BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta"

Transkripsi

1 BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari kajian-kajian yang telah dijelaskan di dalam bab-bab sebelumnya. Maka, berdasarkan kajian yang telah ditulis pada bab II, III, dan IV, bab V mencoba menyimpulkan temuan-temuan lapangan secara keseluruhan, mengabstraksikan temuan pada tataran teoritik, serta mendiskusikan kontribusi riset ini terhadap kajian politik lokal secara umum. Dengan memfokuskan pada kajian mengenai patronase, secara khusus, kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi studi bagi kajian mengenai relasi antara patron dan klien di dalam struktur politik lokal di Indonesia. Bab V juga berupaya untuk menegaskan argumentasi utama yang hendak disampaikan. Dengan mengajukan argumentasi tersebut, penulis berharap dapat menumbuh-kembangkan studi mengenai patronase sebagai bagian dari ikhtiar menjawab rumusan masalah atau pertanyaan riset yang diajukan sebelumnya. Upaya ini menghendaki kejelasan argumentasi dengan mengeksplisitkan temuan untuk menjadi argumentasi utama yang dibangun melalui riset dan disajikan di dalam tulisan ini. Hal ini penting, sebab, misi pengembangan keilmuan menjadi syarat utama menjadi seorang pembelajar; terlebih lagi bagi seorang mahasiswa. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta Syarat terjadinya relasi patronase terletak pada kata kunci utamanya: terdapat sumberdaya yang dipertukarkan. Pertukaran sumber daya ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Namun, yang harus digarisbawahi adalah, pertukaran sumber daya harus tetap menguntungkan patron dan klien. Selama sumber daya tersebut masih bermanfaat dan saling dibutuhkan

2 kedua belah pihak, maka relasi patronase yang bersifat sukarela ini, akan tetap terjalin. Kondisi inilah adanya pertukaran sumber daya, bersifat sukarela, dan tanpa paksaan kekuasaan formal- yang menjadi faktor pembeda antara patronase dengan relasi kuasa yang lain. Di Alun-Alun Kidul, dalam upaya memahami karakter patronase yang menguasainya, penelitian ini menemukan beberapa hal. Pertama, relasi patronase terjadi di antara beberapa pemilik sumber daya dan para pekerjanya. Di dalam konteks Alun-Alun Kidul, beberapa pemilik sumber daya seperti pemilik transportasi wisata-hias menempati posisi sebagai patron terhadap para pekerjanya. Para pekerja, yakni orang-orang yang menjaga sepeda hias dan membantu mencari penumpang berposisi sebagai klien. Para pekerja berupaya untuk loyal dan patuh kepada patronnya. Relasi di antara keduanya bersifat sukarela dan subyektif. Relasi patron dan klien juga menjelaskan adanya perbedaan posisi antara patron yang mengayomi dengan klien yang menerima pemberian dari patron. Kedua, patronase tidak terjadi di antara paguyuban dengan organisasi di atasnya, yakni Paparasi. Seperti kalimat beberapa informan, bahwa tujuan utama mereka berbisnis di Alun-Alun Kidul adalah, hendak mencari berkah dan rezeki, bukan untuk berorganisasi. Sedangkan Paparasi dibentuk untuk mengkoordinasi dan menjadi forum dialog: membicarakan ragam hal menyangkut Alun-Alun Kidul serta ruang komunikasi dengan kraton dan pemerintah Kota Yogyakarta. Sehingga, bagi para anggota paguyuban, menjadi pengurus Paparasi, apalagi harus tunduk-patuh kepada organisasi, tidak akan membawa keuntungan secara ekonomi. Paparasi bagi mereka, sekedar upaya menaikkan daya tawar tatkala kepentingan mereka terancam. Kesadaran untuk menghargai Paparasi dan pengurusnya baru dilakukan, setelah susunan kepengurusan Paparasi ditandatangani oleh Gusti Prabu. Penandatangan dilakukan pasca terjadinya kasus pemalakan, dengan pesan utama: semua konflik harus diselesaikan di bawah koordinasi Paparasi. Oleh sebab itu, menghargai keberadaan Paparasi karena adanya himbauan dari kraton sebagai patron utama. Maka, menghargai keberadaan Paparasi dipandang sebagai bagian

