BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis
|
|
- Yenny Hermanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis kronik yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL. Selama penelitian diambil sampel sebanyak 50 pasien di mana 25 pasien di antaranya diberi larutan salin isotonik dan 25 pasien yang lain diberi larutan salin hipertonik. Parameter yang diamati untuk mengevaluasi hasil eksperimen adalah waktu transpor mukosilia yang diukur 3 kali yaitu sebelum terapi, akhir minggu pertama masa terapi, dan akhir minggu kedua masa terapi. A. Karakteristik Subjek Sebagian besar variabel yang dapat merancu hasil eksperimen sudah dikontrol melalui prosedur inklusi dan eksklusi. Variabel yang masih dapat menunjukkan heterogenitas sampel hanya karakteristik demografis yang meliputi usia dan jenis kelamin. Deskripsi usia dan jenis kelamin pasien dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Karakteristik Isotonik (n = 25) Hipertonik (n = 25) Usia (tahun) 1 35,95 10,40 39,15 11,87 0,370 Jenis Kelamin 2 Keterangan: Laki-laki Perempuan 14 (55,0) 11 (45,0) 10 (40,0) 15 (60,0) p 0,342 1 Usia dinyatakan dengan nilai mean SD dan diuji beda antara dua kelompok dengan independent samples t test. 2 Jenis kelamin dinyatakan dengan angka frekuensi (prosentase) dan diuji beda antara dua kelompok dengan chi square test.
2 Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa terdapat sedikit perbedaan karakteristik demografis antara kedua kelompok pasien. Usia kelompok yang diberi larutan salin isotonik (35,95 10,40 tahun) relatif lebih muda dibandingkan usia kelompok yang diberi larutan salin hipertonik (39,15 11,87 tahun). Meskipun begitu pengujian statistik menunjukkan bahwa perbedaan tersebut tidak signifikan (p=0,370; p>0,05). Pada kelompok yang diberi larutan salin isotonik jumlah pasien laki-laki (55,0%) lebih banyak dibandingkan jumlah pasien perempuan (45,0%), sedangkan pada kelompok yang diberi larutan salin hipertonik jumlah pasien laki-laki (40,0%) lebih sedikit dibandingkan jumlah pasien perempuan (60,0%). Meskipun begitu pengujian statistik menunjukkan bahwa perbedaan distribusi tersebut tidak signifikan (p=0,342; p>0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakteristik demografis pasien pada kedua kelompok eksperimen termasuk homogen. B. Deskripsi Waktu Transpor Mukosilia pada Kelompok yang Diberi Larutan Salin Isotonik. Waktu transpor mukosilia dideskripsikan dengan nilai mean dan standar deviasi. Uji beda waktu transpor mukosilia antara dua waktu pengukuran dilakukan dengan paired samples t test (apabila data memenuhi syarat normalitas) atau wilcoxon signed rank test (apabila data tidak memenuhi syarat normalitas). Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.2.
3 Tabel 4.2. Waktu Transpor Mukosilia pada Kelompok yang Diberi Larutan Salin Isotonik Waktu Pengukuran Waktu Transpor Mukosilia (menit) Perbedaan dengan Akhir Minggu Ke 1 Akhir Minggu Ke 2 Sebelum Terapi 24,08 3,72 p < 0,001* p < 0,001* Akhir Minggu Ke 1 20,48 3,74 p < 0,001* Akhir Minggu Ke 2 17,24 3,67 Keterangan: Uji beda antara dua waktu pengukuran dilakukan dengan wilcoxon signed rank test karena data tidak memenuhi syarat normalitas berdasarkan uji shapirowilk; * p < 0,05 artinya perbedaan signifikan. Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa waktu transpor mukosilia pada kelompok pasien yang diberi larutan salin isotonik mengalami penurunan dari pengukuran pertama hingga terakhir. Rata-rata waktu transpor mukosilia sebelum terapi adalah 24,08 3,72 menit, menurun menjadi 20,48 3,74 menit pada akhir minggu pertama pada masa terapi, dan menurun menjadi 17,24 3,67 menit pada akhir minggu kedua pada masa terapi. Secara statistik setiap penurunan dinyatakan signifikan (p < 0,05) baik dari sebelum terapi ke akhir minggu pertama (p < 0,001), dari akhir minggu pertama ke akhir minggu kedua (p<0,001), dan secara keseluruhan dari sebelum terapi ke akhir minggu kedua (p < 0,001). Penurunan waktu transpor mukosilia dari satu waktu pengukuran ke waktu pengukuran berikutnya juga dapat dinyatakan dalam bentuk boxplot sebagai dapat dilihat pada gambar 4.1.
