KHASIAT KLINIS SUPLEMENTASI VITAMIN C PADA ANAK PENDERITA PNEUMONIA BERAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB I LATAR BELAKANG. bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebagian besar kematian terjadi akibat komplikasi dehidrasi. Sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

PHARMACY, Vol 05 No 01 April 2007

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

BAB VI PEMBAHASAN. subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk. pemberian madu sampai usia 12 bulan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

Sugiarti, et al, Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun...

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini terjadi peningkatan angka harapan hidup. Di negara maju

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang

BAB I PENDAHULUAN. non-infeksi makin menonjol, baik di negara maju maupun di Negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK TAHUN 2013 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perbedaan Kecepatan Kesembuhan Anak Gizi Buruk yang Diberi Modisco Susu Formula dan Modisco Susu Formula Elemental Di RSU dr.

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji eksperimental klinis dengan randomized. + asam askorbat 200 mg intravena/hari selama 7 hari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif terhadap semua variabel yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini dan termasuk ke dalam global emergency. TB adalah

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masuk dalam daftar Global Burden of Disease 2004 oleh World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

ANALISIS BIAYA ANTIBIOTIK PADA TERAPI PNEUMONIA PASIEN BPJS ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari (Navaneethan et al., 2011). Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus diare

BAB I PENDAHULUAN. terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

Pneumonia tercatat sebagai masalah kesehatan. Efektivitas Suplemen Zink pada Pneumonia Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, angka prevalensi

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN SIRUP KOTRIMOKSAZOL PADA BALITA PENDERITA DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB III METODE PENELITIAN

ARTIKEL ILMIAH. Analisis Deskriptif Angka Kematian Balita di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Tahun 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi suplemen secara teratur 2. Sementara itu, lebih dari setengah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, tetapi juga perkembangan kecerdasaanya. (Kurniasih,dkk, 2010). Namun, anak usia di bawah lima tahun (balita)

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014

Transkripsi:

KHASIAT KLINIS SUPLEMENTASI VITAMIN C PADA ANAK PENDERITA PNEUMONIA BERAT CLINICAL EFFICACY OF VITAMIN C SUPPLEMENTATION IN CHILDREN WITH SEVERE PNEUMONIA Kwari Januar Satriono,Idham Jaya Ganda, Dasril Daud. Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Unhas, Makassar Alamat Korespondensi: Kwari Januar Satriono Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP: 081242470710 Email: kwari_kaneshiro@yahoo.co.id 1

Abstrak Pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak. Anak berada dalam keadaan lemah, sehingga membutuhkan suplementasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui khasiat klinis suplementasi vitamin C pada penderita pneumonia berat anak. Desain penelitian ini adalah uji klinis secara randomisasi buta ganda.data berasal dari pasien yang dirawat di RSUP dr Wahidin Sudirohusodo dan RSUD Labuang Baji dari bulan Januari 2013 sampai Juni 2013 dengan diagnosis pneumonia berat. Terbagi atas 2 kelompok yang mendapatkan terapi standar + plasebo dan terapi standar + suplementasi vitamin C. Dari 103 sampel pneumonia berat, 51 pasien mendapatkan terapi standar + suplementasi vitamin C dan 52 pasien mendapatkan terapi standar + plasebo.hasil penelitian menunjukkan suplementasi vitamin C tidak berperan pada penderita pneumonia berat anak. Perbaikan demam p=0,071(p>0,05), perbaikan frekuensi nafas p=0,098(p>0,05), retraksi subkostal p=0,085(p>0,05), dan pada ronkhi nyaring plasebo justru lebih bermakna dengan p=0,005(p<0,05). Kata Kunci : Pneumonia berat, suplementasi vitamin C. Abstract Pneumonia remains one of the most primary mortality cause in children. The children in weak condition, thus supplementation essentially needed. This study aimed to measure clinical efficacy of vitamin C supplementation in children with severe pneumonia.the study design was a double blind randomized clinical trial. Data achieved primary from patients hospitalized in Wahidin Sudirohusodo hospital and Labuang Baji Hospital with diagnosis severe pneumonia during January 2013 to April 2013 period. Samples were divided into 2 groups which received standar protocol + placebo and standar protocol + vitamin C supplementation. Among 103 severe pneumonia samples, 51 patients obtained standar protocol + vitamin C supplementation and 52 patients obtained standar protocol + placebo.the study reveals that vitamin C has no effect in severe pneumonia. Recovery of fever p=0.085(p>0,05), respiratory rate frequency p= 0,098(p>0,05), subcostal retraction p=0.098(p>0,05), and in fine crackles recovery, placebo surprisingly superior with p = 0.005(p<0,05). Keywords: severe pneumonia, vitamin C supplementation. 2

