanggal Temperatur ( o C) 1 18-11-7 3 3 3 2 19-11-7 33 36 38 3 2-11-7 35 37 41 4 21-11-7 36 38 43 5 22-11-7 38 38 45 6 23-11-7 39 41 46 7 24-11-7 42 42 51 8 25-11-7 42 44 51 9 26-11-7 43 48 52 1 27-11-7 45 5 5 11 28-11-7 42 49 48 12 29-11-7 41 49 47 13 3-11-7 42 44 4 14 1-12-7 4 43 4 15 2-12-7 38 43 33 16 3-12-7 38 36 34 17 4-12-7 35 33 3 18 5-12-7 36 31 31 19 6-12-7 33 32 3 2 7-12-7 31 3 3 21 8-12-7 3 3 3 Tabel 4.2. Data ph Kompos dari Ampas Tahu No Tanggal ph 1 18-11-7 6 6 6 2 21-11-7 6 6 6 3 24-11-7 6 6 6 4 27-11-7 6 6 6 5 3-11-7 7 7 7 6 3-12-7 7 7 7 7 6-12-7 7 7 7 8 8-12-7 7 7 7

4 Tabel 4.3. Data Hasil Analisa Kandungan Nitrogen Hubungan antara waktu pengomposan dengan temperatur kompos dapat dilihat dari gambar 4.1. No 1. 2. 3. Jenis () (gr),52,532,515 Vol NaOH Blanko 49,5 ml 49,5 ml 49,5 ml Vol. NaOH (ml) 48,36 47,56 46,77 Hasil (%),3181,518,7426 Temperatur (oc) 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 21 Waktu (hari) No 1. 2. 3. No 1. 2. 3. Tabel 4.4. Data Hasil Analisa Kandungan Phosfor Jenis (gr) 5,1112 5,1112 5,1112 Endapan,29 gr,49 gr,71 gr Pengenceran Tabel 4.5. Data Hasil Analisa Kandungan Kalium Jenis (gr) 1,178 1,178 1,178 Endapan,38 gr,619 gr,871gr 4 4 4 Hasil (%),127,27,291 Hasil (%),75,126,183 4.2. PEMBAHASAN 4.2.1. Pengaruh Waktu Pengomposan terhadap Temperatur Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Pembuatan kompos dari ampas tahu dengan penambahan Activator ini merupakan proses pengomposan secara aerobik. Suhu optimum pengomposan aerobik adalah 4-6 o C dengan suhu maksimum 75 o C (Suhut Simamora dan Salundik, 26). Gambar 4.1. Pengaruh Waktu Pengomposan terhadap Temperatur Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang cukup cepat selama 3-5 hari pertama. Peningkatan suhu yang terjadi pada awal pengomposan ini disebabkan oleh panas yang dihasilkan dari proses perombakan bahan organik oleh mikroorganisme (Nan Djuarnani, 25). Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada kompos dengan penambahan Activator sebanyak mengalami kenaikan temperatur yang relatif lebih cepat dibandingkan dua perlakuan yang lain dan kemudian temperatur turun secara perlahan. Pada kompos dengan penambahan Activator sebanyak mengalami kecenderungan kenaikan temperatur yang lebih cepat dibandingkan kompos dengan penambahan Activator sebanyak tapi lebih lambat dibandingkan kompos dengan penambahan Activator sebanyak. Sedangkan kompos dengan penambahan Activator sebanyak mengalami kenaikan temperatur yang relatif lebih lambat. Temperatur maksimum yang dicapai pada kompos dengan penambahan Activator sebanyak, dan secara berurutan adalah 48 o C, 5 o C dan 52 o C. Temperatur yang dicapai pada proses pengomposan tersebut termasuk temperatur optimum, tapi belum bisa membunuh mikroorganisme ataupun unsur-unsur patogen lain yang terkandung dalam kompos. Untuk membunuh mikroorganisme patogen (bibit penyakit), menetralisisr bibit hama seperti lalat dan mematikan biji rumput pengganggu hanya bisa terjadi pada temperatur di atas 6 o C (Nan Djuarnani, 25). Pada awal dekomposisi, mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan adalah jenis mesofil (suhu pengomposan masih dibawah 4 o C). Mikroorganisme mesofil ini bekerja pada