4 Gambar 4.1 Penurunan Waktu Transpor Mukosilia pada Kelompok Pasien yang Diberi Larutan Salin Isotonik C. Deskripsi Waktu Transpor Mukosilia pada Kelompok yang Diberi Larutan Salin Hipertonik Sebagaimana pada kelompok pasien yang diberi larutan salin isotonik, pada kelompok pasien yang diberi terapi cuci hidung dengan larutan salin hipertonik waktu transpor mukosilia dideskripsikan dengan nilai mean dan standar deviasi. Uji beda waktu transpor mukosilia antara dua waktu pengukuran dilakukan dengan paired samples t test (apabila data memenuhi syarat normalitas) atau wilcoxon signed rank test (apabila data tidak memenuhi syarat normalitas). Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.3.
5 Tabel 4.3 Waktu Transpor Mukosilia pada Kelompok yang Diberi Larutan Salin Hipertonik Waktu Pengukuran Waktu Transpor Mukosilia (menit) Perbedaan dengan Akhir Minggu Ke 1 Akhir Minggu Ke 2 Sebelum Terapi 23,48 2,20 p < 0,001* p < 0,001* Akhir Minggu Ke 1 19,28 2,99 p < 0,001* Akhir Minggu Ke 2 10,48 1,23 Keterangan: Uji beda antara dua waktu pengukuran dilakukan dengan paired samples t test karena data memenuhi syarat normalitas berdasarkan uji shapiro-wilk; * p < 0,05 artinya perbedaan signifikan. Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa waktu transpor mukosilia pada kelompok pasien yang diberi larutan salin hipertonik mengalami penurunan dari pengukuran pertama hingga terakhir. Rata-rata waktu transpor mukosilia sebelum terapi adalah 23,48 2,20 menit, menurun menjadi 19,28 2,99 menit pada akhir minggu pertama pada masa terapi, dan menurun menjadi 10,48 1,23 menit pada akhir minggu kedua pada masa terapi. Secara statistik setiap penurunan dinyatakan signifikan (p < 0,05) baik dari sebelum terapi ke akhir minggu pertama (p < 0,001), dari akhir minggu pertama ke akhir minggu kedua (p < 0,001), dan secara keseluruhan dari sebelum terapi ke akhir minggu kedua (p < 0,001). Penurunan waktu transpor mukosilia dari satu waktu pengukuran ke waktu pengukuran berikutnya juga dapat dinyatakan dalam bentuk boxplot sebagai dapat dilihat pada gambar 4.4.