3 dari upaya loyalitas kepada kraton, bukan karena adanya kesadaran untuk taat organisasi. Di titik ini, konsep kunci kajian patronase menjelaskan, bahwa, selama tidak ada sumber daya yang dipertukarkan, atau sumber daya yang ada tidak lagi menguntungkan dan bermanfaat, maka relasi patronase tidak akan terjadi. Ketiga, penelitian ini menemukan bahwa patron di Alun-Alun Kidul tidaklah tunggal walaupun dalam satu sumber daya yang sama. Di dalam konteks ruang parkir, terdapat lebih dari empat orang kuat yang dianggap sebagai penguasa wilayah. Sehingga, mereka yang bekerja sebagai juru parkir berupaya untuk menunjukkan loyalitasnya pada beberapa orang. Begitu juga di antara anggota paguyuban sepeda wisata. Beberapa sepeda hias dimiliki oleh lebih dari satu orang. Pekerja yang bertugas untuk menjaga sepeda hias dan mencari penumpang harus dapat membawa diri dalam bekerja. Sistem bagi hasil seperti yang telah diuraikan sebelumnya tetap ada. Namun, sebagai klien, para pekerja harus menunjukkan loyalitasnya secara maksimal untuk mempertahankan pekerjaan dan kepercayaan patron. Keempat, berkaitan dengan temuan pada poin ketiga, selain patron tidak tunggal, terdapat patron utama yang mengayomi semua orang yang berbisnis di Alun-Alun Kidul. Fenomena ini menjelaskan betapa patron itu berlapis. Patron utama menempati posisi puncak di dalam struktur kuasa di Alun-Alun Kidul. Di bawahnya, terdapat patron-patron pertengahan sebagai pemilik sumber daya. Dari sisi relasi kuasa, fenomena patron yang berlapis menarik untuk dicermati. Sebab, apabila ada aspirasi, konflik, bahkan perlawanan dari lapisan dasar, patron utama tidak perlu menghadapi semuanya seara langsung. Sebab, masih ada lapis tengah untuk meredam dan mereduksi benturan kepentingan yang ada, sebelum berhadapan langsung dengan patron utama yang berada di lapisan puncak piramida kekuasaan. Kraton, sebagai old state yang memiliki legitimasi kultural sekaligus pemilik Alun-Alun Kidul, telah mempersilakan Alun-Alun Kidul digunakan secara terbuka untuk mencari rezeki dan memanfaatkannya untuk kebaikan. Kondisi inilah yang membuat warga sadar; betapa kraton telah mempersilakan Alun-Alun Kidul untuk dimanfaatkan walaupun kraton tidak mendapatkan upeti

4 dari ragam aktivitas bisnis di dalamnya. Kesadaran ini sekaligus menjadi pengingat, bahwa, jika kraton memerintahkan Alun-Alun Kidul dibersihkan dan ditutup untuk umum, apalagi menjadi kawasan komersial, maka para pelaku bisnis di dalamnya harus patuh. Sebab, bagaimanapun, Alun-Alun Kidul memang milik kraton; sebuah sumber kemakmuran yang begitu manis dan menggiurkan secara ekonomi bagi banyak orang. Kelima, oleh sebab itulah, karakter patronase di Alun-Alun Kidul begitu khas dan menarik, dengan model piramida kuasanya. Struktur sosial paling mendasar dibangun dari relasi antara pekerja dan pemilik sumber daya di dalam paguyuban. Relasi kuasa di lapisan kedua kian meluas dengan relasi antara paguyuban dengan paguyuban yang lain serta relasi paguyuban dengan Paparasi. Relasi di antara semua pelaku usaha dengan kraton sebagai pemilik Alun-Alun Kidul, terjadi pada lapisan atas sebagai puncak piramida. Di dalam piramida kuasa ini, praktek patronase terjadi sejak dari lapisan paling dasar, yakni relasi yang dibangun di antara pemilik sumber daya dan pekerjanya. Lapisan kedua, yakni relasi antara paguyuban dengan Paparasi belum terdapat relasi yang menjelaskan terjadinya patronase, seperti yang telah dijelaskan pada poin kedua di atas. Garis putus-putus menjelaskan bahwa keberadaan paparasi tidak dapat dilepaskan dari pengaruh aktor di lapisan puncak, yakni kraton. Terakhir, di posisi puncak piramida, terdapat relasi kuasa yang semakin meluas, namun jumlah aktor di dalamnya kian sedikit. Yakni, pengaruh dan legitimasi kraton sebagai patron utama yang mengayomi semua pelaku usaha di Alun-Alun Kidul Yogyakarta. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa, karakter patronase yang menguasai Alun-Alun Kidul tidak hanya terletak pada relasi antara patron dan klien saja, bersifat sukarela, dan ada pertukaran sumber daya secara langsung. Lebih jauh, patronase terjadi karena terintegrasi ke dalam sistem budaya yang feodalistik dengan kraton berada di posisi puncak struktur kuasa sebagai patron utama. Sumber daya yang dipertukarkan tidak selalu bersifat langsung dan harus bertatap muka, antara patron dan klien. Sebaliknya, restu kraton untuk

