Jurnal Kimia Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Metodologi Penelitian

Senyawa Koordinasi (senyawa kompleks)

I. PENDAHULUAN. senyawa kompleks bersifat sebgai asam Lewis sedangkan ligan dalam senyawa

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(II) DENGAN LIGAN 3,6-DI-2-PIRIDIL-1,2,4,5-TETRAZIN (DPTZ)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI CIS DAN TRANS KALIUM DIOKSALATODIAKUOKROMAT ( III )

8.4 Senyawa Kompleks

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam

4 Hasil dan Pembahasan

Senyawa Koordinasi. Ion kompleks memiliki ciri khas yaitu bilangan koordinasi, geometri, dan donor atom:

Bab III Metodologi Penelitian. Sintesis CaCu(CH 3 COO) 4.xH 2 O. Karakterisasi. Penentuan Rumus kimia

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang dan Masalah Penelitian

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS DARI Mn(NO 3 ) 2 DAN Co(NO 3 ) 2 DENGAN CAMPURAN LIGAN 8- HIDROKSIKUINOLINA DAN ANION DISIANAMIDA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)

3. Metodologi Penelitian

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

METODE INOVATIF TERMODIFIKASI UNTUK SINTESIS KOMPLEKS INTI TUNGGAL [Fe(fen) 2 (NCS) 2 ]

4 Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

SINTESIS DAN UJI TOKSISITAS KOMPLEKS LOGAM Mn(II)/Zn(II) DENGAN LIGAN ASAM PIRIDIN-2,6-DIKARBOKSILAT

Sintesis dan Sifat Magnetik Kompleks Ion Logam Cu(II) dengan Ligan 2-Feniletilamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

Senyawa Koordinasi. Kompleks ion dengan pusat d B memiliki empat ligan dengan dengan bentuk persegi planar (B)

Pembuatan Garam Kompleks dan Garam Rangkap.

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN 3 PENENTUAN BILANGAN KOORDINAI KOMPLEKS TEMBAGA (II)

Penambatan kompleks pada silika Oksidasi alkohol sekunder HASIL DAN PEMBAHASAN Penyiapan silika terfungsionalisasi

4 Hasil dan Pembahasan

IKATAN KIMIA BAB 3. Pada pelajaran bab tiga ini akan dipelajari tentang ikatan ion, ikatan kovalen, dan ikatan logam.

5009 Sintesis tembaga ftalosianin

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

1.1 Senyawa Koordinasi (Coordination Coumpond)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(III)-EDTA ABSTRAK

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

4 Hasil dan Pembahasan

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

JURNAL PRAKTIKUM. KIMIA ANALITIK II Titrasi Permanganometri. Selasa, 10 Mei Disusun Oleh : YASA ESA YASINTA

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV. HASIL PENGAMATAN dan PERHITUNGAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

Ikatan kimia. 1. Peranan Elektron dalam Pembentukan Ikatan Kimia. Ikatan kimia

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016)

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA LAMPIRAN

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK I PERCOBAAN V

Metodologi Penelitian

Hasil dan Pembahasan

Macam-macam Titrasi Redoks dan Aplikasinya

Bab IV Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

METODELOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

LAMPIRAN B DATA HASIL PENGINDEKSAN DAN PENGHALUSAN PUNCAK DIFRAKSI SINAR-X SERBUK

OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM TINGKAT PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) Bidang Kimia Sub bidang Kimia Anorganik

Bab IV Hasil dan Pembahasan

TITRASI REDUKSI OKSIDASI OXIDATION- REDUCTION TITRATION

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

3 Metodologi Penelitian

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

Teori medan kristal adalah model yang hampir secara menyeluruh menggantikan teori ikatan valensi, pertama kali dimunculkan oleh Hans Bethe pada 1929.

