yang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b

BAB I PENGANTAR. tanah juga memiliki fungsi dalam aspek politik, ekonomi, dan kebudayaan yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tata cara perolehan hak pinjam pakai atas sultan grond tahapannya. a. Mengajukan surat permohonan kepada Panitikismo

BAB I PENDAHULUAN. daerah bekas swapraja Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta menginginkan seluruh tanah Sultan Ground dapat

BAB III METODE PENELITIAN. data yang berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Lexy J.

BAB V PENUTUP. Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari. Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIV/2016 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari


GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam

GEOSPATIAL IMPLEMENTATION IN APLICATION FOR SPECIALITY LAWS OF DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (MANAGEMENT AND SULTAN GROUND-KADIPATEN GROUND) Abstract

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain

yang meliputi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Di samping itu, Sultan HB VII juga menggunakan taktik dengan mengulur waktu dan mencegah penyerahan secara total semua yang diminta oleh pemerintah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai problematika perolehan Hak Milik atas Tanah

Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani*

LAPORAN. Penelitian Individu

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

INTISARI. Kata Kunci : Kewarganegaraan, pertanahan di DIY, Pembatasan perolehan hak. ABSTRACT

Bab V Kesimpulan Dan Saran. kabupaten Maluku Tenggara Barat provinsi Maluku. Ijin pengelolaan disahkan

DUALISME PENERAPAN HUKUM PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Erma Defiana Putriyanti 1. Abstract

BAB V. Kesimpulan. Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola

BAB I PENDAHULUAN. lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka memajukan

BAB IV. Surat Keputusan Pemkot Surabaya tentang Ijin Pemakaian Tanah (IPT/ berwarna ijo/surat ijo) dengan cara sewa tanah negara yang dikuasai Pemkot

LURAH DESA PLERET KECAMATAN PLERET KABUPATEN BANTUL PERATURAN DESA PLERET NOMOR 04 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.

PENGISIAN GUB & WAGUB

BAB I PENDAHULUAN. tentang pemanfaatan tanah sangat penting. sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Berdasarkan pasal tersebut, seluruh


BAB I PENDAHULUAN. harus dilandasi dengan nilai-nilai ketuhanan. Segala sesuatu yang dilakukan oleh

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tanah untuk tempat berpijak, membangun tempat tinggal, dan

KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN SULTANAAT GROUND DI KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK MAGERSARI DAN TANAH SULTANAAT GROUND. pribumi dengan jangka waktu selama mereka menghuni.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

PERBANDINGAN ANTARA HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT KETENTUAN KUHPerdata Dan UUPA

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

LAHAN KOSONG Wacana Elitis Pendudukan dan Eksploitasi Ruang Urban

BAB I PENDAHULUAN. Cipta. hlm Salim HS Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB I PENDAHULUAN. kerugian harta benda dan dampak psikologis (IDEP, 2007)

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk membedakan pendefinisian kata rumah menjadi tidak sekedar

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pokok permasalahan utama. Instruksi Gubernur tersebut pada

PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. antara Permendagri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PERINGATAN EMPAT PULUH TAHUN IKATAN WARGA WATES (IWWT) KULONPROGO, YOGYAKARTA DI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani*

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. atau gabungan antara sumber daya alam hayati (mikro flora dan mikro fauna

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan

RANCANGAN UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN.. TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. pembangunan sarana kepentingan umum. Hak-hak atas tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang

PT. MEGA GLORYOUNG INTERNATIONAL

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG SEWA MENYEWA PASAR PAHING BARU KOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANDUNG NOMOR : 16 TAHUN 1998 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya transaksi baik berupa barang atupun jasa. Menurut Mankiw (2003: 82),

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB V PENUTUP. penelitian yang dilakukan mengenai respons Etnis Tionghoa dalam menghadapi eksklusi

KEWENANGAN DIY (UU 13/2012)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kerajaan yang masih berjaya hingga saat ini, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

TINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA PETAK PASAR TRADISIONAL TANGGA ARUNG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.