5 memanfaatkan Alun-Alun Kidul merupakan praktek pertukaran sumber daya secara tidak langsung antara kraton dengan seluruh pelaku usaha di dalamnya. Faktor pra-kondisi begitu penting bagi kajian ini. Mencermati karakter patronase dalam konteks relasi kuasa antar aktor di dalam Alun-Alun Kidul tidak dapat dilepaskan dari sisi sosio-historis kraton Yogyakarta. Di titik inilah, teorisasi Eisendstadt memberikan penjelasan, bahwa, relasi antara patron dan klien dalam praktek pertukaran sumber daya, tidak dapat dilepaskan dari struktur budaya feodalistik yang melingkupinya. Sehingga bagi Jalong, terdapat prakondisi khas yang mengunci setiap relasi patronase dan melampui praktek pertukaran sumber daya di antara patron dan klien. Keenam, karakter patronase dengan model piramida kuasa menjelaskan, betapa struktur kuasa yang dibangun dari praktek patronase bersifat saling menguntungkan. Di sisi lain, sumber daya berupa Alun-Alun Kidul yang terbuka bagi khalayak begitu penting bagi pelaku usaha. Mereka berupaya patuh pada pesan kraton agar menjaga Alun-Alun Kidul tetap tertib, indah, dan bersih. Dengan menempatkan kraton sebagai patron utama dan berupaya mematuhi pesan kraton, pelaku usaha berharap kearifan kraton tidak dapat diganggu oleh siapapun yang mengancam rezeki, termasuk oleh pemerintah Kota Yogyakarta. Ragam upaya yang dilakukan untuk merawat patronase agar tetap lestari, tidak dapat dilepaskan dari upaya membangun rezim lokal. Melalui rezim inilah, pelaku usaha berlindung dari ragam ancaman yang dapat mengancam rezeki mereka, seperti penertiban lapak-lapak dan upaya pemerintah Kota Yogyakarta untuk mengatur jadwal sepeda hias. Mereka berpendapat bahwa, hanya kraton yang berhak untuk mengatur Alun-Alun Kidul. Pola pikir seperti ini menyebabkan Alun-Alun Kidul sebagai satu-satunya ruang yang tidak bisa disentuh secara langsung oleh pemerintah Kota Yogyakarta. Oleh sebab itu, beragam upaya penataan yang dilakukan oleh pemerintah kota, seperti menata pedagang, mendata juru parkir dan menata ruang-ruang parkir, serta mengatur jadwal sepeda hias, harus mendapat legitimasi dari kraton. Pemerintah kota bagi pelaku usaha- harus izin dahulu kepada kraton apabila akan ikut menata Alun-Alun Kidul. Pelaku usaha juga beranggapan bahwa,

6 apapun kebijakan yang dikeluarkan, pemerintah kota harus selalu berkonsultasi kepada kraton. Selain itu, forum dialog yang difasilitasi oleh Paparasi dan diketahui oleh kraton harus didahulukan untuk membangun ruang komunikasi. Tanpa komunikasi dan restu kraton baik kraton secara institusi maupun kraton secara personal, seperti Ngarso Dalem dan Gusti Hadi, kebijakan pemerintah kota dianggap tidak memiliki legitimasi untuk diimplementasikan. Fenomena rezim lokal ini diperkuat oleh kesadaran pemerintah kota terhadap posisinya dan berupaya untuk menjaga komunikasinya dengan kraton. Sebagaimana telah didiskusikan di bab IV, pemerintah Kecamatan Kraton sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah kota, menjalankan politik dua kaki dalam upaya menata Alun-Alun Kidul. Hingga kini, kraton mengakui kewenangan pemerintah Kota Yogyakarta sebagai implikasi politik dari bergabungnya kraton dengan pemerintah RI, seperti yang diamanatkan di dalam Maklumat 5 September. Dengan kesadaran historis, kraton berupaya agar tidak terjadi dualisme pemerintahan di dalam Kota Yogyakarta. Kraton juga berupaya untuk selalu membuka komunikasi dengan pemerintah Kota Yogyakarta sebagai eksekutor kebijakan di wilayah Kota Yogyakarta. Di titik inilah, titik temu dua kuasa antara old state dan new state terjadi. C. Refleksi Teoritis dan Kontribusi Penelitian terhadap Kajian Politik Lokal di Indonesia Selama ini, kajian patronase di Indonesia memfokuskan kajiannya pada persoalan, bagaimana relasi patronase dibangun serta sumber daya dipertukarkan dan dipertahankan di antara patron dan klien saja. Penelitian ini mencoba mengembangkan kajian patronase dari kajian sebelumnya, dengan menekankan pentingnya faktor pra-kondisi sebagai ruang bagi tumbuh-suburnya relasi patronase itu sendiri. Sebagaimana telah didiskusikan di dalam kerangka teori, bagi Jalong dan Eisendstadt, pertukaran sumber daya harus dilihat sebagai pertukaran yang digeneralisir. Pertukaran yang digeneralisir merupakan pelembagaan praktek patronase yang tidak sekedar bersifat pragmatis antara patron dan klien saja, melainkan juga mengenai praktek terintegrasinya patronase