6 Gambar 4.4 Penurunan Waktu Transpor Mukosilia pada Kelompok Pasien yang Diberi Larutan Salin Hipertonik D. Perbandingan Waktu Transpor Mukosilia antara Kelompok yang Diberi Larutan Salin Isotonik dengan Kelompok yang Diberi Larutan Salin Hipertonik Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan transpor mukosilia antara pemberian larutan salin isotonik dan hipertonik penderita rinosinusitis kronik maka dilakukan perbandingan penurunan waktu transpor mukosilia antara kedua kelompok. Uji beda penurunan waktu transpor mukosilia antara kelompok pasien yang diberi larutan salin isotonik dengan kelompok pasien yang diberi larutan salin hipertonik dilakukan dengan independent samples t test (apabila data memenuhi syarat normalitas) atau mann-whitney test (apabila data tidak
7 memenuhi syarat normalitas). Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Perbandingan Penurunan Waktu Transpor Mukosilia antara Kelompok Pasien yang Diberi Larutan Salin Isotonik dengan Kelompok Pasien yang Diberi Larutan Salin Hipertonik 1 Penurunan Waktu Transpor Mukosilia Keterangan: Isotonik Hipertonik p Minggu Ke 1 3,60 2,02 4,20 1,61 0,080 Minggu Ke 2 3,24 1,36 8,80 2,96 < 0,001* Keseluruhan 6,84 2,54 13,00 2,12 < 0,001* Uji beda semuanya dilakukan dengan mann-whitney test karena data tidak memenuhi syarat normalitas berdasarkan uji shapiro-wilk; * p < 0,05 artinya perbedaan signifikan. Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa rata-rata penurunan waktu transpor mukosilia pada kelompok yang diberi larutan salin hipertonik selalu lebih besar dibandingkan rata-rata penurunan waktu transpor mukosilia pada kelompok yang diberi larutan salin isotonik. Pada akhir minggu pertama masa terapi, penurunan waktu transpor mukosilia pada kelompok pasien yang diberi larutan salin hipertonik (4,20 1,61 menit) lebih besar dibandingkan pada kelompok pasien yang diberi larutan salin isotonik (3,60 2,02 menit) namun secara statistik perbedaan tersebut tidak signifikan (p = 0,080 > 0,05). Mulai akhir minggu pertama hingga akhir minggu kedua masa terapi, penurunan waktu transpor mukosilia pada kelompok pasien yang diberi larutan hipertonik (8,80 2,96 menit) lebih besar dibandingkan pada kelompok pasien yang diberi larutan salin isotonik (3,24 1,36 menit) dan secara statistik perbedaan tersebut signifikan (p<0,001). Perbandingan besarnya penurunan waktu transpor mukosilia antara
8 kedua kelompok eksperimen juga dapat dinyatakan dalam bentuk boxplot sebagaimana dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4. Gambar 4.3 Perbandingan Penurunan Waktu Transpor Mukosilia antara Kedua Kelompok Eksperimen pada Akhir Minggu Pertama Masa Terapi Gambar 4.4 Perbandingan Penurunan Waktu Transpor Mukosilia antara Kedua Kelompok Eksperimen pada Akhir Minggu Kedua Masa Terapi
9 Secara keseluruhan selama 2 minggu masa terapi yang diukur sebelum terapi sampai akhir minggu kedua penurunan waktu transpor mukosilia pada kelompok pasien yang diberi larutan salin hipertonik (13,00 2,12 menit) lebih besar dibandingkan pada kelompok pasien yang diberi larutan salin isotonik (6,84 2,54 menit) dan secara statistik perbedaan tersebut signifikan (p < 0,001). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian larutan salin hipertonik lebih baik dibandingkan dengan penggunaan larutan salin isotonik dalam menurunkan waktu transpor mukosilia.