5 temperatur 25-4 o C. Berdasarkan data temperatur pengomposan, pada kompos dengan Activator sebanyak temperatur awal kompos adalah 3 o C kemudian naik hingga hari ke 6 pengomposan menjadi 39 o C, pada kisaran temperatur ini mikroorganisme yang melakukan proses perombakan adalah mikroorganisme mesofil. Beberapa hari setelah terfermentasi, suhu pengomposan meningkat sehingga peran mikroorganisme mesofil digantikan oleh mikroorganisme termofil, yaitu pada hari ke 7 hingga hari ke 13 pengomposan, kisaran temperatur 41-45 o C. Temperatur turun sejak hari ke 11 hingga hari ke 21. Pada hari ke 15 temperatur kompos 38 o C hingga hari ke 21 temperatur kompos menjadi stabil 3 o C, pada kisaran temperatur ini mikroorganisme mesofil akan aktif kembali. Pada kompos dengan penambahan Activator sebanyak, hari pertama hingga hari ke lima mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan adalah mikroorganisme mesofil dengan kisaran temperatur kompos 3-38 o C. Pada hari ke 6 hingga hari ke 15 temperatur kompos berkisar 41-5 o C, pada temperatur ini mikroorganisme yang berperan adalah mikroorganisme termofil. Mikroorganisme mesofil aktif kembali pada hari ke 16 sampai akhir pengomposan dengan kisaran temperatur 3-36 o C. Pada kompos dengan penambahan Activator sebanyak, kisaran temperatur yang sesuai untuk perkembangan mikroorganisme mesofil adalah pada hari pertama hingga hari ke 2 pengomposan dengan kisaran temperatur 3-38 o C. Sedangkan pada hari ke 3 hingga hari ke 12 pengomposan, temperatur kompos berkisar 41-52 o C, pada kisaran temperatur ini peran mikrorganisme mesofil digantikan oleh mikroorganisme termofil. Kemudian mikroorganisme mesofil aktif kembali pada hari ke 13 sampai hari ke 21 pengmposan dengan kisaran temperatur 3-4 o C. 4.2.2. Pengaruh Waktu Pengomposan terhadap ph Selain temperatur, derajat keasaman (ph) juga mempengaruhi proses pengomposan karena ph merupakan salah satu faktor kritis bagi pertumbuhan mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan (Suhut Simamora dan Salundik, 26). Derajat keasaman yang terlalu tinggi akan menyebabkan konsumsi oksigen akan naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagi lingkungan. Selain itu juga dapat menyebabkan unsur nitrogen dalam kompos berubah menjadi amonia (NH3). Sebaliknya, dalam keadaan asam (derajat keasaman rendah) akanmenyebabkan sebagian mikroorganisme mati (Nan Djuarnanai, 25). Derajat keasaman (ph) selama pembuatan kompos dari ampas tahu dengan penambahan Activator dapat dilihat pada gambar 4.2. p H 7.5 7 6.5 6 5.5 5 1 15 2 25 Waktu (hari) Gambar 4.2. Pengaruh Waktu Pengomposan terhadap ph Dari gambar 4.2. dapat dilihat bahwa perbedaan jumlah activator yang digunakan tidak mempengaruhi ph pengomposan. Pada awal pengomposan ph kompos adalah 6; hal ini menunjukkan kondisi kompos adalah asam. Untuk pengomposan secara aerobik ph optimum berkisar 6-8 (Dipo Yuwono, 26). ph 6 pada awal pengomposan masih termasuk ph optimum (ideal). Pada awal pengomposan reaksi cenderung agak asam karena bahan organik yang dirombak menghasilkan asam-asam organik sederhana (Suhut Simamora dan Salundik, 26). Seiring dengan bertambahnya waktu pengomposan ph kompos mulai naik. Kenaikan ph kompos terlihat pada hari ke 13, yaitu beberapa hari setelah penambahan abu. Derajat keasaman yang terlalu rendah bisa ditingkatkan dengan menambahkan kapur atau abu dapur ke dalam bahan kompos (Nan Djuarnani, 25). Selain penambahan abu, peningkatan ph juga terjadi akibat adanya aktifitas mikroorganisme yang mengkonversi asam organik yang telah terbentuk pada tahap sebelumnya. ph pengomposan akan naik sejalan waktu pengomposan dan akhirnya akan stabil pada ph netral (7). 4.2.3. Persentase Nitrogen, Phosfor dan Kalium dari Kompos yang dihasilkan Kualitas kompos sangat ditentukan oleh tingkat kematangannya (Nan Djuarnani, 25). Selain itu kualitas kompos juga diidentikkan dengan kandungan unsur hara yang ada di dalamnya (Suhut Simamora dan Salundik, 26) Persentase Nitrogen (N), Phosfor (P 2 O 5 ) dan Kalium (K 2 O) dalam kompos dari ampas tahu