7 ke dalam setting budaya dan politik dalam masyarakat di mana praktek tersebut berlangsung. Refleksi teoritis di dalam gagasan ini mensyaratkan adanya tata nilai tertentu yang mengunci relasi patronase yang terjadi. Penelitian ini menemukan bahwa, patronase di Alun-Alun Kidul terintegrasi ke dalam tata nilai budaya Jawa yang telah melahirkan dan membesarkannya, dengan menempatkan kraton sebagai patron utama. Dengan mengetahui siapa yang menjadi patron utama inilah, maka, relasi kuasa antara patron dan klien yang terjadi di dalamnya lebih mudah untuk dipahami dan didalami. Di dalam konteks penelitian ini, karakteristik patronase yang menguasai Alun-Alun Kidul berbentuk piramida kuasa serta menempatkan kraton sebagai patron utama berada di posisi puncak piramida. Secara teoritis, penelitian ini memiliki dua pendapat utama. Pertama, kajian ini menyepakati pemikiran Eisendstadt bahwa kajian patronase tidak dapat dilepaskan dari kajian mengenai tata nilai lokal yang mempengaruhi kelahiran, pertumbuhan, dan berkembangnya praktek patronase sebagaimana gagasan mengenai pertukaran sumber daya yang digeneralisir. Kajian ini meniscayakan adanya pra-kondisi dan tata nilai yang berbeda di setiap lokus penelitian. Melalui sudut pandang ini, penelitian di Alun-Alun Kidul menemukan bahwa patron tidaklah tunggal. Beragamnya patron yang ada dan bahkan berlapis, dikunci oleh keberadaan patron utama yang mengayomi semua patron (yang lebih kecil) dan klien di dalam struktur sosial yang berlapis. Sehingga, karakter patronase yang menguasai Alun-Alun Kidul melahirkan model relasi kuasa berbentuk piramida kuasa. Kedua, berpijak dari poin pertama yang menjelaskan kompleksitas aktor di dalam relasi patronase, maka, relasi patronase yang terjadi perlu diseksamai dengan mengembangkan sudut pandang yang lebih luas. Penelitian ini menawarkan perspektif tentang relasi antara relasi patronase dengan lahirnya rezim lokal yang menghendaki terawatnya praktek patronase. Perspektif ini cukup penting sebagai upaya untuk menjelaskan bahwa patronase tidak hanya berhenti pada relasi antara patron dan klien saja, melainkan ada upaya untuk merawat

8 patronase itu sendiri. Teknik pencarian data dengan menggunakan perspektif ini mensyaratkan adanya perhatian yang mendalam mengenai relasi antar aktor secara lebih kompleks; bukan hanya di antara patron dan klien saja, melainkan juga relasi antara patron, klien, negara, dan swasta. Oleh sebab itu, perkembangan kajian patronase sebaiknya tidak lagi berbicara tentang bagaimana ia dilahirkan dan dibentuk, melainkan juga perlu didiskusikan, bagaimana patronase dirawat dan dilestarikan. Pra-kondisi yang membidani lahirnya patronase, juga turut berperan bagi upaya menumbuhsuburkan patronase dan mengupayakannya agar tetap lestari. Patronase, bagi orang yang terlibat di dalamnya, bukan hanya soal bagaimana kesejahteraan dapat diperoleh, melainkan juga bagaimana kesejahteraan yang telah diperoleh dapat dipertahankan, bahkan diwariskan secara turun temurun. Upaya untuk melestarikan patronase erat kaitannya dengan kapasitas aktor dalam mengelola relasi kuasa yang ada. Di titik inilah, rezim lokal lahir, sebagai upaya untuk melestarikan patronase. Rezim lokal di sini dipahami sebagai seperangkat norma dan aturan dibentuk melalui kesepakatan bersama di antara aktor lokal. Di dalam konteks Alun-Alun Kidul, para anggota paguyuban berupaya untuk mematuhi perintah dan pesan yang dikehendaki kraton. Paparasi sebagai organisasi yang memayungi semua paguyuban yang ada, memfasilitasi untuk membuka ruang komunikasi dan ruang dialog dengan pemerintah Kota Yogyakarta maupun dengan kraton itu sendiri. Alun-Alun Kidul menjadi ruang para pelaku usaha untuk mencari rezeki dengan aturan-aturan yang disepakati bersama berdasarkan pesan dan kehendak kraton. Tujuan para pelaku usaha menjaga komunikasi yang baik dengan pengurus Paparasi, terutama dengan kraton, tidak lain untuk mengamankan kepentingan usaha mereka di Alun-Alun Kidul. Bahkan, para pelaku usaha berlindung kepada kraton dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Yogyakarta. Kondisi ini menyebabkan Alun-Alun Kidul sarat dengan kepentingan dari beragam aktor. Kepentingan pemerintah kota untuk menata langsung terbentur oleh lebatnya belantara kusaa yang dibangun oleh rezim lokal di Alun- Alun Kidul: para pelaku usaha yang tidak mau diatur secara langsung, pengaturan

9 harus ada restu dari kraton, serta tuntutan bagi pemerintah kota untuk selalu menjaga komunikasi yang baik dengan kraton dan semua pelaku usaha di Alun- Alun Kidul Yogyakarta. Alun-Alun Kidul kian sarat dengan kepentingan banyak aktor. Di satu sisi, rezim lokal menghendaki status quo dan berupaya agar relasi patronase tetap lestari. Di sisi yang lain, pemerintah kota Yogyakarta berupaya menata Alun-Alun Kidul, sebab, ia menjadi salah satu tujuan wisata favorit di Yogyakarta yang menjadi bagian wilayah pemerintahan pemerintah Kota Yogyakarta. Permainan masangin bahkan telah dikenal di antara wisatawan mancanegara. Titik temu dua kuasa; yakni persinggungan kewenangan formal dengan legitimasi kulturalinformal di antara dua negara inilah yang telah mewarnai dinamika politik lokal di Kota Yogyakarta. Oleh sebab itulah, pengembangan sudut pandang terhadap kajian patronase di tingkat lokal dapat mengembangkan kajian yang telah ada dan memberikan kontribusi teoritik bagi perkembangan kajian politik lokal di Indonesia.

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development.

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Corporate Social Responsibility (CSR) telah lama diadakan di dunia usaha perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development. CSR PT TIA Danone telah dirilis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesenian Sebagai Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (1980), mendeskripsikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII Bab VIII 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penataan ruang. Hal ini mengingat proses penataan ruang memerlukan lembaga yang kredibel terutama dalam pengendalian

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak akan pernah hilang selama kehidupan manusia berlangsung. Karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Dominasi politik Dinasti Mustohfa di Desa Puput telah dirintis sejak lama

BAB VI PENUTUP. Dominasi politik Dinasti Mustohfa di Desa Puput telah dirintis sejak lama BAB VI PENUTUP 1. KESIMPULAN Dominasi politik Dinasti Mustohfa di Desa Puput telah dirintis sejak lama di tahun-tahun awal Orde Baru. Walaupun struktur politik nasional maupun lokal mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA KOMUNIKASI INTERPERSONAL WARGA AREA WISATA PASIR PUTIH DALEGAN

BAB IV ANALISIS DATA KOMUNIKASI INTERPERSONAL WARGA AREA WISATA PASIR PUTIH DALEGAN BAB IV ANALISIS DATA KOMUNIKASI INTERPERSONAL WARGA AREA WISATA PASIR PUTIH DALEGAN A. Hasil Temuan Penelitian Suatu penelitian diharapkan akan memperoleh hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN

PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN Oleh : Budi wardono Istiana Achmad nurul hadi Arfah elly BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 102 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini membahas penggunaan leksikon Arab dalam bahasa Sunda yang dituturkan masyarakat adat Kampung Dukuh dengan menggunakan perspektif etnolinguistik.. Temuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat untuk menunjukkan identitas masyarakat pemakai bahasa. Masyarakat tutur merupakan masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Dengan telah dimulainya ASEAN Community tahun 2015 merupakan sebuah perjalanan baru bagi organisasi ini. Keinginan untuk bisa mempererat

Lebih terperinci

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5339 DAERAH ISTIMEWA. PEMERINTAHAN. Pemerintah Daerah. Yogyakarta. Keistimewaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sebuah alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi sehingga bahasa dan manusia memiliki kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa digunakan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dengan pemaparan dan analisa sebagaimana diuraikan di atas maka dapat disusun beberapa kesimpulan sebagai berikut; 1. Latarbelakang lahirnya kontestasi multi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan 18 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk belajar berbahasa. Kaitannya dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KEPALA DESA DALAM MELESTARIKAN TRADISI GOTONG ROYONG DI DESA TABA PASEMAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KEPALA DESA DALAM MELESTARIKAN TRADISI GOTONG ROYONG DI DESA TABA PASEMAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KEPALA DESA DALAM MELESTARIKAN TRADISI GOTONG ROYONG DI DESA TABA PASEMAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH Oleh: Evsa Wulan Suri ABSTRAKSI Gotong royong adalah ciri dari kehidupan bangsa

Lebih terperinci

pentransferan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Kebudayaan R.I. Fuad Hasan berpendapat bahwa, "Sebaik apapun kurikulum jika

pentransferan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Kebudayaan R.I. Fuad Hasan berpendapat bahwa, Sebaik apapun kurikulum jika 2 bahwa guru merupakan pihak pertama yang paling bertanggung jawab dalam pentransferan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Terkait dengan pernyataan tersebut, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