PENDAHULUAN Pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak. Pakar klinis dan epidemiologi menyatakan terdapat berbagai kesulitan dalam pencegahan dan tata laksana penyakit ini, antara lain pengobatan antibiotik tidak efektif karena penderita biasanya dalam kondisi lemah akibat malnutrisi kronis dan infeksi parasit. Selain itu banyaknya jenis virus dan bakteri yang menginfeksi paru-paru, menyulitkan dalam pengidentifikasian penyebab spesifik pada setiap penderita.(abinash 2000, King BR 2009) Prevalensi pneumonia secara umum adalah 12 kasus/1000 orang/tahun. Insidens tertinggi dari pneumonia pada usia 0-4 tahun. Di Indonesia angka kematian pneumonia ialah 60/10000 bayi dan 10,6/1000 anak balita(dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1995), sehingga pneumonia masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian dan harus ditanggulangi secara sungguh-sungguh.(hsiao et al 2009) Vitamin C atau L-ascorbic acid merupakan nutrisi esensial untuk manusia. Askorbat (ion dari asam askorbat) dibutuhkan dalam berbagai reaksi metabolik yang penting bagi hewan, tumbuhan dan manusia, disintesis oleh hampir semua organisme kecuali manusia dan monyet. Defisiensi menyebabkan skorbut pada manusia. Juga digunakan secara luas sebagai suplemen makanan. Komponen yang penting dari vitamin C adalah ion askorbatnya, karena berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi tubuh dari stres oksidasi, dan merupakan kofaktor dari berbagai reaksi enzimatik penting. (Anonymous 2009, Anonymous 2009). Salah satunya adalah aktivitas fagositosis yang tergantung dari jumlah asam aksorbat di dalam darah dan jaringan. Jika kadar asam askorbat terlalu rendah sel darah putih tidak akan menyerang bakteri yang menginvasi, hal ini terlihat jelas pada defisiensi asam askorbat(stone I 2009). Asam askorbat juga bersifat bakteriostatik dan bakterisid. Seperti yang diungkapkan pada penelitian tahun 1941 berbagai organisme dapat diinhibisi oleh asam askorbat 2 milligram percent (mg%) 2 bagian asam askorbat dalam 100.000 bagian suspensi bakteri(staphylococcus aureus, B. typhosus, B. coli, B. subtilis). Pada dosis 5 3

mg % B diphtheriae dan juga Streptococcus hemolyticus aktivitasnya dihambat. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan efek bakteriostatik vitamin C terhadap mycobacterium tuberculosis. Berlandaskan konsep biologis tersebut vitamin C digunakan sebagai suplemen bahkan digunakan oleh sebagian pakar sebagai terapi tunggal terhadap berbagai penyakit infeksi termasuk ISPA dan juga pneumonia, mengingat pada pneumonia melibatkan imunitas dan proses inflamasi. Seperi Hochwald yang menginjeksikan 500 milligram setiap satu setengah jam sampai hilangnya demam, yang menemukan perbaikan lebih cepat terhadap demam dan gejalagejala lokal serta normalisasi darah rutin. Sebagai suplementasi vitamin C terbukti efektif dalam memperbaiki prognosis Pneumonia dan COPD pada orang dewasa perokok (Halsted CH 2006, Hemilia H 2009). Selain itu sumber vitamin C mudah didapatkan di mana-mana dengan harga murah dan dapat diberikan baik dalam bentuk tablet, puyer, kapsul maupun injeksi. Sehingga memudahkan untuk diteliti. Dan diberikan pada setiap orang yang memerlukannya. Namun sepanjang pengetahuan penulis peneltian mengenai suplementasi vitamin C pada pasien anak sangat jarang dilakukan, sementara penelitian mengenai khasiat klinis suplementasi vitamin C pada anak penderita pneumonia di Indonesia baru sekali dilakukan di Kebumen tahun 2006 namun vitamin C dikombinasi dengan Zink, Vitamin A dan zat besi. Sehingga penulis tertarik dalam meneliti topik ini. Tujuan dari penelitian ini untuk menilai khasiat klinis suplementasi vitamin C pada anak penderita pneumonia berat, dalam hal berkurangnya lama demam, perbaikan frekuensi nafas per menit, menghilangnya retraksi subkostal dan menghilangnya ronkhi nyaring. 4