10 BAB V PEMBAHASAN Rancangan penelitian true eksperimental dengan desain Randomized Control Trial double blind ini menggunakan dua kelompok subjek pengamatan yaitu penderita rinosinusitis kronik diberi larutan salin isotonik dan larutan salin hipertonik. Pengukuran waktu transpor mukosilia dilakukan tiga kali, yaitu sebelum terapi, akhir minggu pertama setelah terapi dan akhir minggu kedua setelah terapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan transpor mukosilia pada pemberian larutan salin hipertonik dan isotonik penderita rinosinusitis kronik. Penelitian ini dilaksanakan pada penderita rinosinusitis kronik di bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta, RSUD Karanganyar, RSUD Sukoharjo, dan RSUD Boyolali. Sampel penelitian dipilih dengan cara non-probability sampling, yaitu dengan teknik consecutive sampling: setiap subjek yang memenuhi kriteria penelitian dilibatkan dalam kegiatan penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah subjek penelitian yang diperlukan terpenuhi. Pada data demografi yaitu usia dan jenis kelamin. Usia kelompok yang diberi larutan salin isotonik (35,95 10,40 tahun) relatif lebih muda dibandingkan usia kelompok yang diberi larutan salin hipertonik (39,15 11,87 tahun). Meskipun begitu pengujian statistik menunjukkan bahwa perbedaan tersebut tidak signifikan (p=0,370; p>0,05). Pada kelompok yang diberi larutan salin isotonik
11 jumlah pasien laki-laki (55,0%) lebih banyak dibandingkan jumlah pasien perempuan (45,0%), sedangkan pada kelompok yang diberi larutan salin hipertonik jumlah pasien laki-laki (40,0%) lebih sedikit dibandingkan jumlah pasien perempuan (60,0%). Meskipun begitu pengujian statistik menunjukkan bahwa perbedaan distribusi tersebut tidak signifikan (p=0,342; p>0,05). Rinosinusitis kronik lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan pria dengan rasio 6:4. Di Kanada dilaporkan penderita rinosinusitis kronik berkisar antara umur tahun atau tahun. Setelah usia 60 tahun dijumpai prevalensi dari rinosinusitis kronik mulai menurun hingga 50% (Fokkens et al., 2012). Patogenesis pasti mengenai predileksi jenis kelamin dan usia ini masih belum begitu jelas. Pada beberapa teori dikatakan bahwa hormon estrogen dan hormon pertumbuhan memiliki korelasi dengan keadaan mukosa hidung. Pada keadaan hormon yang tidak stabil, vaskularisasi dari mukosa hidung dapat terganggu, sehingga terjadi kerusakan sel, gangguan oksigenasi dan gangguan fungsi dari mukosa hidung. Selain efek hormon, zat-zat polutan yang ada lingkungan di sekitar kita dapat bersifat sebagai iritan yang merusak epitel pernafasan sehingga terjadi gangguan pada transpor mukosilia, fungsi hidung dan sinus paranasal. Hal tersebut yang menjadi alasan pada usia produktif sering menderita RSK akibat sering terpaparnya dengan zat polutan di lingkungan sekitar (Dousary et al., 2012). Kelompok larutan salin isotonik dan kelompok larutan salin hipertonik mendapat terapi medikamentosa yang sama, sehingga perbedaan hanya terdapat pada pemberian cuci hidung dengan larutan salin isotonik dan larutan salin
12 hipertonik. Hasil penelitian memperlihatkan ada perbaikan transpor mukosilia pada kedua kelompok. Cuci hidung dilakukan pada rongga hidung dengan tujuan memperbaiki transpor mukosilia pada rinosinusitis kronik. Cuci hidung tidak hanya membersihkan sekret yang menumpuk dan memperbaiki transpor mukosilia pada rongga hidung akan tetapi cuci hidung juga berpotensial memperbaiki fungsi dari sinus paranasal dengan menekan proses inflamasi pada mukosa kompleks osteomeatal sehingga drainase udara di dalam sinus paranasal dan transpor mukosilia mengalami perbaikan (Hoffmans et al., 2010). Terdapat perbaikan transpor mukosilia setelah pemberian larutan salin isotonik dan hipertonik selama 2 minggu. Penelitian pemberian cuci hidung dengan larutan salin isotonik memberikan perbaikan terhadap waktu transpor mukosilia setelah pemberian 14 hari. Namun terdapat pendapat lain yang menyatakan waktu 4-12 minggu merupakan waktu yang cukup memberikan perbaikan terhadap waktu transpor mukosilia penderita rinosinusitis kronis. Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai waktu optimal pemberian cuci hidung agar didapatkan perbaikan transpor mukosilia yang bermakna pada penderita rinosinusitis kronis (Hernandez, 2007; Arnold, 2011; Wei et al., 2011). Pada penelitian ini terdapat penurunan waktu transpor mukosilia pada kelompok pasien yang diberi terapi cuci hidung dengan larutan salin hipertonik 13 menit lebih besar dibandingkan pada kelompok pasien yang diberi terapi cuci hidung dengan larutan salin isotonik 6 menit dan secara statistik perbedaan tersebut signifikan (p < 0,001). Penelitian yang dilakukan Hauptman et al., (2007) membandingkan perbaikan transpor mukosilia pemberian larutan salin isotonik