B. Struktur Organisasi

B. Struktur Organisasi 1 A. Gambaran Umum akarta sebagai Ibukota Negara merupakan barometer bagi kotakota lain di Indonesia, sehingga mempunyai peranan penting dan strategis dalam menciptakan suasana tertib, menumbuhkan kesadaran,

Lebih terperinci

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA KANTOR UTUSAN KHUSUS PRESIDEN UNTUK DIALOG DAN KERJA SAMA ANTAR AGAMA DAN PERADABAN KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA HASIL MUSYAWARAH BESAR PEMUKA AGAMA UNTUK KERUKUNAN BANGSA Jakarta 8-10 Februari 2018

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang memiliki aneka ragam etnik atau suku bangsa, budaya, serta kekayaan dibidang seni dan sastra, kekayaan tersebut merupakan potensi yang

Lebih terperinci

Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang. 1. Untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaan maka elit harus jeli

Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang. 1. Untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaan maka elit harus jeli BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dibangun dari hasil penelitian ini antara lain: 1. Untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaan maka elit

Lebih terperinci

PENGERTIAN PENYULUHAN

PENGERTIAN PENYULUHAN PENGERTIAN PENYULUHAN Istilah penyuluhan (extension) pertama-tama digunakan pada pertengahan abad ke-19 untuk menggambarkan program pendidikan bagi orang dewasa di Negara Inggris (Cambridge University

Lebih terperinci

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian Penelitian tentang karakteristik organisasi petani dalam tesis ini sebelumnya telah didahului oleh penelitian untuk menentukan klasifikasi organisasi petani yang ada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas BAB IV ANALISA DATA A. Temuan Penelitian 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas Dalam penelitian kualitatif, analisis data

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 24 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman

RechtsVinding Online Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 22 Juli 2015; disetujui: 28 Juli 2015 Industri perfilman Indonesia pernah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Pola Hubungan Patron Klien Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989, hlm 1-18) melihat bahwa petani yang berada di daerah Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal Batu Televisi (Batu TV) Kota Batu Jawa Timur pada bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing serta mempertahankan diri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA Fakultas Hukum Universitas Brawijaya BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SPIRIT KONSTITUSI Pasal 36A UUD 1945 menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah perusahaan dan organisasi, baik swasta maupun. pemerintahan Sumber Daya Manusia yang produktif dapat tercapai apabila

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah perusahaan dan organisasi, baik swasta maupun. pemerintahan Sumber Daya Manusia yang produktif dapat tercapai apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sebuah perusahaan dan organisasi, baik swasta maupun pemerintahan Sumber Daya Manusia yang produktif dapat tercapai apabila karyawan-karyawan memiliki

Lebih terperinci

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS

MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS MASALAH-MASALAH POKOK TEORITIS Walaupun teori adalah suatu abstraksi dari realitas, penting disadari akan hubungan antara keduanya. Teori bukanlah murni abstrak, tanpa berdasarkan pengalaman yang nyata.

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang didasarkan kepada Undang-Undang. Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Derah, menekankan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang didasarkan kepada Undang-Undang. Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Derah, menekankan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah yang didasarkan kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Derah, menekankan adanya perubahan prinsip di dalam

Lebih terperinci

MENGENAL HUBUNGAN PATRON-KLIEN

MENGENAL HUBUNGAN PATRON-KLIEN MENGENAL HUBUNGAN PATRON-KLIEN Linayati Lestari, S.IP, MA Dosen Fisipol, Universitas Riau Kepulauan, Batam Bagi para peminat dan pengamat sosial, tentu sering menemukan beragam pola atau bentuk hubungan

Lebih terperinci

SKRIPSI RITA SRI WAHYUTI NIM: A

SKRIPSI RITA SRI WAHYUTI NIM: A PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING MELALUI PETA KONSEP SECARA KLASIKAL DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS TENTANG KERAGAMAN KENAMPAKAN ALAM KELAS V SEMESTER I SDN 03 KARANGREJO TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

KKPP Perumahan & PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN BERTUMPU MASYARAKAT

KKPP Perumahan & PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN BERTUMPU MASYARAKAT SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI IV Kampus Pusat Universitas Teknologi Yogyakarta Yogyakarta, 5 April 2007 --- ISBN 978-979-1334-20-4 PENERAPAN TEKNOLOGI UNTUK REHABILITASI PERMUKIMAN PASKA-BENCANA DENGAN PENDEKATAN

Lebih terperinci

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan BAB 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Hidup bersama membutuhkan membutuhkan modus operandi agar setiap individu di dalamnya dapat berdampingan meskipun memiliki identitas dan kepentingan berbeda. Perbedaan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. langsung, kebebasan berekspresi secara terbuka, berasosiasi, sampai kebebasan