Transkripsi:

BAB V PENUTUP Sistem kekuasaan dalam budaya Jawa menempatkan tanah sebagai salah satu tolok ukur status sosial dalam struktur masyarakat Jawa yang bersifat hierarkis. Pada puncak kedudukan, raja sebagai pihak yang menguasai segalagalanya tentu memiliki tanah yang sangat luas agar memperkuat legitimasi dan eksistensinya. Dibawah raja, terdapat kelompok para bangsawan/priyayi yang terdiri dari kerabat raja dan pejabat-pejabat pemerintahan yang seolah betindak sebagai raja-raja kecil di masing-masing wilayahnya. Lalu di tempat terbawah terdapat kawula (masyarakat kebanyakan) yang paling lemah posisinya karena tidak memiliki hak apapun dan yang bernasib paling buruk. Dalam struktur sosial tersebut menimbulkan hubungan yang bersifat paternalistik antar masing-masing kelas. Raja sebagai patron akan memberikan sumber daya berupa tanah kepada bawahannya (bangsawan/priyayi) untuk kepentingan menjaga loyalitas, stabilitas dan penguatan kekuasaannya. Sedangkan pihak bangsawan/priyayi akan mendapat keuntungan berupa perlindungan dari patron. Selain itu juga mendapat nilai dan fungsi tanah, juga legitimasi kekuasaan yang diperoleh dari masyarakat yang berada dibawah pemerintahannya. Sebagai representasi kekuasaan Jawa, Kraton Kasultanan Yogyakarta tetap kukuh bertahan hingga kini, bahkan kepala DIY merupakan Sultan yang bertahta. Hal ini mengindikasikan bahwa kuasa kerajaan masih bertahan, ditambah dengan adanya penerapan kebijakan mengenai pertanahan yang bernama serat kekancingan. Serat kekancingan sesungguhnya sudah dilaksanakan sejak lama, namun kraton baru gencar mengatur tanahnya melalui serat kekancingan sekitar dua tahun lalu, yaitu saat UUK DIY disahkan. Penerapan serat kekancingan ini berdasarkan pada hak atas tanah Kasultanan Yogyakarta yang di dapat dari adanya palihan nagari yang tertuang pada perjanjian Giyanti lalu diatur melalui Rijksblaad Kasultanan No. 16 tahun 1918 yang menjadi dasar hukum awal (old platform) yang jelas yang lalu mengalami berbagai perkembangan dan perubahan hingga yang terakhir berupa UUK DIY pada tahun 2012 (sebagai new platform) 110

yang memberikan keleluasaan untuk Yogyakarta mengatur daerahnya secara legal-formal dan diakui oleh negara, termasuk mengatur tanah-tanah dengan status sultan ground (SG). Serat kekancingan merupakan surat keputusan pemberian hak atas tanah yang berstatus tanah bukan keprabon milik Kasultanan kepada masyarakat atau lembaga tertentu yang bertujuan untuk mengontrol pemakaian tanah-tanah Kasultanan agar dapat meminimalisir tindakan-tindakan yang dilakukan berbagai macam pihak atau oknum yang menyalahgunakan ijin pemakaian tanah Kasultanan. Panitikismo merupakan salah satu tepas milik kraton yang berwenang mengeluarkan dan mengelola serat-seratkekancingan beserta tanah-tanah Kasultanan. Serat kekancingan ini ditujukan untuk berbagai macam pihak yang memakai tanah -tanah Kasultanan melalui berbagai macam hak yang telah ditetapkan oleh kraton seperti hak magersari, ngindung, anganggo, dan anggaduh. Dalam konteks operasionalisasi serat kekancingan di Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Kraton, serat kekancingan terbagi dalam hak magersari, hak ngindung, dan juga hak wewengkon yang terbagi dalam tiga subyek hak yaitu para abdi dalem, masyarakat biasa, dan juga para waris ndalem ndalem milik pangeran yang disebut tanah kasentanan. Masa berlaku untuk serat kekancingan adalah 10 tahun terhitung sejak serat kekancingan tersebut jadi. Hak magersari yang berada di berbagai daerah, seluruhnya diatur oleh Panitikismo mengenai peruntukan, perolehan serta pengelolaannya. Tanah magersari ini berada di luar wilayah yang termasuk ndalem ndalem kasentanan. Pada mulanya yang bisa bermukim di tanah magersari haruslah seorang abdi dalem yang karena jasanya diperbolehkan untuk menempati sultan ground yang belum di manfaatkan, meski pada perkembangannya yang bermukim disini banyak justru masyarakat biasa yang tidak berstatus sebagai abdi dalem, terlebih masyarakat luar terbilang sudah banyak. Selain magersari, target serat kekancingan juga untuk pengindung. Pengindung adalah orang-orang yang tinggal di tanah milik Kasultanan yang sudah digunakan sebelumnya, artinya bahwa pengindung ini menempel tinggal 111