Bab 3 Metodologi Penelitian

sehingga dapat diperoleh produk dengan waktu yang cepat. Dilain pihak, penggunaan katalis yang selama ini digunakan adalah katalis yang berwujud cair

Transkripsi:

Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1 (1), 2006, h. 7-12 Sintesis Senyawa Kompleks K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O dan [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O Kiki Adi Kurnia, 1 Djulia Onggo, 1 Dave Patrick, 2 K. L. Stevenson 2 1 Kimia Fisik dan Anorganik, FMIPA ITB Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia 2 Chemistry Department, Purdue University Fort Wayne, Indiana 46805, Amerika Serikat Email: djulia@chem.itb.ac.id Abstrak. Senyawa kompleks K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O dan [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O telah berhasil disintesis. Rumus kimia kedua senyawa tersebut ditentukan dari kadar ion-ion penyusunnya. Ikatan ion oksalat pada ion logam telah diamati dari spektrum IR pada 520 490 cm 1 dan 460 405 cm 1 sedangkan puncak pada 1650 1610 cm 1 dan 810 780 cm 1 menunjukkan peran ion oksalat sebagai ligan jembatan. Ligan oksalat pada senyawa kompleks terkoordinasi secara oktahedral. Ini diamati dari spektrum elektronik pada daerah sinar tampak. Senyawa [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O merupakan kompleks polimer yang ditandai dengan hantaran molar yang relatif kecil, sekitar 50-60 μs. Pada suhu ruang, kedua senyawa kompleks bersifat paramagnet. Momen magnet K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O bernilai 3,8 BM sesuai dengan keberadaan tiga elektron tidak berpasangan pada ion Cr(III). Pengukuran kerentanan magnet senyawa [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O pada rentang 1-300 K menunjukkan bahwa senyawa kompleks ini memiliki interaksi feromagnet, dengan tetapan Weiss + 4,31 dan suhu Curie, T c, terjadi pada 25 K. Senyawa [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O memberikan momen magnet maksimum 49 BM pada suhu 1 K. Kata kunci: ligan oksalat, feromagnet, kompleks polimer, ligan jembatan, paramagnet. Pendahuluan Ion oksalat merupakan ligan yang istimewa karena mampu membentuk senyawa kompleks dengan berbagai ion logam transisi menghasilkan senyawa dengan sifat dan karakter yang bervariasi. Ion oksalat memiliki empat atom donor namun hanya dua atom yang menjadikannya sebagai ligan bidentat yang berikatan dengan ion logam membentuk senyawa kompleks mono, bis dan tris oksalat. Ion oksalat juga dapat berfungsi sebagai ligan jembatan yang menghubungkan lebih dari satu inti ion logam transisi, baik ion logam yang sejenis maupun berbeda jenis sehingga membentuk kompleks polimer berdimensi satu, dua, bahkan tiga. 1 Senyawa kompleks oksalat dengan satu ion pusat disebut senyawa kompleks mononuklir oksalat dan senyawa kompleks dengan dua ion pusat, baik sama maupun berbeda, disebut senyawa kompleks binuklir oksalat. Struktur ion oksalat dapat dilihat pada Gambar 1. Senyawa kompleks mononuklir oksalat dengan ion Cr 3+ sebagai ion pusatnya menunjukkan sifat thermochromic, yaitu perubahan warna yang disebabkan oleh suhu dan gugus optis aktif. 2 Senyawa kompleks binuklir oksalat memiliki struktur bervariasi yang terdiri dari jaringan ionion logam bi- dan tri-valensi berkoordinasi dengan oksalat sebagai ligan jembatan membentuk lapisan-lapisan berdimensi satu sampai tiga. Dengan struktur ini ion oksalat berperan sebagai mediator pertukaran sifat magnet di antara ion-ion logam tersebut. Gambar 1. Struktur ion oksalat Senyawa kompleks binuklir-oksalat yang memiliki sifat magnet unik adalah senyawa kompleks A[M(II)Cr(III)(C 2 O 4 ) 3 ] dengan A adalah kation N(n-C 4 H 9 ) 4 ] +, dan M(II) adalah ion logam Co, Ni, Mn, dan Fe. Senyawa kompleks tersebut bersifat feromagnet dengan suhu Curie, T c, berkisar antara 6 14 K. 3 Penggantian ion krom(iii) dengan ion besi (III) membentuk kompleks A[M(II)Fe(III)(C 2 O 4 ) 3 ] dengan M(II) adalah ion Dapat dibaca di www.kimiawan.org/journal/jki

Kiki Adi Kurnia, Djulia Onggo, Dave Patrick, K.L Stevenson logam Ni dan Fe, ternyata menunjukkan sifat ferimagnet dengan suhu Neel, T N, pada 28 K dan 43 K. 4 Jika M(II) yang digunakan pada senyawa tersebut adalah ion mangan(ii), ternyata perilaku antiferimagnet teramati pada suhu sekitar 50 K. Sintesis kompleks mono dan bi-nuklir dengan ligan oksalat dilakukan untuk mendapatkan informasi keterkaitan struktur dan sifat magnet senyawa kompleks yang terbentuk. Percobaan Sintesis K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O. Pada penelitian ini, dilakukan dua teknik sintesis senyawa kompleks K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O. Pada metode yang pertama, sebanyak 4 gram kalium dikromat dilarutkan dalam 5 ml air mendidih. Setelah larut sempurna, ke dalam larutan ini ditambahkan larutan 12 gram asam oksalat dihidrat dalam 10 ml air mendidih. Larutan didinginkan perlahan hingga terbentuk padatan. Padatan yang terbentuk disaring dengan menggunakan kaca masir dan dicuci menggunakan etanol dingin. Kemudian padatan dikeringkan dalam desikator. Metode kedua dilakukan dengan jumlah bahan yang sama namun prosedur sintesis berbeda. Asam oksalat dihidrat dan kalium dikromat, keduanya dimasukkan ke dalam mortar dan digerus hingga halus kemudian dipindahkan ke dalam gelas kimia 100 ml dan ditambahkan 5 tetes air panas. Reaksi kimia segera terjadi yang teramati dengan warna larutan menjadi makin gelap. Kemudian sebanyak 20 ml etanol ditambahkan ke dalam larutan tersebut sambil dipanaskan menggunakan pemanas listrik. Pemanasan berlangsung sampai volumenya menjadi setengah dari volume awal. Setelah itu larutan didinginkan secara perlahan hingga terbentuk padatan. Padatan yang terbentuk disaring dengan menggunakan kaca masir dan dicuci dengan menggunakan etanol dingin. Padatan dikeringkan di dalam desikator. Sintesis [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O. Sebanyak 4,87 gram senyawa kompleks K 3 [Cr(C 2 O 4 ) 3 ]. 3H 2 O dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 ml dan dilarutkan dalam 5 ml air. Larutan dipanaskan menggunakan pemanas listrik, dan ke dalam larutan ini ditambahkan 2,78 gram FeSO 4.7H 2 O sambil diaduk hingga semua padatan melarut. Pada larutan ini ditambahkan 3,23 gram N(n-C 4 H 9 ) 4 Br yang telah dilarutkan dengan sedikit air. Larutan didinginkan perlahan hingga terbentuk padatan yang kemudian dipisahkan dan dicuci dengan air dingin dan dikeringkan dalam desikator. Hasil dan Pembahasan Sintesis K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O yang dilakukan melalui dua teknik sintesis yang berbeda ternyata menghasilkan dua padatan senyawa kompleks yang berbeda. Pada metode yang pertama, dihasilkan padatan berwarna merah-ungu, sedangkan pada metode yang kedua dihasilkan padatan berwarna ungu. Padatan berwarna merah-ungu relatif mudah terbentuk tetapi kelarutannya cukup tinggi dalam air sehingga rendeman yang diperoleh hanya 68%. Sedangkan padatan berwarna ungu, relatif sulit terbentuk dan kelarutannya juga cukup tinggi dalam air dan rendemen yang diperoleh berkisar 64%. Hasil analisis unsur dan gugus penyusun kedua senyawa ini tidak menunjukkan perbedaan yang berarti, kedua senyawa tersebut memiliki rumus kimia yang sama dan keduanya merupakan senyawa kompleks mononuklir. Senyawa kompleks binuklir yang telah disintesis berupa serbuk berwarna kuning keemasan, dengan rumus kimia [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ]. H 2 O yang dihitung atas dasar hasil analisis ion dan gugus pendukungnya. Sintesis senyawa ini relatif lebih sulit dilakukan dibandingkan sintesis senyawa kompleks oksalat mononuklir. Waktu yang diperlukan untuk pembentukan produk lebih lama dan rendemen yang diperoleh relatif rendah yaitu sekitar 32%. Ini disebabkan kelarutan senyawa kompleks yang cukup tinggi dalam air, bahkan dalam air dingin sekalipun. Hasil analisis unsur-unsur penyusun senyawa kompleks terangkum pada Tabel 1. Karakterisitik adanya ion oksalat dalam senyawa kompleks dapat diamati dari spektrum inframerah. Pada spektrum inframerah senyawa kompleks mononuklir oksalat, adanya ion oksalat dapat diamati pada bilangan gelombang 1660 cm 1, dan ikatan ligan oksalat pada ion logam ditunjukkan oleh puncak pada bilangan gelombang 520 490 cm 1 and 460 400 cm 1. Selain itu puncak lebar pada 3400-3350 cm -1 mengindikasikan adanya molekul air. Dalam senyawa kompleks binuklir oksalat, ion oksalat menunjukkan getaran asimetri ν(c=o) pada 1655 cm -1 dan δ(co) pada 897 cm -1. Vibrasi pada 1650 1610 cm 1 dan 810 780 cm 1 mengindikasikan ion oksalat sebagai ligan jembatan yang menghubungkan ion-ion logam, dan puncak pada 3300-3500 cm -1 menunjukkan adanya molekul amina kuarterner. Spektrum inframerah ion oksalat bebas, ion oksalat sebagai ligan bidentat dan ion oksalat sebagai ligan jembatan dapat dilihat pada Gambar 2. 8 Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1(1), 2006

Sintesis Senyawa Kompleks K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O dan [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O Tabel 1. Hasil Analisis Unsur-unsur Penyusun Senyawa Kompleks Senyawa Kompleks Komponen Penyusun (%) K + Cr 3+ 2- C 2 O 4 Padatan Merah Ungu 10,95 15,25 52,25 (11,50) (15,34) (51,52) Padatan Ungu 10,88 15,30 53,05 (11,50) (15,34) (51,52) H 2 O 20,75 (21,24) 20,55 (21,24) Senyawa Kompleks Komponen Penyusun (%) Cr 3+ M 2+ 2- C 2 O 4 C H N [N(n-bu) 4 ][CrCu(ox) 3 ] 8,36 (8,36) 10,15 (10,22) 43,43 (43,47) 42,45 (42,47) 5,77 (5,79) 2,25 (2,25) Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan perhitungan teoritis (a) (b) (c). Gambar 2 Spektrum inframerah (a). asam oksalat. (b) K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O (c) [N(n- C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 )3].H 2 O Spektrum elektronik ion Cr 3+ pada senyawa kompleks oktahedral menunjukkan dua serapan maksimum pada daerah tampak yaitu pada panjang gelombang 418 nm yang sesuai dengan transisi 4 T 2g 4 A 2g dan pada 588 nm yang sesuai dengan transisi 4 T 1g 4 A 2g. Puncak yang diamati pada spektrum elektronik kompleks [N(n-bu) 4 ] [CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O hanya pada 595 nm yang menunjukkan transisi 4 T 1g 4 A 2g ion Cr 3+ dalam medan oktahedral. Puncak kedua untuk transisi 4 T 2g 4 A 2g tidak teramati karena puncak ini terhalangi oleh serapan ion Fe 2+ yang sangat tinggi pada panjang gelombang di bawah 400 nm. Spektrum elektronik senyawa kompleks binuklir tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Senyawa kompleks mononuklir K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O merupakan senyawa ion 1:1 sedangkan binuklir [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ]. H 2 O tidak memiliki daya hantar yang sesuai untuk senyawa ion, oleh karena itu senyawa binuklir ini disebut kompleks polimer. Data hantaran molar senyawa kompleks dapat dilihat pada Tabel 2. Padatan ungu larut dalam air menghasilkan larutan berwarna ungu, namun warna larutan ini segera berubah warnanya menjadi hijau. Demikian pula dengan padatan merah ungu, larut dalam air menghasilkan warna merah, namun warna larutan ini segera berubah menjadi berwarna merah ungu dan akhirnya dihasilkan larutan berwarna hijau gelap. Warna hijau yang dihasilkan adalah warna larutan senyawa kompleks K[Cr(C 2 O 4 ) 3 ]. Ketidakstabilan kedua senyawa kompleks ini dalam air sesuai dengan hasil yang telah dilaporkan oleh Stevenson. 5 Ketidakstabilan senyawa kompleks K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O bukan hanya dapat diamati dalam larutan air saja, namun dapat diamati juga menggunakan parameter waktu. Pada saat awal sintesis, dihasilkan padatan merah ungu mengkilap, yang telah diketahui merupakan senyawa kompleks trans-k[cr(c 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ]. 2H 2 O. Lima bulan kemudian, warna padatan merah ungu mengkilap telah berubah warnanya menjadi ungu. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa kompleks trans-k[cr(c 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O relatif tidak stabil dibandingkan dengan isomernya, cis- K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O. Seperti halnya senyawa kompleks mononuklir oksalat yang tidak stabil 9

Kiki Adi Kurnia, Djulia Onggo, Dave Patrick, K.L Stevenson [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O Gambar 3. Spektrum elektronik senyawa kompleks Tabel 2. Data Hantaran Molar Senyawa Kompleks Larutan Pelarut ( S)* Jumlah Ion NaCl air 127,71 2 1 : 1 MgCl 2.6H 2 O air 273,62 3 1 : 2 AlCl 3. 6H 2 O air 421,13 4 1 : 3 c-k[cr(c 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O MeOH** 124,65 2 1 : 1 t-k[cr(c 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O MeOH** 124,76 2 1 : 1 [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrCu(C 2 O 4 ) 3 ] air 52,55 - - * Nilai hantaran telah dikoreksi terhadap nilai hantaran air. ** Nilai hantaran telah dikoreksi terhadap nilai hantaran metanol. Perbandingan Ion (+ : -) terhadap parameter waktu, pada senyawa kompleks binuklir juga teramati sifat ini, yaitu pada senyawa kompleks [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O. Pada awal sintesis, warna padatan senyawa kompleks yang dihasilkan adalah kekuningan. Lima bulan kemudian, warna senyawa kompleks yang dihasilkan telah berubah warnanya, yaitu coklat gelap. Pengukuran sifat magnet menunjukkan bahwa semua senyawa kompleks bersifat paramagnet pada suhu kamar. Besarnya momen magnet senyawa kompleks K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O, sesuai dengan keberadaan tiga elektron tidak berpasangan pada ion Cr 3+ dengan S Cr = 3/2. Momen magnet senyawa kompleks [N(n- C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O lebih besar dibanding secara teoritis yang dihitung dari efek spin saja. Ini berarti, momen magnet yang dihasilkan bukan hanya disebabkan oleh momen spin saja, tetapi juga dihasilkan dari sumbangan momen orbital. Momen magnet senyawa kompleks dirangkum pada Tabel 3. Tabel 3. Momen Magnet Senyawa Kompleks Senyawa Kompleks µ eff (BM) Teoretis Praktis c-k[cr(c 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O 3,87 3,65 t-k[cr(c 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O 3,87 3,74 [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ] 6,24 6,71 Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan perhitungan teoritis Hasil pengukuran kerentanan magnet molar senyawa kompleks [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ] menunjukkan bahwa pada rentang 300 25 K penurunan suhu menyebabkan kerentanan molar meningkat secara perlahan. Namun, pada suhu sekitar 25 K, penurunan suhu menyebabkan terjadinya lonjakan kenaikan kerentanan molar secara drastis. Ini menunjukkan senyawa kompleks binuklir [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ] memiliki suhu Curie, T c, yaitu 25 K. Alur kerentanan magnet terhadap rentang suhu 1 300 K dapat dilihat pada Gambar 4. 10 Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1(1), 2006

Sintesis Senyawa Kompleks K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O dan [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O Gambar 6. Pengaluran momen magnet terhadap suhu Gambar 4. Kurva pengaluran kerentanan magnet molar terhadap suhu. Pada suhu 25 300 K, kerentanan magnet molar senyawa kompleks [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ] mengikuti hukum Curie-Weiss. Pengaluran 1/(kerentanan magnet) terhadap suhu menghasilkan kurva dengan cekungan ke atas yang menunjukkan interaksi feromagnet pada senyawa kompleks [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ]. Dengan membuat persamaan garis lurus yang melalui kurva pengaluran 1/(kerentanan magnet) terhadap suhu dihasilkan garis dengan persamaan y = 0.0013x 0,0056. Persamaan garis ini sesuai dengan Persamaan Curie-Weiss 1/χ M = T/C θ/c. Dari persamaan ini dapat diperoleh nilai tetapan Weiss, θ, sebesar +4,31. Nilai θ yang positif menunjukkan interaksi magnet yang terjadi antar inti ion Cr 3+ dan Fe 2+ adalah feromagnet. kurva pengaluran 1/χ M terhadap suhu dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Kurva pengaluran 1/χ M terhadap suhu. Pada suhu 1 K momen magnet yang dihasilkan sebesar 49 BM. Nilai yang dihasilkan ini jauh lebih besar dibanding dengan nilai momen magnet pada suhu kamar. Ini menunjukkan bahwa pada suhu rendah terjadi interaksi feromagnet. Kurva momen magnet terhadap suhu dapat dilihat pada Gambar 6. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan senyawa kompleks yang berhasil disintesis memiliki rumus kimia K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O dan [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O. Senyawa kompleks K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O memiliki dua isomer yaitu cis-k[cr(c 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O yang berwarna ungu dan trans-k[cr(c 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ]. 2H 2 O yang berwarna merah-ungu. Padatan isomer trans-k[cr(c 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O dapat berubah menjadi cis-k[cr(c 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O dalam selang waktu lima bulan. Ini ditandai dari perubahan warna padatan senyawa kompleks. Kedua isomer K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O larut dalam air dan larutannya relatif tidak stabil untuk menghasilkan senyawa kompleks K 3 [Cr(C 2 O 4 ) 3 ]. Demikian pula dengan ketidakstabilan senyawa kompleks [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O yang mengalami perubahan warna dari kuning keemasan menjadi coklat tua. Ikatan antara kedua inti melalui ligan jembatan oksalat telah diamati pada 1650 1610 cm 1 dan 810 780 cm 1. Ligan oksalat terkoordinasi secara okatahedral pada kedua inti ion logam. Ini dibuktikan dari spektrum elektronik senyawa kompleks binuklir oksalat pada daerah sinar tampak. Senyawa kompleks [N(n-C 4 H 9 ) 4 ] [CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O memiliki struktur kompleks polimer. Ini dibuktikan dari nilai hantaran yang relatif kecil dalam pelarut air, yaitu sekitar 50-60 μs. Semua senyawa kompleks oksalat yang dihasilkan menunjukkan sifat paramagnet pada suhu kamar. Pada suhu rendah, senyawa kompleks binuklir oksalat dengan rumus kimia [N(n- C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O menunjukkan interaksi feromagnet dengan T c terjadi pada 25 K dan nilai momen magnet 49 BM pada 1 K serta tetapan Weiss + 4,31. 11

Kiki Adi Kurnia, Djulia Onggo, Dave Patrick, K.L Stevenson Penghargaan. Penulis mengucapkan terima kasih pada Program Studi Kimia, FMIPA, Institut Teknologi Bandung untuk kesempatan melakukan penelitian, dan pada Chemistry Department, Purdue University, Fort Wayne, Indiana, untuk pengukuran kerentanan magnet pada rentang suhu rendah. Pustaka 1. Kahn, O; Angew. Chem., Int. Ed. Engl, 1985, 24. 2. Benard, S., Yu, P., Coradin, T., Riviere, E., Nakatani, K., Clement, R. Adv. Mater. 1997, 9, 981. 3. Tamaki, H., Zhong, Z. J., Matsumoto, N., Kida, S., Koikawa, M., Achiwa, N., Hashimoto Y., Okawa, H. J. Am. Chem. Soc., 1992, 114, 6974-6979. 4. Okawa, H., Matsumoto, N., Tamaki, H., Ohba., M. Mol. Cryst. Liq. Cryst. 1993, 233, 25. 5. Stevenson, K.L., J.Ing.Nucl.Chem. 1971, 33, 147-151. 12 Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1(1), 2006