BAHAN DAN METODE Lokasi dan rancangan penelitian Penelitian ini dilakukan di instalasi rawat inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RSUD Labuang Baji dengan menggunakan data primer pasien anak yang dirawat dengan pneumonia berat. Jenis penelitian yang digunakan adalah double blind randomized clinical trial dengan menggunakan kontrol plasebo. Populasi dan sampel Populasi adalah semua penderita anak yang rawat inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RSUD Labuang Baji mulai Januari 2013 hingga Juni 2013. Sampel sebanyak 103 anak yang menderita pneumonia berat yang dikelompokkan dalam dua kelompok yakni penderita pneumonia berat yang mendapatkan terapi standar + suplementasi vitamin C sebanyak 51 orang dan penderita pneumonia berat yang mendapatkan terapi standar + plasebo, kedua kelompok telah memenuhi kriteria inklusi yaitu penderita pneumonia konfirmasi radiologis, umur 2 tahun-18 tahun, bersedia ikut dalam penelitian dan tidak termasuk kriteria ekslusi yakni pneumonia dengan penyakit lain, pneumonia aspirasi, telah mendapat suplemen vitamin C dosis tinggi dalam 4 bulan terakhir dan telah mendapat terapi antimikroba dalam periode sakit pneumonia sekarang ini. Dan sudah mendapat persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Metode pengumpulan data Pengumpulan data yang berasal dari setiap pasien yang opname dicatat nama, nomor register, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, gizi, serta gejala-gejala klinis seperti frekuensi pernafasan per menit, melihat ada tidaknya retraksi subkostal, mendengar adanya ronkhi nyaring dan atau wheezing serta lama hilangnya demam. Serta dilakukan foto Thorax dan pemeriksaan penunjang. Analisis data Data biomedis umur, jenis kelamin, status gizi dan karakteristik sampel dengan analisis univariat diolah dengan menggunakan SPSS for windows 20 dan untuk menilai perbaikan gejala klinis pneumonia meliputi perbaikan frekuensi 5

nafas, menghilangnya retraksi subkostal, tidak terdengarnya ronkhi nyaring dan penurunan demam dilakukan analisis nonparametrik dengan metode Mann Whitney-U. HASIL Hasil evaluasi khasiat kilnis suplementasi vitamin C dibandingkan plasebo Tabel 1, memperlihatkan, 103 penderita pneumonia berat, kelompok yang mendapatkan suplementasi vitamin C laki-laki 29 orang (56,86%) dan perempuan 22 orang (43,14%), plasebo laki-laki 22 orang (42,3%) dan perempuan 30 orang (57,7%), mean umur kelompok vitamin C 4,91 tahun sementara untuk kelompok plasebo 4,38 tahun, gizi baik pada kelompok vitamin C 48 orang (94,1%) dan gizi kurang 3 orang (5,9%) sementara gizi baik pada kelompok plasebo 41 orang(78,4%) dan gizi kurang 11 orang(21,6%), lama demam sebelumnya pada kedua kelompk tidak terpaut jauh dengan selisih 0,23 hari juga dengan frekuensi pernafasan awal berkisar 50x/menit. Tabel 2, tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal berkurangnya demam baik pada kelompok yang mendapatkan suplementasi vitamin C maupun plasebo (p=0,271). Nilai rata-rata kelompok vitamin C dan plasebo masingmasing 2,52 hari dan 2,92 hari. Tabel 3, tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal perbaikan frekuensi nafas per menit baik pada kelompok yang mendapatkan suplementasi vitamin C maupun plasebo (p=0,098). Nilai rata-rata kelompok vitamin C dan plasebo masing-masing 2,76 hari dan 2,61 hari Tabel 4, tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal menghilangnya retraksi subkostal pada kelompok yang mendapatkan suplementasi vitamin C maupun plasebo (p=0,855). Nilai rata-rata kelompok vitamin C dan plasebo masing-masing 3,68 hari dan 3,73 hari. Tabel 5, terlihat plasebo lebih bermakna dengan kelompok yang diberikan suplementasi vitamin C dengan nilai p=0.005(p<0,05). Terlihat plasebo lebih cepat menghilangkan ronkhi nyaring 0,78 hari. 6

PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata suplementasi vitamin C dibandingkan plasebo tidak berperan penting terhadap perbaikan gejala klinis pneumonia berat. Terbukti tidak ada perbedaan bermakna pada parameter klinis perbaikan demam, frekuensi pernafasan, retraksi subkostal. Dan pada parameter ronkhi nyaring kelompok plasebo justru lebih unggul dengan selisih 0,78 hari. Fenomena menghilangnya ronkhi nyaring yang lebih cepat pada kelompok plasebo sangat mengherankan penulis, mungkin hal ini dikaitkan dengan pada kelompok plasebo mungkin masih lebih sensitif terhadap antibiotik standar namun sayangnya tidak dapat dibuktikan. Kemungkinan juga pada kelompok vitamin C justru lebih rendah dibandingkan plasebo karena lebih didominasi oleh gizi baik, yakni 48 orang dari total 51 orang secara konsep biologis gizi baik kerapkali dihubungkan dengan kadar askorbat plasma yang normal, sementara vitamin C dosis besar apabila diberikan pada kadar plasma askorbat yang normal maka cenderung akan diekskresikan oleh tubuh melalui urin atau sama sekali tidak dipakai.(hemilia H 2009, McGregor et al 2006). Hal tersebut kemungkinan juga berpengaruh pada tiga parameter klinis lainnya sehingga menyebabkan tidak adanya kemaknaan. Namun sekali lagi hal ini tidak bisa dibuktikan karena tidak dilakukan pemeriksaan askorbat plasma awal pada kedua kelompok.(catchart RF 2009) Kekuatan pada penelitian ini adalah merupakan penelitian yang pertama mengenai suplementasi vitamin C pada pneumonia dengan desain Double Blind Randomized Clinical Trial. Keterbatasan dalam penelitian ini seperti tidak dilakukannya pemeriksaan penyebab dari pneumonia apakah karena kausa bakteri, virus, parasit, jamur atau campuran karena keterbatasan alat pemeriksaan. Dosis suplementasi vitamin C yang sebenarnya masih kontroversi di kalangan ahli, tidak diperiksakannya kadar asam askorbat plasma awal serta singkatnya masa penelitian. Idealnya dilakukan penelitian yang lebih lengkap dengan identifikasi penyebab dari pneumonia, pemeriksaan kadar askorbat serum dan dosis vitamin C yang lebih distandardisasi. 7

Dari keempat variabel yang diteliti dapat disimpulkan bahwa suplementasi vitamin C pada penderita pneumonia berat tidak berperan penting bila dibandingkan terapi standar. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian kami simpulkan bahwa vitamin C tidak berperan dalam memperbaiki gejala pneumonia berat pada anak. Sehingga untuk saat ini masih belum direkomendasikan sebagai suplementasi tambahan terhadap penderita pneumonia berat anak. 8

DAFTAR PUSTAKA Abinash V. (2000). Current diagnosis and treatment in infectious diseases,1st ed. New York: The McGraw-Hill Co. Anonymous. (2009). Vitamin C. Diakses 23 Maret 2009. Available from: http://www.mayoclinic.com/fact/0978.html Anonymous. (2009). Vitamin C. Diakses 23 Maret 2009. Available from: http://www.medline.com/sheet1/usc=1678 Catchart RF. Unique Function of Vitamin C. Diakses 24 Maret (2009). Available from: http://www.orthomed.com/vitc/php Dirjen pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan pemukiman.(1995). Pedoman program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut untuk penanggulangan pneumonia pada balita dalam PELITA VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Halsted CH.(1993). Human Nutrition and Dietetics, 9th ed. New York: Churchill Livingstone, Hemilia H. et al.(2009). Vitamin C for Preventing And Treating Pneumonia: Cochrane Systematic Review. Diakses 27 Maret 2009. Available from: http://www.cochrane.org/sreview/med01 Hsiao G. et al.(2009). Pediatric Community Acquired Pneumonia. Diakses 27 Maret 2009. Available from: http://www.chestnet.org/cap King BR. (2009). Pediatrics pneumonia. Diakses 29 Maret 2009. Available from: http://www.pediatric.com/sect=pneumonia Stone I.(2009). The Healing Factor: Vitamin C. Diakses 23 Maret 2009. Available from: (http://www.vitamincfoundation.org) McGregor. et al.(2006). Megaascorbic Therapies Vitamin C. Journal of Medicine, 1(1):270-300. 9

Tabel 1. Karakteristik deskriptif dari sampel Vitamin C Plasebo Umur Mean 4,91 tahun 4,38 tahun Median 4,00 tahun 3,29 tahun Standar deviasi 3,04 tahun 2,96 tahun Rentangan 2,00-12,33 tahun 2,00-14,75 tahun Jenis Kelamin (n=51 orang) (n=52 orang) Laki-laki 29 orang(56,86%) 22 orang(42,3%) Perempuan 22 orang(43,14%) 30 orang(57,7%) Lama demam sebelumnya Mean 2,88 hari 2,65 hari Median 3,00 hari 3,00 hari Standar Deviasi 0,62 hari 0,68 hari Frekuensi nafas awal Mean 55,74 x/menit 54,98 x/menit Median 56 x/menit 55 x/menit Standar Deviasi 2,58 x/menit 2,70 x/menit Status Gizi (n=51 orang) (n=52 orang) Gizi Baik 48 orang(94,1%) 41 orang(78,4%) Gizi Kurang 3 orang(5,9%) 11 orang(21,6%) Tabel 2: Hubungan suplementasi vitamin C dengan lama demam Lamanya pencapaian hilangnya Kelompok Demam (hari) Vitamin C (n=51) Plasebo (n=52) Mean 2,52 2,92 Median 2,00 2,00 95% Confidence Interval 2,35-2,70 2,57-3,57 Standar Deviasi (SD) 0,61 1,25 Rentangan 2-4 2-7 Mann-Whitney U =1140,500 Z = -1,101 p = 0,271 (p>0,05) Tabel 3. Lamanya pencapaian perbaikan frekuensi nafas pada masingmasing kelompok Lamanya pencapaian perbaikan frekuensi pernapasan per menit (hari) Vitamin C (n=51) Kelompok Plasebo (n=52) Mean 2,76 2,61 Median 3,00 2,00 95% Confidence Interval 2,59-2,93 2,38-2,84 Standar Deviasi (SD) 0,61 0,82 Rentangan 2-4 2-6 Mann-Whitney U =1098,500 Z =-1,656 p = 0,098 (p>0,05) 10

Tabel 4 Lama pencapaian menghilangnya retraksi subkostal pada masingmasing kelompok Lamanya pencapaian menghilangnya Kelompok retraksi subkostal (hari) Vitamin C (n=51) Plasebo (n=52) Mean 3,68 3,73 Median 4,00 4,00 95% Confidence Interval 3,43-3,96 3,38-4,07 Standar Deviasi (SD) 0,90 1,23 Rentangan 2-6 2-7 Mann-Whitney U = 1299,500 Z=-0,183 p= 0,855 (p>0,05) Tabel 5. Lamanya pencapaian berkurangnya frekuensi ronkhi nyaring pada masing-masing kelompok Kelompok Lamanya pencapaian menghilangnya ronki nyaring (hari) Vitamin C + Terapi Plasebo + Terapi Standar (n=52) Standar (n=51) Mean 7,03 6,25 Median 7,00 6,00 95% Confidence Interval 6,71-7,36 5,84-6,65 Standar Deviasi (SD) 1,16 1,45 Range 5-9 3-10 Mann-Whitney U =907,00 Z =-2,835 p = 0,005 (p<0,01) 11