I. PENDAHULUAN. langsung, kebebasan berekspresi secara terbuka, berasosiasi, sampai kebebasan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Peristiwa besar di tahun 1998 telah menciptakan beberapa perubahan yang signifikan dalam kehidupan

Lebih terperinci

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Di Indonesia, hak organisasi diatur oleh undang-undang. Hak berorganisasi secara tidak langsung tersirat dalam pancasila, sebagai sumber hukum Indonesia, dan

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi telah menjadi elemen penting dalam arus globalisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi telah menjadi elemen penting dalam arus globalisasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi informasi telah menjadi elemen penting dalam arus globalisasi yang masif dalam perubahan sosial, bahkan menjadi sebuah tuntutan bagi masyarakat untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidur sampai tidur lagi, bahkan bermimpi pun manusia berbahasa pula.

BAB I PENDAHULUAN. tidur sampai tidur lagi, bahkan bermimpi pun manusia berbahasa pula. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu budaya manusia yang sangat tinggi nilainya karena dengan bahasa manusia dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Dengan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. dan berkuasa dalam aspek pendidikan dan politik, bahkan dipandang lebih superior

BAB VII KESIMPULAN. dan berkuasa dalam aspek pendidikan dan politik, bahkan dipandang lebih superior BAB VII KESIMPULAN Studi ini berangkat dari dua gejala kontradiktif dari kehidupan orang Makeang. Orang Makeang di masa lalu adalah kaum subordinat dan dipandang kampungan, sedangkan orang Makeang masa

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro)

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro) STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro) TUGAS AKHIR Oleh : RINA NAZLA ULFAH L2D 098 461 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Hasil Temuan Peneliti Suatu penelitian diharapkan akan memperoleh hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, disini peneliti memaparkan hasil temuan di lapangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam. Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di

BAB V KESIMPULAN. A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam. Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di BAB V KESIMPULAN A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam Kacamata Patron-Klien Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di lingkungan pasar Wates. Mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara Republik Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir terjadi diberbagai daerah terutama di kota-kota besar. Kondisi semacam

BAB I PENDAHULUAN. hampir terjadi diberbagai daerah terutama di kota-kota besar. Kondisi semacam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan jumlah penduduk merupakan permasalahan yang memiliki dampak terhadap seluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah permasalahan lalu

Lebih terperinci

akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga kini belum ada upaya kongkrit untuk mengatasi tawuran pelajar di Kota Yogya, akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. penggerak perubahan dan dinamika sosial di tengah-tengah masyarakat.

BAB VI PENUTUP. penggerak perubahan dan dinamika sosial di tengah-tengah masyarakat. BAB VI PENUTUP A. Simpulan Hadirnya desa wisata di Dukuh Grogol menjadi sebuah mesin baru penggerak perubahan dan dinamika sosial di tengah-tengah masyarakat. Keberadaan Desa Wisata Budaya di Dukuh Grogol

Lebih terperinci

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Pada bagian ini akan diuraikan beberapa butir kesimpulan berdasarkan temuan dan analisis data (yang tercermin dalam uraian tentang implikasi teoritis

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DI KABUPATEN GRESIK (Studi tentang parkir di tepi jalan umum kawasan Alun-alun Gresik) SKRIPSI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DI KABUPATEN GRESIK (Studi tentang parkir di tepi jalan umum kawasan Alun-alun Gresik) SKRIPSI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DI KABUPATEN GRESIK (Studi tentang parkir di tepi jalan umum kawasan Alun-alun Gresik) SKRIPSI Oleh : Firasidah Hasnah 0941010036 YAYASAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai penelitian dengan judul

BAB VII PENUTUP. sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai penelitian dengan judul BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan data dan analisis yang telah dibahas pada bab bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai penelitian dengan judul ekonomi politik pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menghasilkan informasi komprehensif terkait pelaksanaan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menghasilkan informasi komprehensif terkait pelaksanaan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menghasilkan informasi komprehensif terkait pelaksanaan kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda. Penggunaan pendekatan top-down dan bottom-up sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari 113 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari bermacam-macam suku, agama, ras dan antar golongan. Berdasar atas pluralitas keislaman di

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dusun ini terletak 20 km di sebelah utara pusat Propinsi Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang

BAB V PENUTUP. prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bertolak dari pemaparan hasil penelitian dan penggkajian dengan menggunakan prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PRUSEDUR PENCEGAHAN KONFLIK, PENGHENTIAN KONFLIK DAN PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL

Lebih terperinci

ANTARA FORMAL(ISME) dan SUBSTANTIF(ISME)