kepada orang yang memegang hak yang lebih tinggi. Orang yang memiliki hak lebih tinggi tersebut merupakan para waris ndalem-ndalem kepangeranan (ndalem kasentanan) yang tergolong kaum bangsawan karena masih kerabat dalem. Pengurusan serat kekancingan antara warga magersari dengan pengindung memiliki cara yag berbeda. Warga magersari harus mengajukan permohonan serat kekancingan kepada Panitikismo, sedangkan pengindung mengajukan serat kekancingan bukan lagi ditujukan kepada panitikismo, namun kepada tuan tanahnya yang lalu tuan tanah inilah yang memberikan laporan kepada Panitikismo hingga keluar serat kekancingan yang menyatakan bahwa pengindung menempel tinggal di ndalem tuan tanah tersebut. Tuan tanah yang juga merupakan waris ndalem-ndalem Kasentanan juga merupakan salah satu target seratkekancingan melalui pemberian hak wewengkon. Status hak wewengkon ini berada diatas serat kekancingan milik masyarakat umum karena status pemiliknya juga lebih tinggi. Masa berlaku hak wewengkon tersebut hingga seterusnya, artinya satu surat hak wewengkon berlaku juga hingga anak keturunan dari pangeran pemilik hak tersebut. Sehingga tidak perlu diberbaharui dalam jangka waktu tertentu, sedangkan seratkekancingan milik masyarakat memiliki batas waktu meski pada kenyatannya serat kekancingan masyarakat dapat diperbaharui hingga massa yang tidak terbatas sehingga batas waktu pun bisa dibilang tidak berpengaruh signifikan. Berdasarkan data yang diperoleh operasionalisasi seratkekancingan di Kelurahan Kadipaten dapat dibilang belum efektif karena belum terlaksana secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya subyek hak yang belum mengurus serat kekancingan dengan berbagai macam alasan. Operasionalisasi serat kekancingan yang belum terlaksana secara optimal mengakibatkan berbagai dampak negatif dan juga positif baik yang dirasakan masing-masing subyek hak maupun pihak kraton sebagai pelaksana. Terdapat dua sebab utama dampak negatif dari penerapan serat kekancingan, yaitu peruntukan serat kekancingan yang sudah melenceng jauh dari perjanjian awal. Yang pada mulanya serat kekancingan dibuat untuk para pedagang yang berjualan di kioskios suvenir sebagai bukti memakai tanah Kasultanan secara legal pada 112

perkembangannya kios-kios suvenir berubah fungsi menjadi rumah-rumah. Sebab lainnya adalah adanya kesalahpahaman abdi dalem dalam pengartian serat kekancingan. Dua sebab utama tersebut masing-masing menimbulkan perkembangan dampak-dampak negatif. Sebab melencengnya peruntukan serat kekancingan melahirkan perkembangan dampak negatif berupa kepadatan penduduk, kepadatan bangunan-bangunan yang banyak berstatus ilegal, maraknya kasus jual beli dan sewa menyewa secara ilegal, dan juga tersingkirnya abdi dalem kraton sebagai warga asli. Sedangkan kesalahpahaman abdi dalem dalam pengartian serat kekancingan berdampak pada kepadatan penduduk dan kepadatan rumah yang membuat jarak antar rumah sangat sempit. Sedangkan dampak negatif dari operasionalisasi serat kekancingan pada Kasultanan adalah imej yang menjadi buruk karena bagi sebagian masyarakat, serat kekancingan merupakan penghambat proses peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tergolong ekonomi bawah. Meski menuai banyak dampak negatif dari operasionalisasi seratkekancingan, tetap masih terdapat dampak positifnya. Sebagai bukti legal dari pemakaian tanah yang berstatus sultan ground, subyek hak yang memiliki seratkekancingan akan memiliki posisi yang lebih kuat. Serat kekancingan yang dimiliki para subyek hak ini membuat mereka tidak akan bisa digusur seenaknya oleh kraton dari tanah yang telah menjadi haknya, kraton tidak bisa begitu saja mengambil kembali tanahnya. Sedangkan bagi kraton dampak positifnya adalah dengan adanya data mengenai pihak-pihak yang memakai tanah sultan ground yang valid, kraton dapat mengontrol dan mengawasi tanah-tanahnya dengan lebih mudah. Masalah penguasaan tanah bukanlah hal yang sederhana, karena hal tersebut menyangkut bukan hanya hubungan manusia dengan dengan tanah, melainkan juga dan terutama menyangkut hubungan manusia dengan manusia. Dalam konteks penguasaan tanah yang kini dilakukan oleh Kasultanan Yogyakarta melalui serat kekancingan, hubungan antar masing-masing subyek dengan pihak Kasultanan menghasilkan perbedaan. Terdapat hubungan tradisional yang tetap terjaga, namun juga terdapat pergeseran hubungan pada pihak lain. 113