13 dan hipertonik. Larutan salin hipertonik menurunkan waktu transpor mukosilia 178 detik (5.9 menit) lebih besar dibandingkan larutan salin isotonik 121 detik (2 menit) dan secara statistik perbedaan tersebut signifikan (p < 0,001). Pada penelitian yang dilakukan Keojampa et al., (2004) memberikan larutan salin hipertonik dan isotonik didapatkan larutan salin hipertonik menurunkan waktu mukosilia transpor 5.8 menit lebih besar dibandingkan larutan salin isotonik 4.5 menit dan secara statistik perbedaan tersebut signifikan (p<0,001). Penelitian Ural et al., (2008) melakukan evaluasi setelah 10 hari. Irigasi hidung dengan larutan salin hipertonik pada pasien rinosinusitis kronik menurunkan waktu transpor mukosilia dari 35 menit menjadi 22 menit dan secara statistik perbedaan tersebut signifikan (p<0.05). Dan larutan salin isotonik lebih efektif menurunkan waktu transpor mukosilia pada pasien rinosinusitis akut dan rhinitis alergi. Penggunaan cuci hidung dengan larutan salin hipertonik telah banyak dilaporkan dan terbukti efektif dapat mempercepat waktu transpor mukosilia dibandingkan dengan larutan salin isotonik. Hal ini dikemukakan oleh Talbot et al., (1997) yang menyatakan perbaikan waktu transpor mukosilia yang bermakna secara statistik setelah pemberian larutan salin hipertonik dibandingkan kelompok yang mendapat larutan salin isotonik pada orang sehat. Hasil tersebut dikuatkan oleh penelitian Homer et al., (2000) yang menyatakan perbaikan waktu transpor mukosilia yang berbeda bermakna pada penderita rinosinusitis kronik yang
14 diberikan larutan salin hipertonik dibandingkan pemberian larutan salin isotonik (Berjis et al., 2011). Gejala klinis dan keadaan mukosa hidung setelah dilakukan cuci hidung dengan NaCl 0,9%, didapatkan perbaikan pada gejala klinis sumbatan hidung, pengurangan sekresi sekret hidung dan pengurangan inflamasi mukosa hidung setelah dilakukan pencucian hidung selama 2 minggu (Arnold et al., 2007). Penelitian yang dilakukan Rabago et al., (2006) memberikan larutan salin hipertonik selama 6 bulan. Penilaian gejala klinik menggunakan EQ (exit questionnaire) didapatkan penurunan keluhan gejala klinik penderita rinosinusitis kronik. Larutan salin hipertonik lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan larutan salin isotonik dalam mengurangi keluhan hidung tersumbat, pilek, nyeri wajah, dan gangguan penghidu pada pasien rinosinusitis kronik. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Culig et al., (2010) larutan salin hipertonik lebih efektif dalam menurunkan gejala klinis terutama keluhan hidung tersumbat, hidung berair, batuk dan sakit kepala dibandingkan penggunaan larutan salin isotonik (Culig et al., 2010). Larutan salin isotonik merupakan larutan dengan konsentrasi zat terlarut dan zat pelarut yang sama, sehingga larutan salin isotonik terhadap sel tidak memberikan efek transpor aktif ke dalam sel. Mekanisme kerja larutan salin isotonik sebagai pembilas zat-zat iritan dan alergen yang berada di rongga hidung, sehingga dapat menekan mediator-mediator inflamasi yang ada, sedangkan larutan salin hipertonik merupakan suatu cairan dengan konsentrasi yang lebih tinggi
15 dibanding cairan di dalam sel, sehingga proses transpor aktif dapat mempercepat stabilnya keadaan intra sel (Culig et al., 2010). Keterbatasan penelitian ini adalah tidak dilakukan pemeriksaan subjektif untuk menilai keluhan gejala klinis. Tidak dideskripsikan efek samping dari pemakaian larutan salin isotonik dan hipertonik.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis kronik yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi
Lebih terperinciBAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi
BAB III METODE DAN PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Poliklinik THT-KL RSUD Karanganyar, Poliklinik THT-KL RSUD Boyolali.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kronik (RSK) merupakan inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. subyek pengamatan yaitu penderita rinosinusitis kronik diberi larutan salin isotonik
77 BAB V PEMBAHASAN Rancangan penelitian eksperimental murni ini menggunakan dua kelompok subyek pengamatan yaitu penderita rinosinusitis kronik diberi larutan salin isotonik dan larutan salin hipertonik
Lebih terperinciBAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD
BAB III METODE DAN PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta, RSUD Karanganyar, RSUD Sukoharjo, dan RSUD Boyolali.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis) 2012 adalah inflamasi hidung dan sinus paranasal
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian dilakukan sampai jumlah sampel terpenuhi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinosinusitis kronik (RSK) merupakan inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah satunya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi Rinitis Alergi (RA) menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitivitas
Lebih terperinciPerbedaan transpor mukosiliar pada pemberian larutan garam hipertonik dan isotonik penderita rinosinusitis kronis
Laporan Penelitian hipertonik dan isotonik penderita rinosinusitis kronis Sarwastuti Hendradewi, Novi Primadewi, Nurmala Shofiyati Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala dan
Lebih terperinciBAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi
29 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN 4.1.1. Jumlah Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi Semarang, didapatkan 44 penderita rinitis alergi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) 2012, rinosinusitis kronis didefinisikan sebagai suatu radang hidung dan sinus paranasal
Lebih terperinciBAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT
32 BAB 5 HASIL DAN BAHASAN 5.1 Gambaran Umum Sejak Agustus 2009 sampai Desember 2009 terdapat 32 anak adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT RSUP Dr. Kariadi Semarang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian adalah Rehabilitasi Medik.
25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian adalah Rehabilitasi Medik. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Divisi Rehabilitasi Medik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EP3OS) tahun 2012, rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi pada hidung dan sinus paranasalis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal. Sinusitis juga dapat disebut rinosinusitis, menurut hasil beberapa diskusi pakar yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung selama minimal 12 minggu berturut-turut. Rinosinusitis kronis
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian ini dilakukan pada penderita asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Agustus-September 2016. Jumlah keseluruhan subjek yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang.1 Berdasarkan data World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan zat adiktif yang dapat mengancam kelangsungan hidup di negara maju maupun negara berkembang.1 Berdasarkan data World Health Organization (WHO) konsumsi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinik dengan desain Randomized
20 BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinik dengan desain Randomized Controlled Trial Double Blind pada pasien yang menjalani operasi elektif sebagai subyek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma adalah penyakit paru kronik yang sering terjadi di dunia. Data mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Mchpee
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
21 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian intervensi atau uji klinis dengan randomized controlled trial pre- & posttest design. Studi ini mempelajari
Lebih terperinciBAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.
28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian pulmonologi Ilmu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinosinusitis merupakan penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban ekonomi yang tinggi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur kondisi udara dengan mempersiapkan udara inspirasi agar sesuai dengan permukaan paru-paru,
Lebih terperinciPERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN
PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN TERAPI CUCI HIDUNG CAIRAN ISOTONIK NACL 0,9% DIBANDINGKAN
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana) terhadap jumlah sel NK dan kadar
BAB V HASIL PENELITIAN Telah dilakukan penelitian eksperimental untuk menganalisis efektivitas ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana) terhadap jumlah sel NK dan kadar sitokin IFN- γ pada penderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya adalah bersin, hidung beringus (rhinorrhea), dan hidung tersumbat. 1 Dapat juga disertai
Lebih terperinciBAB 4 MATERI METODE PENELITIAN. Surakarta / Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta. 1. Populasisasaran:Pasien DM tipe 2.
BAB 4 MATERI METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode Randomized Double Blind Controlled Trial. 4.. Tempat Bagian Ilmu Penyakit
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur
digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian dilakukan pada pasien pneumonia yang dirawat inap di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Selama bulan September 2015 hingga Oktober 2015 diambil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuantitas perokok di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Data WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga dibawah Cina dan India.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dalam waktu yang bersamaan (Sastroasmoro, 2008). Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisis RSUD Dr.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan pendekatan potong lintang, yaitu observasi dan pengukuran pada variabel bebas (faktor risiko)
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat ringan, sedang-berat dengan rerata usia subyek 26,6 ± 9,2 tahun, umur
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN
31 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan leher 4.2. Rancangan Penelitian Desain penelitian
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik dan bangsal THT-KL dan laboratorium
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran umum Penelitian dilaksanakan di klinik dan bangsal THT-KL dan laboratorium Patologi Klinik RSUP Dr. Kariadi Semarang selama periode Mei Agustus 2011. Selama penelitian
Lebih terperinciABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah
ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah satu penyakit THT, Sinusitis adalah peradangan pada membran
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 30 perempuan penderita
44 BAB V HASIL PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 30 perempuan penderita xerostomia yang berusia lanjut sebagai sampel, yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok musik klasik barat
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. Penelitian ini dilakukan di Poltekkes YRSU Dr.Rusdi. Jl.H Adam Malik
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Penelitian ini dilakukan di Poltekkes YRSU Dr.Rusdi. Jl.H Adam Malik No.140-142 Medan, Sumatera Utara. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Poltekkes YRSU Dr.Rusdi
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kronik di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Penelitian dilakukan selama 2 minggu.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian dilakukan pada pasien dengan diagnose Sinusitis Maksilaris Kronik di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi
43 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi sampel adalah pasien HIV dengan terapi ARV >6 bulan. Penelitian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dilakukan pada penderita PPOK eksaserbasi akut yang dirawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan RSUD Ario Wirawan Salatiga pada tanggal 18 Maret sampai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 2016. B. Jenis
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi saluran nafas atas akut yang sering terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Menurut laporan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
1 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan kulit dan kelamin.
BAB III METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan kulit dan kelamin. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian Pengumpulan data klinis dilakukan mulai tanggal 10 November 2008 sampai dengan tanggal 27 November 2008 di klinik orthodonti FKG UI dan di lingkungan FK UI.
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Teori Genetik Alergen inhalan Polutan (NO, CO, Ozon) Respon imun hipersensitifitas tipe 1 Rinitis alergi Gejala Pengobatan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA PENELITIAN
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut, maka dikembangkan suatu kerangka
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinosinusitis kronis (RSK) adalah penyakit inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Pengobatan RSK sering belum bisa optimal
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan design study potong lintang (crossectional study). 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paranasaldengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (RSK) merupakaninflamasi mukosa hidung dan sinus paranasaldengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
52 BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain quasi experimental studies dengan pendekatan pretest posttest pada kelompok perlakuan dan kontrol.
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian adalah di Rumah Sakit
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dikendalikan sepenuhnya seperti aktivitas fisik sehari-hari.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental. Dipilihnya quasi eksperimental karena pertimbangan etis dan ada faktor yang tidak dapat dikendalikan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup disiplin Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut, dan Ilmu
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup disiplin Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut, dan Ilmu Onkologi Radiasi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Kejadian TBC Usia Produktif Kepadatan Hunian Riwayat Imunisasi BCG Sikap Pencegahan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
20 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional di mana variabel bebas dan variabel tergantung diobservasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. B. Tempat Penelitian dilakukan di ICVCU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode studi pre dan post, single blind dan randomized control trial (RCT). Pengambilan
Lebih terperinciGAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014
1 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 Oleh: Sari Wulan Dwi Sutanegara 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. yaitu quasi-experimental design dengan rancangan two-group pre test-post
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang diambil merupakan jenis penelitian kuantitatif yaitu quasi-experimental design dengan rancangan two-group pre test-post test control
Lebih terperinciProfil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang
77 Artikel Penelitian Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang Hesty Trihastuti, Bestari Jaka Budiman, Edison 3 Abstrak Rinosinusitis kronik adalah inflamasi kronik
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. Karekteristik sampel penelitian dipaparkan dalam Tabel 5.1 diskripsi
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Karekteristik sampel penelitian dipaparkan dalam Tabel 5.1 diskripsi dan frekuensi berdasarkan nilai mean dan persentase penelitian untuk dapat
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSUD Kota
BAB V HASIL PENELITIAN Jumlah sampel pada penelitian ini setelah melewati kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebanyak 70 subyek yang terdiri dari kelompok suplementasi dan kelompok tanpa suplementasi.
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian adalah di Poliklinik Gigi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Karakteristik Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 10 oktober- 12 november 2012. Data merupakan data sekunder yang diambil dari rekam medis
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis double blind randomized
36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis double blind randomized controlled trial untuk melihat penurunan kadar interleukin-6 setelah pemberian cairan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis
49 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan desain penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinitis Alergi (RA) merupakan salah satu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi alergen yang sama
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Mulut. Lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Gigi dan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Saraf dan Radiologi Rumah Sakit di Kota Yogyakarta,yaitu Rumah
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Randomized control
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Randomized control group pretest posttest design 41 Kelompok penelitian dibagi menjadi 2 kelompok
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian 1. Karakteristik dasar subyek penelitian Penelitian dilakukan sejak 22 Juni 2016 sampai 1 Agustus 2016 di Puskesmas Pandak I Bantul. Sampel penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan peningkatan hiperresponsif yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas,
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain
49 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk menggali apakah terdapat perbedaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan permasalahan terkait kebiasaan merokok yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah batang rokok
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Fakultas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rhinitis berasal dari dua kata bahasa Greek rhin rhino yang berarti hidung dan itis yang berarti radang. Demikian rhinitis berarti radang hidung atau tepatnya radang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma dan rinosinusitis adalah penyakit yang amat lazim kita jumpai di masyarakat dengan angka prevalensi yang cenderung terus meningkat selama 20-30 tahun terakhir.
Lebih terperinciSURAT PERSETUJUAN MENJADI SAMPEL PENELITIAN
Lampiran 1 SURAT PERSETUJUAN MENJADI SAMPEL PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Nama : Umur : Alamat : Dengan ini menyatakan bahwa saya telah diberikan penjelasan oleh peneliti tentang tujuan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup disiplin Ilmu Penyakit Gigi Mulut dan Ilmu Onkologi Radiasi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PENDERITA SINUSITIS KRONIS PADA PENGOBATAN GURAH JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
ANALISIS PERUBAHAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PENDERITA SINUSITIS KRONIS PADA PENGOBATAN GURAH JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjanastrata-1
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 2016. B. Jenis
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Gigi dan Mulut dan Ilmu Penyakit Dalam.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut dan Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik numerik
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik numerik (kategorik-numerik) tidak berpasangan dengan pendekatan cross sectional yang pengamatannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang disebabkan mediasi oleh reaksi hipersensitifitas atau alergi tipe 1. Rhinitis alergi dapat terjadi
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. Penelitian ini berlangsung bulan Maret-Juni 2014.
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup tempat Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. 4.1. Ruang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode True Eksperiment Pre-
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode True Eksperiment Pre- Post Test Design yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian suatu intervensi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terminal yang menjalani hemodialisa rutin di unit hemodialisa RS
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Subjek Penelitian Subjek penelitian ini melibatkan 138 pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisa rutin di unit
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 3.2 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analisis
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi bersifat observasional analitik dengan
BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS DAN DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi bersifat observasional analitik dengan desain studi kasus kontrol (case control). B. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian
Lebih terperinci