ANTARA FORMAL(ISME) dan SUBSTANTIF(ISME) ANTARA FORMAL(ISME) dan SUBSTANTIF(ISME) ANTROPOLOGI EKONOMI Program Studi Antropologi FISIP - UNIVERSITAS MALIKUSSALEH DOSEN PENGAMPU: PANGERAN P.P.A. NASUTION, S.SOS., M.A. 1 Referensi Literatur: Literatur

Lebih terperinci

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN A. S T R A T E G I Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. Strategi juga diberi makna sebagai usaha-usaha untuk

Lebih terperinci

~ 53 ~ PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup Jelas. Pasal 2 Cukup Jelas. Pasal 3 Cukup Jelas

~ 53 ~ PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup Jelas. Pasal 2 Cukup Jelas. Pasal 3 Cukup Jelas ~ 51 ~ PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN 2015-2035 I. UMUM 1. Ruang Wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata BAB V PEMBAHASAN Pada bab sebelumnya telah dilakukan analisis yang menghasilkan nilai serta tingkat kesiapan masing-masing komponen wisata kreatif di JKP. Pada bab ini akan membahas lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia sebagai negara hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya. Menurut Kridalaksana

BAB I PENDAHULUAN. penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya. Menurut Kridalaksana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. LOD DIY sebagai invited space menggunakan formasi kuasa yang ada dalam

BAB V PENUTUP. LOD DIY sebagai invited space menggunakan formasi kuasa yang ada dalam BAB V PENUTUP Jawaban atas pertanyaan mengapa ruang kuasa yang telah menciptakan LOD DIY sebagai invited space menggunakan formasi kuasa yang ada dalam dirinya untuk menentukan kontur dan corak dari ruang

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN. IV.2 Perancangan Model Komunitas Belajar Learner-Centered

BAB IV PERANCANGAN. IV.2 Perancangan Model Komunitas Belajar Learner-Centered BAB IV PERANCANGAN Pada bab ini dilakukan perancangan model komunitas belajar dengan prinsip psikologis learner-centered sesuai dengan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, berikut penjelasannya. IV.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan pasca- perang dingin ini juga mempunyai implikasi strategis baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan pasca- perang dingin ini juga mempunyai implikasi strategis baik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Internasional Runtuhnya Uni Soviet sebagai negara komunis utama pada tahun 1990-an memunculkan corak perkembangan Hubungan Internasional yang khas. Perkembangan pasca-

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berbagai macam karakter masyarakat di Yogyakarta mampu memecah jaringan sosial yang dimiliki oleh kelompok masyarakat termasuk kelompok pengusaha asal Kuningan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi yang dilakukan oleh manusia merupakan suatu proses yang melibatkan individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan

BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berikut ini adalah kesimpulan dari hasil dan pembahasan kajian kritis tentang media sosial, pola komunikasi politik dan relasi kuasa dalam masyarakat kesukuan Flores dengan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu aspek yang berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. dan berkembang di Kota Singkawang merupakan suatu fakta sosiologis yang tak

BAB VII KESIMPULAN. dan berkembang di Kota Singkawang merupakan suatu fakta sosiologis yang tak 302 BAB VII KESIMPULAN 7.1. Kesimpulan Kemajemukan (pluralitas) etnis, bahasa, budaya dan agama yang tumbuh dan berkembang di Kota Singkawang merupakan suatu fakta sosiologis yang tak terbantahkan dalam

Lebih terperinci

BAB VI P E N U T U P

BAB VI P E N U T U P 188 BAB VI P E N U T U P A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan antara lain: Pertama, peran kiai pondok pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata dalam dinamika politik ada beberapa bentuk, yakni

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,

Lebih terperinci

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Untuk itu dalam rangka mempertahankan usahanya sales keliling menjalin

BAB V PENUTUP. Untuk itu dalam rangka mempertahankan usahanya sales keliling menjalin BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sales keliling sebagai pedagang ritel tradisional keberadaannya kian terancam oleh maraknya pasar modern yang dewasa ini semakin berkembang. Untuk itu dalam rangka mempertahankan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. pada pelaku perkawinan beda agama. Pelbagai temuan dan refleksi atas temuan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. pada pelaku perkawinan beda agama. Pelbagai temuan dan refleksi atas temuan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini mencoba untuk mengurai dinamika persentuhan identitas sosial pada pelaku perkawinan beda agama. Pelbagai temuan dan refleksi atas temuan penulis

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP I. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP I. KESIMPULAN BAB V PENUTUP I. KESIMPULAN Pada bagian awal penelitian ini peneliti sudah menjelaskan bahwa melalui penelitian ini peneliti ingin mencari tahu bagaimana komunikasi resolusi konflik yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM PEMBAURAN KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM PEMBAURAN KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM PEMBAURAN KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Alor merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan salah satu bentuk dari organisasi yang merupakan wadah kerja sama dari sekumpulan orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.

Lebih terperinci