Hubungan sosial yang tetap utuh terjaga dapat dilihat melalui sikap yang ditunjukkan antara abdi dalem dengan Kasultanan yang bersifat vertikal dan tegas sebagaimana layaknya hubungan antara abdi dengan tuannya. Hubungan ini tergambarkan dari sikap sendika dhawuh yang tertanam kuat dalam diri masingmasing individu abdi dalem. Hal ini bisa bertahan karena abdi dalem tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional sebagai dasar bersikap sebagaimana abdi dengan tuannya. Sementara itu pergeseran hubungan terjadi antara Kasultanan dengan warga magersari. Hubungan sosial antara masyarakat biasa warga magersari dengan pihak Kasultanan kini berbeda jauh dengan hubungan konsep kekuasaan Jawa antara Kasultanan dengan kawula pada masa dulu yang hierarkis. Tidak lagi bersifat vertikal secara tegas, namun sudah bergeser menjadi vertikal dengan garis putus-putus. Artinya adalah meskipun masyarakat masih mengakui kedudukan Kasultanan, namun jika terdapat hal yang dianggap menghalangi atau bertentangan dengan kepentingan mereka, maka mereka tidak akan segan menentangnya. Ideologi bahwa Sultan merupakan pemilik segalanya dengan kekuasaan yang hebat sudah jauh memudar. Pergeseran inilah yang menjadi salah satu faktor adanya dampak negatif yang banyak terjadi pada warga magersari. Masyarakat sudah tidak lagi segan untuk menabrak aturan-aturan yang ada demi bisa memenuhi kepentingannya. Pilihan rasional masyarakat membuat mereka melakukan hal demikian. Penghambaan yang ditujukan kepada rajanya dari seorang kawula nyatanya tidak terjadi lagi pada masa kini. Seiring dengan berkembangnya jaman, tuntutan akan kebutuhan semakin meningkat, sehingga rasionalitas yang berjalan pada masyarakat adalah tercapainya kepentingankepentingannya. Serat kekancingan yang telah diterapkan oleh Kasultanan untuk menjaga aset-asetnya agar dapat mempertahankan kekuasaannya dapat diibaratkan sebagai dua mata pedang. Di satu sisi serat kekancingan menjamin kemakmuran dengan cara pemberian bukti hak-hak penggunaan tanah Kasultanan secara legal kepada masyarakat. Namun di sisi lain karena perkembangan waktu sehingga kebutuhan dan kepentingan semakin meningkat masyarakat banyak yang menabrak peraturan 114

yang sudah ditetapkan oleh Panitikismo. Berbagai pelanggaran-pelanggaran terjadi di sana sini. Panitikismo sebagai pihak yang berwenang nyatanya tidak bersikap apa-apa untuk menindak pihak-pihak yang melanggar dengan alasan yang cenderung aneh, yaitu takut akan mendapat perlawanan dari masyarakat sehingga bukan menjadi hal yang mengagetkan jika masalah-masalah yang timbul akan semakin banyak. Sekarang yang terjadi bukan lagi raja yang tergambarkan sebagai gung binathara, bau dhendha nyakrawati namun sudah bergeser menjadi kawula yang memiliki kekuatan. Serat kekancingan akan menjadi bom waktu yang semakin lama seiring berjalannya waktu sumbu yang masih sangat awal ini perlahan akan semakin mendekati titik ledaknya. 115