6 dengan penambahan activator dapat dilihat pada gambar 4.3, 4.4 dan 4.5. P e rs e n t a s e ( % ) Persen tase (% ) P ersen tas e ( % ).8.6.4.2 5 1 15 2 25 3 35 4.2.15.1.5.4.3.2.1 Jumlah Penambahan (gr) Gambar 4.3. Persentase Nitrogen 5 1 15 2 25 3 35 4 Jumlah Penambahan (gr) Gambar 4.4. Persentase Phosfor 5 1 15 2 25 3 35 4 Jumlah Penambahan (gr) Gambar 4.5. Persentase Kalium Dari gambar 4.3, 4.4 dan 4.5 di atas dapat dilihat bahwa persentase Nitrogen, Phosfor dan Kalium yang terbanyak terdapat pada kompos dengan penambahan activator paling banyak, yaitu. Perbedaan persentase kandungan Nitrogen, Phosfor dan Kalium ini disebabkan oleh perbedaan jumlah mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan. Dengan semakin banyaknya jumlah activator yang ditambahkan maka mikroorganisme yang menguraikan asam-asam amino pada protein menjadi Nitrogen lebih banyak dan lebih aktif dan kerja enzim yang mengubah karbohidrat menjadi phosfat oleh bakteri pembentuk phosfat lebih baik Pengikatan beberapa jenis unsur hara di dalam tubuh jasad-jasad renik terutama Nitrogen (N), Phosfor (P) dan Kalium (K) akan berlangsung lebih baik dengan banyaknya mikroorganisme yang berperan. Begitupun sebaliknya, pada penambahan activator kandungan Nitrogen, Phosfor dan Kaliumnya pun paling sedikit karena kurangnya jumlah mikroorganisme yang berperan. Mikroorganisme merupakan faktor terpenting dalam proses pengomposan karena mikroorganisme inilah yang merombak bahan organik menjadi kompos (Nan Djuarnani, 25). V. KESIMPULAN Dari hasil penelitian pembuatan kompos dari ampas tahu dengan menggunakan Activator sebanyak, dan dapat disimpulkan: 1. Ampas tahu dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kompos. 2. Waktu pengomposan sama pengaruhnya terhadap temperatur dan ph ketiga sampel kompos. Temperatur naik pada awal pengomposan hingga pertengahan minggu ke dua kemudian mengalami penurunan hingga akhir pengomposan. Temperatur maksimum pada kompos dengan penambahan Activator sebanyak, dan secara berurutan adalah 45 o C, 48 o C dan 52 o C. Temperatur awal dan akhir pengomposan 3 o C. Derajat keasaman (ph) kompos pada awal pongomposan 6 dan pada akhir pengomposan 7. 3. Hasil analisa Nitrogen, Phosfor dan Kalium pada kompos dengan activator adalah,3181%,,75% dan,127%; pada kompos dengan activator adalah,518%,,126% dan,27%; dan pada kompos dengan activator adalah,7426%,,183% dan,291%. 4. Kualitas kompos akan semakin baik dengan semakin banyaknya activator yang digunakan.

7 DAFTAR PUSTAKA Cahyadi, Wisnu. 26. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Jakarta: Bumi Aksara. Djuarnani, Nan dkk. 25. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hadisumitro, Leonardus Murbandono. 27. Membuat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya. Indriani, Yovita Hety. 27. Membuat Kompos secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya. Simamora, Suhut dkk. 26. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: Agro Media. Suprapti, M. Lies. 25. Pembuatan Tahu. Jakarta : Kanisius. Yuwono, Dipo. 26. Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya