II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Regional 2.2 Teori Basis Ekonomi

dokumen-dokumen yang mirip
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

PERANAN DAN DAMPAK SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

BAB III METODE PENELITIAN

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data

4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif.

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

III. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data

TEORI BASIS EKONOMI E C O N O M I C B A S E T H E O R Y

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup. per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Potensi Ekonomi Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series,

BAB III METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder rangkai waktu (Time

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU

BAB III METODE KAJIAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

BAB 4 METODE PENELITIAN

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

KESIMPULAN DAN SARAN

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

III. METODOLOGI KAJIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk menggambarkan atau

Teori Basis Ekonomi. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember PENGERTIAN DASAR BASIS dan NON BASIS

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

ANALISIS SWOT. Analisis Data Input

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

BAB II LANDASAN TEORI. tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator dalam mengukur. keberhasilan ekonomi suatu wilayah. Untuk membentuk kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

Kajian Prospek Dan Potensi Investasi Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN TEORI IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI UNGGULAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. mengharuskan sebuah bengkel untuk mampu mengatur strategi sehingga bengkel

ANALISIS INPUT OUTPUT DALAM PERENCANAAN EKONOMI

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

Basis dan non basis. Cara memilah

PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT LAYLI TRIANA

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan

Role and Contribution Of Fisheries Sector for Economy at Rokan Hilir Regency Riau Province ABSTRACT

Mengapa lingkungan Bisnis harus dianalisis? 4/27/2013 creat BY Hariyatno

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

ANALISIS PERANAN DAN KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh : ARDHIYANI JAYANTI NIM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan bisnis di Indonesia belakangan ini semakin lama semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

Data PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 ( Juta Rupiah) dan Laju Pertumbuhan PDRB Karesidenan Kedu Tahun

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Economics Development Analysis Journal

Pertumbuhan ekonomi wilayah

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian menuju perekonomian yang berimbang dan dinamis. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-undang No.13 Tahun 2003 Pasal 1, Tenaga Kerja adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

Transkripsi:

II TINJAUAN PUSTAKA 2. Pembangunan Regional Kebijaksanaan ekonomi regional ialah penggunaan secara sadar berbagai macam peralatan (instrumen) untuk merealisasikan tujuan-tujuan regional, dan tanpa adanya usaha yang disengaja tersebut tidak akan tercapai. Kebijaksanaan pembangunan regional harus disesuaikan dengan struktur dasar masing-masing daerah. Salah satu tujuan dari kebijaksanaan pembangunan adalah mengurangi perbedaan dalam tingkat perkembangan atau pembangunan dan kemakmuran antar daerah yang satu dengan daerah yang lain (Kadariah 985). Perencanaan regional dimaksudkan agar semua daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional dan merata sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Manfaat perencanaan regional adalah untuk pemerataan pembangunan. Apabila perencanaan regional dan pembangunan regional berkembang dengan baik, maka diharapkan daerah dapat tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri (Soekartawi 990). Dalam perencanaan pembangunan regional terdapat beberapa teknik analisis regional yang dapat dipergunakan untuk menentukan atau memilih aktivitas ekonomi yang dikembangkan dalam suatu daerah atau menentukan lokasi yang sesuai dengan aktivitas ekonomi. Teknik-teknik tersebut antara lain Basis Ekonomi, Multiplier Effect, Model Gravitasi, analisis Titik Pertumbuhan dan analisis Input-Output (Richardson 99). 2.2 Teori Basis Ekonomi Dalam konteks Ilmu Ekonomi Regional, terdapat berbagai model yang bermanfaat untuk menjelaskan perubahan regional dan untuk memprediksikan implikasiimplikasi yang nantinya akan terjadi serta bermanfaat bagi perencanaan di waktu yang akan datang. Salah satu teori yang paling sederhana dan barangkali paling terkenal adalah teori basis ekonomi (Economic Based Theory) (Glasson 977).

Inti dari model ekonomi basis adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut berupa barang-barang dan jasa, termasuk tenaga kerja (Budiharsono 200). Menurut Tarigan (2004), kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah karena kegiatan basis. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan intern atau permintaan lokal). Semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam kegiatan atau sektor service atau pelayanan. Sektor non basis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, sehingga pendapatan masyarakat setempat sangat berpengaruh. Sektor ini tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah, sehingga satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Menurut Glasson (977), secara implisit di dalam pembagian kegiatan-kegiatan ini terdapat hubungan sebab akibat yang membentuk teori basis ekonomi. Bertambah banyaknya kegiatan basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya, berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam daerah yang bersangkutan, dan turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis. Dengan demikian, sesuai dengan namanya, kegiatan basis mempunyai peranan penggerak pertama (prime mover role) dimana setiap perubahan mempunyai efek multiplier terhadap perekonomian regional. Arus pendapatan yang masuk ke dalam suatu wilayah akan menyebabkan kenaikan konsumsi maupun kenaikan investasi dalam wilayah, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang baru akan menampung pengangguran yang terdapat di daerah tersebut atau dapat menjadi daya tarik bagi orang-orang dari luar wilayah yang mencari pekerjaan (Kadariah 985). Penggunaan Teori Basis Ekonomi menurut Glasson (99), terdapat sejumlah kekurangan antara lain kekurangan yang bersifat teknis seperti unit pengukuran, metode identifikasi dan pemilihan unit wilayah serta diabaikannya peranan impor. Kelemahan dari segi unit pengukuran adalah penggunaan kesempatan kerja (employment) sebagai

indikator. Hal ini dikemukakan oleh Richardson (99) yang menyatakan bahwa employment bersifat diskontinyu, sehingga kurang peka sebagai indikator perubahanperubahan kegiatan basis. Pendapatan regional akan langsung mengalami kenaikan nilai apabila terjadi perluasan kegiatan basis, sedangkan kenaikan jumlah tenaga kerja baru terasa dalam jangka panjang. Masalah lainnya adalah adanya time lag antara respon dari sektor basis terhadap permintaan luar wilayah dan respon dari sektor non basis terhadap perubahan sektor basis. Masalah ini dapat diatasi dengan penggunaan data time series selama tiga sampai lima tahun. Dari segi metode identifikasi, masalah yang sering ditemui adalah perbedaan hasil identifikasi, jika metode yang digunakan berbeda. Kesulitan dalam pemilihan unit wilayah atau lokasi karena perlu diperhatikannya berbagai faktor yang mempengaruhi seperti tujuan analisis, faktor-faktor administratif dan regional serta ketersediaan data. Kekurangan teori ini sebagai akibat mengabaikan peran impor, disebabkan karena peningkatan pada kegiatan basis hanya akan menghasilkan multiplier effek yang sangat kecil pada kegiatan non basis jika sebagian besar pendapatan yang diperoleh dibelanjakan ke luar daerah dalam bentuk impor. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi tidak hanya dicapai melalui peningkatan ekspor dari industri-industri basis, tetapi juga dengan melakukan usaha substitusi impor. Teori Basis Ekonomi tetap relevan digunakan dalam analisis dan perencanaan regional, meskipun terdapat beberapa kekurangan (Glasson 977). Teori ini memiliki keunggulan karena sangat sederhana dan mudah diterapkaan serta bermanfaat dalam usaha memahami struktuk ekonomi suatu wilayah dan dampak yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan dalam jangka pendek. Pada kondisi tertentu, misalnya dalam mempelajari wilayah yang kecil dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada kegiatan ekspor, kekurangan yang ada dapat diminimumkan dan teori ini sangat bermanfaat untuk membuat peramalan jangka pendek (short-run forecasting). 2.3 Location Quotient Untuk mengetahui suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu : () metode pengukuran langsung dan (2) metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan survai langsung untuk mengidentifikasikan sektor mana yang merupakan sektor basis. Pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu () metode

melalui pendekatan asumsi; (2) metode location quotient; (3) metode kombinasi () dan (2); dan (4) metode kebutuhan minimum (Budiharsono 200). Menurut Tarigan (2004), metode LQ adalah membandingkan porsi lapangan kerja atau nilai tambah untuk sektor tertentu di wilayah yang dibandingkan dengan porsi lapangan kerja atau nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional. Asumsi yang digunakan adalah bahwa penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat nasional. Selain itu, permintaan wilayah akan suatu barang pertama-tama akan dipenuhi oleh hasil produksi wilayah itu sendiri, jika jumlah yang diminta melebihi jumlah produksi wilayah, maka kekurangannya diimpor. Sebaliknya, produksi produksi yang dihasilkan terlebih dulu ditujukan untuk konsumsi lokal dan diekspor ke luar wilayah apabila terjadi surplus produksi. Apabila LQ kurang dari satu, maka wilayah yang bersangkutan harus mengimpor, sedangkan jika nilai LQ lebih dari satu maka wilayah tersebut dapat melakukan ekspor. Metode LQ banyak dikritik karena didasarkan atas asumsi bahwa produktivitas rata-rata atau konsumsi rata-rata antar wilayah adalah sama. Bisa saja dari suatu wilayah yang lapangan kerjanya untuk sektor rendah, tetapi total produksinya lebih tinggi. Perbedaan pengklasifikasian dari sektor kegiatan ekonomi yang mungkin berbeda dari satu wilayah ke wilayah lain. Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan terjadinya perhitungan ganda (double-counting) jika di suatu daerah terdapat banyak pekerja yang berasal dari daerah lain sebagai pelaju (Tarigan 2004). Menurut Tarigan (2004) secara umum rumus LQ adalah : LQ vi / V v / V t I T v i /V I : v t /V T.() dimana : v i pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain dari industri atau sektor tertentu di suatu wilayah;

V I total pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain di wilayah tersebut; v t pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain dari industri atau sektor tertentu di wilayah perbandingan yang lebih luas; V T total pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain di wilayah perbandingan yang lebih luas. 2.4 Multiplier effect Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan effek pengganda (Multiplier effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan. Menurut Glasson (977), peningkatan pada kegiatan basis akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Selain itu arus pendapatan akan meningkatkan konsumsi dan investasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja (Kadariah 985). 2.4. Indikator Pendapatan Wilayah Multiplier dengan menggunakan indikator pendapatan ini, dilandaskan pada kenyataan bahwa penginjeksian sejumlah tertentu uang ke dalam perekonomian regional akan menaikkan pendapatan regional yang mengakibatkan bertambahnya pengeluaran konsumen (walaupun dalam jumlah yang lebih kecil daripada jumlah uang yang diinjeksikan semula). Bagian pendapatan yang dibelanjakan ini akan menjadi pendapatan bagi pihak lain yang selanjutnya membelanjakannya sebagian, dan demikian seterusnya (Glasson 977). Menurut Glasson (977) secara keseluruhan pendapatan wilayah () merupakan penjumlahan pendapatan sektor basis (b) dan sektor non basis (n). Pendapatan sektor basis akan dibelanjakan kembali di dalam wilayah maupun untuk impor. Pendapatan yang dibelanjakan kembali di dalam wilayah untuk produksi lokal akan menghasilkan efek pengganda terhadap pendapatan wilayah seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Jika proporsi pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali di dalam wilayah sebesar r, maka total pendpatan sektor basis yang dibelanjakan kembali adalah

sebesar (r) b. Selanjutnya pembelanjaan kembali di dalam wilayah akan menghasilkan total pendapatan sebesar (r 2 )b, kemudian menjadi (r 3 )b dan seterusnya. Keadaan ini dapat ditulis dalam bentuk rumus : b + rb +r 2 b + r 3 b + +r n b ( + r + r 2 + r 3 + + r n ) b.....(2) Rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi : b... (3) r Faktor /(-r) di atas merupakan economic multiplier yang menimbulkan efek pengganda terhadap perekonomian secara keseluruhan. Secara empiris nilai r sulit ditemukan, maka rumus tersebut dapat diturunkan lebih lanjut untuk mencari nilai r sebagai berikut : b r atau -r r - b b atau r sehingga b Karena b n, maka : r n.(4) dengan demikian economic multiplier dalam jangka pendek adalah : MSy dimana : MSy r n n b b....(5) koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan; jumlah total pendapatan wilayah;

b jumlah pendapatan sektor basis. Berdasarkan rumus di atas, perubahan pendapatan wilayah karena adanya peningkatan kegiatan basis adalah : Ä Ä b (MSy).....(6) dimana : MSy koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan; Ä perubahan pendapatan wilayah; Ä b perubahan pendapatan sektor basis Koefisien pengganda jangka pendek tersebut kemudian digunakan untuk memprediksi dampak kegiatan atau sektor basis terhadap perekonomian wilayah sacara keseluruhan. 2.4.2 Indikator Tenaga Kerja Multiplier effek yang ditimbulkan dari indikator tenaga kerja adalah merupakan perbandingan atau rasio antara total tenaga kerja di suatu wilayah dengan tenaga kerja pada sektor basis (Glasson 977). Penurunan rumus untuk indikator tenaga kerja ini sama dengan penurunan rumus pada indikator pendapatan, yaitu sebagai berikut : MSe dimana : MSe E Eb En E Eb E E Eb. (7) koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator tenaga kerja; jumlah total tenaga kerja wilayah; jumlah tenaga kerja sektor basis Berdasarkan rumus di atas, dapat dilakukan prediksi dampak yang akan ditimbulkan oleh peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor basis terhadap jumlah total tenaga kerja di wilayah tersebut sebagai berikut : ÄE ÄEb (MSe)....(8) dimana : MSe koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator tenaga kerja; ÄE perubahan tenaga kerja wilayah; ÄE b perubahan tenaga kerja sektor basis.

2.5 Strategi Pengembangan Menurut Rangkuti (2000), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematik untuk merumuskan strategi perusahaan yang didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Lingkungan eksternal dan internal suatu perusahaan terkait erat dalam kelangsungan kegiatan dan keberhasilan kinerja perusahaan. Lingkungan eksternal merupakan lingkungan yang tidak dapat dikontrol, tetapi dapat mempengaruhi kegiatan perusahaan, sedangkan lingkungan internal adalah lingkungan dalam perusahaan yang dapat dikontrol, sehingga merupakan strategi keunggulan perusahaan (Rangkuti 2000). Keterkaitan faktor internal dan eksternal dapat digambarkan dalam bentuk matrik SWOT. Matrik SWOT merupakan suatu alat untuk meringkas faktor-faktor strategis perusahaan yang menggambarkan peluang dan ancaman eksternal, serta pertemuan dengan kekuatan dan kelemahan internal perusahaan, untuk menghasilkan empat kelompok kemungkinan anternatif strategi.